Rasmah M
Rasmah M
LAPORAN KASUS
PENYAKIT INFEKSI & NON INFEKSI
BLOK KKN
Disusun oleh:
Rasmah.M
11020180087
Kepala Puskesmas :
dr. Hj. Herlina M. Tahir, M.Kes
Pembimbing
dr. Ewi Linggo
Supervisor :
dr. Yusriani Mangarengi, M.Kes.
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2021
LAPORAN KASUS PENYAKIT NON INFEKSI
KATARAK SENILIS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Tn.S
Tanggal Lahir : 20 November 1953
Umur : 68 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Buruh
Alamat : Jl. Urip Sumoharjo Lorong I
Waktu Pemeriksaan : Senin, 22 November 2021
II. ANAMNESIS
a. Keluhan utama
Penglihatan kabur pada mata kanan
b. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan penglihatan kabur pada mata kanan dialami
sejak dua bulan yang lalu. Sakit kepala (+) hilang timbul, mual dan muntah (-),
BAK dan BAB normal.
c. Riwayat pengobatan
Riwayat penglihatan kabur pada mata kiri dan telah dilakukan operasi sebanyak
dua kali. Pertama, operasi katarak, setelah itu muncul benjolan kemudian
dioperasi kembali.
d. Riwayat penyakit terdahulu
Riwayat kecelakaan lalu lintas 10 tahun yang lalu, luka pada kaki kanan.
Riwayat pekerjaan kuli bangunan, namun saat ini sudah tidak bekerja. Riwayat
Hipertensi (+), diabetes (+) dan asam urat (+).
e. Riwayat penyakit keluarga
Saat ini tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama seperti
Tn.S
f. Riwayat alergi
Tidak mempunyai riwayat alergi
III. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan kepala-leher
a. Kulit : sawo matang, icterus (-), sianosis (-)
b. Kepala : bentuk normal, tidak ada deformitas, rambut berwarna
hitam dan putih.
c. Mata : OD (bentuk normal, konjungtiva normal, sklera tidak
ikterik, palpebra superior et inferior normal tidak ada edema, pupil bulat,reflex
cahaya (+)
OS
d. Telinga : bentuk normal, liang telinga lapang, tidak ada
serumen
e. Hidung : bentuk normal, tidak ada deviasi septum nasi, tidak
ada secret
f. Mulut : bentuk normal, perioral tidak sianosis, lidah tidak
kotor, bibir sedikit pecah-pecah.
g. Leher : pembesaran KGB -/-
Thorax
Inspeksi
a. Bentuk dan ukuran : Tidak dilakukan pemeriksaan
b. Permukaan dada : Tidak dilakukan pemeriksaan
c. Iga dan sela iga : Tidak dilakukan pemeriksaan
d. Fossa supraclavicularis, fossa infraclavicularis : Tidak dilakukan pemeriksaan
e. Fossa jugularis : Tidak dilakukan pemeriksaan
Palpasi
a. Trakea : Tidak dilakukan pemeriksaan
b. Nyeri tekan, massa, edema, krepitasi : Tidak dilakukan pemeriksaan
c. Gerakan dinding dada : Tidak dilakukan pemeriksaan
d. Fremitus vocal : Tidak dilakukan pemeriksaan
Perkusi
a. Sonor seluruh lapang paru
b. Batas paru-hepar
c. Batas paru-jantung
Auskultasi
a. Cor : Tidak dilakukan pemeriksaan
b. Pulmo : Tidak dilakukan pemeriksaan
1) Vesikuler
2) Ronkhi
3) Wheezing
Abdomen
Inspeksi
a. Bentuk : Tidak dilakukan pemeriksaan
b. Umbilicus : Tidak dilakukan pemeriksaan
c. Permukaan kulit : Tidak dilakukan pemeriksaan (tanda-tanda inflamasi,
sianosis, venektasi, massa, vena kolateral, papula, petekie, ekimosis)
d. Distensi : Tidak dilakukan pemeriksaan
e. Asites : Tidak dilakukan pemeriksaan
Auskultasi
a. Bising usus : Tidak dilakukan pemeriksaan
b. Metallic sound : Tidak dilakukan pemeriksaan
c. Bising aorta : Tidak dilakukan pemeriksaan
Perkusi
a. Timpani pada seluruh lapangan abdomen : Tidak dilakukan pemeriksaan
b. Nyeri ketok : Tidak dilakukan pemeriksaan
Palpasi
a. Nyeri tekan epigastrium : Tidak dilakukan pemeriksaan
b. Massa : Tidak dilakukan pemeriksaan
c. Hepar/lien : Tidak dilakukan pemeriksaan
4. Sinar Ultraviolet
Sinar ultraviolet dari matahari dapat mempercepat kekeruhan pada
lensa mata. Seseorang dengan pekerjaan sehari-hari sering terpapar sinar
ultraviolet meningkatkan faktor resiko katarak.
5. Obat-obatan
Obat-obatan jenis tertentu dapat menstimulasi pembentukan katarak,
diantaranya : Amiodarone, Chlorpromazide, kortikosteroid, Lovastatin,
Phenytoin. Penggunaan obat kortikosteroid sebagai faktor resiko
perkembangan katarak subkapsular posterior.
6. Merokok
Individu yang merokok 20 batang atau lebih dalam sehari beresiko 2
kali lipat mengalamai katarak. John J.
7. Nutrisi
Faktor nutrisi merupakan salah satu resiko terjadinya katarak. Diet
kaya laktosa atau galaktosa dapat menyebabkan katarak. Begitu juga diet
rendah riboflavin, triptofan dan berbagai asam amino lain.
III. KLASIFIKASI
Katarak dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria yang berbeda :
MATURITAS KATARAK
Iminens/insipiens
Pada stadium ini, lensa bengkak karena termasuki air, kekeruhan lensa
masih ringan, visus biasanya > 6/60. Pada pemeriksaan dapat ditemukan iris
normal, bilik mata depan normal, sudut bilik mata normal, serta shadow test
negatif.
Imatur
Pada tahap berikutnya, opasitas lensa bertambah dan visus mulai
menurun menjadi 5/60 sampai 1/60. Cairan lensa bertambah akibatnya iris
terdorong dan bilik mata depan menjadi dangkal, sudut bilik mata sempit, dan
sering terjadi glaukoma. Pada Pemeriksaan didapatkan shadow test positif.
Matur
Jika katarak dibiarkan, lensa akan menjadi keruh seluruhnya dan visus
menurun drastic menjadi 1/300 atau hanya dapat melihat lambaian tangan
dalam jarak 1 meter. Pada pemeriksaan didapatkan shadow test negatif.
Hipermatur
Pada tahap akhir, korteks mencair sehingga nukleus jatuh dan lensa
jadi turun dari kapsulnya (Morgagni). Lensa terlihat keruh seluruhnya, visus
sudah sangat menurun hingga bisa mencapai 0, dan dapat terjadi komplikasi
berupa uveitis dan glaukoma. Pada pemeriksaan didapatkan iris tremulans,
bilik mata depan dalam, sudut bilik mata terbuka, serta shadow test positif
palsu
2. Katarak Metabolik.
Katarak yang terjadi pada penderita diabetes mellitus
3. Katarak komplikata
Kekeruhan lensa sekunder yang berhubungan dengan penyakit mata lainnya.
Etiologi : Beberapa kondisi mata penting yang dapat menimbulkan katarak
komplikata tercantum di sini.
o Kondisi inflamasi. Hal ini termasuk inflamasi uvea (seperti
iridosiklitis, parsplanitis, koroiditis), ulkus kornea hypopion dan
endoftalmitis.
o Kondisi degeneratifseperti retinitis pigmentosa dan retinitis
pigmentosa distrofi lain, dan degenerasi korioretinal myop.
o Ablasio retina. Katarak komplikata dapat timbul pada kasus-kasus
lama
o Glaukoma(primer atau sekunder)
o Tumor intraokularseperti retinoblastoma atau melanoma dapat
menimbulkan katarak komplikata dalam tahap akhir.
4. Katarak toksik
Cortikosteroid-induced cataract
Katarak yang diinduksi oleh penggunaan obat yang mengandung
ortikosteroid.
5. Katarak radiasi
Paparan hampir semua jenis energi radiasi diketahui dapat
enimbulkan katarak dengan menyebabkan kerusakan pada epitel lensa.
6. Katarak elektrik
Hal ini diketahui terjadi setelah aliran arus listrik yang kuat melalui tubuh.
Katarak biasanya dimulai sebagai kekeruhan subkapsular pungtata yang
matang dengan cepat. Sumber arus dapat merupakan kawat listrik hidup atau
kilatan petir
IV. PATOFISIOLOGI
Patogenesis katarak senilis bersifat multifaktorial dan berhubungan dengan
proses degenerasi, akan tetapi belum dimengerti sepenuhnya. Semakin
bertambahnya usia, terjadi akumulasi berbagai macam faktor yang dapat
mempermudah pembentukan katarak. Jumlah protein kristalin yang larut dalam
air akan semakin berkurang seiring dengan maturasi lensa. Perubahan kimiawi
protein lensa menyebabkan agregasi protein dan menghasilkan pigmen warna
kuning kecoklatan yang berlebihan.Selain itu seiring dengan bertambahnya usia,
lensa menjadi lebih tebal dan berat. Produksi serabut lensa yang terus menerus
akan menyebabkan kompresi dan pengerasan nukleus (sklerosis nukleus).
Seiring bertambahnya usia, terjadi peningkatan massa, dan ketebalan lensa,
serta penurunan kemampuan akomodasi. Lapisan serat korteks berbentuk
konsentris, akibatnya nukleus dari lensa mengalami penekanan dan pergeseran
(nuclear sclerosis). Kristalisasi (protein lensa) adalah perubahan yang terjadi
akibat modifikasi kimia dan agregasi protein menjadi high-molecular-weight-
protein. Hasil dari agregasi protein secara tiba tiba mengalami fluktuasi index
refraktif pada lensa, cahaya yang menyebar, penurunan kejernihan lensa.
V. GEJALA KLINIS
Gejala subjektif
Kekeruhan dari lensa dapat hadir tanpa menyebabkan berbagai gejala, dan
dapat ditemukan dalam pemeriksaan mata rutin. Gejala umum dari katarak
adalah:
a) Silau. Satu dari gejala awal gangguan penglihatan pada katarak adalah silau
(glare), seperti sinar langsung dari matahari atau cahaya sepeda motor yang
datang menyinari. Tingkat dari silau akan bervariasi sesuai dengan lokasi dan
ukuran dari kekeruhannya.
b) Uniocular poliopia (penglihatan ganda dari suatu objek). Ini sering
merupakan salah satu gejala awal. Ini terjadi karena refraksi irregular oleh
lensa yang menyebabkan berbagai indeks refraktif sebagai suatu proses dari
katarak.
c) Lingkaran cahaya yang berwarna (Coloured halos). Ini akan dirasakan oleh
beberapa pasien yang memberikan kerusakan sinar putih dalam spectrum
warna karena adanya tetesan air dalam lensa.
d) Titik hitam pada bagian depan mata. Titik hitam yang menetap akan
dirasakan oleh beberapa pasien.
e) Gambar kabur. Distorsi dari gambar dan penglihatan berkabut akan terjadi
pada stadium awal dari katarak.
f) Kehilangan penglihatan. Penurunan penglihatan karena katarak senile
mempunyai beberapa gambaran khusus.Ini tidak sakit dan berangsur
progresif.Pasien dengan kekeruhan sentral (katarak cupuliform) mempunyai
kehilangan penglihatan yang lebih awal. Pasien ini melihat lebih baik ketika
pupil melebar, ini karena biasanya pada malam
g) hari cahaya menjadi suram (buta siang).3 Pasien dengan kekeruhan pada
perifer (katarak cuneiform) mengalami kehilangan penglihatan yang
terlambat dan penglihatan meningkat jika cahaya terang ketika pupil
dikontraksikan. Pada pasien dengan sklerosis nuclear penglihatan jauh
terganggu karena miop indeks yang progresif seperti pasien dapat membaca
tanpa kacamata presbiopi. Peningkatan dalam penglihatan dekat, dimaknai
sebagai “second sight” karena perkembangan kekeruhan. Penglihatan akan
berkurang sampai hanya dapat mempersepsikan cahaya dan proyeksi akurat
dari sinar merupakan stadium dari katarak matur.
Gejala objektif
Beberapa pemeriksan harus dilakukan untuk melihat berbagai tanda dari katarak.:
a) Pemeriksaan visus. Bergantung pada lokasi dan maturasi dari
katarak.ketajaman penglihatan berkisar 6/9 sampai persepsi cahaya.
b) Pemeriksaan iluminasi oblik. Ini menampakan warna dari lensa dalam
area pupil yang bervariasi dalam tipe katarak yang berbeda.
c) Pemeriksaan iris shadow. Ketika cahaya oblik menyinari pupil,
bayangan crescentric dari batas pupil dari iris akan membentuk
kekeruhan keabu-abuan dari lensa, sepanjang korteks bersih (clear
korteks) tampak antara kekeruhan dan batas pupil. Ketika lensa
menjadi lebih transparan atau keruh sempurna, tidak ada iris shadow
yang terbentuk oleh karena itu adanya iris shadow tanda dari katarak
imatur.
d) Pemeriksaan oftalmoskopi direk. Cahaya fundus yang kuning
kemerahan di observasi dalam tidak adanya kekeruhan dalam media.
Lensa katarak parsial menunjukkan bayangan hitam yang berlawanan
dengan cahaya merah pada daerah katarak. Lensa katarak yang lengkap
tidak menunjukkan cahaya merah.
e) Slit lamp. Pemeriksaan ini harus dilakukan pada pupil yang berdilatasi
sempurna.Pemeriksaan menunjukkan morfologi lengkap dari
kekeruhan (tempat, ukuran, bentuk, warna, dan kekerasan nukleus).
VI. DIAGNOSIS
Anamnesis
1. Identitas Pasien
2. Riwayat penyakit sekarang
3. Riwayat penyakit dahulu
4. Riwayat Keluarga
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang
VII. PENATALAKSANAAN
Terapi katarak pada dasarnya terdiri dari operasi pengangkatan lensa yang keruh.
Jika ditemukan pasien katarak harus segerah dirujuk ke dokter spesialis mata.
Tidak ada obat-obatan yang efektif terhadap penanganan katarak. Penaganannya
adalah dengan pembedahan.
VIII. KOMPLIKASI
Fakoanafilaktik uveitis. Katarak hipermatur boleh menyebabkan kebocoran
protein lensa ke dalam bilik anterior. Protein ini boleh bertindak sebagai
antigen dan induce reaksi antigen-antibodi yang seterusnya menyebabkan
uveitis.
Glaukoma ‘lens-induced’. Boleh terjadi disebabkan oleh mekanisme yang
berbeda.
Katarak imatur (lensa intumescent) Glaukoma fakomorfik. Lensa
menerima cairan yang agak banyak selama perubahan kataraktous,
menyebabkan pertambahan ukuran. Ini mengganggu bilik anterior,
menimbulkan pupillary block dan sudut padat yang menyebabkan sudut
tertutup akut. Terapi adalah ekstraksi lensa bila tekanan intraokular sudah
terkendali secara medis.
Katarak hipermatur Glaukoma fakolitik. Beberapa katarak yang telah
lanjut boleh menyebabkan kebocoran pada kapsul lensa anterior yang
membolehkan protein lensa yang mencair masuk ke bilik anterior. Ini akan
menimbulkan reaksi inflamasi di bilik anterior, trabekular meshwork udem
dan obstruksi protein lensa yang seterusnya menyebabkan kenaikan yang akut
pada tekanan intraokular. Ekstraksi lensa adalah terapi definitif setelah
tekanan intraokular sudah ditangani secara teratur dan terapi intensif steroid
topikal sudah menurunkankan inflamasi intraokular.
Subluksasi atau dislokasi lensa. Ini boleh terjadi disebabkan oleh degenerasi
zonules pada stadium hipermatur.
IX. PROGNOSIS
Dengan teknik bedah yang mutakhir, komplikasi atau penyulit menjadi sangat
jarang. Hasil pembedahan yang baik dapat mencapai 95%. Pada bedah katarak,
resiko ini kecil dan jarang terjadi. Keberhasilan tanpa komplikasi pada
pembedahan dengan ECCE atau fakoemulsifikasi menjanjikan prognosis dalam
penglihatan dapat meningkat hingga 2 garis pada pemeriksaan dengan
menggunakan Snellen Chart.
Pasien telah terjadi kerusakan retina atau mengalami komplikasi pascaoperasi
serius tidak dapat mencegah perbaikan visual yang signifikan, misalnya,
glaukoma, ablasi retina, perdarahan intraokular, atau infeksi. Lensa intraocular
yang telah dibuat untuk penyesuaian setelah operasi katarak jauh lebih mudah
daripada kacamata katarak yang tebal atau lensa kontak aphakic yang tersedia.
LAPORAN KASUS PENYAKIT INFEKSI
GEA
IDENTITAS PASIEN
I. ANAMNESIS
g. Keluhan utama
Penglihatan kabur pada mata kanan
h. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan penglihatan kabur pada mata kanan dialami
sejak dua bulan yang lalu. Sakit kepala (+) hilang timbul, mual dan muntah (-),
BAK dan BAB normal.
i. Riwayat pengobatan
Riwayat penglihatan kabur pada mata kiri dan telah dilakukan operasi sebanyak
dua kali. Pertama, operasi katarak, setelah itu muncul benjolan kemudian
dioperasi kembali.
j. Riwayat penyakit terdahulu
Riwayat kecelakaan lalu lintas 10 tahun yang lalu, luka pada kaki kanan.
Riwayat pekerjaan kuli bangunan, namun saat ini sudah tidak bekerja. Riwayat
Hipertensi (+), diabetes (+) dan asam urat (+).
k. Riwayat penyakit keluarga
Saat ini tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama seperti
Tn.S
l. Riwayat alergi
Tidak mempunyai riwayat alergi
Palpasi
e. Trakea : Tidak dilakukan pemeriksaan
f. Nyeri tekan, massa, edema, krepitasi : Tidak dilakukan pemeriksaan
g. Gerakan dinding dada : Tidak dilakukan pemeriksaan
h. Fremitus vocal : Tidak dilakukan pemeriksaan
Perkusi
d. Sonor seluruh lapang paru
e. Batas paru-hepar
f. Batas paru-jantung
Auskultasi
c. Cor : Tidak dilakukan pemeriksaan
d. Pulmo : Tidak dilakukan pemeriksaan
4) Vesikuler
5) Ronkhi
6) Wheezing
Abdomen
Inspeksi
f. Bentuk : Tidak dilakukan pemeriksaan
g. Umbilicus : Tidak dilakukan pemeriksaan
h. Permukaan kulit : Tidak dilakukan pemeriksaan (tanda-tanda inflamasi,
sianosis, venektasi, massa, vena kolateral, papula, petekie, ekimosis)
i. Distensi : Tidak dilakukan pemeriksaan
j. Asites : Tidak dilakukan pemeriksaan
Auskultasi
d. Bising usus : Tidak dilakukan pemeriksaan
e. Metallic sound : Tidak dilakukan pemeriksaan
f. Bising aorta : Tidak dilakukan pemeriksaan
Perkusi
c. Timpani pada seluruh lapangan abdomen : Tidak dilakukan pemeriksaan
d. Nyeri ketok : Tidak dilakukan pemeriksaan
Palpasi
d. Nyeri tekan epigastrium : Tidak dilakukan pemeriksaan
e. Massa : Tidak dilakukan pemeriksaan
f. Hepar/lien : Tidak dilakukan pemeriksaan
Loperamid
Oralit
Paracetamol
Domperidon
Antasida Doen
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
III. ETIOLOGI
Gastroenteritis akut bisa disebabkan oleh berbagai faktor, menurut dari World
Gastroenterology Organisation, ada beberapa agen yang bisa menyebabkan terjadinya
gastroenteritis akut yaitu agen infeksi dan non-infeksi. Lebih dari 90 % diare akut
disebabkan karena infeksi, sedangkan sekitar 10 % karena sebab lain yaitu9 :
Faktor Infeksi
a. Virus
Di negara berkembang dan industrial penyebab tersering dari gastroenteritis akut
adalah virus, beberapa virus penyebabnya antara lain :
5. Rotavirus
Merupakan salah satu terbanyak penyebab dari kasus rawat inap di rumah
sakit dan mengakibatkan 500.000 kematian di dunia tiap tahunnya, biasanya diare
akibat rotavirus derat keparahannya diatas rerata diare pada umumnya dan
menyebabkan dehidrasi. Pada anak-anak sering tidak terdapat gejala dan umur 3
– 5 tahun adalah umur tersering dari infeksi virus ini.
6. Human Caliciviruses (HuCVs)
Termasuk famili Calciviridae, dua bentuk umumnya yaitu Norwalk-like
viruses (NLVs) dan Sapporo-like viruses (SLVs) yang sekarang disebut Norovirus
dan sapovirus. Norovirus merupakan penyebab utama terbanyak diare pada
pasien dewasa dan menyebabkan 21 juta kasus per tahun. Norovirius merupakan
penyebab tersering gastroenteritis pada orang dewasa dan sering menimbulkan
wabah dan menginfeksi semua umur. Sapoviruses umumnya menginfeksi anak –
anak dan merupakan infeksi virus tersering kedua selain Rotavirus. 9
7. Adenovirus
Umumnya menyerang anak – anak dan menyebabkan penyakit pada sistem
respiratori. adenovirus merupakan family dari Adenoviridae dan merupakan virus
DNA tanpa kapsul, diameter 70 nm, dan bentuk icosahedral simetris. Ada 4
genus yaitu Mastadenovirus, Aviadenovirus, Atadenovirus, dan Siadenovirus. 9
b. Bakteri
Infeksi bakteri juga menjadi penyebab dari kasus gastroenteritis akut bakteri
yang sering menjadi penyebabnya adalah Diarrheagenic Escherichia coli, Shigella
species, Vibrio cholera, Salmonella. Beberapa bakteri yang dapat menyebabkan
gastroenteritis akut adalah9:
1. Diarrheagenic Escherichia- coli
Penyebarannya berbeda – beda di setiap negara dan paling sering terdapat di
negara yang masih berkembang. Umumnya bakteri jenis ini tidak menimbulkan
bahaya jenis dari bakterinya adalah9:
- Enterotoxigenic E. coli (ETEC)
- S. flexneri
- S. dysenteriae
4. Vibrio cholera
Memiliki lebih dari 2000 serotipe dan semuanya bisa menjadi pathogen pada
manusia. Hanya serogrup cholera O1 dan O139 yang dapat menyebabkan wabah
besar dan epidemic. Gejalanya yang paling sering adalah muntah tidak dengan
panas dan feses yang konsistensinya sangat berair. Bila pasien tidak terhidrasi
dengan baik bisa menyebabkan syok hipovolemik dalam 12 – 18 jam dari
timbulnya gejala awal.
5. Salmonella
Salmonella menyebabkan diare melalui beberapa mekanisme. Beberapa toksin
telah diidentifikasi dan prostaglandin yang menstimulasi sekresi aktif cairan dan
elektrolit mungkin dihasilkan. Pada onset akut gejalanya dapat berupa mual,
muntah dan diare berair dan terkadang disentri pada beberapa kasus.
c. Parasitic agents
Cryptosporidium parvum, Giardia L, Entamoeba histolytica, and Cyclospora
cayetanensis infeksi beberapa jenis protozoa tersebut sangatlah jarang terjadi namun
sering dihubungkan dengan traveler dan gejalanya sering tak tampak.
Dalam beberapa kasus juga dinyatakan infeksi dari cacing seperti Stongiloide
stecoralis, Angiostrongylus C., Schisotoma Mansoni, S. Japonicum juga bisa
menyebabkan gastroenteritis akut.
Non –Infeksi
a. Malabsorpsi/ maldigesti
Kurangnya penyerapan seperti :
1. Karbohidrat : Monosakrida (glukosa), disakarida (sakarosa)
2. Lemak : Rantai panjang trigliserida
3. Asam amino
4. Protein
5. Vitamin dan mineral
Imunodefisiensi
Kondisi seseorang dengan imunodefisiensi yaitu hipogamaglobulinemia,
panhipogamaglobulinemia (Bruton), penyakit granulomatose kronik, defisiensi IgA dan
imunodefisiensi IgA heavycombination.
Terapi Obat
Orang yang mengonsumsi obat- obatan antibiotic, antasida dan masih kemoterapi juga
bisa menyebabkan gastroenteritis akut.
Lain-lain
Tindakan gastrektomi, terapi radiasi dosis tinggi, sindrom Zollinger-Ellison, neuropati
diabetes sampai kondisi psikis juga dapat menimbulkan gastroenteritis akut.
IV. PATOFISIOLOGI
Pada umumnya gastroenteritis akut 90% disebabkan oleh agen infeksi yang berperan
dalam terjadinya gastroenteritis akut terutama adalah faktor agent dan faktor host. Faktor
agent yaitu daya penetrasi yang dapat merusak sel mukosa, kemampuan memproduksi
toksin yang mempengaruhi sekresi cairan usus halus serta daya lekat kuman. Faktor host
adalah kemampuan tubuh untuk mempertahankan diri terhadap organisme yang dapat
menimbulkan diare akut, terdiri dari faktor-faktor daya tangkis atau lingkungan internal
saluran cerna antara lain: keasaman lambung, motilitas usus, imunitas, dan lingkungan
mikroflora usus3,7. Patogenesis diare karena infeksi bakteri/parasit terdiri atas:
A. Diare karena bakteri non-invasif (enterotoksigenik)
Diare jenis ini biasanya disebut juga sebagai diare tipe sekretorik dengan
konsistensi berair dengan volume yang banyak. Bakteri yang memproduksi
enterotoksin ini tidak merusak mukosa seperti V. cholerae Eltor, Eterotoxicgenic
E. coli (ETEC) dan C. Perfringens. V.cholerae Eltor mengeluarkan toksin yang
terkait pada mukosa usus halus 15-30 menit sesudah diproduksi vibrio.
Enterotoksin ini menyebabkan kegiatan berlebihan nikotinamid adenin di
nukleotid pada dinding sel usus, sehingga meningkatkan kadar adenosin 3’-5’-
siklik monofosfat (siklik AMP) dalam sel yang menyebabkan sekresi aktif anion
klorida ke dalam lumen usus yang diikuti oleh air, ion bikarbonat, kation, natrium
dan kalium.
B. Diare karena bakteri/parasite invasive (enterovasif)
Diare yang diakibatkan bakteri enterovasif disebut sebagai diare Inflammatory.
Bakteri yang merusak (invasif) antara lain Enteroinvasive E. coli (EIEC),
Salmonella, Shigella, Yersinia, C. perfringens tipe C. diare disebabkan oleh
kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi. Sifat diarenya sekretorik
eksudatif. Cairan diare dapat tercampur lendir dan darah. Kuman salmonella yang
sering menyebabkan diare yaitu S. paratyphi B, Styphimurium, S enterriditis, S
choleraesuis. Penyebab parasite yang sering yaitu E. histolitika dan G. lamblia.
Diare inflammatory ditandai dengan kerusakan dan kematian enterosit, dengan
peradangan minimal sampai berat, disertai gangguan absorbsi dan sekresi. Setelah
kolonisasi awal, kemudian terjadi perlekatan bakteri ke sel epitel dan selanjutnya
terjadi invasi bakteri kedalam sel epitel, atau pada IBD mulai terjadinya inflamasi.
Tahap berikutnya terjadi pelepasan sitokin antara lain interleukin 1 (IL-l), TNF-α,
dan kemokin seperti interleukin 8 (IL-8) dari epitel dan subepitel miofibroblas. IL-
8 adalah molekul kemostatik yang akan mengaktifkan sistim fagositosis setempat
dan merangsang sel-sel fagositosis lainnya ke lamina propia. Apabila substansi
kemotaktik (IL-8) dilepas oleh sel epitel, atau oleh mikroorganisme lumen usus
(kemotaktik peptida) dalam konsentrasi yang cukup kedalam lumen usus, maka
neutrofil akan bergerak menembus epitel dan membentuk abses kripta, dan
melepaskan berbagai mediator seperti prostaglandin, leukotrin, platelet actifating
factor, dan hidrogen peroksida dari sel fagosit akan merangsang sekresi usus oleh
enterosit, dan aktifitas saraf usus.
Terdapat 3 mekanisme diare inflamatori, kebanyakan disertai kerusakan brush
border dan beberapa kematian sel enterosit disertai ulserasi. Invasi
mikroorganisme atau parasit ke lumen usus secara langsung akan merusak atau
membunuh sel-sel enterosit. Infeksi cacing akan mengakibatkan enteritis
inflamatori yang ringan yang disertai pelepasan antibodi IgE dan IgG untuk
melawan cacing. Selama terjadinya infeksi atau reinfeksi, maka akibat reaksi
silang reseptor antibodi IgE atau IgG di sel mast, terjadi pelepasan mediator
inflamasi yang hebat seperti histamin, adenosin, prostaglandin, dan lekotrin.
Mekanisme imunologi akibat pelepasan produk dari sel lekosit
polimorfonuklear, makrophage epithelial, limfosit-T akan mengakibatkan
kerusakan dan kematian sel-sel enterosit. Pada keadaan-keadaan di atas sel epitel,
makrofag, dan subepitel miofibroblas akan melepas kandungan (matriks)
metaloprotein dan akan menyerang membrane basalis dan kandungan molekul
interstitial, dengan akibat akan terjadi pengelupasan sel-sel epitel dan selanjutnya
terjadi remodeling matriks (isi sel epitel) yang mengakibatkan vili-vili menjadi
atropi, hiperplasi kripta-kripta di usus halus dan regenerasi hiperplasia yang tidak
teratur di usus besar (kolon).
Pada akhirnya terjadi kerusakan atau sel-sel imatur yang rudimenter dimana
vili-vili yang tak berkembang pada usus halus dan kolon. Sel sel imatur ini akan
mengalami gangguan dalam fungsi absorbsi dan hanya mengandung sedikit
(defisiensi) disakaridase, hidrolase peptida, berkurangnya tidak terdapat
mekanisme Na-coupled sugar atau mekanisme transport asam amino, dan
berkurangnya atau tak terjadi sama sekali transport absorbsi NaCl. Sebaliknya sel-
sel kripta dan sel-sel baru vili yang imatur atau sel-sel permukaan
mempertahankan kemampuannya untuk mensekresi Cl- (mungkin HCO3-). Pada
saat yang sama dengan dilepaskannya mediator inflamasi dari sel-sel inflamatori
di lamina propia akan merangsang sekresi kripta hiperplasi dan vili-vili atau sel-
sel permukaan yang imatur. Kerusakan immune mediated vascular mungkin
menyebabkan kebocoran protein dari kapiler. Apabila terjadi ulserasi yang berat,
maka eksudasi dari kapiler dan limfatik dapat berperan terhadap terjadinya diare.
V. GEJALA KLINIS
Manifestasi klinis dari gastroenteritis akut biasanya bervariasi. dari salah satu hasil
penelitian yang dilakukan pada orang dewasa, mual (93%), muntah (81%) atau diare
(89%), dan nyeri abdomen (76%) umumnya merupakan gejala yang paling sering
dilaporkan oleh kebanyakan pasien. Selain itu terdapat tanda-tanda dehidrasi sedang
sampai berat, seperti membran mukosa yang kering, penurunan turgor kulit, atau
perubahan status mental, terdapat pada <10 % pada hasil pemeriksaan. Gejala
pernafasan, yang mencakup radang tenggorokan, batuk, dan rinorea, dilaporkan sekitar
10%.
Sedangkan gatroenteritis akut karena infeksi bakteri yang mengandung atau
memproduksi toksin akan menyebabkan diare sekretorik (watery diarhhea) dengan
gejala-gejala mual, muntah, dengan atau tanpa demam yang umumnya ringan, disertai
atau tanpa nyeri/kejang perut, dengan feses lembek atau cair. Umumnya gejala diare
sekretorik timbul dalam beberapa jam setelah makan atau minurnan yang
terkontaminasi.3
Diare sekretorik (watery diarhea) yang berlangsung beberapa waktu tanpa
penanggulangan medis yang adekuat dapat menyebabkan kematian karena kekurangan
cairan yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi
berupa asidosis metabolik yang lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang akan merasa
haus, berat badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol,
turgor kulit menumn serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan
deplesi air yang isotonic.
Sedangkan kehilangan bikarbonas dan asam karbonas berkurang yang mengakibatkan
penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat pernapasan sehingga
frekuensi nafas lebih cepat dan lebih dalam (pernafasan Kussmaul). Reaksi ini adalah
usaha badan untuk mengeluarkan asam karbonas agar pH darah dapat kembali normal.
Gangguan kardiovaskular pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan
dengan tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun sampai tidak
terukur. Pasien mulai gelisah muka pucat ujung-ujung ektremitas dingin dan kadang
sianosis karena kehilangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung
VI. DIAGNOSIS
Diagnosis gastroenteritis akut dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang.
Anamnesis
Onset, durasi, tingkat keparahan, dan frekuensi diare harus dicatat, dengan perhatian
khusus pada karakteristik feses (misalnya, berair, berdarah, berlendir, purulen). Pasien
harus dievaluasi untuk tanda-tanda mengetahui dehidrasi, termasuk kencing berkurang,
rasa haus, pusing, dan perubahan status mental. Muntah lebih sugestif penyakit virus atau
penyakit yang disebabkan oleh ingesti racun bakteri. Gejala lebih menunjukkan invasif
bakteri (inflamasi) diare adalah demam, tenesmus, dan feses berdarah.2
Makanan dan riwayat perjalanan sangat membantu untuk mengevaluasi potensi
paparan agent. Anak-anak di tempat penitipan, penghuni panti jompo, penyicip makanan,
dan pasien yang baru dirawat di rumah sakit berada pada risiko tinggi penyakit diare
menular. Wanita hamil memiliki 12 kali lipat peningkatan risiko listeriosis, terutama
yang mengkonsumsi olahan daging beku, keju lunak, dan susu mentah. Riwayat sakit
terdahulu dan penggunaan antibiotik dan obat lain harus dicatat pada pasien dengan diare
akut.
Pemeriksaan Fisik
Tujuan utama dari pemeriksaan fisik adalah untuk menilai tingkat dehidrasi
pasien. Umumnya penampilan sakit, membran mukosa kering, waktu pengisian kapiler
yang tertunda, peningkatan denyut jantung dan tanda-tanda vital lain yang abnormal
seperti penurunan tekanan darah dan peningkatan laju nafas dapat membantu dalam
mengidentifikasi dehidrasi. Demam lebih mengarah pada diare dengan adanya proses
inflamasi. Pemeriksaan perut penting untuk menilai nyeri dan proses perut akut.
Pemeriksaan rektal dapat membantu dalam menilai adanya darah, nyeri dubur, dan
konsistensi feses. Dehidrasi Ringan (hilang cairan 2-5% BB) gambaran klinisnya turgor
kurang, suara serak, pasien belum jatuh dalam presyok. Dehidrasi Sedang (hilang cairan
5-8% BB) turgor buruk, suara serak, pasien jatuh dalam presyok atau syok, nadi cepat,
napas cepat dan dalam. Dehidrasi Berat (hilang cairan 8-10 BB) tanda dehidrasi sedang
ditambah kesadaran menurun (apatis sampai koma), otot otot kaku, sianosis.
Feses:
- Feses lengkap (mikroskopis: peningkatan jumiah lekosit di feses pada inflamatory
diarrhea; parasit: amoeba bentuk tropozoit, hypha pada jamur)
- Biakan dan resistensi feses (colok dubur)
VIII. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan diare akut karena infeksi pada orang dewasa terdiri atas: rehidrasi
sebagai prioritas utama pengobatan, memberikan terapi simptomatik, dan memberikan
terapi definitif.
Terapi Rehidrasi
Langkah pertama dalam menterapi diare adalah dengan rehidrasi, dimana lebih
disarankan dengan rehidrasi oral. Akumulasi kehilangan cairan (dengan penghitungan
secara kasar dengan perhitungan berat badan normal pasien dan berat badan saat pasien
diare) harus ditangani pertama. Selanjutnya, tangani kehilangan cairan dan cairan untuk
pemeliharaan. Hal yang penting diperhatikan agar dapat memberikan rehidrasi yang
cepat dan akurat, yaitu:
a. Jenis cairan
Pada saat ini cairan Ringer Laktat merupakan cairan pilihan karena tersedia
cukup banyak di pasaran, meskipun jumlah kaliumnya lebih rendah bila dibandingkan
dengan kadar Kalium cairan tinja. Apabila tidak tersedia cairan ini, boleh diberikan
cairan NaCl isotonik. Sebaiknya ditambahkan satu ampul Na bikarbonat 7,5% 50 ml
pada setiap satu liter infus NaCl isotonik. Asidosis akan dapat diatasi dalam 1-4 jam.
Pada keadaan diare akut awal yang ringan, tersedia di pasaran cairan/bubuk oralit,
yang dapat diminum sebagai usaha awal agar tidak terjadi dehidrasi dengan berbagai
akibatnya. Rehidrasi oral (oralit) harus mengandung garam dan glukosa yang
dikombinasikan dengan air.2 3
b. Jumlah Cairan
Pada prinsipnya jumlah cairan yang hendak diberikan sesuai dengan jumlah
cairan yang keluar dari badan. Kehilangan cairan dari badan dapat dihitung dengan
memakai Metode Daldiyono berdasarkan keadaan klinis dengan skor. Rehidrasi cairan
dapat diberikan dalam 1-2 jam untuk mencapai kondisi rehidrasi
c. Jalur Pemberian Cairan
Rute pemberian cairan pada orang dewasa terbatas pada oral dan intravena.
Untuk pemberian per oral diberikan larutan oralit yang komposisinya berkisar
antara 29g glukosa, 3,5g NaCl, 2,5g Na bikarbonat dan 1,5g KCI setiap
liternya. Cairan per oral juga digunakan untuk memperlahankan hidrasi
setelah rehidrasi inisial.
Terapi Simtomatik
Pemberian terapi simtomatik haruslah berhati-hati dan setelah benar-
benar dipertimbangkan karena lebih banyak kerugian daripada
keuntungannya. Hal yang harus sangat diperhatikan pada pemberian
antiemetik, karena Metoklopropamid misalnya dapat memberikan kejang
pada anak dan remaja akibat rangsangan ekstrapiramidal. Pada diare akut
yang ringan kecuali rehidrasi peroral, bila tak ada kontraindikasi dapat
dipertimbangkan pemberian Bismuth subsalisilat maupun loperamid dalam
waktu singkat. Pada diare yang berat obat-obat tersebut dapat dipertimbang
dalam waktu pemberian yang singkat dikombinasi dengan pemberian obat
antimikrobial.
Terapi Antibiotik
Pemberian antibiotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare
akut infeksi, karena 40% kasus diare sembuh kurang dari 3 hari tanpa
pemberian antibiotik. Antibiotik diindikasikan pada pasien dengan gejala dan
tanda diare infeksi, seperti demam, feses berdarah, leukosit pada feses,
mengurangi ekskresi dan kontaminasi lingkungan, persisten atau
penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare pada pelancong dan pasien
immunocompromised. Pemberian antibiotic dapat secara empiris, tetapi
antibiotic spesifik diberikan berdasarkan kultur dan resistensi kuman.
IX. KOMPLIKASI
Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama,
terutama pada lanjut usia dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera,
kehilangan cairan terjadi secara mendadak sehingga cepat terjadi syok
hipovolemik. Kehilangan elektrolit melalui feses dapat mengarah terjadinya
hipokalemia dan asidosis metabolic.Pada kasus-kasus yang terlambat mendapat
pertolongan medis, syok hipovolemik sudah tidak dapat diatasi lagi, dapat timbul
nekrosis tubular akut ginjal dan selanjutnya terjadi gagal multi organ.
Komplikasi ini dapat juga terjadi bila penanganan pemberian cairan tidak
adekuat, sehingga rehidrasi optimal tidak tercapai.
Haemolityc Uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi terutama oleh
EHEC. Pasien HUS menderita gagal ginjal, anemia hemolisis, dan
trombositopeni 12-14 hari setelah diare. Risiko HUS meningkat setelah infeksi
EHEC dengan penggunaan obat anti-diare, tetapi hubungannya dengan
penggunaan antibiotik masih kontroversial.
Sindrom Guillain – Barre, suatu polineuropati demielinisasi akut, merupakan
komplikasi potensial lain, khususnya setelah infeksi C. jejuni; 20-40% pasien
Guillain – Barre menderita infeksi C. jejuni beberapa minggu sebelumnya.
Pasien menderita kelemahan motorik dan mungkin memerlukan ventilasi
mekanis. Mekanisme penyebab sindrom Guillain – Barre belum diketahui.2
Artritis pasca-infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit diare
karena Campylobacter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp.
X. PROGNOSIS
Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan
terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius sangat baik
dengan morbiditas dan mortalitas minimal. Seperti kebanyakan penyakit,
morbiditas dan mortalitas terutama pada anak-anak dan pada lanjut usia. Di
Amerika Serikat, mortalitas berhubungan dengan diare infeksius < 1,0%.
Pengecualiannya pada infeksi EHEC dengan mortalitas 1,2% yang berhubungan
dengan sindrom uremik hemolitik.
Daftar Pustaka
Barr, w. and smith, a. (2017). [online] Available at: http://Acute Diarrhea in Adults
WENDY BARR, MD, MPH, MSCE, and ANDREW SMITH, MD Lawrence Family
Medicine Residency, Lawrence, Massachusetts [Accessed 5 Mar. 2017].
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II eidsi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009
Dennis L., Anthony S., Stephen H., Dan L., Larry J., Joseph L. 2016. Harrison's
Gastroenterology and Hepatology. 3rd Edition. Philadelphia: McGraw Hill