Anda di halaman 1dari 37

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS USLIM INDONESIA


BLOK KKN
Makassar, 03 Desember 2021

LAPORAN KASUS
PENYAKIT INFEKSI & NON INFEKSI
BLOK KKN

Disusun oleh:

Rasmah.M
11020180087
Kepala Puskesmas :
dr. Hj. Herlina M. Tahir, M.Kes

Pembimbing
dr. Ewi Linggo

Supervisor :
dr. Yusriani Mangarengi, M.Kes.

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2021
LAPORAN KASUS PENYAKIT NON INFEKSI

KATARAK SENILIS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Tn.S
Tanggal Lahir : 20 November 1953
Umur : 68 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Buruh
Alamat : Jl. Urip Sumoharjo Lorong I
Waktu Pemeriksaan : Senin, 22 November 2021

II. ANAMNESIS
a. Keluhan utama
Penglihatan kabur pada mata kanan
b. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan penglihatan kabur pada mata kanan dialami
sejak dua bulan yang lalu. Sakit kepala (+) hilang timbul, mual dan muntah (-),
BAK dan BAB normal.
c. Riwayat pengobatan
Riwayat penglihatan kabur pada mata kiri dan telah dilakukan operasi sebanyak
dua kali. Pertama, operasi katarak, setelah itu muncul benjolan kemudian
dioperasi kembali.
d. Riwayat penyakit terdahulu
Riwayat kecelakaan lalu lintas 10 tahun yang lalu, luka pada kaki kanan.
Riwayat pekerjaan kuli bangunan, namun saat ini sudah tidak bekerja. Riwayat
Hipertensi (+), diabetes (+) dan asam urat (+).
e. Riwayat penyakit keluarga
Saat ini tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama seperti
Tn.S
f. Riwayat alergi
Tidak mempunyai riwayat alergi
III. PEMERIKSAAN FISIK

a. Keadaan umum : Baik


b. Kesadaran : Composmentis
c. Tekanan darah : 145/74 mmHg
d. Frekuensi nadi : 79 x /menit
e. Frkuensi napas :-
f. Suhu : 36 oc
g. SpO2 : 99
h. Berat badan :-
i. Tinggi badan :-

Pemeriksaan kepala-leher
a. Kulit : sawo matang, icterus (-), sianosis (-)
b. Kepala : bentuk normal, tidak ada deformitas, rambut berwarna
hitam dan putih.
c. Mata : OD (bentuk normal, konjungtiva normal, sklera tidak
ikterik, palpebra superior et inferior normal tidak ada edema, pupil bulat,reflex
cahaya (+)
OS
d. Telinga : bentuk normal, liang telinga lapang, tidak ada
serumen
e. Hidung : bentuk normal, tidak ada deviasi septum nasi, tidak
ada secret
f. Mulut : bentuk normal, perioral tidak sianosis, lidah tidak
kotor, bibir sedikit pecah-pecah.
g. Leher : pembesaran KGB -/-
Thorax
Inspeksi
a. Bentuk dan ukuran : Tidak dilakukan pemeriksaan
b. Permukaan dada : Tidak dilakukan pemeriksaan
c. Iga dan sela iga : Tidak dilakukan pemeriksaan
d. Fossa supraclavicularis, fossa infraclavicularis : Tidak dilakukan pemeriksaan
e. Fossa jugularis : Tidak dilakukan pemeriksaan

Palpasi
a. Trakea : Tidak dilakukan pemeriksaan
b. Nyeri tekan, massa, edema, krepitasi : Tidak dilakukan pemeriksaan
c. Gerakan dinding dada : Tidak dilakukan pemeriksaan
d. Fremitus vocal : Tidak dilakukan pemeriksaan
Perkusi
a. Sonor seluruh lapang paru
b. Batas paru-hepar
c. Batas paru-jantung
Auskultasi
a. Cor : Tidak dilakukan pemeriksaan
b. Pulmo : Tidak dilakukan pemeriksaan
1) Vesikuler
2) Ronkhi
3) Wheezing

Abdomen
Inspeksi
a. Bentuk : Tidak dilakukan pemeriksaan
b. Umbilicus : Tidak dilakukan pemeriksaan
c. Permukaan kulit : Tidak dilakukan pemeriksaan (tanda-tanda inflamasi,
sianosis, venektasi, massa, vena kolateral, papula, petekie, ekimosis)
d. Distensi : Tidak dilakukan pemeriksaan
e. Asites : Tidak dilakukan pemeriksaan
Auskultasi
a. Bising usus : Tidak dilakukan pemeriksaan
b. Metallic sound : Tidak dilakukan pemeriksaan
c. Bising aorta : Tidak dilakukan pemeriksaan
Perkusi
a. Timpani pada seluruh lapangan abdomen : Tidak dilakukan pemeriksaan
b. Nyeri ketok : Tidak dilakukan pemeriksaan
Palpasi
a. Nyeri tekan epigastrium : Tidak dilakukan pemeriksaan
b. Massa : Tidak dilakukan pemeriksaan
c. Hepar/lien : Tidak dilakukan pemeriksaan

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Tidak dievaluasi
V. DIAGNOSIS KERJA
Pseudofakia Okula Sinistra + Katarak Senilis Okula Dextra
VI. DIAGNOSIS BANDING
Glaukoma
VII. ANJURAN PENATALAKSANAAN PENYAKIT
Kuratif :
Vitamin C
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Katarak merupakan suatu keadaan dimana terjadi penurunan
kejernihan pada lensa yang menyebabkan kelemahan atau penurunan data
penglihatan. Katarak berasal dari Bahasa Yunani yaitu Kataarhakies yang
berarti air terjun karena dahulu diperkirakan katarak terjadi akibat adanya
cairan yang membeku yang berasal dari otak kemudian mengalir ke depan
lensa.1 Katarak merupakan penyebab kebutaan di dunia, diperkirakan 17 juta
individu buta pada kedua mata. Jumlah ini akan bertambah dengan
meningkatnya usia harapan hidup dunia saat ini.Perkiraan insiden katarak
adalah 0,1%/tahun atau setiap tahun di antara 1.000 orang terdapat seorang
penderita baru katarak. Angka penderita katarak di Indonesia sebesar 1,5%.
Katarak merupakan kekeruhan yang terjadi pada lensa. Normalnya
lensa memusatkan arah sinar. Kekeruhan pada lensa akan menyebabkan sinar
menjadi menyebar atau terhalang. Jika kekeruhan lensa berukuran kecil dan
berada pada daerah perifer lensa, hanya akan sedikt atau tidak ada gangguan
pada penglihatan. Sebaliknya, ketika kekeruhan terletak di tengah lensa dan
bersifat padat atau tebal, arah sinar akan terganggu. Hal ini akan
menyebabkan penglihatan menjadi kabur.
Pada umumnya sebagian besar penyebab katarak adalah usia tua atau
penuaan dan disebut juga sebagai katarak senil. Banyak juga faktor lain yang
terlibat, mencakup: trauma, toksisitas obat (steroid), penyakit metabolik
(diabetes dan hiperparatiroidisme) dan penyakit mata (uveitis dan ablasio
retina).
Katarak senil biasa juga disebut sebagai “ age-related cataract”,
katarak ini biasanya ditemukan pada usia di atas 50 tahun. Pada usia 70
tahun 90% individu mengalami katarak senil. Secara morfologi, katarak senil
terdiri dari dua bentuk, yaitu kortikal (katarak lembek atau lunak) dan
nuklear ( katarak keras).
Sebagian besar katarak tidak terlihat pada pengamatan sepintas
sampai lensanya menjadi cukup keruh untuk menyebabkan gangguan
penglihatan yang berat. Dengan semakin keruhnya lensa, fundus okuli akan
semakin sulit untuk dilihat, sampai akhirnya reflex fundus menjadi hilang
sama sekali, katarak telah matur.
I. EPIDEMIOLOGI
Pada tahun 2010, prevalensi katarak di Amerika Serikat adalah 17,1%.
Katarak paling banyak mengenai ras putih (80%) dan perempuan (61%).4
Menurut hasil survei Riskesdas 2013, prevalensi katarak di Indonesia adalah
1,4%, dengan responden tanpa batasan umur. Kebutaan akibat katarak Definisi
kebutaan menurut WHO yaitu visus < 3/60 pada mata terbaik dengan koreksi
terbaik. WHO memperkirakan sekitar 18 juta orang mengalami kebutaan kedua
mata akibat katarak. Jumlah ini hampir etengah (47,8%) dari semua penyebab
kebutaan karena penyakit mata di dunia. Penyebab kebutaan lainnya adalah
kelainan refraksi tidak terkoreksi, glaukoma, Age-Related Macular
Degeneration, retinopati DM, kebutaan pada anak, trakoma, nchocerciasis, dan
lain-lain.6 Indonesia menduduki peringkat tertinggi prevalensi kebutaan di Asia
Tenggara sebesar 1,5% dan 50% di antaranya disebabkan katarak. Jumlah ini
diperkirakan akan meningkat karena pertambahan penduduk yang pesat dan
meningkatnya usia harapan hidup di Indonesia.

II. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO


Umumnya penyebab katarak adalah proses degeneratif yang berhubungan
dengan umur, faktor penyebab lain meliputi metabolik, trauma, inflamasi,
kurang gizi serta pengaruh kortikosteroid.
1. Umur
Proses normal penuaan mengakibatkan lensa menjadi keras dan keruh
yang sering terjadi mulai usia 50 tahun ke atas. Dengan meningkatnya umur
maka ukuran lensa akan bertambah dengan timbulnya serat-serat lensa yang
baru. Serat – serat yang terbentuk lebih dahulu akan terdorong kearah tengah
membentuk nukleus. Nukleus ini akan memadat dan mengalami dehidrasi
sehingga terjadi sklerosis. Sklerosis ini menyebabkan lensa tidak elastis,
sehingga kemampuan akomodasi menjadi turun.
2. Jenis kelamin
Ada indikasi bahwa penderita katarak wanita lebih meningkat
dibanding laki-laki terutama usia di atas 65 tahun, seperti hasil survey yang
dilakukan NHANES, Framingham Eye Study.
3. Penyakit Diabetes Mellitus
Katarak umumnya merupakan masalah bagi orang usia lanjut, tetapi
pada penderita Diabetes Mellitus yang tidak terkontrol dengan baik, katarak
dapat terjadi pada usia yang lebih muda. Diperkirakan bahwa proses
terjadinya katarak akibat penumpukan zat-zat sisa metabolisme gula oleh sel-
sel lensa mata. Dalam keadaan kadar gula normal, penumpukan zat-zat sisa
ini tidak terjdi. Bila kadar gula darah meningkat, maka perubahan glukosa
oleh aldose reduktase menjadi sorbitol meningkat. Selain itu perubahan
sorbitol menjadi fruktose relatif lambat dan tidak seimbang sehingga kadar
sarbitol dalam lensa mata meningkat. Disusun suatu hipotesa bahwa sarbitol
menaikkan tekanan osmosis intraseluler dengan akibat meningkatnya water
uptake dan selanjutnya secara langsung maupun tidak langsung terbentuk
katarak.

4. Sinar Ultraviolet
Sinar ultraviolet dari matahari dapat mempercepat kekeruhan pada
lensa mata. Seseorang dengan pekerjaan sehari-hari sering terpapar sinar
ultraviolet meningkatkan faktor resiko katarak.
5. Obat-obatan
Obat-obatan jenis tertentu dapat menstimulasi pembentukan katarak,
diantaranya : Amiodarone, Chlorpromazide, kortikosteroid, Lovastatin,
Phenytoin. Penggunaan obat kortikosteroid sebagai faktor resiko
perkembangan katarak subkapsular posterior.
6. Merokok
Individu yang merokok 20 batang atau lebih dalam sehari beresiko 2
kali lipat mengalamai katarak. John J.
7. Nutrisi
Faktor nutrisi merupakan salah satu resiko terjadinya katarak. Diet
kaya laktosa atau galaktosa dapat menyebabkan katarak. Begitu juga diet
rendah riboflavin, triptofan dan berbagai asam amino lain.

III. KLASIFIKASI
Katarak dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria yang berbeda :

 Waktu terjadinya (katarak didapat atau katarak congenital)


 Maturitas atau kematangan
 Morfologi
Katarak Dapatan
1. Katarak Senil
Katarak jenis ini juga disebut sebagai “katarak terkait usia”, dimana
katarak ini merupakan jenis yang paling banyak ditemukan setelah mencapai
usia 70 tahun sekitar 90%. Kondisi ini biasanya terjadi secara bilateral, tetapi
biasanya ditemukan salah satu mata mengalami gejala yang lebih berat dan
lebih cepat dibandingkan dengan mata lainnya. Secara morfologis, katarak
senilis memiliki dua bentuk, yaitu kortikal dan nuklear.
Etiologi
Katarak senilis merupakan suatu katarak proses penuaan. Meskipun
etiopatogenesis pasti dari kondisi ini masih belum jelas, terdapat berbagai
macam Faktor – faktor yang mempengaruhi usia onset, jenis dan maturasi
dari katarak senilis :
 Herediter.
 Iradiasi siner ultraviolet.
 Faktor diet.
 Krisis dehidrasi.
 Merokok .

Terdapat tiga jenis katarak senilis berdasarkan lokasi kekeruhannya


yaitu :
1. Katarak nuklearis
Katarak nuklearis ditandai dengan kekeruhan sentral dan perubahan
warna lensa menjadi kuning atau cokelat secara progresif perlahan-lahan
yang mengakibatkan turunnya tajam penglihatan. Derajat kekeruhan lensa
dapat dinilai menggunakan slitlamp. Katarak jenis ini biasanya terjadi
bilateral, namun dapat juga asimetris. Perubahan warna mengakibatkan
penderita sulit untuk membedakan corak warna. Katarak nuklearis secara
khas lebih mengganggu gangguan penglihatan jauh daripada penglihatan
dekat.1 Nukleus lensa mengalami pengerasan progresif yang enyebabkan
naiknya indeks refraksi, dinamai miopisasi. Miopisasi menyebabkan
penderita presbiopia dapat membaca dekat tanpa harus mengenakan
kacamata, kondisi ini disebut sebagai second sight..
2. Katarak kortikal
Katarak kortikal berhubungan dengan proses oksidasi dan presipitasi
protein pada sel-sel serat lensa. Katarak jenis ini biasanya bilateral,
asimetris, dan menimbulkan gejala silau jika melihat ke arah sumber
cahaya. Tahap penurunan penglihatan bervariasi dari lambat hingga cepat.
Pemeriksaan slitlamp berfungsi untuk melihat ada tidaknya vakuola
degenerasi hidropik yang merupakan degenerasi epitel posterior, dan
menyebabkan lensa mengalami elongasi ke anterior dengan gambaran
seperti embun.
3. Katarak subkapsuler
Katarak ini dapat terjadi di subkapsuler anterior dan posterior.
Pemeriksaannya menggunakan slitlamp dan dapat ditemukan kekeruhan
seperti plak di korteks subkapsuler posterior. Gejalanya adalah silau,
penglihatan buruk pada tempat terang, dan penglihatan dekat lebih
terganggu daripada penglihatan jauh.

MATURITAS KATARAK
Iminens/insipiens
Pada stadium ini, lensa bengkak karena termasuki air, kekeruhan lensa
masih ringan, visus biasanya > 6/60. Pada pemeriksaan dapat ditemukan iris
normal, bilik mata depan normal, sudut bilik mata normal, serta shadow test
negatif.
Imatur
Pada tahap berikutnya, opasitas lensa bertambah dan visus mulai
menurun menjadi 5/60 sampai 1/60. Cairan lensa bertambah akibatnya iris
terdorong dan bilik mata depan menjadi dangkal, sudut bilik mata sempit, dan
sering terjadi glaukoma. Pada Pemeriksaan didapatkan shadow test positif.
Matur
Jika katarak dibiarkan, lensa akan menjadi keruh seluruhnya dan visus
menurun drastic menjadi 1/300 atau hanya dapat melihat lambaian tangan
dalam jarak 1 meter. Pada pemeriksaan didapatkan shadow test negatif.
Hipermatur
Pada tahap akhir, korteks mencair sehingga nukleus jatuh dan lensa
jadi turun dari kapsulnya (Morgagni). Lensa terlihat keruh seluruhnya, visus
sudah sangat menurun hingga bisa mencapai 0, dan dapat terjadi komplikasi
berupa uveitis dan glaukoma. Pada pemeriksaan didapatkan iris tremulans,
bilik mata depan dalam, sudut bilik mata terbuka, serta shadow test positif
palsu

2. Katarak Metabolik.
Katarak yang terjadi pada penderita diabetes mellitus

3. Katarak komplikata
Kekeruhan lensa sekunder yang berhubungan dengan penyakit mata lainnya.
Etiologi : Beberapa kondisi mata penting yang dapat menimbulkan katarak
komplikata tercantum di sini.
o Kondisi inflamasi. Hal ini termasuk inflamasi uvea (seperti
iridosiklitis, parsplanitis, koroiditis), ulkus kornea hypopion dan
endoftalmitis.
o Kondisi degeneratifseperti retinitis pigmentosa dan retinitis
pigmentosa distrofi lain, dan degenerasi korioretinal myop.
o Ablasio retina. Katarak komplikata dapat timbul pada kasus-kasus
lama
o Glaukoma(primer atau sekunder)
o Tumor intraokularseperti retinoblastoma atau melanoma dapat
menimbulkan katarak komplikata dalam tahap akhir.

4. Katarak toksik
Cortikosteroid-induced cataract
Katarak yang diinduksi oleh penggunaan obat yang mengandung
ortikosteroid.

5. Katarak radiasi
Paparan hampir semua jenis energi radiasi diketahui dapat
enimbulkan katarak dengan menyebabkan kerusakan pada epitel lensa.
6. Katarak elektrik
Hal ini diketahui terjadi setelah aliran arus listrik yang kuat melalui tubuh.
Katarak biasanya dimulai sebagai kekeruhan subkapsular pungtata yang
matang dengan cepat. Sumber arus dapat merupakan kawat listrik hidup atau
kilatan petir
IV. PATOFISIOLOGI
Patogenesis katarak senilis bersifat multifaktorial dan berhubungan dengan
proses degenerasi, akan tetapi belum dimengerti sepenuhnya. Semakin
bertambahnya usia, terjadi akumulasi berbagai macam faktor yang dapat
mempermudah pembentukan katarak. Jumlah protein kristalin yang larut dalam
air akan semakin berkurang seiring dengan maturasi lensa. Perubahan kimiawi
protein lensa menyebabkan agregasi protein dan menghasilkan pigmen warna
kuning kecoklatan yang berlebihan.Selain itu seiring dengan bertambahnya usia,
lensa menjadi lebih tebal dan berat. Produksi serabut lensa yang terus menerus
akan menyebabkan kompresi dan pengerasan nukleus (sklerosis nukleus).
Seiring bertambahnya usia, terjadi peningkatan massa, dan ketebalan lensa,
serta penurunan kemampuan akomodasi. Lapisan serat korteks berbentuk
konsentris, akibatnya nukleus dari lensa mengalami penekanan dan pergeseran
(nuclear sclerosis). Kristalisasi (protein lensa) adalah perubahan yang terjadi
akibat modifikasi kimia dan agregasi protein menjadi high-molecular-weight-
protein. Hasil dari agregasi protein secara tiba tiba mengalami fluktuasi index
refraktif pada lensa, cahaya yang menyebar, penurunan kejernihan lensa.

V. GEJALA KLINIS
Gejala subjektif
Kekeruhan dari lensa dapat hadir tanpa menyebabkan berbagai gejala, dan
dapat ditemukan dalam pemeriksaan mata rutin. Gejala umum dari katarak
adalah:

a) Silau. Satu dari gejala awal gangguan penglihatan pada katarak adalah silau
(glare), seperti sinar langsung dari matahari atau cahaya sepeda motor yang
datang menyinari. Tingkat dari silau akan bervariasi sesuai dengan lokasi dan
ukuran dari kekeruhannya.
b) Uniocular poliopia (penglihatan ganda dari suatu objek). Ini sering
merupakan salah satu gejala awal. Ini terjadi karena refraksi irregular oleh
lensa yang menyebabkan berbagai indeks refraktif sebagai suatu proses dari
katarak.
c) Lingkaran cahaya yang berwarna (Coloured halos). Ini akan dirasakan oleh
beberapa pasien yang memberikan kerusakan sinar putih dalam spectrum
warna karena adanya tetesan air dalam lensa.
d) Titik hitam pada bagian depan mata. Titik hitam yang menetap akan
dirasakan oleh beberapa pasien.
e) Gambar kabur. Distorsi dari gambar dan penglihatan berkabut akan terjadi
pada stadium awal dari katarak.
f) Kehilangan penglihatan. Penurunan penglihatan karena katarak senile
mempunyai beberapa gambaran khusus.Ini tidak sakit dan berangsur
progresif.Pasien dengan kekeruhan sentral (katarak cupuliform) mempunyai
kehilangan penglihatan yang lebih awal. Pasien ini melihat lebih baik ketika
pupil melebar, ini karena biasanya pada malam
g) hari cahaya menjadi suram (buta siang).3 Pasien dengan kekeruhan pada
perifer (katarak cuneiform) mengalami kehilangan penglihatan yang
terlambat dan penglihatan meningkat jika cahaya terang ketika pupil
dikontraksikan. Pada pasien dengan sklerosis nuclear penglihatan jauh
terganggu karena miop indeks yang progresif seperti pasien dapat membaca
tanpa kacamata presbiopi. Peningkatan dalam penglihatan dekat, dimaknai
sebagai “second sight” karena perkembangan kekeruhan. Penglihatan akan
berkurang sampai hanya dapat mempersepsikan cahaya dan proyeksi akurat
dari sinar merupakan stadium dari katarak matur.

Gejala objektif
Beberapa pemeriksan harus dilakukan untuk melihat berbagai tanda dari katarak.:
a) Pemeriksaan visus. Bergantung pada lokasi dan maturasi dari
katarak.ketajaman penglihatan berkisar 6/9 sampai persepsi cahaya.
b) Pemeriksaan iluminasi oblik. Ini menampakan warna dari lensa dalam
area pupil yang bervariasi dalam tipe katarak yang berbeda.
c) Pemeriksaan iris shadow. Ketika cahaya oblik menyinari pupil,
bayangan crescentric dari batas pupil dari iris akan membentuk
kekeruhan keabu-abuan dari lensa, sepanjang korteks bersih (clear
korteks) tampak antara kekeruhan dan batas pupil. Ketika lensa
menjadi lebih transparan atau keruh sempurna, tidak ada iris shadow
yang terbentuk oleh karena itu adanya iris shadow tanda dari katarak
imatur.
d) Pemeriksaan oftalmoskopi direk. Cahaya fundus yang kuning
kemerahan di observasi dalam tidak adanya kekeruhan dalam media.
Lensa katarak parsial menunjukkan bayangan hitam yang berlawanan
dengan cahaya merah pada daerah katarak. Lensa katarak yang lengkap
tidak menunjukkan cahaya merah.
e) Slit lamp. Pemeriksaan ini harus dilakukan pada pupil yang berdilatasi
sempurna.Pemeriksaan menunjukkan morfologi lengkap dari
kekeruhan (tempat, ukuran, bentuk, warna, dan kekerasan nukleus).

VI. DIAGNOSIS

Anamnesis

1. Identitas Pasien
2. Riwayat penyakit sekarang
3. Riwayat penyakit dahulu
4. Riwayat Keluarga

Pemeriksaan Fisik

1. Pemeriksaan Tanda-tanda vital


2. Pemeriksaan Mata Dasar : Mata eksternal, Kelainan visus, lapang pandang,
TIO Palpasi, Funduskopi

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan fundus oftalmoskop dapat membantu menyingkirkan diagnosis


banding adanya retinopati yang timbul 20 tahun setelah pasien menderita diabetes
mellitus. Umumnya oftalmoskop direk tida cukup untuk mengetahui hal ini karena
adanya kekeruhan pada lensa yang mempersulit pemeriksaan fundus mata.

VII. PENATALAKSANAAN
Terapi katarak pada dasarnya terdiri dari operasi pengangkatan lensa yang keruh.
Jika ditemukan pasien katarak harus segerah dirujuk ke dokter spesialis mata.
Tidak ada obat-obatan yang efektif terhadap penanganan katarak. Penaganannya
adalah dengan pembedahan.

Indikasi untuk operasi katarak


Apakah dengan operasi atau tidak terutama bergantung pada efek katarak
pada penglihatan pasien.Beberapa tahun yang lalu, dokter bedah menunggu
sampai katarak menjadi matur atau matang (ketika isinya menjadi cair) karena
ini membuat aspirasi dari isi lensa menjadi lebih mudah. Dengan kemajuan
dalam mikro surgery sekarang tidak lagi menunggu lama untuk katarak menjadi
matur dan pembedahan katarak dapat dilaksanakan pada berbagai stadium
dengan resiko yang minimal.
a. Meningkatkan ketajaman penglihatan.

Adalah indikasi yang paling sering untuk operasi katarak, walaupun


kebutuhan dari orang ke orang berbeda. Operasi di indikasikan hanya
jika dan ketika katarak berkembang ke level yang cukup untuk
menyebabkan kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
b. Indikasi medis.
Adalah suatu keadaan dimana katarak menyebabkan gangguan
kesehatan yang merugikan pada mata.Contohnya glaukoma fakolitik
atau glaukoma fakomorfik. Operasi katarak untuk meningkatkan
kejernihan dari media penglihatan yang dibutuhkan dalam konteks
proses patologi pada fundus (contoh: retinopati diabetik) yang
membutuhkan pengawasan atau penanganan dengan laser
fotokuagulasi.
c. Indikasi kosmetik.
Jarang dilakukan, seperti ketika katarak dalam keadaan matur. Dimana
kebutaan dihilangkan untuk mengembalikan pupil yang hitam.

Persiapan untuk operasi katarak:


1. Biometri: pengukuran ultrasound pada panjang mata dan
keratometri untuk mengukur kurvatur kornea dan kemudian
menjumlahkan kekuatan dari implant untuk dimasukkan ke
mata selama pembedahan.
2. Memastikan masalah kesehatan umum dalam kondisi stabil,
seperti hipertensi, penyakit pernapasan, dan diabetes.
3. Beberapa pengobatan meningkatkan insidens perdarahan.
Warfarin tidak dianjurkan untuk dihentikan, tetapi INR harus
dibawah 3. Aspirin harus dihentikan seminggu setelah operasi
4. Informed consent pada pasien untuk hasil yang diharapkan dan
komplikasi dari operasi.

Tipe dan pilihan teknik pembedahan


1. Intracapsular Cataract Extraction (ICCE)  merupakan teknik pembedahan
dengan cara mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul. Dapat dilakukan
pada zonula zinni yang telah rapuh atau berdegenerasi dan mudah putus.
Karena alasan tersebut, teknik ini tidak dapat digunakan untuk pasien yang
lebih muda dimana zonula kuat. ICCE dapat dilakukan antara usia 40-50
tahun dengan menggunakan enzim alpha-chymotripsyn (yang akan
menguraikan Zonula).ICCE telah dilakukan pengetesan dari
a) waktu ke waktu dan telah dilakkan secara umum sekitar 50 tahun yang
lalu diseluruh dunia. Saat ini indikasinya hanyalah untuk subluksasi
dislokasi lensa.
2. Ekstra Capsular Cataract Extraction (ECCE) Pengeluaran isi lensa
(epithelium, korteks dan nukleus) melalui kapsul anterior yang dirobek
(kapsulotomi anterior) dengan meninggalkan kapsul posterior. Indikasi saat
ini tekhnik ECCE adalah pilihan operasi untuk semua tipe dari dewasa sampai
anak-anak kecuali ada kontra indikasi. Kontra indikasi absolut untuk ECCE
adalah subluksasi dan dislokasi lensa yang nyata.
3. Small Incision Cataract Surgery (SICS)  adalah modifikasi dari ekstraksi
katarak ekstrakapsular merupakan salah satu teknik pilihan yang dipakai
dalam operasi katarak dengan penanaman lensa intraokuler.
4. Phaco Emulsification  Fakoemulsifikasi adalah tekhnik ekstraksi katarak
ekstra kapsular yang paling sering digunakan. Tekhnik ini menggunakan
fibrator ultrasonik genggam untuk menghancurkan nukleus yang keras hingga
substansi nukleus dan korteks dapat diaspirasi melalui suatu insisi berukuran
sekitar 3 mm. ukuran insisi tersebut cukup untuk memasukkan lensa
intraokuler yang dapat dilihat. Jika digunakan lensa intraokuler yang kaku,
insisi perlu dilebarkan sekitar 5 mm. keuntungan yang dapat diperoleh dari
tindakan bedah insisi kecil adalah kondisi intraoperasi lebih terkendali,
menghindari penjahitan, perbaikan luka lebih cepat dengan derajat distorsi
kornea lebih rendah dan mengurangi peradangan intra okuler pasca operasi

VIII. KOMPLIKASI
 Fakoanafilaktik uveitis. Katarak hipermatur boleh menyebabkan kebocoran
protein lensa ke dalam bilik anterior. Protein ini boleh bertindak sebagai
antigen dan induce reaksi antigen-antibodi yang seterusnya menyebabkan
uveitis.
 Glaukoma ‘lens-induced’. Boleh terjadi disebabkan oleh mekanisme yang
berbeda.
 Katarak imatur (lensa intumescent) Glaukoma fakomorfik. Lensa
menerima cairan yang agak banyak selama perubahan kataraktous,
menyebabkan pertambahan ukuran. Ini mengganggu bilik anterior,
menimbulkan pupillary block dan sudut padat yang menyebabkan sudut
tertutup akut. Terapi adalah ekstraksi lensa bila tekanan intraokular sudah
terkendali secara medis.
 Katarak hipermatur Glaukoma fakolitik. Beberapa katarak yang telah
lanjut boleh menyebabkan kebocoran pada kapsul lensa anterior yang
membolehkan protein lensa yang mencair masuk ke bilik anterior. Ini akan
menimbulkan reaksi inflamasi di bilik anterior, trabekular meshwork udem
dan obstruksi protein lensa yang seterusnya menyebabkan kenaikan yang akut
pada tekanan intraokular. Ekstraksi lensa adalah terapi definitif setelah
tekanan intraokular sudah ditangani secara teratur dan terapi intensif steroid
topikal sudah menurunkankan inflamasi intraokular.
 Subluksasi atau dislokasi lensa. Ini boleh terjadi disebabkan oleh degenerasi
zonules pada stadium hipermatur.

Komplikasi dari operasi katarak


Lebih dari 200000 operasi katarak dilakukan setiap tahunnya di Inggris, dan
meskipun teknik operasi modern memiliki tingkat keamanan yang diharapkan,
komplikasi masih terjadi.Harapan pasien untuk operasi katarak sangat tinggi. Semua
pasien harus diingatkan untuk kemungkinan resiko pembedahan sebelum diberikan
persetujuan untuk operasi. Komplikasi katarak dapat dibagi menjadi komplikasi
intraoperatif, early post operatif, dan late post operatif.
5. Komplikasi Intraoperatif :
6. Perdarahan suprakoroid. Perdarahan intraoperatif yang berat
dapat menyebabkan penurunan penglihatan yang serius dan
permanen.
7. Perforasi okuli. Jarum yang tajam digunakan untuk berbagai
bentuk anestesi intraokuler, dan perforasi bola mata sangat
kecil kemungkinannya. Bentuk modern dari anestesi okuler
telah menggantikan banyak teknik jarum tajam.
8. Iridodialisis. Iridodialisis adalah satu keadaan dimana iris
robek yang diakibatkan oleh manipulasi jaringan intraokuler.
Kerusakan pada iris diakibatkan oleh insersi dari phaco tip
atau IOL.
9. Cyclodialisis. Satu keadaan dimana korpus siliaris lepas dari
insersinya pada sklera yang juga diakibatkan oleh manipulasi
bedah pada jaringan tisu intraokuler.
10. Conjungtival Ballooning. Terjadi pada kasus operasi yang
menggunakan teknik insisi pada konjuktiva atau peritomi,
dimana cairan irigasi dapat berkumpul di bawah konjuktiva
dan kapsula Tenon dan mengakibatkan konjuktiva
membengkak. Keadaan ini akan menganggu operasi karena
cairan yang terkumpul akan menghasilkan refleksi dari cahaya
mikroskop yang akan menganggu operator.
11. Ablasio membran Descement. Keadaan ini akan
mengakibatkan pembengkakan pada stromal. Komplikasi ini
diakibatkan apabila instrumen atau IOL dimasukkan dan dapat
juga diakibatkan oleh cairan irigasi yang dimasukkan dekat
lapisan stromal kornea dan membran descement.
12. Ruptur kapsul posterior dan hilangnya cairan vitreus. Jika
kapsul yang lembut rusak selama pembedahan atau ligament
yang halus (Zonula) yang menahan lensa menjadi lemah,
kemudian cairan vitreus akan prolaps ke bilik mata depan.
Komplikasi ini berarti bahwa lensa intraokuler tidak dapat
dimasukkan dalam pembedahan, pasien juga dalam resiko
tinggi ablasio retina post operatif.

Komplikasi early post operatif :


 Endophtalmitis infeksi. Infeksi yang merusak ini terjadi sangat jarang (sekitar
1 dalam 1000 operasi) tapi dapat menyebabkan penurunan penglihatan berat
yang permanen. Banyak kasus infeksi post operatif timbul dalam 2 minggu
post operasi biasanya pasien datang dengan riwayat penurunan penglihatan
dan mata merah yang sangat nyeri. Ini adalah kegawatdaruratan mata. Infeksi
derajat rendah dengan pathogen seperti Propioniobacterium dapat
menyebabkan pasien datang dalam beberapa minggu setelah operasi dengan
uveitis refraktori.
 Edema kornea. Komplikasi ini terjadi akibat kombinasi dari trauma
mekanikal, operasi yang lama, inflamasi, dan peningkatan IOP.
 Uveitis. Peradangan post operatif lebih sering terjadi dalam berbagai tipe
mata. Sebagai contoh pada pasien dengan riwayat diabetes atau penyakit
radang mata sebelumnya.

Komplikasi late post operatif :


 Ablasio retina. Ini adalah komplikasi post operatif yang serius dan jarang
terjadi, tetapi lebih sering terjadi pada pasien miop setelah komplikasi intra
operatif.
 Kesalahan refraktif setelah operatif. Banyak operasi bertujuan untuk membuat
pasien menjadi emetrop atau sedikit miop, tetapi pada kasus yang jarang
kesalahan biometrik dapat terjadi atau suatu lensa intraokuler dengan
kekuatan yang salah digunakan.
 Edema makular cystoids. Akumulasi cairan pada macula selama post operatif
dapat menurunkan visus pada minggu-minggu pertama setelah operasi
katarak berhasil dilakukan. Pada banyak kasus, ini dapat diobati dengan
penanganan radang post operasi.
 Glaukoma. Peningkatan tekanan intraokuler secara persisten akan
membutuhkan penanganan post operatif.

IX. PROGNOSIS
Dengan teknik bedah yang mutakhir, komplikasi atau penyulit menjadi sangat
jarang. Hasil pembedahan yang baik dapat mencapai 95%. Pada bedah katarak,
resiko ini kecil dan jarang terjadi. Keberhasilan tanpa komplikasi pada
pembedahan dengan ECCE atau fakoemulsifikasi menjanjikan prognosis dalam
penglihatan dapat meningkat hingga 2 garis pada pemeriksaan dengan
menggunakan Snellen Chart.
Pasien telah terjadi kerusakan retina atau mengalami komplikasi pascaoperasi
serius tidak dapat mencegah perbaikan visual yang signifikan, misalnya,
glaukoma, ablasi retina, perdarahan intraokular, atau infeksi. Lensa intraocular
yang telah dibuat untuk penyesuaian setelah operasi katarak jauh lebih mudah
daripada kacamata katarak yang tebal atau lensa kontak aphakic yang tersedia.
LAPORAN KASUS PENYAKIT INFEKSI

GEA

IDENTITAS PASIEN

Nama Pasien : Tn.S


Tanggal Lahir : 20 November 1953
Umur : 68 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Buruh
Alamat : Jl. Urip Sumoharjo Lorong I
Waktu Pemeriksaan : Senin, 22 November 2021

I. ANAMNESIS
g. Keluhan utama
Penglihatan kabur pada mata kanan
h. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan penglihatan kabur pada mata kanan dialami
sejak dua bulan yang lalu. Sakit kepala (+) hilang timbul, mual dan muntah (-),
BAK dan BAB normal.
i. Riwayat pengobatan
Riwayat penglihatan kabur pada mata kiri dan telah dilakukan operasi sebanyak
dua kali. Pertama, operasi katarak, setelah itu muncul benjolan kemudian
dioperasi kembali.
j. Riwayat penyakit terdahulu
Riwayat kecelakaan lalu lintas 10 tahun yang lalu, luka pada kaki kanan.
Riwayat pekerjaan kuli bangunan, namun saat ini sudah tidak bekerja. Riwayat
Hipertensi (+), diabetes (+) dan asam urat (+).
k. Riwayat penyakit keluarga
Saat ini tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama seperti
Tn.S
l. Riwayat alergi
Tidak mempunyai riwayat alergi

II. PEMERIKSAAN FISIK


j. Keadaan umum : Baik
k. Kesadaran : Composmentis
l. Tekanan darah : 145/74 mmHg
m. Frekuensi nadi : 79 x /menit
n. Frkuensi napas :-
o. Suhu : 36 oc
p. SpO2 : 99
q. Berat badan :-
r. Tinggi badan :-
Pemeriksaan kepala-leher
h. Kulit : sawo matang, icterus (-), sianosis (-)
i. Kepala : bentuk normal, tidak ada deformitas, rambut berwarna
hitam dan putih.
j. Mata : OD (bentuk normal, konjungtiva normal, sklera tidak
ikterik, palpebra superior et inferior normal tidak ada edema, pupil bulat,reflex
cahaya (+)
OS (
k. Telinga : bentuk normal, liang telinga lapang, tidak ada
serumen
l. Hidung : bentuk normal, tidak ada deviasi septum nasi, tidak
ada secret
m. Mulut : bentuk normal, perioral tidak sianosis, lidah tidak
kotor, bibir sedikit pecah-pecah.
n. Leher : pembesaran KGB -/-
Thorax
Inspeksi
f. Bentuk dan ukuran : Tidak dilakukan pemeriksaan
g. Permukaan dada : Tidak dilakukan pemeriksaan
h. Iga dan sela iga : Tidak dilakukan pemeriksaan
i. Fossa supraclavicularis, fossa infraclavicularis : Tidak dilakukan pemeriksaan
j. Fossa jugularis : Tidak dilakukan pemeriksaan

Palpasi
e. Trakea : Tidak dilakukan pemeriksaan
f. Nyeri tekan, massa, edema, krepitasi : Tidak dilakukan pemeriksaan
g. Gerakan dinding dada : Tidak dilakukan pemeriksaan
h. Fremitus vocal : Tidak dilakukan pemeriksaan
Perkusi
d. Sonor seluruh lapang paru
e. Batas paru-hepar
f. Batas paru-jantung
Auskultasi
c. Cor : Tidak dilakukan pemeriksaan
d. Pulmo : Tidak dilakukan pemeriksaan
4) Vesikuler
5) Ronkhi
6) Wheezing

Abdomen
Inspeksi
f. Bentuk : Tidak dilakukan pemeriksaan
g. Umbilicus : Tidak dilakukan pemeriksaan
h. Permukaan kulit : Tidak dilakukan pemeriksaan (tanda-tanda inflamasi,
sianosis, venektasi, massa, vena kolateral, papula, petekie, ekimosis)
i. Distensi : Tidak dilakukan pemeriksaan
j. Asites : Tidak dilakukan pemeriksaan
Auskultasi
d. Bising usus : Tidak dilakukan pemeriksaan
e. Metallic sound : Tidak dilakukan pemeriksaan
f. Bising aorta : Tidak dilakukan pemeriksaan
Perkusi
c. Timpani pada seluruh lapangan abdomen : Tidak dilakukan pemeriksaan
d. Nyeri ketok : Tidak dilakukan pemeriksaan
Palpasi
d. Nyeri tekan epigastrium : Tidak dilakukan pemeriksaan
e. Massa : Tidak dilakukan pemeriksaan
f. Hepar/lien : Tidak dilakukan pemeriksaan

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Tidak dievaluasi
IV. DIAGNOSIS KERJA
Pseudofakia Okula Sinistra + Katarak Senilis Okula Dextra
V. DIAGNOSIS BANDING
Diare Akut tanpa Dehidrasi
Disentri
VI. ANJURAN PENATALAKSANAAN PENYAKIT
Kuratif :

Loperamid
Oralit
Paracetamol
Domperidon
Antasida Doen
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI

Gastroenteritis merupakan keluhan yang cukup mudah di temui pada anak-anak


maupun dewasa di seluruh dunia. Gastroenteritis adalah suatu keadaan dimana feses hasil
dari buang air besar (defekasi) yang berkonsistensi cair ataupun setengah cair, dan
kandungan air lebih banyak dari feses pada umumnya. Selain dari konsistensinya, bisa
disertai dengan mual muntah dan frekuensi dari buang air besar lebih dari 3 kali dalam
sehari. Gastroentritis akut adalah diare yang berlangsung dalam waktu kurang dari 14
hari yang mana ditandai dengan peningkatan volume, frekuensi, dan kandungan air pada
feses yang paling sering menjadi penyebabnya adalah infeksi yaitu berupa virus, bakteri
dan parasit. Gastroenteritis akut adalah diare dengan onset mendadak dengan frekuensi
lebih dari 3 kali dalam sehari disertai dengan muntah dan berlangsung kurang dari 14
hari.
II. EPIDEMIOLOGI
Gastroenteritis akut merupakan masalah yang banyak terjadi pada Negara berkembang
dibanding dengan negara maju yang tingkat higenitas dan sanitasi lebih baik.7 Menurut
data dari World Health Organization (WHO) dan UNICEF, terdapat 1,87 juta orang
meninggal akibat kasus gastroenteritis setiap tahunnya di seluruh dunia.6 Secara global,
diperkirakan terdapat 179.000.000 insiden gastroenteritis akut pada orang dewasa tiap
tahunnya dengan angka pasien yang dirawat inap sebanyak 500.000 dan lebih dari 5000
pasien mengalami kematian.3 Di amerika serikat setidaknya 8.000.000 dari pasien
gastroenteritis akut yang berobat ke dokter dan lebih dari 250.000 pasien dirawat di
rumah sakit menurut data dari The American Journal of Gastroenterology.3,9
Sedangkan menurut hasil survey di Indonesia, insiden dari gastroenteritis akut akibat
infeksi mencapai 96.278 insiden dan masih menjadi peringkat pertama sebagai penyakit
rawat inap di Indonesia, sedangkan angka kematian pada gastroenteritis akut (Case
Fatality Rate) sebesar 1,92%.5

III. ETIOLOGI
Gastroenteritis akut bisa disebabkan oleh berbagai faktor, menurut dari World
Gastroenterology Organisation, ada beberapa agen yang bisa menyebabkan terjadinya
gastroenteritis akut yaitu agen infeksi dan non-infeksi. Lebih dari 90 % diare akut
disebabkan karena infeksi, sedangkan sekitar 10 % karena sebab lain yaitu9 :

Faktor Infeksi
a. Virus
Di negara berkembang dan industrial penyebab tersering dari gastroenteritis akut
adalah virus, beberapa virus penyebabnya antara lain :
5. Rotavirus
Merupakan salah satu terbanyak penyebab dari kasus rawat inap di rumah
sakit dan mengakibatkan 500.000 kematian di dunia tiap tahunnya, biasanya diare
akibat rotavirus derat keparahannya diatas rerata diare pada umumnya dan
menyebabkan dehidrasi. Pada anak-anak sering tidak terdapat gejala dan umur 3
– 5 tahun adalah umur tersering dari infeksi virus ini.
6. Human Caliciviruses (HuCVs)
Termasuk famili Calciviridae, dua bentuk umumnya yaitu Norwalk-like
viruses (NLVs) dan Sapporo-like viruses (SLVs) yang sekarang disebut Norovirus
dan sapovirus. Norovirus merupakan penyebab utama terbanyak diare pada
pasien dewasa dan menyebabkan 21 juta kasus per tahun. Norovirius merupakan
penyebab tersering gastroenteritis pada orang dewasa dan sering menimbulkan
wabah dan menginfeksi semua umur. Sapoviruses umumnya menginfeksi anak –
anak dan merupakan infeksi virus tersering kedua selain Rotavirus. 9
7. Adenovirus
Umumnya menyerang anak – anak dan menyebabkan penyakit pada sistem
respiratori. adenovirus merupakan family dari Adenoviridae dan merupakan virus
DNA tanpa kapsul, diameter 70 nm, dan bentuk icosahedral simetris. Ada 4
genus yaitu Mastadenovirus, Aviadenovirus, Atadenovirus, dan Siadenovirus. 9
b. Bakteri
Infeksi bakteri juga menjadi penyebab dari kasus gastroenteritis akut bakteri
yang sering menjadi penyebabnya adalah Diarrheagenic Escherichia coli, Shigella
species, Vibrio cholera, Salmonella. Beberapa bakteri yang dapat menyebabkan
gastroenteritis akut adalah9:
1. Diarrheagenic Escherichia- coli
Penyebarannya berbeda – beda di setiap negara dan paling sering terdapat di
negara yang masih berkembang. Umumnya bakteri jenis ini tidak menimbulkan
bahaya jenis dari bakterinya adalah9:
- Enterotoxigenic E. coli (ETEC)

- Enteropathogenic E. coli (EPEC)


- Enteroinvasive E. coli (EIEC)

- Enterohemorrhagic E. coli (EHEC)


2. Campylobacter
Bakteri jenis ini umumnya banyak pada orang yang sering berhubungan
dengan perternakan selain itu bisa menginfeksi akibat masakan yang tidak matang
dan dapat menimbulkan gejala diare yang sangat cair dan menimbulkan disentri.
3. Shigella species
Gejala dari infeksi bakteri Shigella dapat berupa hipoglikemia dan tingkat
kematiannya sangatlah tinggi. Beberapa tipenya adalah :
- S. sonnei

- S. flexneri

- S. dysenteriae
4. Vibrio cholera
Memiliki lebih dari 2000 serotipe dan semuanya bisa menjadi pathogen pada
manusia. Hanya serogrup cholera O1 dan O139 yang dapat menyebabkan wabah
besar dan epidemic. Gejalanya yang paling sering adalah muntah tidak dengan
panas dan feses yang konsistensinya sangat berair. Bila pasien tidak terhidrasi
dengan baik bisa menyebabkan syok hipovolemik dalam 12 – 18 jam dari
timbulnya gejala awal.
5. Salmonella
Salmonella menyebabkan diare melalui beberapa mekanisme. Beberapa toksin
telah diidentifikasi dan prostaglandin yang menstimulasi sekresi aktif cairan dan
elektrolit mungkin dihasilkan. Pada onset akut gejalanya dapat berupa mual,
muntah dan diare berair dan terkadang disentri pada beberapa kasus.

c. Parasitic agents
Cryptosporidium parvum, Giardia L, Entamoeba histolytica, and Cyclospora
cayetanensis infeksi beberapa jenis protozoa tersebut sangatlah jarang terjadi namun
sering dihubungkan dengan traveler dan gejalanya sering tak tampak.
Dalam beberapa kasus juga dinyatakan infeksi dari cacing seperti Stongiloide
stecoralis, Angiostrongylus C., Schisotoma Mansoni, S. Japonicum juga bisa
menyebabkan gastroenteritis akut.

Non –Infeksi
a. Malabsorpsi/ maldigesti
Kurangnya penyerapan seperti :
1. Karbohidrat : Monosakrida (glukosa), disakarida (sakarosa)
2. Lemak : Rantai panjang trigliserida
3. Asam amino
4. Protein
5. Vitamin dan mineral

Imunodefisiensi
Kondisi seseorang dengan imunodefisiensi yaitu hipogamaglobulinemia,
panhipogamaglobulinemia (Bruton), penyakit granulomatose kronik, defisiensi IgA dan
imunodefisiensi IgA heavycombination.

Terapi Obat
Orang yang mengonsumsi obat- obatan antibiotic, antasida dan masih kemoterapi juga
bisa menyebabkan gastroenteritis akut.

Lain-lain
Tindakan gastrektomi, terapi radiasi dosis tinggi, sindrom Zollinger-Ellison, neuropati
diabetes sampai kondisi psikis juga dapat menimbulkan gastroenteritis akut.

IV. PATOFISIOLOGI
Pada umumnya gastroenteritis akut 90% disebabkan oleh agen infeksi yang berperan
dalam terjadinya gastroenteritis akut terutama adalah faktor agent dan faktor host. Faktor
agent yaitu daya penetrasi yang dapat merusak sel mukosa, kemampuan memproduksi
toksin yang mempengaruhi sekresi cairan usus halus serta daya lekat kuman. Faktor host
adalah kemampuan tubuh untuk mempertahankan diri terhadap organisme yang dapat
menimbulkan diare akut, terdiri dari faktor-faktor daya tangkis atau lingkungan internal
saluran cerna antara lain: keasaman lambung, motilitas usus, imunitas, dan lingkungan
mikroflora usus3,7. Patogenesis diare karena infeksi bakteri/parasit terdiri atas:
A. Diare karena bakteri non-invasif (enterotoksigenik)
Diare jenis ini biasanya disebut juga sebagai diare tipe sekretorik dengan
konsistensi berair dengan volume yang banyak. Bakteri yang memproduksi
enterotoksin ini tidak merusak mukosa seperti V. cholerae Eltor, Eterotoxicgenic
E. coli (ETEC) dan C. Perfringens. V.cholerae Eltor mengeluarkan toksin yang
terkait pada mukosa usus halus 15-30 menit sesudah diproduksi vibrio.
Enterotoksin ini menyebabkan kegiatan berlebihan nikotinamid adenin di
nukleotid pada dinding sel usus, sehingga meningkatkan kadar adenosin 3’-5’-
siklik monofosfat (siklik AMP) dalam sel yang menyebabkan sekresi aktif anion
klorida ke dalam lumen usus yang diikuti oleh air, ion bikarbonat, kation, natrium
dan kalium.
B. Diare karena bakteri/parasite invasive (enterovasif)
Diare yang diakibatkan bakteri enterovasif disebut sebagai diare Inflammatory.
Bakteri yang merusak (invasif) antara lain Enteroinvasive E. coli (EIEC),
Salmonella, Shigella, Yersinia, C. perfringens tipe C. diare disebabkan oleh
kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi. Sifat diarenya sekretorik
eksudatif. Cairan diare dapat tercampur lendir dan darah. Kuman salmonella yang
sering menyebabkan diare yaitu S. paratyphi B, Styphimurium, S enterriditis, S
choleraesuis. Penyebab parasite yang sering yaitu E. histolitika dan G. lamblia.
Diare inflammatory ditandai dengan kerusakan dan kematian enterosit, dengan
peradangan minimal sampai berat, disertai gangguan absorbsi dan sekresi. Setelah
kolonisasi awal, kemudian terjadi perlekatan bakteri ke sel epitel dan selanjutnya
terjadi invasi bakteri kedalam sel epitel, atau pada IBD mulai terjadinya inflamasi.
Tahap berikutnya terjadi pelepasan sitokin antara lain interleukin 1 (IL-l), TNF-α,
dan kemokin seperti interleukin 8 (IL-8) dari epitel dan subepitel miofibroblas. IL-
8 adalah molekul kemostatik yang akan mengaktifkan sistim fagositosis setempat
dan merangsang sel-sel fagositosis lainnya ke lamina propia. Apabila substansi
kemotaktik (IL-8) dilepas oleh sel epitel, atau oleh mikroorganisme lumen usus
(kemotaktik peptida) dalam konsentrasi yang cukup kedalam lumen usus, maka
neutrofil akan bergerak menembus epitel dan membentuk abses kripta, dan
melepaskan berbagai mediator seperti prostaglandin, leukotrin, platelet actifating
factor, dan hidrogen peroksida dari sel fagosit akan merangsang sekresi usus oleh
enterosit, dan aktifitas saraf usus.
Terdapat 3 mekanisme diare inflamatori, kebanyakan disertai kerusakan brush
border dan beberapa kematian sel enterosit disertai ulserasi. Invasi
mikroorganisme atau parasit ke lumen usus secara langsung akan merusak atau
membunuh sel-sel enterosit. Infeksi cacing akan mengakibatkan enteritis
inflamatori yang ringan yang disertai pelepasan antibodi IgE dan IgG untuk
melawan cacing. Selama terjadinya infeksi atau reinfeksi, maka akibat reaksi
silang reseptor antibodi IgE atau IgG di sel mast, terjadi pelepasan mediator
inflamasi yang hebat seperti histamin, adenosin, prostaglandin, dan lekotrin.
Mekanisme imunologi akibat pelepasan produk dari sel lekosit
polimorfonuklear, makrophage epithelial, limfosit-T akan mengakibatkan
kerusakan dan kematian sel-sel enterosit. Pada keadaan-keadaan di atas sel epitel,
makrofag, dan subepitel miofibroblas akan melepas kandungan (matriks)
metaloprotein dan akan menyerang membrane basalis dan kandungan molekul
interstitial, dengan akibat akan terjadi pengelupasan sel-sel epitel dan selanjutnya
terjadi remodeling matriks (isi sel epitel) yang mengakibatkan vili-vili menjadi
atropi, hiperplasi kripta-kripta di usus halus dan regenerasi hiperplasia yang tidak
teratur di usus besar (kolon).
Pada akhirnya terjadi kerusakan atau sel-sel imatur yang rudimenter dimana
vili-vili yang tak berkembang pada usus halus dan kolon. Sel sel imatur ini akan
mengalami gangguan dalam fungsi absorbsi dan hanya mengandung sedikit
(defisiensi) disakaridase, hidrolase peptida, berkurangnya tidak terdapat
mekanisme Na-coupled sugar atau mekanisme transport asam amino, dan
berkurangnya atau tak terjadi sama sekali transport absorbsi NaCl. Sebaliknya sel-
sel kripta dan sel-sel baru vili yang imatur atau sel-sel permukaan
mempertahankan kemampuannya untuk mensekresi Cl- (mungkin HCO3-). Pada
saat yang sama dengan dilepaskannya mediator inflamasi dari sel-sel inflamatori
di lamina propia akan merangsang sekresi kripta hiperplasi dan vili-vili atau sel-
sel permukaan yang imatur. Kerusakan immune mediated vascular mungkin
menyebabkan kebocoran protein dari kapiler. Apabila terjadi ulserasi yang berat,
maka eksudasi dari kapiler dan limfatik dapat berperan terhadap terjadinya diare.

V. GEJALA KLINIS
Manifestasi klinis dari gastroenteritis akut biasanya bervariasi. dari salah satu hasil
penelitian yang dilakukan pada orang dewasa, mual (93%), muntah (81%) atau diare
(89%), dan nyeri abdomen (76%) umumnya merupakan gejala yang paling sering
dilaporkan oleh kebanyakan pasien. Selain itu terdapat tanda-tanda dehidrasi sedang
sampai berat, seperti membran mukosa yang kering, penurunan turgor kulit, atau
perubahan status mental, terdapat pada <10 % pada hasil pemeriksaan. Gejala
pernafasan, yang mencakup radang tenggorokan, batuk, dan rinorea, dilaporkan sekitar
10%.
Sedangkan gatroenteritis akut karena infeksi bakteri yang mengandung atau
memproduksi toksin akan menyebabkan diare sekretorik (watery diarhhea) dengan
gejala-gejala mual, muntah, dengan atau tanpa demam yang umumnya ringan, disertai
atau tanpa nyeri/kejang perut, dengan feses lembek atau cair. Umumnya gejala diare
sekretorik timbul dalam beberapa jam setelah makan atau minurnan yang
terkontaminasi.3
Diare sekretorik (watery diarhea) yang berlangsung beberapa waktu tanpa
penanggulangan medis yang adekuat dapat menyebabkan kematian karena kekurangan
cairan yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi
berupa asidosis metabolik yang lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang akan merasa
haus, berat badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol,
turgor kulit menumn serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan
deplesi air yang isotonic.
Sedangkan kehilangan bikarbonas dan asam karbonas berkurang yang mengakibatkan
penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat pernapasan sehingga
frekuensi nafas lebih cepat dan lebih dalam (pernafasan Kussmaul). Reaksi ini adalah
usaha badan untuk mengeluarkan asam karbonas agar pH darah dapat kembali normal.
Gangguan kardiovaskular pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan
dengan tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun sampai tidak
terukur. Pasien mulai gelisah muka pucat ujung-ujung ektremitas dingin dan kadang
sianosis karena kehilangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung

VI. DIAGNOSIS
Diagnosis gastroenteritis akut dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang.
Anamnesis
Onset, durasi, tingkat keparahan, dan frekuensi diare harus dicatat, dengan perhatian
khusus pada karakteristik feses (misalnya, berair, berdarah, berlendir, purulen). Pasien
harus dievaluasi untuk tanda-tanda mengetahui dehidrasi, termasuk kencing berkurang,
rasa haus, pusing, dan perubahan status mental. Muntah lebih sugestif penyakit virus atau
penyakit yang disebabkan oleh ingesti racun bakteri. Gejala lebih menunjukkan invasif
bakteri (inflamasi) diare adalah demam, tenesmus, dan feses berdarah.2
Makanan dan riwayat perjalanan sangat membantu untuk mengevaluasi potensi
paparan agent. Anak-anak di tempat penitipan, penghuni panti jompo, penyicip makanan,
dan pasien yang baru dirawat di rumah sakit berada pada risiko tinggi penyakit diare
menular. Wanita hamil memiliki 12 kali lipat peningkatan risiko listeriosis, terutama
yang mengkonsumsi olahan daging beku, keju lunak, dan susu mentah. Riwayat sakit
terdahulu dan penggunaan antibiotik dan obat lain harus dicatat pada pasien dengan diare
akut.

Pemeriksaan Fisik

Tujuan utama dari pemeriksaan fisik adalah untuk menilai tingkat dehidrasi
pasien. Umumnya penampilan sakit, membran mukosa kering, waktu pengisian kapiler
yang tertunda, peningkatan denyut jantung dan tanda-tanda vital lain yang abnormal
seperti penurunan tekanan darah dan peningkatan laju nafas dapat membantu dalam
mengidentifikasi dehidrasi. Demam lebih mengarah pada diare dengan adanya proses
inflamasi. Pemeriksaan perut penting untuk menilai nyeri dan proses perut akut.
Pemeriksaan rektal dapat membantu dalam menilai adanya darah, nyeri dubur, dan
konsistensi feses. Dehidrasi Ringan (hilang cairan 2-5% BB) gambaran klinisnya turgor
kurang, suara serak, pasien belum jatuh dalam presyok. Dehidrasi Sedang (hilang cairan
5-8% BB) turgor buruk, suara serak, pasien jatuh dalam presyok atau syok, nadi cepat,
napas cepat dan dalam. Dehidrasi Berat (hilang cairan 8-10 BB) tanda dehidrasi sedang
ditambah kesadaran menurun (apatis sampai koma), otot otot kaku, sianosis.

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Darah:
- Darah perifer lengkap
- Serum elektrolit: Na+, K+, Cl-
- Analisa gas darah apabila didapatkan tanda-tanda gangguan keseimbangan asam basa
(pernafasan Kusmaull)
- Immunoassay: toksin bakteri (C. difficile), antigen virus (rotavirus), antigen protozoa
(Giardia, E. histolytica).

Feses:
- Feses lengkap (mikroskopis: peningkatan jumiah lekosit di feses pada inflamatory
diarrhea; parasit: amoeba bentuk tropozoit, hypha pada jamur)
- Biakan dan resistensi feses (colok dubur)

Pemeriksaan penunjang diperlukan dalam penatalaksanaan diare akut karena


infeksi, karena dengan tata cara pemeriksaan yang terarah akan sampai pada terapi
definitif.

VIII. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan diare akut karena infeksi pada orang dewasa terdiri atas: rehidrasi
sebagai prioritas utama pengobatan, memberikan terapi simptomatik, dan memberikan
terapi definitif.

Terapi Rehidrasi

Langkah pertama dalam menterapi diare adalah dengan rehidrasi, dimana lebih
disarankan dengan rehidrasi oral. Akumulasi kehilangan cairan (dengan penghitungan
secara kasar dengan perhitungan berat badan normal pasien dan berat badan saat pasien
diare) harus ditangani pertama. Selanjutnya, tangani kehilangan cairan dan cairan untuk
pemeliharaan. Hal yang penting diperhatikan agar dapat memberikan rehidrasi yang
cepat dan akurat, yaitu:

a. Jenis cairan
Pada saat ini cairan Ringer Laktat merupakan cairan pilihan karena tersedia
cukup banyak di pasaran, meskipun jumlah kaliumnya lebih rendah bila dibandingkan
dengan kadar Kalium cairan tinja. Apabila tidak tersedia cairan ini, boleh diberikan
cairan NaCl isotonik. Sebaiknya ditambahkan satu ampul Na bikarbonat 7,5% 50 ml
pada setiap satu liter infus NaCl isotonik. Asidosis akan dapat diatasi dalam 1-4 jam.
Pada keadaan diare akut awal yang ringan, tersedia di pasaran cairan/bubuk oralit,
yang dapat diminum sebagai usaha awal agar tidak terjadi dehidrasi dengan berbagai
akibatnya. Rehidrasi oral (oralit) harus mengandung garam dan glukosa yang
dikombinasikan dengan air.2 3
b. Jumlah Cairan
Pada prinsipnya jumlah cairan yang hendak diberikan sesuai dengan jumlah
cairan yang keluar dari badan. Kehilangan cairan dari badan dapat dihitung dengan
memakai Metode Daldiyono berdasarkan keadaan klinis dengan skor. Rehidrasi cairan
dapat diberikan dalam 1-2 jam untuk mencapai kondisi rehidrasi
c. Jalur Pemberian Cairan
Rute pemberian cairan pada orang dewasa terbatas pada oral dan intravena.
Untuk pemberian per oral diberikan larutan oralit yang komposisinya berkisar
antara 29g glukosa, 3,5g NaCl, 2,5g Na bikarbonat dan 1,5g KCI setiap
liternya. Cairan per oral juga digunakan untuk memperlahankan hidrasi
setelah rehidrasi inisial.

Terapi Simtomatik
Pemberian terapi simtomatik haruslah berhati-hati dan setelah benar-
benar dipertimbangkan karena lebih banyak kerugian daripada
keuntungannya. Hal yang harus sangat diperhatikan pada pemberian
antiemetik, karena Metoklopropamid misalnya dapat memberikan kejang
pada anak dan remaja akibat rangsangan ekstrapiramidal. Pada diare akut
yang ringan kecuali rehidrasi peroral, bila tak ada kontraindikasi dapat
dipertimbangkan pemberian Bismuth subsalisilat maupun loperamid dalam
waktu singkat. Pada diare yang berat obat-obat tersebut dapat dipertimbang
dalam waktu pemberian yang singkat dikombinasi dengan pemberian obat
antimikrobial.
Terapi Antibiotik
Pemberian antibiotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare
akut infeksi, karena 40% kasus diare sembuh kurang dari 3 hari tanpa
pemberian antibiotik. Antibiotik diindikasikan pada pasien dengan gejala dan
tanda diare infeksi, seperti demam, feses berdarah, leukosit pada feses,
mengurangi ekskresi dan kontaminasi lingkungan, persisten atau
penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare pada pelancong dan pasien
immunocompromised. Pemberian antibiotic dapat secara empiris, tetapi
antibiotic spesifik diberikan berdasarkan kultur dan resistensi kuman.

IX. KOMPLIKASI
Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama,
terutama pada lanjut usia dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera,
kehilangan cairan terjadi secara mendadak sehingga cepat terjadi syok
hipovolemik. Kehilangan elektrolit melalui feses dapat mengarah terjadinya
hipokalemia dan asidosis metabolic.Pada kasus-kasus yang terlambat mendapat
pertolongan medis, syok hipovolemik sudah tidak dapat diatasi lagi, dapat timbul
nekrosis tubular akut ginjal dan selanjutnya terjadi gagal multi organ.
Komplikasi ini dapat juga terjadi bila penanganan pemberian cairan tidak
adekuat, sehingga rehidrasi optimal tidak tercapai.
Haemolityc Uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi terutama oleh
EHEC. Pasien HUS menderita gagal ginjal, anemia hemolisis, dan
trombositopeni 12-14 hari setelah diare. Risiko HUS meningkat setelah infeksi
EHEC dengan penggunaan obat anti-diare, tetapi hubungannya dengan
penggunaan antibiotik masih kontroversial.
Sindrom Guillain – Barre, suatu polineuropati demielinisasi akut, merupakan
komplikasi potensial lain, khususnya setelah infeksi C. jejuni; 20-40% pasien
Guillain – Barre menderita infeksi C. jejuni beberapa minggu sebelumnya.
Pasien menderita kelemahan motorik dan mungkin memerlukan ventilasi
mekanis. Mekanisme penyebab sindrom Guillain – Barre belum diketahui.2
Artritis pasca-infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit diare
karena Campylobacter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp.

X. PROGNOSIS
Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan
terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius sangat baik
dengan morbiditas dan mortalitas minimal. Seperti kebanyakan penyakit,
morbiditas dan mortalitas terutama pada anak-anak dan pada lanjut usia. Di
Amerika Serikat, mortalitas berhubungan dengan diare infeksius < 1,0%.
Pengecualiannya pada infeksi EHEC dengan mortalitas 1,2% yang berhubungan
dengan sindrom uremik hemolitik.
Daftar Pustaka

CDK-269/vol.45 no.10 th.2018

Barr, w. and smith, a. (2017). [online] Available at: http://Acute Diarrhea in Adults
WENDY BARR, MD, MPH, MSCE, and ANDREW SMITH, MD Lawrence Family
Medicine Residency, Lawrence, Massachusetts [Accessed 5 Mar. 2017].

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II eidsi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009

Dennis L., Anthony S., Stephen H., Dan L., Larry J., Joseph L. 2016. Harrison's
Gastroenterology and Hepatology. 3rd Edition. Philadelphia: McGraw Hill

Anda mungkin juga menyukai