Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN KEBUTUHAN DASAR AMAN DAN NYAMAN (NYERI AKUT)


PADA NY. S DI RUANG PENYAKIT DALAM NURI DENGAN DIAGNOSA CEPHALGIA
RSUD Dr. M. ASHARI PEMALANG
LP MINGGU KE 1

Oleh:
Nama: Sri Wahyuni
NIM: 200106171

PRAKTIK KLINIK DASAR 1


PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI
FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA
TAHUN AKADEMIK
2022
A. Definisi Kebutuhan Dasar Aman dan Nyaman ( Nyeri )
Nyeri akut adalah pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari tiga bulan (Tim Pokja
SDKI DPP PPNI, 2017).
Nyeri adalah pengalaman sensori nyeri dan emosional yang tidak menyenangkan
yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual dan pontesial yang tidak
menyenangkan yang terlokalisasi pada suatu bagian tubuh ataupun sering disebut
dengan istilah distruktif dimana jaringan rasanya seperti di tusuk-tusuk, panas terbakar,
melilit, seperti emosi, perasaan takut dan mual ( Potter, 2012 ).
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat
dari kerusakan jaringan yang aktual ataupun potensial. Nyeri merupakan alasan utama
seseorang untuk mencari bantuan perawatan kesehatan dan yang paling banyak
dikeluhkan. ( Menurut American Medical Association, 2013 ).

a. Berdasarkan waktu durasi nyeri :


- Nyeri Akut
Nyeri Akut adalah Keadaan ketika individu mengalami dan
mengeluhkan ketidaknyamanan yang hebat atau sensasi yang tidak
menyenangkan selama 1 detik hingga kurang dari enam bulan. ( Lynda Juall
Carpenito-Moyet edisi 13 hal. 85 ).

- Nyeri Kronis
Nyeri Kronis adalah sebagai pengalaman sensori dan emosional tidak
menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan actual atau potensial
atau yang digambarkan sebagai kerusakan, awitan yang tiba-tiba atau lambat
dari intensitas ringan hingga berat, terjadi konstan atau berulang tanpa akhir
yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung lebih dari tiga bulan.
( NANDA International 2015-2017 ).
b. Berdasarkan etiologi:
- Nyeri nosiseptif : rangsang timbul oleh mediator nyeri, seperti pada
pasca traumaoperasi dan luka bakar.
- Nyeri neuropatik : rangsang oleh kerusakan saraf atau disfungsi saraf,
seperti pada diabetes mellitus, herpes zooster.

B. Anatomi Sistem Terkait Kebutuhan Dasar Nyeri


Reseptor nyeri (nosireceptor) adalah organ tubuh yang berfungsi untuk
menerima rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan adalah ujung saraf bebas
dalam kulit yang berespon hanya terdapat pada stimulus kuat yang secara potensial
merusak.
 Mekanik (mekano sensitif) : Kerusakan ujung saraf bebas akibat trauma karena
benturan atau gerakan
 Thermis (thermo sensitif) : Rangsangan panas atau dingin yang berlebihan
 Kimia (khemo sensitif) : Rangsangan zat kimia berupa bradikinin, serotonin,
ion kalium, asam, prostaglandin, asetilkolon, dan enzim proteolitik

Mekanisme Penghantaran Impuls Nyeri

a. Serabut delta A (menusuk dan tajam) : Pada kulit dan otot bermielin halus,
garistengah 2-5 mm, kecepatan 6-30 m/detik
b. Serabut delta C (panas & terbakar) : Dalam otot, tidak bermielin, garis tengah
0,4-1,2 mm, kecepatan 0,5-2,0 m/detik

 Karakteristik nyeri (PQRST)


P (Provokatif) : Faktor yang mempengaruhi gawat dan ringannya nyeri
Q (Quality) : Seperti apa nyeri tersebut (tajam, tumpul, atau tersayat)
R (Region) : Daerah perjalanan nyeri
S (Skala nyeri) : Keparahan / intensitas nyeri
T (Time) : Lama / waktu serangan / frekuensi nyeri

 Pengkajian Skala Nyeri


1. Skala nyeri 1-3 nyeri ringan (masih bisa ditahan, aktivitas tak terganggu)
2. Skala nyeri 4-6 nyeri sedang (mengganggu aktivitas)
3. Skala nyeri 7-10 nyeri berat (tidak dapat melakukan aktivitas secara mandiri)
C. Fisiologi Kebutuhan Dasar Aman dan Nyaman (Nyeri)

Fisiologi nyeri merupakan alur terjadinya nyeri dalam tubuh. Rasa nyeri merupakan
sebuah mekanisme yang terjadi dalam tubuh, yang melibatkan fungsi organ tubuh,
terutama sistem saraf sebagai reseptor rasa nyeri.
Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsangan
nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas
dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak.
Reseptor nyeri disebut juga nosireseptor, secara anatomis reseptor nyeri ( nosireseptor)
ada yang bermielien dan ada juga yang tidak bermielien dari syaraf perifer.
Berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa bagian
tubuh yaitu pada kulit ( kutaneus ), somatik dalam ( deep somatic ), dan pada daerah
viseral, karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul juga memiliki
sensasi yang berbeda.

- Proses Terjadinya Nyeri

Mekanisme nyeri secara sederhana dimulai dari transduksi stimuli akibat


kerusakan jaringan dalam saraf sensorik menjadi aktivitas listrik kemudian
ditransmisikan melalui serabut saraf bermielin A delta dan saraf tidak bermielin C
ke kornu dorsalis medula spinalis, talamus, dan korteks serebri. Impuls listrik
tersebut dipersepsikan dan didiskriminasikan sebagai kualitas dan kuantitas nyeri
setelah mengalami modulasi sepanjang saraf perifer dan disusun saraf pusat.
Rangsangan yang dapat membangkitkan nyeri dapat berupa rangsangan mekanik,
suhu ( panas atau dingin ) dan agen kimiawi yng dilepaskan karena trauma/inflamasi.

Fenomena nyeri timbul karena adanya kemampuan system saraf untuk


mengubah berbagai stimuli mekanik, kimia, ternal, elektris menjadi potensial aksi
yang dijalarkan ke sistem saraf pusat.
D. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Aman dan Nyaman (Nyeri)

faktor yang mempengaruhi nyeri menurut Sulistyo, (2013) tersebut antara lain sebagai
berikut:
1) Usia
Usia merupakan salah satu faktor yang memengaruhi nyeri, khususnya anak-
anak dan lansia. Perbedaan yang ditemukan di antara kelompok usia ini dapat
memengaruhi bagaimana anak-anak dan lansia bereaksi terhadap nyeri. Anak yang
masih kecil memiliki kesulitan memahami nyeri dan prosedur yang dilakukan
perawat, yang dapat menyebabkan nyeri. Anak-anak yang masih kecil juga
mengalami kesulitan karena mereka belum dapat mengucapkan kata-kata secara
verbal dan mengekspresikan nyeri kepada orang tua atau petugas kesehatan.
Sedangkan seseorang yang berusia lanjut berisiko tinggi mengalami nyeri karen
komplikasi penyakit atau penyakit degeneratif.
2) Jenis Kelamin
Secara umum jenis kelamin antara pria dan wanita tidak berbeda secara
bermakna dalam berespons terhadap nyeri. Beberapa kebudayaan menganggap
bahwa jenis kelamin dapat memengaruhi pengekspresian nyeri, yaitu dikatakan
bahwa seorang anak laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis, sedangkan
anak perempuan boleh menangis dalam keadaan yang sama.
3) Kebudayaan
Keyakinan dan nilai-nilai kebudayaan yang dimiliki akan mempengaruhi cara
individu untuk mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa
yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana mereka bereaksi
terhadap nyeri . Ada perbedaan makna dan sikap yang dikaitkan dengan nyeri di
berbagai kelompok budaya. Beberapa kebudayaan yakin bahwa memperlihatkan
nyeri adalah sesuatu yang alamiah. Sedangkan, ada kebudayaan lain yang cenderung
untuk melatih perilaku yang tertutup (introvert). Sosialisasi budaya menentukan
perilaku psikologis seseorang. Dapat disimpulkan bahwa hal ini dapat memengaruhi
pengeluaran fisiologis opiat endogen, sehingga terjadilah persepsi nyeri.
4) Makna Nyeri
Makna seseorang yang berkaitan dengan nyeri memengaruhi pengalaman nyeri
dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Hal ini juga dikaitkan dengan latar
belakang budaya seseorang tersebut. Seorang individu akan mempersepsikan nyeri
dengan berbeda-beda, apabila nyeri tersebut memberi kesan ancaman, suatu
kehilangan, hukuman dan tantangan. Derajat dan kualitas nyeri akan dipersepsikan
pasien berhubungan dengan makna nyeri yang dirasakan.
5) Perhatian
Tingkat seseorang memfokuskan perhatianya pada nyeri dapat memengaruhi
persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang
meningkat, sedangkan upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan respon
nyeri yang menurun. Dengan memfokuskan perhatian dan konsentrasi pasien pada
stimulus lain, maka perawat menempatkan nyeri pada kesadaran perifer.
6) Ansietas
Hubungan antara nyeri dan cemas (ansietas) bersifat kompleks. Ansietas sering
kali dapat meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat menimbulkan suatu
perasaan ansietas. Stimulus nyeri mengaktifkan bagian sistem limbik yang diyakini
dapat mengendalikan emosi seseorang, khususnya ansietas. Sistem limbik dapat
memproses reaksi emosi terhadap nyeri, yakni memperburuk atau menghilangkan
nyeri.
7) Keletihan
Keletihan atau kelelahan yang dirasakan seseorang dapat meningkatkan
persepsi nyeri. Rasa kelelahan akan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif
dan menurunkan kemampuan koping. Apabila keletihan disertai kesulitan tidur,
persepsi nyeri dapat terasa lebih berat lagi. Nyeri sering kali lebih berkurang setelah
individu tidur dengan lelap.
8) Pengalaman Sebelumnya
Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri sebelumnya, namun hal ini tidak
selalu membuat individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih mudah di masa
yang akan datang. Apabila individu sering mengalami serangkaian episode nyeri
tanpa pernah sembuh atau menderita nyeri yang berat maka ansietas atau bahkan
rasa takut dapat muncul. Sebaliknya, apabila individu mengalami nyeri dengan jenis
yang sama berulang-ulang tetapi kemudian nyeri tersebut dapat dihilangkan, maka
akan lebih mudah bagi individu tersebut untuk menginterpretasikan sensasi nyeri.
Apabila seorang pasien tidak pernah merasakan nyeri, maka persepsi pertama nyeri
dapat menggangu koping terhadap nyeri.
9) Gaya koping
Pengalaman nyeri dapat menjadi suatu pengalaman yang mengakibatkan pasien
merasa kesepian. Pasienakan merasa tidak berdaya dengan rasa kesepian itu apabila
pasien mengalami nyeri saat menjalani suatu perawatan kesehatan seperti di rumah
sakit. Hal yang sering terjadi adalah pasien akan merasa kehilangan kontrol terhadap
lingkungan atau terhadap hasil akhir dari peristiwa yang terjadi. Nyeri dapat
menyebabkan ketidakmampuan, baik sebagian maupun keseluruhan. Pasien sering
kali menemukan berbagai cara untuk mengembangkan koping terhadap efek fisik
dan psikologis nyeri.
10. Dukungan Keluarga dan Sosial
Faktor lain yang memengaruhi respon nyeri yaitu kehadiran orang-orang
terdekat dan bagaimana sikap dan perlakuan mereka terhadap pasien. Individu yang
mengalami nyeri sering kali bergantung pada anggota keluarga atau teman dekat untuk
memperoleh dukungan, bantuan, atau perlindungan. Walaupun nyeri tetap dirasakan,
kehadiran orang yang disayangi akan mengurangi kesepian dan ketakutan yang dialami.
Apabila tidak ada keluarga atau teman, sering kali pengalaman nyeri menyebabkan
pasien semakin tertekan.

E. Macam – Macam Gangguan Yang Mungkin Terjadi Pada Pemenuhan Kebutuhan


Nyeri dan Penyakitnya
 Nyeri Fisik, disebabkan karena kerusakan jaringan yang timbul dari stimulasi
serabut pada struktur somatik viseral
 Nyeri Somatic, nyeri yang terbatas waktu berlangsungnya kecuali bila diikuti
kerusakan jaringan diikuti rasa nyeri pada sigmen spinal lokasi tertentu.
 Nyeri Viseral, nyeri yang sulit ditentukan lokasinya karena lokasinya dari organ
yang sakit ke seluruh tubuh.
 Sentral Pain/Nyeri Sentral Thalamik, nyeri ini terjadi karena perangsangan sistem
saraf pusat, spinal chord, batang otak, dll
 Psyhcogenik Pain, nyeri yang dirasakan tanpa penyebab mekanik, tetapi akibat
trauma psikologis dan pengaruhnya terhadap fisik.
F. Pengukuran Intensitas Nyeri
Nyeri merupakan masalah yang sangat subjektif yang dipengaruhi oleh
psikologis, kebudayaan dan hal lainnya, sehingga mengukur intensitas nyeri merupakan
masalah yang relatif sulit. Ada beberapa metoda yang umumnya digunakan untuk
menilai intensitas nyeri, antara lain :
1) Verbal Rating Scale (VRSs) Metoda ini menggunakan suatu word list untuk
mendiskripsikan nyeri yang dirasakan. Pasien disuruh memilih kata-kata atau
kalimat yang menggambarkan karakteristik nyeri yang dirasakan dari word list
yang ada. Metoda ini dapat digunakan untuk mengetahui intensitas nyeri dari saat
pertama kali muncul sampai tahap penyembuhan. Penilaian ini menjadi beberapa
kategori nyeri yaitu:
 tidak nyeri (none)
 nyeri ringan (mild)
 nyeri sedang (moderate)
 nyeri berat (severe)
 nyeri sangat berat (very severe)

2) Numerical Rating Scale (NRSs) Metoda ini menggunakan angka-angka untuk


menggambarkan range dari intensitas nyeri. Umumnya pasien akan
menggambarkan intensitas nyeri yang dirasakan dari angka 0-10. ”0”
menggambarkan tidak ada nyeri sedangkan ”10” menggambarkan nyeri yang hebat.

Skala penilaian numeric lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsian


kata. Dalam hal ini, pasien meniai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala ini
paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan sesudah
intervensi. Keterangan:
0 : tidak nyeri
1-2 : nyeri ringan secara obyektif pasien dapat berkomunikasi dengan baik
3-4 : nyeri sedang secara obyektif pasien mendesis, menyeringai, dan menunjukkan
lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.
6-7 :nyeri berat secara obyektif pasien terkadang tidak dapat mengikuti perintah
tetapi masih respon terhadap tindakan, dapay menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat
mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan
distraksi.
8-10 :nyeri sangat berat pasien sehingga sudah tidak mampu lagi berkomunikasi.

3) Visual Analogue Scale (VASs) Metoda ini paling sering digunakan untuk
mengukur intensitas nyeri. Metoda ini menggunakan garis sepanjang 10 cm yang
menggambarkan keadaan tidak nyeri sampai nyeri yang sangat hebat. Pasien
menandai angka pada garis yang menggambarkan intensitas nyeri yang dirasakan.
Keuntungan menggunakan metoda ini adalah sensitif untuk mengetahui perubahan
intensitas nyeri, mudah dimengerti dan dikerjakan, dan dapat digunakan dalam
berbagai kondisi klinis. Kerugiannya adalah tidak dapat digunakan pada anak-anak
dibawah 8 tahun dan mungkin sukar diterapkan jika pasien sedang berada dalam
nyeri hebat.

4) McGill Pain Questionnaire (MPQ) Metoda ini menggunakan check list untuk
mendiskripsikan gejala-gejal nyeri yang dirasakan. Metoda ini menggambarkan
nyeri dari berbagai aspek antara lain sensorik, afektif dan kognitif. Intensitas nyeri
digambarkan dengan merangking dari ”0” sampai ”3”.
5) The Faces Pain Scale Metoda ini dengan cara melihat mimik wajah pasien dan
biasanya untuk menilai intensitas nyeri pada anak-anak.

G. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian:
Data Subjektif :
Identitas  mendapatkan data identitas pasien meliputi :
 Nama.
 Umur.
 Jenis Kelamin.
 Pendidikan.
 Pekerjaan.
 Suku Bangsa.
 Status perkawinan.
 Golongan darah
 Alamat.
 No. CM.
 Diagnosa Medis.
 Tanggal masuk.
 Tanggal pengkajian.

Riwayat Kesehatan :
 Keluhan Utama.
 Riwayat Penyakit Sekarang.
 Riwayat Penyakit Lalu.
 Riwayat Penyakit Keluarga.
 Riwayat Kesehatan.

Data Objektif :
Pemeriksaan Fisik :
 Kesadaran : kesadaran cukup atau menurun.
 Kepala : normal atau abnormal.
 Wajah : tampak pucat atau tidak, tampak lemas atau tidak, dll.
 Mata : mata cekung atau cowong, air mata kering atau tidak,
dll.
 Telinga : inspeksi dan palpasi, amati membran tympany,
kemampuan kepekaan telinga.
 Hidung : normal atau abnormal.
 Mulut & Bibir : Mukosa bibir kering atau lembab, Lidah putih atau
tidak, dll.
 Leher : adanya pembesaran kelenjar limfa atau tidak.
 Payudara&Ketiak : ukuran payudara, kulit payudara, putting, nyeri
tekanan, kekenyalan (keras, kenyal, lunak), benjolan massa.
 Torak : inspeksi, palpasi, perkusi auskultasi.
 Abdomen : inspeksi, auskultasi, perkusi palpasi (lien, appendik,
ginjal).
 Genetalia : inspeksi, palpasi dan palpasi hernia.
 Anus : periksa apakah ada inspeksi dan palpasi.
 Ekstremitas : inspeksi, palpasi, edema, kekuatan otot.
 Neurologis : kesadaran, rangsangan otak, nervus kranalis, sistem
saraf motorik dan sistem saraf sensorik, reflek kedalaman tendon.
 Integumen : turgor kulit <2 detik atau tidak, adanya edema atau
tidak, adanya kelemahan otot atau tidak.

2. Diagnosa yang mungkin muncul


a. Gangguan kebutuhan dasar aman dan nyaman (nyeri akut) berhubungan
dengan agen cedera biologis (hernia inguinalis).
Diagnosa keperawatan yang muncul Menurut Asmada, Doni,2018 adalah:
1) Nyeri Akut, Agen Pencedera Fisiologis. Klien mengatakan nyeri pada
bagian kepala, nyeri seperti tertusuk tusuk, klien mengatakan nyeri saat
beraktivitas, klien tampak meringis, tampak memegangi kepalanya Skala
nyeri 7 (1-10), klien tampak gelisah dan nafsu makan berubah.
2) Mual, peningkatan tekanan intrakranial. Klien mengeluh mual, klien
mengatakan ingin muntah, klien mengatakan tidak minat makan, klien
tampak pucat, Takikardi dan Pupil Dilatasi.
3) Gangguan Pola Tidur, Hambatan Lingkungan. Klien mengatakan sangat
lemas, sulit tidur, klien mengatakan tidak puas tidur, klien mengatakan
istirahat tidak cukup, klien tampak kelelahan dan terdapat kantung mata
didaerah mata klien.
4) Risiko jatuh, faktor risiko Gangguan Keseimbangan.
5) Gangguan Persepsi Sensori, Gangguan Pendengaran. Klien mengatakan
terganggu dalam mendengar, klien tampak distorsi sensori respons tidak
sesuai dan konsentrasi buruk.
6) Defisit Pengetahuan kurang terpapar informasi. Klien menanyakan
masalah yang di hadapi, klien menunjukkan perilaku yang tidak sesuai
dengan anjuran,menunjukkan persepsi yang keliru terhadap masalah
menjalani pemeriksaan yang tidak tepat dan menunjukkan perilaku
berlebihan(mis.apatis,bermusuhan,agitasi dan hysteria).
3. Rencana asuhan keperawatan
No Hari/tanggal Diagnosa keperawatan NOC (Tujuan) NIC (Rencana tindakan)

1 Senin, 24 Januari Nyeri akut berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama MANAJEMEN NYERI
2022 agen cedera biologis (hernia 3X 24 jam diharapkan nyeri berkurang
inguinalis) ditandai dengan dengan kriteria hasil:  Lakukan pengkajian nyeri secara
Ekspresi Wajah nyeri (ekspesi  TTV dalam batas normal komprehensif (Onset, Provoke,
wajah pasien menahan nyeri dan  Nyeri berkurang dari skala Quality, Radiance, Severity,
kesakitan), Keluhan tentang  Wajah rileks Treatment)
intensitas nyeri menggunakan  Pasien dapat mengabaikan nyeri  Pilih dan implementasikan
standar skala nyeri tindakan non – farmakologi
(Teknik relaksasi deep
DS:
breathing)

 Pasien menyatakan nyeri  Ajarkan penggunaan Teknik

dibagian kepala kurang nonfarmakologi (teknik relaksasi

lebih 3 hari. napas dalam)

 Pasien mengatakan  Atur lingkungan

berdenyut-denyut. (menginstrusksikan pasien untuk


meminimalkan pergerakan agar
 Pasien mengatakan
nyeri tidak bertambah)
lemas dan mual.

MONITOR TANDA – TANDA VITAL


DO:  Monitor HR pasien pasien
setelah diajarkan dan melakukan
 Pasien tampak meringis
Teknik manajemen nyeri napas
kesakitan dan pucat
dalam (relaksasi)
 Monitor RR pasien setelah
diajarkan dan melakukan Teknik
manajemen nyeri napas dalam
(relaksasi)
DAFTAR PUSTAKA
NANDA. 2015.buku diagnosa keperawatan definisi dan klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC
Potter, P.A & Perry A.G. 2012. Fundamental of Nursing. Jakarta : EGC
Carpenito, L. J. (2013). Diagnosa Keperawatan : Aplikasi pada Praktek Klinik (Terjemahan).
Edisi 6. Jakarta: EGC.
Carpenito, L.J. 2009. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC: Jakarta
American Medical Association, 2013. American Medical Association Complete Guide to
Prevention and Wellness. Wiley: United State of America
Andarmoyo, Sulistyo. 2013. Konsep Dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media.

Anda mungkin juga menyukai