Oleh:
Nama: Sri Wahyuni
NIM: 200106171
- Nyeri Kronis
Nyeri Kronis adalah sebagai pengalaman sensori dan emosional tidak
menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan actual atau potensial
atau yang digambarkan sebagai kerusakan, awitan yang tiba-tiba atau lambat
dari intensitas ringan hingga berat, terjadi konstan atau berulang tanpa akhir
yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung lebih dari tiga bulan.
( NANDA International 2015-2017 ).
b. Berdasarkan etiologi:
- Nyeri nosiseptif : rangsang timbul oleh mediator nyeri, seperti pada
pasca traumaoperasi dan luka bakar.
- Nyeri neuropatik : rangsang oleh kerusakan saraf atau disfungsi saraf,
seperti pada diabetes mellitus, herpes zooster.
a. Serabut delta A (menusuk dan tajam) : Pada kulit dan otot bermielin halus,
garistengah 2-5 mm, kecepatan 6-30 m/detik
b. Serabut delta C (panas & terbakar) : Dalam otot, tidak bermielin, garis tengah
0,4-1,2 mm, kecepatan 0,5-2,0 m/detik
Fisiologi nyeri merupakan alur terjadinya nyeri dalam tubuh. Rasa nyeri merupakan
sebuah mekanisme yang terjadi dalam tubuh, yang melibatkan fungsi organ tubuh,
terutama sistem saraf sebagai reseptor rasa nyeri.
Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsangan
nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas
dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak.
Reseptor nyeri disebut juga nosireseptor, secara anatomis reseptor nyeri ( nosireseptor)
ada yang bermielien dan ada juga yang tidak bermielien dari syaraf perifer.
Berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa bagian
tubuh yaitu pada kulit ( kutaneus ), somatik dalam ( deep somatic ), dan pada daerah
viseral, karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul juga memiliki
sensasi yang berbeda.
faktor yang mempengaruhi nyeri menurut Sulistyo, (2013) tersebut antara lain sebagai
berikut:
1) Usia
Usia merupakan salah satu faktor yang memengaruhi nyeri, khususnya anak-
anak dan lansia. Perbedaan yang ditemukan di antara kelompok usia ini dapat
memengaruhi bagaimana anak-anak dan lansia bereaksi terhadap nyeri. Anak yang
masih kecil memiliki kesulitan memahami nyeri dan prosedur yang dilakukan
perawat, yang dapat menyebabkan nyeri. Anak-anak yang masih kecil juga
mengalami kesulitan karena mereka belum dapat mengucapkan kata-kata secara
verbal dan mengekspresikan nyeri kepada orang tua atau petugas kesehatan.
Sedangkan seseorang yang berusia lanjut berisiko tinggi mengalami nyeri karen
komplikasi penyakit atau penyakit degeneratif.
2) Jenis Kelamin
Secara umum jenis kelamin antara pria dan wanita tidak berbeda secara
bermakna dalam berespons terhadap nyeri. Beberapa kebudayaan menganggap
bahwa jenis kelamin dapat memengaruhi pengekspresian nyeri, yaitu dikatakan
bahwa seorang anak laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis, sedangkan
anak perempuan boleh menangis dalam keadaan yang sama.
3) Kebudayaan
Keyakinan dan nilai-nilai kebudayaan yang dimiliki akan mempengaruhi cara
individu untuk mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa
yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana mereka bereaksi
terhadap nyeri . Ada perbedaan makna dan sikap yang dikaitkan dengan nyeri di
berbagai kelompok budaya. Beberapa kebudayaan yakin bahwa memperlihatkan
nyeri adalah sesuatu yang alamiah. Sedangkan, ada kebudayaan lain yang cenderung
untuk melatih perilaku yang tertutup (introvert). Sosialisasi budaya menentukan
perilaku psikologis seseorang. Dapat disimpulkan bahwa hal ini dapat memengaruhi
pengeluaran fisiologis opiat endogen, sehingga terjadilah persepsi nyeri.
4) Makna Nyeri
Makna seseorang yang berkaitan dengan nyeri memengaruhi pengalaman nyeri
dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Hal ini juga dikaitkan dengan latar
belakang budaya seseorang tersebut. Seorang individu akan mempersepsikan nyeri
dengan berbeda-beda, apabila nyeri tersebut memberi kesan ancaman, suatu
kehilangan, hukuman dan tantangan. Derajat dan kualitas nyeri akan dipersepsikan
pasien berhubungan dengan makna nyeri yang dirasakan.
5) Perhatian
Tingkat seseorang memfokuskan perhatianya pada nyeri dapat memengaruhi
persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang
meningkat, sedangkan upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan respon
nyeri yang menurun. Dengan memfokuskan perhatian dan konsentrasi pasien pada
stimulus lain, maka perawat menempatkan nyeri pada kesadaran perifer.
6) Ansietas
Hubungan antara nyeri dan cemas (ansietas) bersifat kompleks. Ansietas sering
kali dapat meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat menimbulkan suatu
perasaan ansietas. Stimulus nyeri mengaktifkan bagian sistem limbik yang diyakini
dapat mengendalikan emosi seseorang, khususnya ansietas. Sistem limbik dapat
memproses reaksi emosi terhadap nyeri, yakni memperburuk atau menghilangkan
nyeri.
7) Keletihan
Keletihan atau kelelahan yang dirasakan seseorang dapat meningkatkan
persepsi nyeri. Rasa kelelahan akan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif
dan menurunkan kemampuan koping. Apabila keletihan disertai kesulitan tidur,
persepsi nyeri dapat terasa lebih berat lagi. Nyeri sering kali lebih berkurang setelah
individu tidur dengan lelap.
8) Pengalaman Sebelumnya
Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri sebelumnya, namun hal ini tidak
selalu membuat individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih mudah di masa
yang akan datang. Apabila individu sering mengalami serangkaian episode nyeri
tanpa pernah sembuh atau menderita nyeri yang berat maka ansietas atau bahkan
rasa takut dapat muncul. Sebaliknya, apabila individu mengalami nyeri dengan jenis
yang sama berulang-ulang tetapi kemudian nyeri tersebut dapat dihilangkan, maka
akan lebih mudah bagi individu tersebut untuk menginterpretasikan sensasi nyeri.
Apabila seorang pasien tidak pernah merasakan nyeri, maka persepsi pertama nyeri
dapat menggangu koping terhadap nyeri.
9) Gaya koping
Pengalaman nyeri dapat menjadi suatu pengalaman yang mengakibatkan pasien
merasa kesepian. Pasienakan merasa tidak berdaya dengan rasa kesepian itu apabila
pasien mengalami nyeri saat menjalani suatu perawatan kesehatan seperti di rumah
sakit. Hal yang sering terjadi adalah pasien akan merasa kehilangan kontrol terhadap
lingkungan atau terhadap hasil akhir dari peristiwa yang terjadi. Nyeri dapat
menyebabkan ketidakmampuan, baik sebagian maupun keseluruhan. Pasien sering
kali menemukan berbagai cara untuk mengembangkan koping terhadap efek fisik
dan psikologis nyeri.
10. Dukungan Keluarga dan Sosial
Faktor lain yang memengaruhi respon nyeri yaitu kehadiran orang-orang
terdekat dan bagaimana sikap dan perlakuan mereka terhadap pasien. Individu yang
mengalami nyeri sering kali bergantung pada anggota keluarga atau teman dekat untuk
memperoleh dukungan, bantuan, atau perlindungan. Walaupun nyeri tetap dirasakan,
kehadiran orang yang disayangi akan mengurangi kesepian dan ketakutan yang dialami.
Apabila tidak ada keluarga atau teman, sering kali pengalaman nyeri menyebabkan
pasien semakin tertekan.
3) Visual Analogue Scale (VASs) Metoda ini paling sering digunakan untuk
mengukur intensitas nyeri. Metoda ini menggunakan garis sepanjang 10 cm yang
menggambarkan keadaan tidak nyeri sampai nyeri yang sangat hebat. Pasien
menandai angka pada garis yang menggambarkan intensitas nyeri yang dirasakan.
Keuntungan menggunakan metoda ini adalah sensitif untuk mengetahui perubahan
intensitas nyeri, mudah dimengerti dan dikerjakan, dan dapat digunakan dalam
berbagai kondisi klinis. Kerugiannya adalah tidak dapat digunakan pada anak-anak
dibawah 8 tahun dan mungkin sukar diterapkan jika pasien sedang berada dalam
nyeri hebat.
4) McGill Pain Questionnaire (MPQ) Metoda ini menggunakan check list untuk
mendiskripsikan gejala-gejal nyeri yang dirasakan. Metoda ini menggambarkan
nyeri dari berbagai aspek antara lain sensorik, afektif dan kognitif. Intensitas nyeri
digambarkan dengan merangking dari ”0” sampai ”3”.
5) The Faces Pain Scale Metoda ini dengan cara melihat mimik wajah pasien dan
biasanya untuk menilai intensitas nyeri pada anak-anak.
G. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian:
Data Subjektif :
Identitas mendapatkan data identitas pasien meliputi :
Nama.
Umur.
Jenis Kelamin.
Pendidikan.
Pekerjaan.
Suku Bangsa.
Status perkawinan.
Golongan darah
Alamat.
No. CM.
Diagnosa Medis.
Tanggal masuk.
Tanggal pengkajian.
Riwayat Kesehatan :
Keluhan Utama.
Riwayat Penyakit Sekarang.
Riwayat Penyakit Lalu.
Riwayat Penyakit Keluarga.
Riwayat Kesehatan.
Data Objektif :
Pemeriksaan Fisik :
Kesadaran : kesadaran cukup atau menurun.
Kepala : normal atau abnormal.
Wajah : tampak pucat atau tidak, tampak lemas atau tidak, dll.
Mata : mata cekung atau cowong, air mata kering atau tidak,
dll.
Telinga : inspeksi dan palpasi, amati membran tympany,
kemampuan kepekaan telinga.
Hidung : normal atau abnormal.
Mulut & Bibir : Mukosa bibir kering atau lembab, Lidah putih atau
tidak, dll.
Leher : adanya pembesaran kelenjar limfa atau tidak.
Payudara&Ketiak : ukuran payudara, kulit payudara, putting, nyeri
tekanan, kekenyalan (keras, kenyal, lunak), benjolan massa.
Torak : inspeksi, palpasi, perkusi auskultasi.
Abdomen : inspeksi, auskultasi, perkusi palpasi (lien, appendik,
ginjal).
Genetalia : inspeksi, palpasi dan palpasi hernia.
Anus : periksa apakah ada inspeksi dan palpasi.
Ekstremitas : inspeksi, palpasi, edema, kekuatan otot.
Neurologis : kesadaran, rangsangan otak, nervus kranalis, sistem
saraf motorik dan sistem saraf sensorik, reflek kedalaman tendon.
Integumen : turgor kulit <2 detik atau tidak, adanya edema atau
tidak, adanya kelemahan otot atau tidak.
1 Senin, 24 Januari Nyeri akut berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama MANAJEMEN NYERI
2022 agen cedera biologis (hernia 3X 24 jam diharapkan nyeri berkurang
inguinalis) ditandai dengan dengan kriteria hasil: Lakukan pengkajian nyeri secara
Ekspresi Wajah nyeri (ekspesi TTV dalam batas normal komprehensif (Onset, Provoke,
wajah pasien menahan nyeri dan Nyeri berkurang dari skala Quality, Radiance, Severity,
kesakitan), Keluhan tentang Wajah rileks Treatment)
intensitas nyeri menggunakan Pasien dapat mengabaikan nyeri Pilih dan implementasikan
standar skala nyeri tindakan non – farmakologi
(Teknik relaksasi deep
DS:
breathing)