Anda di halaman 1dari 6

JURNAL KEDOKTERAN DAN KESEHATAN, VOLUME 1, NO.

1, OKTOBER 2014: 35-40

Perbandingan Efektifitas Chlorhexidine Gluconate 4% dan Povidone Iodine 10%


Pada Perawatan Luka Patah Tulang Terbuka Derajat III

Doni Kurniawan1, Muzakkie1, Ismail Bastomi1, Theodorus2, D.Y. Riyanto3

1. Sub Departemen Orthopaedi dan TraumatologiRumah Sakit Dr. Moehammad Hoesin Palembang
2. Departemen Farmakologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang
3. Departemen Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang

Abstrak
Patah tulang terbuka derajat III mempunyai insidensi infeksi berkisar antara 10% sampai dengan 50%. Debridemen, Perawatan
luka di ruangan saat ini dengan menggunakan povidone iodine 10%. Chlorhexidine gluconate 4% memiliki keunggulan selain
bersifat antibakterial juga memiliki toksisitas yang rendah dan tidak mengganggu penyembuhan luka. Dilakukan uji klinis untuk
membandingkan antara efektifitas chlorhexidine gluconate 4% dengan povidone iodine 10% dalam menurunkan jumlah koloni
bakteri pada pasien dengan patah tulang ekstremitas bawah terbuka derajat III yang dirawat di RSMH Palembang.Tujuan
penelitian ini ntuk mengetahuiefektifitaschlorhexidine gluconate 4% dibandingkan dengan povidone iodine 10% dalam
menurunkan hitung koloni bakteri pada perawatan luka patah tulang ekstremitas bawah terbuka derajat III.Penelitian Randomized
Controlled Trialini dilakukan di RS Moehammad Hoesin Palembang dari bulan Mei sampai bulan September 2013, terdiri dari
30 pasien patah tulang ekstremitas bawah terbuka derajat III yang memenuhi kriteria inklusi yang didistribusikan secara Simple
Random Sampling menjadi 2 kelompok; Chlorhexidine Gluconate 4% (n=15) danPovidone Iodine 10% (n=15). Dilakukan
swabpenghitungan koloni bakteri sesudah debridemen hari ke-0, dan setelah debridemen hari ke-2.Hasil penelitian didapatkan:
Antara kelompok chlorhexidine gluconate 4% dan povidone iodine 10%, tidak didapatkan perbedaan bermakna untuk
karakteristik umur (p=0,603), jenis kelamin (p=0,651), tingkat pendidikan (p=0,630) dan pekerjan (p=0,898). Tidak didapatkan
perbedaan bermakna untuk jumlah bakteri awal (p=0,584) dan jumlah bakteri akhir (p=0,699) pada kedua kelompok
perlakuan.Simpulan: Tidak didapatkan perbedaan bermakna antara kelompok perlakuan povidone iodine 10% dan chlorhexidine
gluconate 4% dengan nilai p=0,699, meskipun ekftifitas chlorhexidine gluconate 4% (p=0,023) lebih baik dibandingkan
povidone iodine 10% (p=0,558) terhadap hitung koloni bakteri.

Kata kunci: Patah tulang terbuka, chlorhexidine gluconate, povidone iodine

Abstract
The incidence of open fracture grade III is about 10%-50%. Povidone iodine 10% is the standard antiseptic in the wound care.
Chlorhexidine gluconate 4% is antibacterial antiseptic, low toxicity, not influences the wound healing. This study compares the
effectiveness between chlorhexidine gluconate 4% with povidone iodine 10% towards reduction of bacteria colony forming unit
in the wound care of open fracture of the lower extremities grade III in the Mohammad Hoesin General Hospital of Palembang.
Aim of Study: To find out the effectiveness of chlorhexidine gluconate 4% in comparison with povidone iodine 10% towards
reduction of bacteria colony forming unit in the wound care of open fracture of the lower extremities grade III. Methodology of
Study: Randomized Controlled Trial included 30 patients of open fracture of the lower extremities grade III in the Mohammad
Hoesin General Hospital of Palembang from Mei to September 2013, that require all inclusion criteria that distributed by simple
randomized sampling into 2 groups, chlorhexidine gluconate 4% (n=15) and povidone iodine 10% (n=15). The bacteria colony
forming unit was counted day 0 after debridement and also 2 days after treatment. Results: There was no significant difference
between chlorhexidine gluconate 4% and povidone iodine 10% in the characteristic of age (p=0,603), gender (p=0,651),
education (p=0,630), and occupation (p=0,898). There was no significant difference in the result of statistic analysis of bacteria
colony forming unit day 0 after debridement (p=0,584) and 2 days after treatment (p=0,699) on both group. Conclusion: There
was no significant difference in the result of statistic analysis of bacteria colony forming unit between chlorhexidine gluconate
4% and povidone iodine 10% (p=0,699), although there was significant difference in the effectiveness result of statistic analysis
of bacteria colony forming unit between chlorhexidine gluconate 4% (p=0,023) and povidone iodine 10% (p=0558).

Keywords:Open fracture, chlorhexidine gluconate, povidone iodine

35
36 JURNAL KEDOKTERAN DAN KESEHATAN, VOLUME 1, NO. 1, OKTOBER 2014: 35-40

1. Pendahuluan Patah tulang terbuka merupakan suatu keadaan terjadinya


hubungan antara fragmen patahan tulang dengan udara.
Insiden trauma sebanyak 12% dari seluruh masalah penyakit Patah tulang terbuka merupakan keadaan gawat darurat
secara umum, dan akan meningkat menjadi 20% pada yang dianggap sebagai suatu amputasi tidak lengkap.10
tahun 2020. Jumlah penduduk yang meninggal akibat Tulang tibia merupakan tulang panjang yang paling sering
kecelakaan lalu-lintas 3 kali lebih tinggi di negara (21,6%) mengalami fraktur, yang kemudian diikuti oleh
berkembang dibandingkan negara maju.1 Di India, tulang femur (12,1%), radius-ulna (9,3%), dan humerus
dilaporkan terjadi kecelakaan lalu-lintas setiap tiga (5,7%).11
menit dan kematian setiap 10 menit.2 Sebanyak 67% kasus
trauma yang ditangani di rumah sakit di Kanada merupakan Gustillo dan Anderson membagi patah tulang terbuka
kasus trauma muskuloskeletal, meliputi kasus patah menjadi 3 tipe berdasarkan derajat keparahannya.
tulang baik terbuka maupun patah tulang tertutup.3 Adapun batasan patah tulang terbuka derajat III
merupakan patah tulang dengan ukuran luka lebih dari
Di Amerika Serikat, insiden tahunan patah tulang terbuka 10 cm, terkontaminasi berat, cedera jaringan lunak yang
pada tulang panjang diperkirakan 11,5 per 100.000 orang berat dengan tipe patah tulang kominutif.12 Kejadian
dengan 40% terjadi pada ekstremitas bawah, paling infeksi pada patah tulang terbuka tercatat 10 sampai 20
sering pada diafisis tibia.4 Kasus kematian akibat kali lebih sering dibandingkan patah tulang tertutup. Hal
kecelakaan lalu-lintas di Indonesia masih terbilang ini terjadi disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain
tinggi. Menurut statistik World Health Organization adanya energi tinggi dari trauma, suplai darah yang
tahun 2007, berdasarkan jumlah kematian akibat kecelakaan kurang baik, dan kontaminasi pada daerah patah tulang
lalu-lintas dan estimasi kecelakaan lalu-lintas per 100.000 saat terjadi cedera.13 Infeksi dapat terjadi pada sekitar
penduduk, diantara negara-negara se-Asia Tenggara 50% dari kasus patah tulang terbuka yang yang berat
maka Indonesia ada di urutan ke-1 terbanyak, yaitu atau menjadi terlalu terkontaminasi karena mekanisme
37.438 kasus kematian atau sekitar 16,2 bila di-estimasi cederanya,14 dan infeksi pada tulang tibia yang paling
per 100.000 penduduk. Hal ini menunjukkan bahwa sering terjadi.15,16
kasus patah tulang di Indonesia pun semakin meningkat.5
Penanganan awal penderita dengan patah tulang terbuka
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) mengikuti kaidah-kaidah dalam Advanced Trauma Life
oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Depkes RI tahun Support. Setelah kondisi penderita stabil, selanjutnya
2007 di Indonesia kasus patah tulang yang disebabkan oleh dilakukan tindakan debridemen dan fiksasi, yang idealnya
cedera antara lain karena jatuh, kecelakaan lalu-lintas dikerjakan dalam enam hingga delapan jam pasca-
dan trauma benda tajam/tumpul. Dari 45.987 peristiwa kecelakaan.17,18 Prinsip penanganan patah tulang terbuka
terjatuh yang mengalami fraktur sebanyak 1.775 orang adalah mencegah terjadinya infeksi. Terdapat empat
(3,8%), dari 20.829 kasus kecelakaan lalu-lintas, yang langkah penting untuk mencegah infeksi secara umum,
mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang (8,5%), dari yaitu debridemen luka yang adekuat, penggunaan antibiotik,
14.127 trauma benda tajam/tumpul, yang mengalami stabilisasi fraktur, dan penutupan luka terbuka baik secara
fraktur sebanyak 236 orang (1,7%).6 Penelitian oleh primer maupun delayed. Adapun suatu debridemen
Woro Riyadina terhadap kecelakaan lalu-lintas yang dikatakan adekuat apabila kita dapat membuang semua
menimpa pengendara sepeda motor di Jakarta pada jaringan yang nekrotik dan juga benda asing yang
Oktober 2005 terdapat 425 orang dengan 132 orang tampak oleh mata. Hal ini ditandai dengan adanya
mengalami fraktur atau patah tulang.7 jaringan yang dapat berdarah, konsistensi kenyal, warna
merah cerah dan pada jaringan otot bersifat kontraktil.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Antibiotik mulai diberikan di ruang gawat darurat dan
Selatan tahun 2007 didapatkan sekitar 2.700 orang dilanjutkan untuk 2-5 hari berikutnya.19-21 Debridemen
mengalami insiden fraktur, 56% penderita mengalami dan pencucian luka merupakan hal yang sangat penting
kecacatan fisik, 24% mengalami kematian, 15% mengalami disamping pemberian antibiotik. Tujuan tindakan ini
kesembuhan dan 5% mengalami gangguan psikologis atau adalah untuk menghilangkan kontaminasi di daerah luka
depresi terhadap adanya kejadian fraktur. Pada tahun pada kasus patah tulang terbuka. Debridemen telah
yang sama di Rumah Sakit Umum Kota Prabumulih terbukti dapat menurunkan angka kontaminasi bakteri
Sumatera Selatan, tercatat terdapat 676 kasus fraktur sebesar 80,2%.22
dengan rincian 86,2% fraktur jenis terbuka dan 13,8%
fraktur jenis tertutup, 68,14% jenis fraktur tersebut Adapun batasan infeksi pada patah tulang terbuka ialah jika
adalah fraktur ekstremitas bawah.8 Sedangkan di Rumah kulit pada tepi luka fraktur mengandung kuman > 105colony
Sakit Dr. Moehammad Hoesin (RSMH) Palembang forming unit (CFU)/g.23 Faktor-faktor secara umum seperti
rata-rata kasus patah tulang pada tungkai bawah adalah usia, syok, obesitas, status imunologi dan penyakit metabolik
antara 100-150 kasus per tahun, dengan data terakhir seperti diabetes mellitus mempengaruhi angka kejadian
yang tercatat pada bulan Desember 2010 rata-rata infeksi.24,25 Sedangkan faktor-faktor lokal yang
terdapat 10-15 kasus patah tulang tibia setiap bulan.9 mempengaruhi angka kejadian infeksi pada patah tulang
JURNAL KEDOKTERAN DAN KESEHATAN, VOLUME 1, NO. 1, OKTOBER 2014: 35-40 37

terbuka adalah banyaknya jaringan yang mati, jenis dan Larutan antiseptik yang digunakan untuk perawatan luka
lokasi patah tulang, waktu antara terjadinya cedera dengan patah tulang terbuka di RSUP Dr. M Hoesin Palembang
tindakan debridemen, jenis fiksasi yang digunakan, dan adalah Povidone iodine 10%, sedangkanChlorhexidine
waktu pemberian antibiotik.23 Risiko terjadinya infeksi pada gluconate 4% belum pernah digunakan. Penelitian ini
patah tulang terbuka dapat sesuai dengan derajat patah akan melihat perbandingan efektifitas penggunaan larutan
tulang. Menurut Gustillo, pada patah tulang terbuka derajat I chlorhexidine gluconate 4% dan povidone iodine 10%
insidensi infeksi berkisar dari 0% sampai 2%, sedangkan berdasarkan penurunan jumlah koloni bakteri yang
derajat II berkisar dari 2% sampai 7%. Untuk patah tulang ditemukan pada perawatan luka patah tulang ekstremitas
terbuka derajat IIIA insidensi infeksi adalah 24%, sementara bawah terbuka derajat III.
untuk derajat IIIB angka tersebut berkisar antara 10%
sampai 50%. Insidensi infeksi pada patah tulang terbuka 2. Metode Penelitian
derajat IIIC berkisar antara 25% sampai dengan 50%,
dengan angka amputasi lebih dari 50%.13,26,27 Desain penelitian ini uji klinik berperbanding, buta ganda
dalam bentuk paralel untuk mengetahui perbandingan
Gustillo menyatakan bahwa 70% patah tulang terbuka efektifitas antara chlorhexidine gluconate 4% dan povidone
derajat III telah terkontaminasi oleh kuman, dan yang iodine 10% dalammenurunkan jumlah koloni bakteri yang
terbanyak adalah Staphylococcus aureus. Russel ditemukan pada perawatan luka patah tulang ekstremitas
mendapatkan sebagian besar kontaminan adalah bakteri bawah terbuka derajat III di RSMH Palembang. Penelitian
Gram-negatif.27 Penelitian Nursuandi dan Ismiarto di dilakukan di Instalasi Bedah Sentral dan laboratorium
Bandung mendapatkan angka kejadian infeksi tujuh hari mikrobiologi klinik RSMH Palembang. Penelitian dilakukan
pasca-debridemen adalah 55% dengan hasil kultur terutama pada Juni sampai Agustus 2013.Populasi penelitian adalah
Pseudomonas aeruginosa, Enterobacter,Klebsiella sp, dan pasien patah tulang ekstremitas bawah terbuka derajat III
S. Epidermidis.28 yang mendapat tindakan debridemen di kamar operasi
RSMH Palembang. Sampel penelitian adalah pasien yang
Chlorhexidine gluconate merupakan antiseptik topikal akan mendapat tindakan debridemen di kamar operasi
dengan spektrum yang luas dan banyak digunakan dalam RSMH Palembang yang memenuhi kriteria inklusi
pembedahan. Pertama kali dikembangkan di Inggris awal didapatkan jumlah sampel sebanyak 30 untuk kedua
tahun 1950-an dan diperkenalkan di Amerika Serikat tahun perlakuan dengan tiap perlakuan 15 sampel.
1970-an. Aktifitas sebagai antimikroba adalah dengan
merusak membran sitoplasma dan tidak dihambat oleh darah 3. Hasil dan Pembahasan
dan serum protein.29 Bekerja sebagai antibakteri pada bakteri
di permukaan kulit dan terbukti efektif pada bakteri Karakteristik Subjek Penelitian
nosokomial patogen, antifungal, dan antiviral. Chlorhexidine Pada kelompok umur 18-23 tahun, penderita yang
gluconate mempunyai toksisitas rendah serta tidak mendapatkan perlakuan dengan povidone iodine 10%
mengganggu penyembuhan luka. Saat ini chlorhexidine sebanyak 5 orang dan chlorhexidine gluconate 4% sebanyak
gluconate banyak digunakan untuk berbagai indikasi seperti 7 orang. Kelompok umur 24-29 tahun yang mendapatkan
penggunaan lokal pada tali pusar untuk mencegah infeksi perlakuan dengan povidone iodine 10% sebanyak 2 orang
pada neonatus, pada pemasangan central venous pressure dan chlorhexidine gluconate 4% tidak ada. Kelompok umur
(CVP) catheter, sebagai sabun mandi antiseptik pada pasien 30-35 tahun yang mendapatkan perlakuan dengan povidone
untuk mengurangi angka infeksi nosokomial namun belum iodine 10% sebanyak 2 orang, sedangkan dengan
pernah ada penelitian mengkaji efektivitas chlorhexidine chlorhexidine gluconate 4% sebanyak 3 orang. Kelompok
gluconate pada perawatan luka patah tulang terbuka.30-31 umur 36-41 tahun yang mendapatkan perlakuan dengan
povidone iodine 10% sebanyak 3 orang dan chlorhexidine
Povidone iodine merupakan antiseptik yang banyak gluconate 4% sebanyak 2 orang. Kelompok umur 42-47
digunakan dalam perawatan bedah, mempunyai beberapa tahun yang mendapatkan perlakuan dengan povidone iodine
efek samping mulai dari alergi pada kulit sampai reaksi 10% sebanyak 3 orang dan chlorhexidine gluconate 4%
tirotoksikosis, tergantung dari tingkat konsentrasi sebanyak 3 orang. Tidak terdapat perbedaan bermakna umur
larutannya. Aktifitasnya dipengaruhi oleh darah dan penderita pada kedua kelompok (p = 0,603).
serum protein. Pemakaian jangka lama dapat menyebabkan
iritasi. Efek toksiknya dapat membunuh fibroblas sehingga Berdasarkan jenis kelamin yang mendapatkan perlakuan
meningkatkan angka kejadian infeksi. Juga ditemukan dengan povidone iodine 10%, laki-laki sebanyak 11 orang,
kerusakan mikrovaskular pada penelitian terhadap dan chlorhexidine gluconate 4%, laki-laki sebanyak 13
kelinci. Povidone iodine 10% mempunyai efek samping orang. Terdapat 4 orang penderita perempuan yang
menghambat penyembuhan luka dengan menekan sel mendapatkan perlakuan dengan povidone iodine 10%
imun lokal dan meningkatkan kecenderungan untuk sedangkan chlorhexidine gluconate 4% sebanyak 2
terjadinya infeksi. Pada penelitian lain menunjukkan orang. Tidak terdapat perbedaan bermakna jenis kelamin
povidone iodine 10% bersifat sitotoksik terhadap pada kedua kelompok (p = 0,651).
osteoblas dan menghancurkan jaringan sehat.32-36
38 JURNAL KEDOKTERAN DAN KESEHATAN, VOLUME 1, NO. 1, OKTOBER 2014: 35-40

Pada penelitian ini dapat kita lihat secara keseluruhan Untuk menilai kemampuan masing-masing kelompok
bahwa subjek penelitian secara keseluruhan pada kedua antiseptik yang digunakan terhadap hitung koloni
kelompok adalah laki-laki. Pada Tabel 1 juga menunjukkan bakteri dilakukan pengambilan sampel pada hari ke-0
bahwa jenis kelamin pada kelompok perlakuan povidone dan ke-2 dari tepi luka patah tulang terbuka dan
iodine 10%terbanyak adalah laki-laki, begitu pula pada kemudian dilakukan kultur serta penghitungan koloni
kelompok perlakuan chlorhexidine gluconate 4% terbanyak bakteri. Pada penelitian ini tidak dilakukan kultur untuk
adalah laki-laki. Dari hasil uji statistik menunjukkan tidak mengetahui jenis kuman pada luka patah tulang terbuka.
ada perbedaan bermakna untuk karakteristik jenis
kelamin antara kelompok perlakuan povidone iodine Jumlah Bakteri Awal Pada Kedua Kelompok
10% dan kelompok perlakuan chlorhexidine gluconate
4% dengan nilai p = 0,651. Dari penghitungan statistik jumlah hitung koloni mutlak
awal antara kedua golongan antiseptik tersebut tidak
Pada Tabel 1 juga terlihat rerata umur pada kelompok didapatkan perbedaan bermakna secara statistik pada
perlakuan povidone iodine 10% dan kelompok perlakuan pengambilan sampel pada hari ke-0 dengan rerata
chlorhexidine gluconate 4%. Dengan uji statistik 16.511 untuk perlakuan dengan povidone iodine 10%,
menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna untuk umur dan rerata 19.688 untuk perlakuan dengan chlorhexidine
antara kelompok perlakuan povidone iodine 10% dan gluconate 4% (p = 0,584).
kelompok perlakuan chlorhexidine gluconate 4% dengan
nilai p = 0,603.
Tabel 2. Perbandingan Rerata Jumlah Bakteri Awal pada
Kedua Kelompok Chlorhexidine Gluconate 4% dan
Sedangkan untuk tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan Povidone Iodine 10%
pada kelompok perlakuan povidone iodine 10% dan
pada kelompok perlakuan chlorhexidine gluconate 4% Antiseptik Rerata t 95% CI p
didapatkan nilai p = 0,630 untuk tingkat pendidikan dan
Povidone Iodine 16.511 0,554 - 14.925 0,584
nilai p = 0,898 untuk jenis pekerjaan. Dari hasil uji statistik 10% - 8.569
menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna untuk
karakteristik tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan Chlorhexidine 19.688
antara kelompok perlakuan povidone iodine 10% dan Gluconate 4%
kelompok perlakuanchlorhexidine gluconate 4%. Uji T Tidak Berpasangan, p = 0,05
Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian
Berdasarkan rerata jumlah bakteri awal kedua kelompok
Perlakuan
perlakuan. Kelompok perlakuan povidone iodine 10%
Povidone Chlorhexidine Kemak
Karakteristik dengan rerata 16.511 dan kelompok perlakuan chlorhexidine
iodine 10% gluconate 4%. naan
(n = 15) (n = 15) gluconate 4% dengan rerata 19.688 dibuktikan dengan uji
1. Umur (Tahun): statistik yang menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna
18-23 5 7 secara signifikan pada kedua kelompok perlakuan dengan
p=
24-29 2 0 nilai p = 0,584.
0,603
30-35 2 3
(*)
36-41 3 2
42-47 3 3 Efektifitas Chlorhexidine Gluconate 4% Dibandingkan
2. Jenis Kelamin : p= Povidone Iodine 10% Terhadap Penurunan Jumlah
Laki-laki 11 13 0,651 Koloni Kuman
Perempuan 4 2 (**)
3. Pekerjaan : Dari penghitungan jumlah hitung koloni awal dan akhir
Belum Bekerja 2 3 kelompok perlakuan dengan povidone iodine 10%, tidak
IRT 3 3 p= didapatkan perbedaan bermakna secara statistik pada
Swasta 6 5 0,898 pengambilan sampel pada hari ke-2 dengan nilai p =
Petani 1 2 (*) 0,558. Sedangkan pada chlorhexidine gluconate 4%
Pedagang 2 2
didapatkan perbedaan bermakna secara statistik pada
PNS 1 0
4. Pendidikan: pengambilan sampel pada hari ke-2 dengan nilai p =
SD 4 4 p= 0,023.
SMP 2 4 0,630
SMA 8 7 (*) Dari analisis statistik di atas chlorhexidine gluconate
Perguruan Tinggi 1 0 4% lebih baik daripada povidone iodine 10% terhadap
* = T Test, ** = Chi Square, p = 0,05 hitung koloni kuman.
JURNAL KEDOKTERAN DAN KESEHATAN, VOLUME 1, NO. 1, OKTOBER 2014: 35-40 39

Tabel 3. Efektifitas Chlorhexidine Gluconate 4% kateter dan menyimpulkan chlorhexidine gluconate


Dibandingkan Povidone Iodine 10% Terhadap Penurunan secara klinis lebih efektif.37
Jumlah Koloni Kuman

Antiseptik Jumlah Mean ± p 4. Kesimpulan


Koloni SD
Kuman Dari hasil uji statistik tidak didapatkan perbedaan
Povidone Iodine Awal 16.511 ± 0,558 bermakna antara kelompok perlakuan povidone iodine
10% 15,54 10% dan chlorhexidine gluconate 4% dengan nilai p =
Akhir 13.155 ± 0,699, meskipun efektifitas chlorhexidine gluconate 4%
14,91 (p = 0,023) lebih baik dibandingkan povidone iodine
Chlorhexidine Awal 19.688 ± 0,023
10% (p = 0,558) terhadap hitung koloni bakteri bakteri.
Gluconate 4% 15,85
Akhir 11.133 ±
13,37 Daftar Acuan
Uji T Berpasangan, p = 0,05 1. Beveridge M, Howard A. The burden of
orthopaedic disease in developing countries. J
Bone Joint Surg Am. 2004;86-A:1819±1822.
Jumlah Bakteri Akhir pada Kedua Kelompok 2. Joshipura MK. Total trauma care: International
perspective. Hosp today 1996;11:43±44.
Pada hitung koloni mutlak hari ke-2 tidak didapatkan 3. CIHI: National trauma registry: Hospital injury
perbedaan yang bermakna pada kedua kelompok dengan admissions. Canadian institute for health
rerata 13.155 untuk perlakuan povidone iodine 10% information. Ottawa 2003.
dan rerata 11.133 untuk perlakuan chlorhexidine 4. Giannoudis PV, Papakostidis C, C R. Review
gluconate 4% (p = 0,699). article: A review of the management of open
fractures of the tibia and femur. J Bone and Joint
Tabel 4. Perbandingan Rerata Jumlah Bakteri Akhir pada Surg (Br). 2006;88-B: 281-9.
Kedua Kelompok ChlorhexidineGluconate 4% dan 5. World Health Organization. Global health
Povidone Iodine 10% observatory data repository: Mortality road traffic
death 2007. [cited 2013 jan 30]. Available from:
Antiseptik Rerata t 95% CI p www.who.int.en.
6. Depkes RI, 2009. Jurnal penyakit tidak menular
Povidone Iodine 13.155 0,391 - 8.574- 0,699
10% 12.619 Vol 1. Balitbang. Depkes RI, Jakarta
Chlorhexidine 11.133 7. Riyadina., Woro. Jurnal kesehatan perkotaan.
Gluconate 4% 2007; 14.
Uji T Tidak Berpasangan, p = 0,05 8. Lukman. Kecelakaan penyebab fraktur dan
ansietas. Diunduh dari
http://jurnalkesehatan.eprints.com pada Maret
Berdasarkan rerata jumlah bakteri akhir kedua kelompok 2013.
perlakuan. Kelompok perlakuan povidone iodine 10% 9. Rekam Medis. 2010, Rumah Sakit Dr. Moehammad
dengan rerata 13.155 dan kelompok perlakuan Hoesin: Palembang
chlorhexidine gluconate 4% dengan rerata 11.133 10. Wood GW. General principles of fractures treatment.
dibuktikan dengan uji statistik yang menunjukkan tidak ,Q &DQDOH VW HGLWRU &KDPSEHOO¶V operative
ada perbedaan bermakna secara signifikan pada kedua orthopedics.10th Ed. St. Louis: Mosby, 2003:
kelompok perlakuan dengan nilai p = 0,699. 2017-33, 2700-14.
11. Court-Brown CM, Brewster N. Epidemiology of
open fractures. In: Management of open
Saat ini chlorhexidine gluconate banyak digunakan fractures. London: Martin Dunitz. p25±35.
untuk berbagai indikasi seperti penggunaan lokal pada 12. Koval KJ., Zuckerman JD. Handbook of fractures.
tali pusar untuk mencegah infeksi pada neonatus, pada 3rd edition. Lippincot William & Wilkins; New
pemasangan central venous pressure (CVP) catheter, hampshire : 2006.
sebagai sabun mandi antiseptik pada pasien untuk 13. Chapman MW, Olson SA. Open fractures. In:
mengurangi angka infeksi nosokomial.30-31 Rockwood and green's fractures in adults. Edisi
ke-4. Philadelphia : Lippincott-Raven publishers;
Perbandingan chlorhexidine gluconate dan povidone 1996. p305-352.
iodine sebagai preparasi sebelum kultur darah menunjukkan 14. Weitz-Marshall, A. D., Bosse, M. J. Timing of
chlorhexidine gluconate lebih efektif dalam menurunkan closure of open fractures j. Amer. Acad. Orthop.
kontaminasi bakteri, membandingkan chlorhexidine Surg., 2002; 10: 379±384.
gluconate dan povidone iodine untuk pemasangan
40 JURNAL KEDOKTERAN DAN KESEHATAN, VOLUME 1, NO. 1, OKTOBER 2014: 35-40

15. Patzakis, M. J., Wilkins, J.: Factors influencing 31. McGee DC, Gould MK. Preventing complications
infection rate in open fracture wounds. Clin. of central venous catheterization. N Engl J Med.
Orthop., 1989; 243: 36±40. 2003;348(12):1123-33.
16. Suedkamp, N. P., Barbey, N., Veuskens, A., 32. Reith PE, Granner DK. Iodine-Induced
Tempka, A., Haas, N. P., Hoffmann, R., Tscherne, thyrotoxicosis in a woman with a multinodular
H.: The incidence of osteitis in open fractures: An goiter taking levothyroxine. Arch Intern Med.
analysis of 948 open fractures. J. Orthop. Trauma, 1985;145: 355-6.
5: 473±482, 1993. 33. Shetty KR, Duthie EH Jr. Thyrotoxicosis induced
17. Advanced trauma life support program for doctors. by topical iodine application. Arch Intern Med.
Sixth ed. Chicago: American college of surgeons, 1990;150: 2400-1.
1997. 34. Lineaweaver W, McMorris S, Soucy D, Howard
18. Gregory P, Sanders R. The management of severe R. Cellular and bacterial toxicities of topical
fractures of the lower extremities. Clin Orthop antimicrobials. PlastReconstrSurg.1985;75: 394-6.
1995;318:95-105. 35. Balin AK, Pratt L. Dilute povidone-iodine
19. Gustillo RB. Management of open fractures in solutions inhibit human skin fibroblast growth.
orthopedic infections, diagnosis and treatment. 2008;28(3): 210-4.
Philadelphia: Saunders WB; 1995. p214-29 36. Brennan SS, Foster ME, Leaper DJ. Antiseptic
20. Patzakis M. Management of open fractures toxicity in wounds healing by secondary intention.
wounds. International course lectures, AAOS. J Hosp Infect. 1986;8: 263-7
1997.(36): 367-70 37. Mimoz O, Karim A, Mercat A. Chlorhexidine
21. Chapman MW, Olson SA. Open fractures. compared with povidone-iodine as skin
Rockwood and green's fractures in adults. Fourth preparation before blood culture. Ann Intern Med.
ed. philadelphia: Lippincott - Raven; 1996. p305- 1999(131): 834-7.
52.
22. Patzakis M. Management of open fractures
wounds. International course lectures, AAOS.
1997.(36): 367-70
23. Shen RK, Murthy NRS, Gill SS, Nagi NO.
Bacterial load in tissue and its predictive value for
infection in open fractures. J Orthop Surg.
2000(8): 1-5.
24. Goodson W, Hunt T. Wound healing and the
diabetic patient. Surg Gynecol Obstet 1979,
149:600.
25. Trafton P. Infected Fractures.In: Complications of
fracture management. Philadelphia: JB Lippincot
1984, 51±78.
26. Solomon L, Warwick D, Nayagam S. Apley's
system of orthopaedics and fractures. Edisi ke-8.
London; Arnold; 2001:558-561.
27. George W, Wood II. General principles of fracture
WUHDWPHQW ,Q &DQDOH VW FDPSEHOO¶V RSHUDWLYH
orthopaedics. Edisi ke-10. Philadelphia: Mosby;
2003:2669-2685.
28. Nursuandi, IsmiartoY.D. Lama masa perawatan
dan angka kejadian osteomelitis pada pasien patah
tulang terbuka derajat IIIA pasca-debridemen yang
dirawat di bangsal orthopaedi RS. Dr. Hasan
Sadikin Bandung Tahun 2005.
29. Denton DW. Chlorhexidine. In: Disinfection,
sterilization, and preservation. Philadelphia Lea &
Febiger; 1991. p274-89.
30. Sievert D, Armola R, Halm MA. Chlorhexidine
gluconate bathing : Does it decrease hospital
acquired infections? AmJCritCare. 2011;20: 166-
70.

Anda mungkin juga menyukai