Anda di halaman 1dari 4

Nama : Fadhilah Erly Febrianty

Kelas : X MIPA 3

No Absen : 09

KI HADJAR DEWANTARA

Biografi Ki Hadjar Dewantara - Pahlawan Indonesia.


Beliau dikenal sebagai pelopor pendidikan untuk masyarakat pribumi di Indonesia ketika
masih dalam masa penjajahan Kolonial Belanda. Mengenai profil Ki Hadjar Dewantara sendiri,
beliau terlahir dengan nama Raden Mas Soewardi Soerjaningrat yang kemudian kita kenal
sebagai Ki Hadjar Dewantara. Beliau sendiri lahir di Kota Yogyakarta, pada tanggal 2 Mei 1889,
Hari kelahirannya kemudian diperingati setiap tahun oleh Bangsa Indonesia sebagai Hari
Pendidikan Nasional. Beliau sendiri terlahir dari keluarga Bangsawan, ia merupakan anak dari
GPH Soerjaningrat, yang merupakan cucu dari Pakualam III. Terlahir sebagai bangsawan maka
beliau berhak memperoleh pendidikan untuk para kaum bangsawan.

Mulai Bersekolah dan Menjadi Wartawan


Ia pertama kali bersekolah di ELS yaitu Sekolah Dasar untuk anak-anak Eropa/Belanda
dan juga kaum bangsawan. Selepas dari ELS ia kemudian melanjutkan pendidikannya di
STOVIA yaitu sekolah yang dibuat untuk pendidikan dokter pribumi di kota Batavia pada masa
kolonial Hindia Belanda, yang kini dikenal sebagai fakultas kedokteran Universitas Indonesia.
Meskipun bersekolah di STOVIA, Ki Hadjar Dewantara tidak sampai tamat sebab ia menderita
sakit ketika itu. Ki Hadjar Dewantara cenderung lebih tertarik dalam dunia jurnalistik atau tulis-
menulis, hal ini dibuktikan dengan bekerja sebagai wartawan dibeberapa surat kabar pada masa
itu, antara lain, Sediotomo, Midden Java, De Expres, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja
Timoer, dan Poesara. Gaya penulisan Ki Hadjar Dewantara pun cenderung tajam mencerminkan
semangat anti kolonial. Seperti yang ia tuliskan berikut ini dalam surat kabar De Expres
pimpinan Douwes Dekker :

..Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan
di negeri yang telah kita rampas sendiri kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu,
bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si inlander memberikan
sumbangan untuk dana perayaan itu. Ide untuk menyelenggaraan perayaan itu saja sudah
menghina mereka, dan sekarang kita keruk pula kantongnya. Ayo teruskan saja penghinaan
lahir dan batin itu! Kalau aku seorang Belanda, hal yang terutama menyinggung perasaanku
dan kawan-kawan sebangsaku ialah kenyataan bahwa inlander diharuskan ikut mengongkosi
suatu kegiatan yang tidak ada kepentingan sedikit pun baginya.

Tulisan tersebut kemudian menyulut kemarahan pemerintah Kolonial Hindia Belanda kala itu
yang mengakibatkan Ki Hadjar Dewantara ditangkap dan kemudian ia diasingkan ke pulau
Bangka dimana pengasingannya atas permintaannya sendiri. Pengasingan itu juga mendapat
protes dari rekan-rekan organisasinya yaitu Douwes Dekker dan Dr. Tjipto Mangunkusumo yang
kini ketiganya dikenal sebagai 'Tiga Serangkai'. Ketiganya kemudian diasingkan di Belanda oleh
pemerintah Kolonial.

Masuk Organisasi Budi Utomo


Berdirinya organisasi Budi Utomo sebagai organisasi sosial dan politik kemudian
mendorong Ki Hadjar Dewantara untuk bergabung didalamnya, di Budi Utomo ia berperan
sebagai propaganda dalam menyadarkan masyarakat pribumi tentang pentingnya semangat
kebersamaan dan persatuan sebagai bangsa Indonesia. Munculnya Douwes Dekker yang
kemudian mengajak Ki Hadjar Dewantara untuk mendirikan organisasi yang bernama Indische
Partij yang terkenal. Di pengasingannya di Belanda kemudian Ki Hadjar Dewantara mulai
bercita-bercita untuk memajukan kaumnya yaitu kaum pribumi. Ia berhasil mendapatkan ijazah
pendidikan yang dikenal dengan nama Europeesche Akte atau Ijazah pendidikan yang bergengsi
di belanda. Ijazah inilah yang membantu beliau untuk mendirikan lembaga-lembaga pendidikan
yang akan ia buat di Indonesia. Di Belanda pula ia memperoleh pengaruh dalam
mengembangkan sistem pendidikannya sendiri.

Pada tahun 1913, Ki Hadjar Dewantara kemudian mempersunting seorang wanita


keturunan bangsawan yang bernama Raden Ajeng Sutartinah yang merupakan putri paku alaman,
Yogyakarta. Dari pernikahannya dengan R.A Sutartinah, Ki Hadjar Dewantara kemudian
dikaruniai dua orang anak bernama Ni Sutapi Asti dan Ki Subroto Haryomataram. Selama di
pengasingannya, istrinya selalu mendampingi dan membantu segala kegiatan suaminya terutama
dalam hal pendidikan.

Kembali Ke Indonesia dan Mendirikan Taman Siswa


Kemudian pada tahun 1919, ia kembali ke Indonesia dan langsung bergabung sebagai
guru di sekolah yang didirikan oleh saudaranya. Pengalaman mengajar yang ia terima di sekolah
tersebut kemudian digunakannya untuk membuat sebuah konsep baru mengenai metode
pengajaran pada sekolah yang ia dirikan sendiri pada tanggal 3 Juli 1922, sekolah tersebut
bernama Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa yang kemudian kita kenal sebagai Taman
Siswa.
Di usianya yang menanjak umur 40 tahun, tokoh yang dikenal dengan nama asli Raden Mas
Soewardi Soerjaningrat resmi mengubah namanya menjadi Ki Hadjar Dewantara, hal ini ia
maksudkan agar ia dapat dekat dengan rakyat pribumi ketika itu.
Semboyan Ki Hadjar Dewantara
Ia pun juga membuat semboyan yang terkenal yang sampai sekarang dipakai dalam dunia
pendidikan Indonesia yaitu :

 Ing ngarso sung tulodo (Di depan memberi contoh)


 Ing madyo mangun karso (Di tengah memberi semangat)
 Tut Wuri Handayani (Di belakang memberi dorongan)

Penghargaan Pemerintah Kepada Ki Hadjar Dewantara


Selepas kemerdekaan Bangsa Indonesia pada tahun 1945, Ki Hadjar Dewantara
kemudian diangkat oleh Presiden Soekarno sebagai Menteri pengajaran Indonesia yang kini
dikenal dengan nama Menteri Pendidikan. Berkat jasanya, ia kemudian dianugerahi Doktor
Kehormatan dari Universitas Gadjah Mada.

Selain itu ia juga dianugerahi gelar sebagai Bapak Pendidikan Nasional dan juga sebagai
Pahlawan Nasional oleh presiden Soekarno ketika itu atas jasa-jasanya dalam merintis
pendidikan bangsa Indonesia. Selain itu, pemerintah juga menetapkan tanggal kelahiran beliau
yakni tanggal 2 Mei diperingati setiap tahun sebagai Hari Pendidikan Nasional. Ki Hadjar
Dewantara Wafat pada tanggal 26 April 1959 di Yogyakarta dan dimakamkan di Taman Wijaya
Brata. Wajah beliau diabadikan pemerintah kedalam uang pecahan sebesar 20.000 rupiah.

Anda mungkin juga menyukai