Anda di halaman 1dari 5

MAKALAH SEJARAH

RAKYAT RIAU ANGKAT SENJATA DAN PERANG BANJAR

Disusun Oleh:
1. Anggiana S J
2. Fayza Kulla A
3. Muhammad Izzan P
4. Naura Fadiya Hanan

XI MIPA 3

SMAN 2 KOTA CIREBON


Jl. Dr. Cipto Mangunkusumo No. 01 Telp. (0231) 203301
1. Rakyat Riau Angkat Senjata

a. Latar Belakang Perlawanan Rakyat Riau


Ambisi untuk melakukan monopoli perdagangan dan menguasai gerbagai daerah di
nusantara Kerajaan- kerajaan kecil semakin terdesak oleh pemaksaan monopoli dan tindakan
sewenang-wenang dari VOC.  Perlawanan di Riau adalah perlawanan yang di lancarkan oleh
kerajaan Siak Sri Indrapura. Raja Siak, Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah memimpin rakyatnya
untuk melawan VOC.

Dalam suasana konfrontasi dengan VOC itu,


Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah wafat. Sebagai
gantinya diangkatlah putranya yang bernama
Muhammad Abdul Jalil Muzafar Syah . Pada
tahun 1751 berkobar perang melawan VOC. VOC
membuat benteng pertahanan di sepanjang jalur
yang menghubungkan sungai Indragiri, Kampar
sampai pulau guntung yang berada di muara sungai
siak dan menyebabkan kapal dagang yang akan
menuju Siak ditahan oleh VOC
Oleh karena itu segera dipersiapkan kekuatan yang lebih besar untuk menyerang VOC.
Raja Muhammad Abdul Jalil Mizafar menunjuk Raja Indra dan panglima besar Tengku
Muhammad  Ali sebagai pemimpin. Dalam serangan ini, diperkuat dengan kapal perang
“Harimau Buas” yang dilengkapi dengan lancang serta perlengkapan perang secukupnya.
Ternyata, benteng VOC di Pualau Guntung berlapis-lapis. Dengan demikian pasukan Siak sulit
menembus benteng pertahanan itu. Namun banyak pula jatuh korban dari VOC , sehingga VOC
harus mendatangkan bantuan kekuatan termasuk juga orang-orang Cina.
Pertempuran hampir berlangsung satu bulan. Melihat situasi yang demikian itu kedua
panglima perang Siak menyerukan pasukannya untuk mundur kembali ke Siak. Sultan Siak
bersama  para panglima dan penasihat mengatur siasat baru.
b. Siasat Perang Melawan VOC
Sultan diminta berpura-pura berdamai dengan VOC. Akhirnya diadakan perundingan
yang berlokasi di loji Pulau Guntung. Pada saat perundingan mau dimulai, justru Sultan Siak
dipaksa tunduk pada VOC. Sultan Siak muak dan segera memberi kode untuk membunuh orang-
orang Belanda serta membakar loji tersebut. Setelah membakar loji, rombongan Sultan pun
kembali ke Siak dengan membawa kemenangan meskipun belum berhasil mengusir VOC dari
Malaka.
Siasat perang ini tidak terlepas dari jasa Raja Indra Pahlawan. Oleh karena itu atas
jasanya Raja Indra Pahlawan diangkat sebagai penglima besar Kesultanan Siak dengan gelar :
”panglima perang raja indra pahlawan datuk lima puluh”

2. Perang Banjar (1859-1905)


Perang Banjar merupakan satu cetusan di dalam rangkaian perjuangan bangsa Indonesia
menolak penjajahan dari bumi Indonesia. Perang ini merupakan salah satu mata rantai sejarah
perang kemerdekaan utamanya pada abad ke-19, seperti peristiwa – peristiwa yang hampir
bersamaan kasusnya di daerah – daerah lain di Indonesia, misalnya di Minangkabau dengan
perang Padrinya, di Jawa dengan perang Diponegoro-nya, perang Bali, perang Aceh dan
sebagainya.
a. Latar Belakang Terjadinya Perang Banjar
1. Belanda memaksakan monopoli
perdagangan di Kerajaan Banjar. Dalam monopoli
perdagangan lada, rotan, damar, dan hasil-hasil
tambang seperti emas, batubara dan intan, Belanda
bersaing dengan saudagar-saudagar Banjar dan para
bangsawan Banjar. Dari persaingan menjadi
permusuhan karena Belanda berusaha menguasai
beberapa wilayah Kerajaan Banjar.
2. Pemerintah kolonial Belanda ikut
mencampuri urusan dalam Kraton terutama dalam pergantian sultan-sultan kerajaan
Banjar. Misalnya Belanda mengangkat Pangeran Tamjidillah menjadi sultan pada tahun 1857.
Hak Pangeran Hidayat menjadi sultan disisihkan. Padahal yang berhak menjadi sultan yang
sebenarnya adalah Pangeran Hidayat sendiri.
3. Pemerintah kolonial Belanda mengumumkan bahwa Kasultanan Banjarmasin akan
dihapuskan.
b. Awal Mula Terjadinya Perang Banjar
Pada abad ke-19, di Kalimantan Selatan berdiri sebuah kerajaan bernama Kesultanan
Banjarmasin yang berpusat di Martapura. Kesultanan ini memiliki posisi yang strategis dalam
perdagangan dunia dan memiliki komoditi alam seperti emas, intan, damar, rotan, dll yang
melimpah. Hal ini pun memunculkan ambisi Belanda untuk menguasai Banjarmasin.
Sampai akhirnya pada tahun 1817, terjadi perjanjian antara Sultan Banjar (Sultan
Sulaiman) dengan pemerintah Hindia Belanda. Dalam perjanjian ini, Sultan Sulaiman harus
memberikan sebagian daerah kekuasaannya kepada Belanda, yang menyebabkan wilayan
Kerajaan Banjar menyempit dan kekuasaan Hindia Belanda semakin luas. Bahkan, menurut
perjanjian yang diadakan tanggal 4 Mei 1826 antara Sultan Adam dengan Belanda ditetapkan
bahwa daerah kekuasaan Kerajaan Banjar hanya daerah Hulu Sungai, Martapura, dan
Banjarmasin.
Perjajian-perjanjian inilah yang menjadi salah satu faktor terjadinya Perang Banjar.
Sebab dampak dari perjanjian-perjanjian tersebut sangat memberatkan rakyat Banjar karena
mereka harus membayar pajak yang lebih mahal kepada Belanda maupun alas an lainnya.
Dalam suasana sosial ekonomi yang memprihatinkan itu, terjadi masalah internal
Kerajaan Banjar. Hal ini bermula saat Putra Mahkota Abdul Rakhman (yang seharusnya
mewariskan tahta Sultan Adam) meninggal tahun 1852, sementara Sultan Adam memiliki 3
putra lain yaitu Pangeran Hidayatullah (Pangeran Hidayat), Pangeran Tajmidillah dan Pangeran
Anom.
Pada tahun 1857 Sultan Adam meninggal. Dengan sigap, Residen E.F. Graaf von
Bentheim Teklenburg mewakili Belanda mengangkat Tamjidillah sebagai sultan dan Pangeran
Hidayatullah sebagai Mangkubumi. Padahal, itu tidaklah sah, sebab hak waris tahta adalah milik
Pangeran Hidayatullah. Oleh karena itu, terjadilah protes dari berbagai pihak atas pengangkatan
Tamjidillah sebagai sultan. Rakyat tidak menyukai Tamjidillah sebab ia memiliki perangai yang
kurang baik, senang mabuk-mabukan seperti orang Belanda. Tamjidillah juga menghapus hak-
hak istimewa saudara-saudaranya dan bahkan menganggap tidak ada surat wasiat dari Sultan
Adam kepada Pangeran Hidayatullah. Kesewenang-wenangan ini menmbulkan gerakan protes
yang menolak dipelopori oleh Penghulu Abdulgani dan Aling atau Panembahan Muning.
Menurut Aling, berdasarkan ilham atau firasat, nasib keselamatan Kesultanan
Banjarmasin tegantung pada Pangeran Antasari (sepupu pangeran Hidayatullah). Pusat gerakan
Aling dinamakan Tambai Mekah (Serambi Mekah) dan ia pun memanggil Pangeran Antasari
untuk datang ke Tambai Mekah.
Karena Aling dianggap orang sakti, maka pengaruh
gerakan ini pun semakin besar, dan ia memiliki banyak
pengikut. Pangeran Antasari pun akhirnya bergabung dengan
pasukan Aling dan ia mendapat bergabai dukungan dari
pihak lain, seperti Sultan Pasir dan Tumenggung Surapati.
c. Kronologi Perang Banjar
Perang pertama terjadi tanggal 18 April 1859 dengan
menyerang pos Belanda di Martapura dan Pengaron. Kyai
Demang Lehman, Haji Nasrun, Haji Buyasin, dan Kyai
Langlang menyerang Tabanio dan berhasil merebut benteng
Tabanio. Perang terus berkobar. Tumenggung Surapati dengan pasukannya berhasil
menenggelamkan kapal Onrust milik Belanda di sungai Barito dengan tipu muslihat pura-pura
mau bekerjasama. Sementara Pangeran Hidayat juga terus berjuang menentang Belanda.
Pada tanggal 27 September 1859 pertempuran juga terjadi di benteng Gunung Lawak
yang dipertahankan oleh Kyai Demang Leman dengan para pasukannya. Dalam pertempuran ini
kekuatan pasukan Demang Leman ternyata lebih kecil dari kekuatan musuh, sehingga ia terpaksa
mengundurkan diri dan daerah ini diduduki Belanda.
Tindakan Belanda berikutnya adalah menurunkan Sultan Tamjidillah dari tahta sementara
itu Pangeran Hidayatullah menolak untuk menghentikan perlawanan lalu perti meninggalkan
kraton, maka pada tanggal 11 Juni 1860 Belanda secara sepihak menghapuskan kerajaan Banjar
dan langsung diperintah oleh Belanda dengan menempatkan seorang residen.
Perang Banjar makin meluas ke Banua Lima dan Hulu Barito. Sementara karena
kurangnya persenjataan Pangeran Hidayat terdesak dan menyerah 3 Februari 1862. Pemimpin
lainnya Kyai Demang Lehman tertangkap tanggal 2 Oktober 1861. Kemudian dihukum gantung.
Perlawanan terus dikobarkan oleh Pangeran Antasari yang pada bulan Maret 1862 ia
diangkat menjadi pemimpin tertinggi agama Islam dengan gelar Panembahan Amiruddin
Khalifatul Mukminin.
Pemimpin perang Banjar tidak mengandalkan satu pimpinan dan dari satu kalangan.
Karenanya pemimpin silih berganti, ada dari bangsawan, ulama, dan rakyat biasa. Seperti
Tumenggung Jalil, Penghulu Rasyid, Panglima Batur, Gusti Matseman, dsb.
Setelah lama berjuang Pangeran Antasari jatuh sakit dan meninggal pada 31 Oktober
1862. Perang dilanjutkan oleh anaknya Gusti Matseman dengan pusat Hulu Barito. Dengan
semangat Waja Sampai Kaputing rakyat Banjar terus berjuang.
Serangan terhadap Belanda di Banua Lima yang terakhir terjadi diakhir abad ke 19 yang
dipimpin oleh Bukhari, Santar, dan H. Matseman dan beberapa pemimpin lainnya di
Hantarukung, Kandangan berhasil menewaskan Controleur Ch. H.A de Senerpant Domis dan
Aspirant KWE Von Welonleschen pada hari Minggu, 25 September 1899. Tetapi serangan
balasan Belanda tanggal 26 September 1899 telah menewaskan Bukhari, H. Matamin, dan
Landuk serta menangkap beberapa pengikut yang kemudian dibuang entah kemana.
Perlawanan Gusti Matseman di daerah Barito terus berlangsung hingga tahun 1905.
Tetapi dengan runtuhnya benteng Merawing tahun 1905 dan gugurnya Gusti Matseman secara
perlahan-lahan perlawanan rakyat Banjar melemah.

Anda mungkin juga menyukai