Anda di halaman 1dari 7

STUDI KASUS : EPISODE DEPRESI PASCA STROKE

Dewa Ayu Dita Udayani Pratama


Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana
ABSTRAK
Pendahuluan : Gangguan mood dapat bervariasi baik normal, meningkat, atau
menurun dengan prevalensi 2-25%. Dimana sekitar 7-12% pria dan 20-25% wanita
mengalamai depresi mayor. Depresi mayor merupakan bentuk yang paling buruk dari
depresi. Etiologi dihubungkan dengan genetik, biologis, dan psikososial. Diantara
depresi, depresi pasca stroke terjadi 20-65% dari populasi dan umumnya terjadi
dalam 1-2 bulan setelah serangan stroke. Ada berbagai faktor yang mempengaruhi
kejadian dan beratnya kejadian. Dalam penanganannya seorang klinisi harus
memandang depresi dan stroke dalam hal yang terpisah dan ditangani sedini
mungkin. Laporan Kasus : laki-laki 42 tahun, dikonsulkan dari bagian neurologi
dengan suspek depresi post-stroke dengan gangguan tidur, penurunan nafsu makan,
rasa rendah diri, rasa bersalah, dan adanya keinginan bunuh diri. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan kerusakan pada kapsula interna dengan tanda-tanda depresi. Pasien
didiagnosis episode depresi berat tanpa gejala psikotik dan diberikan terapi
medikamentosa dan non-medikamentosa. Simpulan : penegakan diagnosis lebih awal
pada pasien depresi pasca stroke untuk mendapatkan luaran yang optimal.
Kata kunci : depresi, gangguan mood, pasca stroke
CASE REPORT : EPISODE POST-STROKE DEPRESSION
ABSTRACT
Introduction : mood disorders may vary either normal, increased, or decreased by 2-
25% prevalence. Where approximately 7-12% of men and 20-25% of women
experience mayor depression. Mayor depression id the worst form of depression. The
etiology associated with genetic, biological, and psychosocial. Among depression.
Post-stroke depression occurs 20-65% of the population and usually occurs within 1-
2 months after a stroke. There are various factors that influence the incidence and
severity of events. Clinician should be looked depression and stroke separated and
treated as early as possible. Case Report : 42-year-old male, consulted from the
neurology clinic with suspected post-stroke depression with sleep disturbances,
decreased appetite, low self-esteem, guilt, and the presence of suicidal ideation. On
physical examination found damage internal capsule with sign of depression. Patient
diagnosed with severe depressive episode without psychotic symptoms and was given
medical therapy and non-pharmacological. Summary : need for early diagnosis of
post-stroke depression patients to obtain optimal outcomes.
Key Words : Depression, mood disorder, post-stroke
PENDAHULUAN diagnosis dan pengobatan depresi yang
Suasana alam perasaan (mood) dapat tepat akan memberi keuntungan dalam
bervariasi baik normal, meningkat atau penyembuhan bahkan mempersingkat
menurun.1,5 Bila terjadi gangguan pada proses rehabilitasi kelainan-kelainan
suasanan alam perasaan individu akan yang ditimbulkan akibat stroke.
kehilangan control pada perasaan Umumnya gejala depresi ini timbul 1-
tersebut dan timbulah penderitaan. 2 bulan setelah serangan stroke.4
Prevalensi gangguan ini berkisar 2- Adapun faktor-faktor yang
25%. Dimana sekitar 7-12 % pria dan mempengaruhi kejadian dan beratnya
20-25% wanita mengalami depresi depresi pasca-stroke adalah lokasi dari
mayor.1,5 Prevalensi depresi bervariasi lesi di otak, adanya riwayat depresi di
diantara kelompok umur. Depresi dalam keluarga, dan kondisi kehidupan
mayor merupakan bentuk yang paling sosial pra-stroke.2,3,4 Beberapa peneliti
berpendapat cortisol memegang peran
buruk dari depresi yang biasanya
dihubungkan dengan disabilitas, penting dalam terjadinya depresi
morbiditas dan mortalitas. Etiologi maupun depresi pasca stroke.2 Astrom
untuk depresi itu sendiri menurut dan kawan-kawan mengatakan pada
beberapa peneliti dihubungakan pasien stroke didapatkannya
dengan genetik, biologis, dan peningkatan level kortisol dalam 3
psikososial. 1,5
Tidak adanya lesi bulan pertama, dimana yang kita
anatomis yang dapat menjelaskan ketahui kortisol berperan dalam atensi,
derepsi mayor, maka kebanyakan memori, persepsi, ekspresi diri. Level
peneliti setuju bahwa terdapat sindrom yang abnormal dari kortisol juga
psikobiologis yang kompleks yang ditemukan pada pasien depresi pada
dapat didiagnosis hanya secara klinis umumnya.2 Pada penderita pasca
dan berdasarkan criteria sindrom stroke seringkali mengalami
gejala. perubahan dalam kepribadian, prilaku
dan emosi sehingga sangat
Sebenarnya depresi bisa mengenai berpengaruh pada keberhasilan
siapa saja, akan tetapi orang yang pengobatan. Sebagai dokter perlunya
memiliki penyakit serius seperti stroke penegaan diagnosis awal depresi pada
memiliki frekuensi lebih tinggi. pasien stroke dimana jika didapatkan
Depresi pasca stroke ditemukan pada gejala awal setelah stroke seperti
20-65% merupakann prevalensi yang kesedihan, penolakan, reaksi
cukup tinggi.7,8 Tingginya prevalensi catastrophic setelah stroke. Reaksi-
depresi pasca stroke sering reaksi diatas merupakan gejala awal
dihubungkan dengan lokasi lesi terjadinya depresi atau kecemasan.
anatomik dari stroke. Seringkali Ditemukannya juga faktor resiko
depresi pasca stroke kurang mendapat seperti isolasi sosial, pemikiran
perhatian sehingga sering terjadi miss negatif, disabilitas yang berat, dan
diagnosis. Para dokter kadang-kadang riwayat psikiatri sebelumnya perlu
salah menafsirkan gejala depresi pada dicurigaain adanya depresi pasca
penderita stroke sebagai suatu reaksi stroke. Dalam penangannya seorang
yang tak terhindarkan. Padahal dokter harus melihat depresi dan
stroke sebagai hal yang terpisah dan
ditangani sedini mungkin.6 bekerja padahal pasien memiliki
tanggungan terhadap 4 orang anak, 1
LAPORAN KASUS istri dan 1 adik perempuannya yang
Pasien berinisial DD, laki-laki, 42 masih kuliah. Tiga bulan yang lalu
tahun, agama Kristen, suku Flores, pasien mengatakan mendapat serangan
Bangsa Indonesia, pendidikan terakhir stroke lagi sampai pasien tidak dapat
tamat S1, bekerja sebagai guru, sudah berbicara. Pasien mengatakan “saat 3
menikah, beralamat di Jl. Pulau bulan yang lalu saya tiba-tiba tidak
Serangan no. 50 merupakan anak ke-3 bisa berbicara, saat itu saya sempat
dari 7 bersaudara. Pasien dikonsulan berfikir untuk mengkahiri hidup dan
dari bagian Neurologi pada tanggal 28 merasa tambah putus asa, penyakit
Desember 2012 dengan diagnosis saya tidak sembuh-sembuh justru
completed stroke, dyslipidemia, tambah parah “. Saat mengatakan hal
hipertensi grade 1, low back pain tersebut tiba-tiba air mata pasien
dikonsulkan dengan suspect depresi bercucuran dari matanya dan sesekali
post stroke. Pasien mengatakan merasa pasien mengusap pipinya dengan
sedih karena tidak kunjung sembuh menggunakan tangannya. Hal ini
dari sakitnya. Sesekali dalam bercerita diperberat pula karena sejak 6 bulan
pasien mencucurkan air mata. Pasien terakhir istri pasien mulai memarahi
mengatakan sudah 3 tahun yang lalu pasien dikarnakan pasien tidak mau
menderita stroke yang awalnya berobat dan berusaha untuk mencoba
dimulai dengan nyeri pada pinggang. berjalan. Pasien mengatakan tidak bisa
Pasien menyadari sakit yang berjalan, menulis bahkan berbicara
dideritanya murni penyakit medis. sehingga membuat pasien merasa
Satu tahun kemudian pasien tidak bisa kehilangan minat untuk melakukan
berjalan. Awalnya pasien rajin berobat aktifitas. Waktu pasien banyak
baik berobat ke medis maupun dihabiskan dirumah dan tidak
alternative. Akan tetapi kira-kira 1 melakukan apa-apa. Semenjak 3 bulan
tahun ini pasien tidak mau berobat ini nafsu makan pasien dikatakan
dikatakan karena merasa putus asa, menurun dan sering tebangun saat
mengaku merasa bersalah karena tengah malam dan kadang sampai
sering merepotkan istrinya dan tidak bisa tidur lagi. Dahulu sebelum
menjadi beban bagi keluarganya. sakit pasien merupakan anak yang
Pasien juga menceritakan bulan aktif. Saat remaja pasien mengatakan
oktober 2011 terdapat masalah dengan sering memendam masalah sendiri,
teman kerja pasien, dikatakan ada sering memukul teman, dan melanggar
beberapa dari mereka tidak mau lampu lalu lintas. Pasien juga
membantu pasien dalam hal mengatakan memiliki riwayat
pengurusan kenaikan gaji padahal merokok akan tetapi sudah 4 tahun ini
dulunya pasien sering membantu tidak melakukannya lagi. Riwayat
mereka. Pasien juga mengatakan keluarga yang menderita gangguan
merasa tidak berguna karena tidak jiwa tidak ada. Riwayat penyakit
dapat mengerjakan apa-apa, tidak kencing manis, asma, jantung, kejang
dapat menjaga anak, dan tidak bisa disangkal oleh pasien.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan PEMBAHASAN
tanda vital didapatkan hipertensi grade Pasien laki-laki berusia 42 tahun
1, status general dalam batas normal, didagnosis dengan episode depresi
dan status neurologis ditemukan GCS berat tanpa gejala psikotik. Secara
E4V5M6, hemiparesis spastic grade 4 teori diagnosis depresi mayor menurut
dekstra, paresis nervus dekstra 7 DSM IV dijabarkan sebagai Mood
supranuklear. Sedangkan status yang menurun, anhedonia (kekurangan
psikiatri didapatkan penampilan pasien minat atau kesenangan pada hampir
penampilan wajar, roman muka sesuai semua aktifitas), gangguan tidur
umur, dan kontak verbal maupun (insomnia atau hipersomnia),
visual cukup serta pasien merasa sedih menurunnya nafsu makan, kehilangan
dan terlihat murung saat wawancara. berat badan; meningkatnya nafsu
Selama wawancara berlangsung pasien makan atau peningkatan berat badan,
bersikap kooperatif. Kesadaran pasien
kelemahan tubuh atau kekurangan
jernih. Sensorium dan kognitif baik, energy, retardasi psikomotor atau
konsentrasi baik tetapi menjawab agitasi, kesulitan berkonsentrasi atau
pertanyaan pemeriksa dengan volume sulit membuat keputusan, rendahnya
suara yang cukup rendah. Proses pikir rasa percaya diri atau perasaan
terdiri dari bentuk pikir yang logis bersalah, pemikiran yang berulang
realis, arus pikir koheren, isi pikir tentang kematian atau bunuh diri.
tidak terdapat waham, preokupasi Dimana diagnosis depresi mayor dapat
terhadap penyakitnya. Mood/afek ditegakan bila di temukan 5 dari 9
didapatkan sedih/appropriate. Persepsi gejala tersebut dalam periode waktu 2
saat wawancara tidak didapatkan minggu.5 Agar lebih gampang gejala-
halusinasi (auditorik dan visual) dan gejala tersebut di bagi menajdi 4
ilusi. Pada pasien didapatkan insomnia kelompok besar yakni : 1) mood yang
tipe late onset, hipobulia ada, raptus menurun; 2) anhedonia; 3) gejala fisik
tidak ada, dan psikomotor tenang saat (gangguan tidur, masalah nafsu makan,
pemeriksaan. Dari pemahaman pasien kelemahan, perubahan psikomotor)
terhadap penyakitnya, pasien memiliki dan 4) gejala psikologis (kesulitan
tilikan diri tingkat 5. Dari anamnesis berkonsentrasi atau kebimbangan, rasa
dan pemeriksaan fisik didapatkan bersalah atau rendahnya rasa percaya
diagnosis multiaksial dari pasien ini diri dan tidak adanya harapan).1,5
aksis 1 yaitu episode depresi berat Menurut kepustakaan menyatakan
tanpa gejala psikotik, aksis 2 belum gejala depresi pasca stroke sama
dapat dievaluasi , aksis 3 yaitu dengan gejala depresi fungsional (
completed stroke, dyslipidemia, gangguan afek, anhedonia, tidak
hipertensi grade 1, low back pain, betenaga, sulit berkonsentrasi, nafsu
aksis 4 yaitu masalah dengan keluarga makan menurun, penurunan libido,
dan lingkungan kerja, dan aksis 5 yaitu gangguan tidur pada malam hari dan
skala GAF pada saat pemeriksaan adanya ide-ide bunuh diri ) sehingga
yaitu 40-31 dengan pengobatan tidaklah mudah untuk mendiagnosis
fluoxetine 1x20mg pada pagi hari, penderita depresi pasca stroke
psikoterapi suportif dan psikoedukasi terutama jika pasien mengalami afasia,
keluarga.
kelemahan otot wajah yang digunakan dapat juga digunakan Mini
menyebabkan penderita Mental State Exam dalam
mengekspresikan kesedihan, apatis mengevaluasi fungsi kognitif.2,4
(lesi hemisfer kanan), atau adanya
aprosodi akan menyesatkan diagnosis Hal ini sesuai dengan teori dimana
pada stroke. Untuk itu adapun indikasi ditemukan perasaan tidak berguna,
dalam mendiagnosis depresi pada putus asa, perasaan bersalah yang
stroke adalah jika didapatkannya dimasukan dalam rendahnya rasa
perubahan keperibadian atau mood, percaya diri atau rasa bersalah,
penurunan berat badan dalam waktu gangguan tidur dimana dikatakan
singkat, pola tidur yang kacau dan pasien sering terbangun pada malam
kemajuan minimal rehabilitasi, hari dan kadang tidak bisa tidur,
gangguan neuropsikologi dengan aktifitas di rumahpun dikatakan
gangguan dari fungsi eksekutif, menurun, dan pernah ada keinginan
kecenderungan pada gangguan untuk bunuh diri yang sudah terjadi
psikomotor, insight yang buruk dan lebih dari 2 minggu. Kecenderungan
gangguan pada aktifitas sehari-hari. didiagnosis depresi pasca stroke hal ini
Gejela vegetative yang terdiri dari disebabkan oleh ditemukannya
gangguan tidur, libido, dan tenaga perubahan kepribadian, pola tidur yang
lebih dominan terjadi pada depresi kacau dan kemajuan minimal
pasca stroke dibandingkan dengan rehabilitasi, gangguan neuropsikologi
depresi bukan disebabkan stroke pada dengan gangguan dari fungsi
evaluasi awal 3, 6, 12, 24 bulan eksekutif, kecenderungan pada
kemudian. Deksametason suppression gangguan psikomotor, insight yang
test tidak dianjurkan digunakan buruk dan gangguan pada aktifitas
sebagai alat diagnosis. Beberapa sehari-hari.
penilitian menunjukkan sebuah
hubungan secara statistik antara Terapi yang dapat digunakan berupa
gangguan depresi pasca-stroke dengan psikofarmakoterapi. Digunakan obat
kegagalan untuk menekan serum antidepresan dosis rendah hal ini
kortisol dengan pemberian dilakukan untuk meminimalisasi efek
deksametason namun spesifisitasnya samping. Penderita stroke yang
secara umum tidak terlalu berguna mengalami depresi harus diberikan
untuk digunakan sebagai alat antidepresan agar tidak tejadi
diagnostik. Yang sering digunakan peningkaan mortalitas akibat stroke
untuk mendiagnosis depresi pada ataupun depresi pasca strokenya.
pasien stroke adalah Hamilton Dimana pada pasien diberikan obat
Depression Rating Scale, General golongan SSRI. Menurut kepustakaan
Health Questionnaire, Hospital obat golongan SSRI (fluoxetine)
Anxiety and Depression Scale, efektif pada penderita depresi pasca
Aphasic Depression Rating Scale. stroke dan memiliki efek
6
Dalam menilai deficit neurologi atau antikolinergik.
fungsional dapat digunakan National Terapi elektrokonvulsif bisa diberikan
institute of health Stroke Scale, Rankin pada pasien depresi pasca stroke tanpa
Scale and Barthel Index yang sering
komplikasi. Selain di berikan terapi Pada kasus ini pentingnya dilakukan
medikamentosa secara sinergis pula psikoterapi suportif pertama pasien
diberikan terapi fisioterapi dan memiliki masalah dengan dirinya
psikoterapi. Psikoterapi disini dibagi dimana pasien merasa putus asa
menjadi 3 yakni psikoterapi individu, dengan keadaannya, kedua pasien
keluarga dan kelompok.6 Psikoterapi memiliki masalah dengan istri dimana
individu dimaksutkan untuk dikatakan istri pasien sering marah-
mengangkat kembali harga diri pasien marah, ketiga pasien juga memiliki
yang menurun. Prikoterapi keluarga masalah dengan teman kerjanya.
dilakukan karena kritikan lingkungan
sangat terlibat dalam memperlambat SIMPULAN
penyembuhan, tujuannya disini adalah Penegaan diagnosis awal depresi pada
mengurangi disfungi tingkah laku pada pasien stroke dilakukan jika
anggota keluarga dalam berhubungan didapatkan gejala awal setelah stroke
dengan pasien. Terapi kelompok seperti kesedihan, penolakan, reaksi
bertujuan untuk mengurangi isolasi, catastrophic setelah stroke. Reaksi-
mendorong hubungan interpersonal. reaksi diatas merupakan gejala awal
Suatu terapi kelompok dikatakan terjadinya depresi atau kecemasan.
berhasil apabila terbentuk lingkungan Ditemukannya juga faktor resiko
terapeutik yang kohesif dan seperti isolasi sosial, pemikiran
berkembangknya hubungan yang negatif, disabilitas yang berat, dan
saling mendukung sehingga riwayat psikiatri sebelumnya perlu
memperbaiki adaptasi terhadap dicurigaain adanya depresi pasca
disabilitas yang menyebabkan stroke. Dalam penangannya seorang
gangguan emosi. dokter harus melihat depresi dan
stroke sebagai hal yang terpisah dan
ditangani sedini mungkin.
DAFTAR PUSTAKA 6. Andri, Mardi Susanto. Tatalaksana
Depresi Pasca-Stroke. Maj Kedokt
1. Maramis W.F. Catatan Ilmu Indon, Volum: 58, Nomor: 3,
Kedokteran Jiwa. Surabaya: Maret 2008
Airlangga University Press; 2005. 7. M.-L. Kauhanen, J. T.
p. 63-9. Korpelainen, P. Hiltunen, E.
2. Lyvia S. Chriki, B.A; Szofia S. Brusin, H. Mononen, R. Määttä, P.
Bullain, M.D.; Theodore A. Stern, Nieminen, K. A. Sotaniemi and V.
M.D. The Recognition and V. Myllylä. Poststroke Depression
Management of Psyshological Correlates With Cognitive
Reaction to Stroke: A Case Impairment and Neurological
Discussion. Prim Care Companion Deficits. American Heart
J Clin Psychiatry.2006;8(4) Association. Stroke. 1999;30:1875-
3. Jeanette R. Suwantara. Depresi 1880
pasca-stroke : epidemiologi, 8. Tarja Pohjasvaara, Antero
rehabilitasi dan psikoterapi. J Leppävuori, Irina Siira, Risto
Kedokter Trisakti. Oktober- Vataja, Markku Kaste and Timo
Desember 2004, Vol. 23 No. 4 Erkinjuntti. Frequency and Clinical
4. Iris Zavoreo, Vanja Basic-Kes, Determinants of Poststroke
Marijana Bosnar-Puretic and Vida Depression. American Heart
Demarin. Post-Stroke Depression. Association. Stroke. 1998;29:2311-
Acta Clin Croat 2009; 48:329-333 2317
5. Sadock’s and Kaplan.
Comprehensive Textbook of
psychiatry. In: Dimsdale, I.R
Michael, F.J Keefe & Murray B,
editors. Stein. Stress and
Psychiatry. Volume II; 2009. p.
2407, 2411-12.

Anda mungkin juga menyukai