Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

Hijab, Dzaw al-Arham, dan


Warisan Kakek bersama Saudara
Disusun guna memenuhi tugas
Mata kuliah : Fiqih Mawaris dan Munakahat
Dosen pengampu : Bpk. Agus Khumaedy, M.ag

Disusun oleh:

1. Bintang Hadi Darussalam 2119075


2. Ni’matus Sholikhah 2119078
3. Indah Rakhmawati 2119083

KELAS C
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2021
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah swt yang telah memberikan banyak
nikmat sehingga kali ini kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Hijab,
Dzaw al-Arham, dan Warisan Kakek bersama Saudara ” . sholawat serta salam
tak lupa kami lantunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang dengan beliaulah kita
semua kini berada dalam zaman yang penuh penerangan.

Makalah ini kami susun guna memenuhi tugas mata kuliah Manajemen
Pendidikan. Didalam makalah disampaikan mengenai definisi, pembagian serta
contoh pembagian waris

Tak lupa kami ucapkan banyak terima kasih kepada dosen pengampu
Manejemen Pendidikan Bpk Agus Khumaedy, M.ag yang telah membimbing proses
pembuatan makalah ini, serta teman teman yang telah ikut memberikan referensi
kepada kami sehingga pada titik ini makalah telah selesai dan siap untuk diserahkan.

Kami berharap makalah sederhana ini dapat bermanfaat bagi para pembaca,
juga menjadi sumber ilmu baru bagi kami para penyusun.

Wassalamualaikum wr. wb

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................iii
BAB I.............................................................................................................................1
PENDAHULUAN.........................................................................................................1
Latar Belakang...........................................................................................................1
Rumusan Masalah......................................................................................................1
Tujuan........................................................................................................................1
BAB II...........................................................................................................................2
PEMBAHASAN............................................................................................................2
HIJAB........................................................................................................................2
Pengertian Dzaul Arham............................................................................................3
Warisan kakek bersama Saudara.............................................................................10
BAB III........................................................................................................................15
PENUTUP...................................................................................................................15
Kesimpulan..............................................................................................................15
Saran........................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam pembagian waris yang sesuai Islam ada beberapa aturan yang
salah satunya adalah tentang hijab mahjub. Prinsip hijab mahjub adalah
mengutamakan atau mendahulukan kerabat yang mempunyai jarak lebih dekat
dari pada orang lain dengan yang mewarisi.
Keutamaan dapat disebabkan oleh jarak yang lebih dekat kepada
pewaris dibandingkan dengan orang lain, seperti anak lebih dekat dari cucu
dan oleh karenanya lebih utama dari cucu dalam arti selama anak masih ada,
cucu belum dapat menerima hak kwewarisan.
Keutamaan itu dapat pula disebabkan oleh kuatnya hubungan
kekerabatan seperti saudara kandung lebih kuat hubungannya dibandingkan
saudara seayah atau seibu saja, karena hubungan saudara kandung melalui dua
jalur (ayah dan ibu), sedangkan yang seayah atau seibu hanya satu jalur.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi Hijab ?
2. Apa yang dimaksud dzaw Al-Arham ?
3. Bagaimana Warisan Kakek bersama saudara ?

C. Tujuan
1. Mengetahui Definisi Hijab
2. Mengetahui dzaw Al-Arham
3. Mengetahui Warisan kakek bersama saudara

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. HIJAB

1. Pengertian hijab
Hijab secara harfiyah berarti satir, penutup atau penghalang. Dalam fiqh
mawaris, istilah hijab  digunakan untuk menjelaskan ahli waris yang jauh
hubungan kerabatnya yang kadang-kadang atau seterusnya terhalang oleh ahli
waris yang lebih dekat. Orang yang menghalangi disebut hajib, dan orang yang
terhalang disebut mahjub. Keadaan menghalangi disebut hijab. 1

Al-hajbu (hijab) menurut bahasa adalah mencegah dan menghalangi seperti Firman
Allah:
١٥( ‫ لمحجو بو ن‬H‫كل ا نهم عن ربهم يو مئذ‬

"Ingat sesungguhnya mereka pada waktu itu terhalang dai Tuhan mereka". (Al-
Muthaffifin-15)

Penjaga pintu suka disebut hijab sebab ia suka menghalangi orang lain untuk masuk
menemui pembesar tanpa izin. Isimfa'il dari kata ini haajibdan isim maf'ulnyamahjub
jadi haajib orang yang menghalangi orang lain dari menerima warits, sedangkan
mahjub adalah orang yang terhalang dari menerima warits.

Sedangkan hajbu menurut istilah:


‫منع الو ارث من ال رث كال او بعضا لو جود من هو او ل منه بل ألر ث‬

“Ketercegahan ahli warits dari seluruh bagian waritsnya atau sebahagiannya karena
ada yang lebih berhak untuk menerima warits dari padanya."

2. Pembagian Hijab
Hijab terbagi dua bagian :
1. hijab bil wasfi (hijab sebab sifat),yaitu :

2. ‫حجب عن المير ا ث بل لكلية لو جو د وصف قا ئمىبالورث يمنعة عن الميرات‬

1
Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 1993), hlm. 71

2
“Ketercegahan seorang ahli warits dari bagian warisnya secara total, karena dia
mempunyai suatu sifat yang menghalanginya dari mendapatkan warits.”

Seperti jika ahli warits sebagai pembunuh orang yang meninggal atau murtad
sebagaimana telah diketahui dalam
3. hijab bisy syakhsi(hijab karena aa seseorang), yaitu :
4. ‫ان يو جد ثخص احق بل الرث من غيره فيحجبة عن الميراث‬
"Bahwasannya terdapat salah seorang ahli warits yang lebih berhak untuk menerima
warits dari pada ahli warits yang lain sehingga dia menghalanginya dari menerima
yang terwarits.”

Hijabbisy syakhsiini terbagi 2, yaitu :


a) hijab hirman, yaitu :
‫حجب عن كل الميراث مع قيام االهليل لالرث‬

Menghijab (seorang ahli warits) dari seluruh harta warisan, padahal ia masih
mempunyai kelayakan untuk menerima warits, yakni tidak mempunyai sifat-sifat
yang termasuk
Contoh seorang kakek sama sekali tidak akan mendapatkan waritsan karena ada
bapa,seorang cucu tidak akan mendapatkan waritsan karena ada anak laki-laki.
b) hijab nuqsan, yaitu :
‫شخص اخر‬
ٍ ‫ولكن اليرث فرضه االق ّل لو جود‬،‫للشخص اهلية االرث وير با لفعل‬
ِ ‫ان يكون‬
Bahwasannya seseorang mempunyai kelayakan untuk menerima warits dan memang
kenyataannyapun ia menerima warits, tetapi tidak mendapatkan bagiannya yang
terbesar, ia hanya mendapatkan bagiannya yang terkecil karena ada ahli warits yang
lain.
Contoh seorang ibu yang semestinya bagiannya 1/3 akan menjadi 1/6 karena yang
meninngal mempunyai anak.

B. Pengertian Dzaul Arham

Arham adalah bentuk jamak dari kata rahmun/rahim, yang asalnya Dalam
bahasa Arab berarti ‘tempat pembentukan/menyimpan janin dalam perut
Ibu’.5Kemudian dikembangkan menjadi ‘kerabat’, baik datangnya dari pihak
ayah Ataupun dari pihak ibu.Pengertian ini tentu saja disandarkan karena adanya

3
Rahim yang menyatukan asal mereka.Dengan demikian, lafazh rahim tersebut
Umum digunakan dengan makna kerabat, baik dalam bahasa Arab ataupun
Dalam istilah syariat Islam.
Adapun yang dimaksud dengan dzawil arham adalah setiap kerabat Pewaris
yang tidak termasuk ashhabul furudh dan ashabah, misalnya bibi (saudara
Perempuan ayah atau ibu), paman dari pihak ibu (saudara laki-laki ibu),
Keponakan laki-laki dari saudara perempuan, cucu laki-laki dari anak
perempuan, Dan sebagainya. Pendapat Beberapa Imam tentang Dzawul Arham
Para imam mujtahid berbeda pendapat dalam masalah hak waris dzawil Arham,
sama halnya dengan perbedaan pendapat yang terjadi di kalangan para Sahabat
Rasulullah saw. Dalam hal ini ada dua pendapat:
1. Golongan pertama berpendapat bahwa dzawil arham atau para kerabat tidak
Berhak mendapat waris. Mereka mengatakan bahwa bila harta waris tidak
Ada ashhabul furudh atau ashabah yang mengambilnya, maka harta warisan
Dilimpahkan kepada baitulmal kaum muslimin untuk disalurkan demi
kepentingan masyarakat Islam pada umumnya. Dengan demikian, tidak
dibenarkan jika harta tersebut diberikan kepada dzawil arham. Di antara
mereka yang berpendapat demikian ialah Zaid bin Tsabit r.a. dan Ibnu Abbas
r.a. dalam sebagian riwayat darinya, dan juga merupakan pendapat dua imam,
yaitu Malik dan Syafi'i rahimahumullah.
2. Golongan kedua berpendapat bahwa dzawil arham (kerabat) berhak mendapat
waris, bila tidak ada ashhabul furudh, ataupun ashabah yang menerima harta
pewaris. Mereka berpendapat bahwa dzawil arham lebih berhak untuk
menerima harta waris dibandingkan baitulmaal, sebab dzawil arham memiliki
kekerabatan dengan pewaris. Pendapat ini merupakan jumhur ulama, di
antaranya Umar bin Khathab, Ibnu Mas'ud, dan Ali bin Abi Thalib. Juga
merupakan pendapat Imam Abu Hanifah dan Ahmad bin Hambal
rahimahumullah.

4
A. Istinbath Hukum Mazhab Hanafiyah dan Syafi’iyah Tentang Hak Kewarisan
Zawil Arham
1. Metode Istinbath hukum mazhab Hanafiyah tentang hak kewarisan
Zawil aarha.
Adapun alasan fuqaha Mazhab Hanafiyah berpendapat Bahwa,
kerabat zawil arham Berhak mendapatkan harta Warisan apabila
pewaris tidak Meninggalkan ahli waris ashabul Furudh atau ashabah
ialah Berdasarkan firman Allah SWT: Dan orang-orang yang beriman
Sesudah itu kemudian berhijrah Serta berjihad bersamamu Maka
Orang-orang itu Termasuk Golonganmu (juga). Orang-orang Yang
mempunyai hubungan Kerabat itu sebagiannya lebih Berhak terhadap
sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di Dalam kitab Allah.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala Sesuatu. (QS. Al-
Anfaal: 75) Adapun maksud dari ayat di Atas yang telah dijelaskan
didalam Kitab Tafsir Al-Munir karangan Wahbah az-Zuhaili yaitu:
‫وأولو األرحام( نقل عن ابن عباس وجماهد وعكرمة‬

‫أهنا انسخة اللرث ابحللف واالخاء الذين كانوا يبوارثون هبما اواال‬: ‫واحلسن وقتادة وغريواحد‬
(Zawil arham) dinukilkan dari Ibnu Abbas, Mujahid, ‘Ikrimah, Al-Hasan,
Qatadah, dan ulama lainnya mereka mengatakan bahwa ayat ini menasakhkan
kewarisan dengan jalan perjanjian dan persaudaraan sesama kaum muslimin
yang menjadi dasar kewarisan diantara mereka pada masa awal-awal Islam.
Imam Al-Jashash al-Hanafi didalam Ahkam Alquran mengatakan ayat ini
menjadi hujjah untuk menetapkan kewarisan zawil arham yang tidak
ditentukan hak mereka dalam harta warisan tidak pula ashabah.73Ayat ini
menetapkan hak kewarisan untuk kerabat zawil arham jika pewaris tidak
meninggalkan ahli waris ashabul furudh ataupun ashabah. Ayat ini
menunjukkan bahwa zawil arham lebih berhak untuk mendapatkan harta
warisan sebab pada karabat zawil arham terdapat dua sebab kewarisan

5
dibandingkan dengan baitul mal, yang mana baitul mal dengan orang yang
meninggal dunia hanya mempunyai satu hubungan yaitu agama Islam,
sedangkan zawil arham dengan orang meninggal dunia mempunyai dua
hubungan yaitu agama Islam dan kekerabatan (nasab). Akan halnya mazhab
Hanafiyah mempersamakan warisan dengan kekuasaan, mereka mengatakan \
bahwa oleh karena kekuasaan menyiapkan jenazah, menyalatkan, Dan
menguburkannya ada di tangan Zawil arham, manakala para Pewaris yang
mempunyai bagian Tertentu dan ashabah tidak ada, Maka kekuasaan mawaris
itu Seharusnya ada pada zawil Arham. Metode istinbath Hukum yang
digunakan oleh Mazhab Hanafiyah dalam hal ini, Yaitu Alquran Surat Al-
Anfal ayat 75, dan hadis Nabi.
2. Metode Istinbath hukum mazhab Syafi’iyah tentang hak kewarisan
zawil arham
Berbeda dengan fuqaha mazhab Hanafiyah yang berpendapat bahwa
kerabat zawil arham berhak menerima harta warisan. Sedangkan
mazhab Syafi’iyah berpedapat kerabat zawil arham tidak berhak
menerima harta warisan, tetapi harta warisan tersebut di berikan ke
baitul mal. Menurut mazhab Syafi’iyah Surat Al-Anfal ayat 75 yang
merupakan dalil dari mazhab Hanafiyah, ayat tersebut bukan
menetapkan tentang hak kewarisan zawil arham tetapi memaknai ayat
ini bahwasannya kewarisan yang sebelum ayat ini diturunkan didasari
oleh tolong menolong, yaitu untuk mendorong kaum Anshar kepada
Muhajirin. Menurut pendapat mazhab Syafi’iyah kewarisan harus
berdasarkan adanya sebab kekerabatan antara pewaris dan ahli waris,
seperti halnya yang dijelaskan didalam tafsir Al-Munir, maksud dari
kata‫اب في‬HH‫ هلال كت‬dalam Surat Al-Anfal ayat 75 ialah saham-saham
(ketentuan bagian) yang telah Allah sebutkan dalam ayat-ayat
mawarits pada Surat An-Nisa’, jadi hanya kerabat yang telah
ditentikan bagiannya saja yang berhak mendapat harta warisan. Oleh

6
karena itu tidak ada hak warisan untuk kerabat zawil arham.84
Seandainya mereka memiliki hak maka Allah pasti menjelaskannya,
ketiadaan penjelasan hak warian dan ketentuan besar kecilnya
penerimaan zawil arham, bukanlah suatu kelupaan Allah. Sebab Allah
tidak pernah lupa sama sekali, berdasarkan firman-Nya: “... dan
tidaklah Tuhanmu lupa.”85(QS. Maryam: 64) Dan mazhab Syafi’iyah
berdalil dengan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh ‘Atha’ bin Yasar:
‫عن عطاء بن يسار أن رجال من األنصارجاء إىل‬
‫ اي رسول هلال رجل هلك‬:‫رسول هلال صلى اهلال عليه وسلم فقال‬
‫وترك عمته وخالته فسأل النيب صلى اهلال عليه وسلم‬
‫ ال شيء هلم‬:‫ذلك ثالث مراث مث قال‬
Dari ‘Atha’ bin Yasar, seorang laki-laki dari Anshar datang kepada
Nabi SAW wahai Rasulullah, seorang laki-laki meninggal,
meninggalkan ‘ammah dan khalah, kemudian ia bertanya pada Rasul
yang demikian itu tiga kali. Kemudian Nabi berkata: mereka tidak
dapat. Menurut mazhab Syafi’iyah‘ammah dan khalah didalam hadis
tersebut tidak mendapatkan harta warisan karena mereka termasuk
kedalam golongan zawil arham, sangat jelas betapa dekatnya
kekerabatan ‘ammah dan khalah dibandingkan dengan kerabat lainnya.
Dengan demikian, jika keduanya tidak berhak menerima harta waris,
kerabat lain pun tidak berhak menerimanya.2
C. Cara Pembagian Waris untuk Dzawil Arham
Di antara ulama fiqh terjadi perbedaan pendapat mengenai tata cara
memberikan hak waris kepada para kerabat, dan dalam hal ini terbagi menjadi
tiga kelompok pendapat sebagai berikut:
1. Menurut Ahlur-Rahmi

2
Sitti Suryani, Nurul Husna dan Sofia Adela, Hak Kewarisan Zawl Arham (Perspektif Mazhab
Hanafiyah
Dan Syafi’iyah), Jurnal Ilmu Syari'ah, Perundang-undangan dan Ekonomi Syariah, Hal.137-140.

7
Mengenai cara pembagian hak waris para kerabat, ahlur-rahmi
menyatakan bahwa semua kerabat berhak mendapat waris secara rata,
tanpa membedakan jauh-dekatnya kekerabatan, dan tanpa membeda-
bedakan antara laki-laki dengan perempuan.Misalnya, seseorang wafat
dan meninggalkan seorang cucu perempuan keturunan anak perempuan,
seorang keponakan perempuan dari saudara perempuan, bibi dari pihak
ayah (saudara perempuan ayah), bibi dari pihak ibu (saudara perempuan
ibu), dan keponakan laki-laki keturunan saudara laki-laki seibu.Maka
dalam hal ini mereka mendapatkan bagian waris secara rata, tanpa
melebihkan atau mengurangi salah seorang dari ahli waris yang ada.
Mazhab ini dikenal dengan sebutan ahlur-rahmi disebabkan orang-
orang yang menganut pendapat ini tidak mau membedakan antara satu ahli
waris dengan ahli waris yang lain dalam hal pembagian, mereka juga tidak
menganggap kuat serta lemahnya kekerabatan seseorang. Yang menjadi
landasan mereka ialah bahwa seluruh ahli waris menyatu haknya karena
adanya ikatan kekerabatan. Mazhab ini tidak masyhur, bahkan dhaif dan
tertolak.Karenanya tidak ada satu pun dari ulama atau para imam mujtahid
vang mengakuinya apalagi mengikuti pendapat ini dengan alasan telah
sangat nyata bertentangan dengan kaidah syar'iyah yang masyhur dalam
disiplin ilmu mawarits.
2. Menurut Ahlut-Tanzil
Golongan ini disebut ahlut-tanzil dikarenakan mereka mendudukkan
keturunan ahli waris pada kedudukan pokok (induk) ahli waris
asalnya.Mereka tidak memperhitungkan ahli waris yang ada (yang masih
hidup), tetapi melihat pada yang lebih dekat dari ashhabul furudh dan para
ashabahnya. Dengan demikian, mereka akan membagikan hak ahli waris
yang ada sesuai dengan bagian ahli waris yang lebih dekat, yakni
pokoknya. Inilah pendapat mazhab Imam Ahmad

8
bin Hambal, juga merupakan pendapat para ulama mutakhir dari kalangan
Maliki dan Syafi'i.3
3. Menurut Ahlul Qarabah
Mazhab ini merupakan pendapat Ali bin Abi Thalib r.a. dan diikuti oleh
para Ulama mazhab Hanafi. Menurut Ahlul Qarabah, hak waris para
dzawil arham Ditentukan dengan melihat derajat kekerabatan mereka
kepada pewaris. Hal ini, Menurut mereka, dilakukan dengan
mengqiyaskannya pada hak para ashabah, berarti yang paling berhak
diantara mereka (para ashabah) adalah yang paling dekat kepada pewaris
dari segi dekat dan kuatnya kekerabatan. Sebagaimana telah diungkapkan,
dalam hal melaksanakan pembagian waris untuk dzawil arham, mazhab
ini membaginya secara kelompok. Dalam prakteknya sama seperti
membagi hak waris para ashabah, yaitu melihat siapa yang paling dekat
hubungan kekerabatannya dengan pewaris, kemudian barulah yang lebih
kuat di antara kerabat yang ada. Selain itu, pelaksanaannya tetap mengikut
kaidah umum yang paling berhak diantara mereka (para ashabah) adalah
yang paling dekat kepada pewaris dari segi dekat dan kuatnya
kekerabatan. Sebagaimana telah diungkapkan, dalam hal melaksanakan
pembagian waris Untuk dzawil arham, mazhab ini membaginya secara
kelompok. Dalam prakteknya Sama seperti membagi hak waris para
ashabah, yaitu melihat siapa yang paling dekat Hubungan kekerabatannya
dengan pewaris, kemudian barulah yang lebih kuat di Antara kerabat yang
ada. Selain itu, pelaksanaannya tetap mengikuti kaidah umum Pembagian
waris, yakni bagian laki-laki adalah dua kali bagian wani pembagian
waris, yakni bagian laki-laki adalah dua kali bagian wanita.4

3
Laras Shesa, Keterjaminan Kedudukan Dzaul Arham Dalam Kewarisan
Islam Melalui Wasiat Wajibah, Al Istinbath : Jurnal Hukum Islam vol. 3, no. 2, 2018
IAIN Curup-Bengkulu, Hal.152-153.
4
Suparman Usman dan Yusuf Somawinata, Fiqh Mawaris:Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta:
Gaya Msedia Pratama, 2002), Cet. Ke-2, hlm. 66.

9
C. Warisan kakek bersama Saudara
1. Pengertian

Menurut para ahli waris kakek terbagi menjadi dua: kakek ghairu shahih dan
kakek shahih. Kakek shahih ialah setiap kakek (leluhur lakilaki) yang mempunyai
hubungan kekerabatan kepada pewaris melalui garis laki-laki. Kakek ghairu shahih
ialah setiap kakek (leluhur laki-laki) yang mempunyai hubungan kekerabatan kepada
pewaris melalui garis perempuan. Berikut bagannya untuk lebih detailnya:

Kakek Nenek Kakek Nenek Kakek Nenek Kakek Nenek

Kakek Nenek Kakek Nenek

Ayah Ibu

Pewaris
Catatan:
= Kakek Shahih

= Kakek Ghairu shahih

Kakek saheh adalah ayah dari ayah dan seterusnya ke atas dari garis laki-laki. Kakek
ghairu sahih adalah ayah dari ibu dan seterusnya keatas dari garis perempuan.
Menurut perspektif ahli sunnah, kakek yang ahli waris adalah kakek sahih.
Sedangkan kakek ghairu sahih tidak termasuk ahli waris. Bagi ulama yang mengakui
adanya ahli waris Zul Arham, maka kakek ghairu sahih dimasukkan kedalam
kelompok Zul Arham. 5Sumber hukumnya ialah:

ْ‫لى ِمن‬ َ ‫َأنَّ َر ُجالً َأ‬: ‫ص ْی ٍن‬


ِ ‫تى النَّبِ َّى صلى هللا و سلم فَقا َ َل ِإنَّ ابْنَ ا ْبنِى َماتَ فَ َما‬ َ ‫عَنْ ِع ْم َرانَ ْب ِن ُح‬
‫سدُس‬ َ
ُّ ‫یراثِ ِه فقَال لَكَ ال‬
َ ‫ِم‬
Artinya:

5
Ibid hlm 5

10
Dari Imran bin Husein bahwasanya seseorang laki-laki datang menghadapi Nabi
SAW, dan berkata : Cucu laki-laki saya telah meninggal dunia, apa yang dapat untuk
saya dari harta peninggalannya. Nabi menjawab : untukmu seperenam.

Saudara adalah orang yang seibu seayah, (atau hanya seibu atau seayah saja), adik
atau kakak, orang yang bertalian keluarga, sanak dari ibu maupun sanak dari ayah,
orang yang sepaham, seagama, sederajat, kawan atau teman.6

Pewaris

SPK SPK SLA SLI SPI SLK


Keterangan:
SLK= Saudara laki-laki sekandung.
SPK= Saudara perempuan sekandung.

SLA= Saudara laki-laki seayah.


SPA= Saudara perempuan seayah.
SLI=Saudara laki-laki seibu.
SPI= Saudara perempuan seibu.

2. Hak Kewarisan Kakek dan Saudara

Sebagai ahli waris, hak kewarisan kakek sama dengan hak kewarisan ayah, dan ia
dihijab oleh ayah karena hubungannya kepada pewaris adalah melalui ayah. Kakek
dapat mewarisi bersama anak, cucu, ibu, duda maupun janda. Adapun alternatif hak
kewarisan kakek itu ialah:

1. Seperenam (1/6), apabila kakek mewarisi bersama anak atau cucu laki-laki.
Sementara cucu perempuan boleh ada atau tidak ada, karena tidak berpengaruh.
Termasuk juga surat An-Nisak 11 tentang hak kewarisan ayah.
2. Seperenam (1/6) dan sisa, yaitu jika kakek mewarisi bersama anak atau cucu
perempuan, dan ketika tidak ada anak atau cucu laki-laki. Hal ini berarti bahwa
pada mulanya kakek diberi hak 1/6 sebagai zul furudl, kemudian setelah dibagi
kepada ahli waris zul furudl yang lain, dan ternyata masih bersisa, maka sisanya
itu adalah untuk kakek dalam status asabah. Kakek diposisikan lebih dahulu

6
Depertemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2008), Edisi Empat, h. 1232.

11
sebagai zul furudl, dan kemudian sebagai asabah, karena dengan kedudukannya
sebagai zul furudl minimal ia mendapat 1/6. Sedangkan dalam status asabah saja
ada kemungkinan kakek mendapat kurang lebih dari 1/6 atau tidak mendapat
bagian sama sekali.12 Contohnya: ahli waris terdiri dari kakek, 1 anak
perempuan, ibu. Bagian mereka masing- masing adalah: kakek 1/6 + sisa. 1 anak
perempuan 1/2. Ibu 1/6. Asal masalahnya adalah: 6. 1 anak perempuan 3/6. Ibu
1/6. Kakek 1/6 ditambah sisa harta 1/6 maka bagian kakek 2/6. 3.
3. Sisa harta sebagai asabah, yaitu bila kasus kewarisan tidak ada anak atau cucu,
baik laki-laki maupun perempuan7.
Contohnya: ahli waris terdiri dari suami, ibu, kakek. Bagian mereka adalah. 12
Ibid. 13 Ibid. Suami 1/2 karena tidak ada anak atau cucu. Ibu 1/3 karena tidak
ada anak atau cucu dan tidak ada dua orang saudara atau lebih. Kakek mendapat
sisa (asabah) karena tidak ada anak atau cucu. Asal masalahnya 6. Suami 1/2
menjadi 3/6. Ibu 1/3 menjadi 2/6. Kakek mendapat sisa (asabah) yaitu 1/6.

3. Adapun hak kewarisan saudara


1. Saudara laki-laki kandung berhak mewarisi sebagai asabah setelah
dikeluarkan bagian ahli waris zul furudl, dan berhak menerima seluruh harta
bila tidak ada ahli waris zul furudl yang berhak. Dasar hukumnya selain
surat an-Nisak 176, juga hadis dari Ibnu Abbas menurut riwayat Bukhari dan
Muslim sebagaimana disebutkan terdahulu. Bila ia terdiri dari laki-laki saja,
maka statusnya adalah sebagai asabah bi nafsih, dan jika mereka terdiri dari
laki-laki dan perempuan, maka mereka berstatus sebagai asabah bil ghair,
dengan hak yang diterima laki-laki adalah dua kali yang diterima oleh
perempuan, Contohnya: ahli waris terdiri dari suami, nenek, 1 saudara
lakilaki kandung. Bagian masing-masing ahli waris adalah: suami 1/2.
Nenek 1/6. 1 saudara laki-laki kandung sisa (asabah). Asal masalahnya
adalah: 6. Suami 3/6. Nenek 1/6. 1 saudara laki-laki kandung sisa (asabah)
yaitu 2/6.
2. Saudara perempuan kandung memiliki 3 alternatif hak:
a. 1/2 bila ia seorang dan disaat tidak ada saudara laki-laki kandung.
Contohnya: 1 orang saudara perempuan kandung, 1 istri, 1 paman
kandung. Bagian mereka masing-masing adalah: 1 orang saudara
perempuan kandung 1/2. 1 istri 1/4. 1 paman kandung sisa (asabah).
Asal masalah adalah: 4. 1 orang saudara perempuan kandung 2/4. 1
istri 1/4. 1 paman kandung 1/4.
7
Ibid hlm 10

12
b. 2/3 jika mereka terdiri dari dua orang atau lebih, dan ketika tidak ada
saudara laki-laki kandung,contohnya: ahli waris terdiri dari 2 orang
saudara perempuan sekandung, 1 isteri, 1 nenek. Bagian mereka
masing- masing adalah: 2 orang saudara perempuan sekandung 2/3. 1
orang istri 1/4. 1 nenek 1/6. Asal masalanya adalah: 12. 2 orang
saudara perempuan sekandung 8/12. 1 orang istri 3/12 1 orang nenek
2/12. Masalah ini menjadi aul karena jumlah bagian 13 lebih besar dari
asal masalah 12. Agar harta warisan dapat dibagikan kepada ahli waris
dengan adil, maka asal masalah dinaikkan menjadi 13. Maka bagian 2
orang saudara perempuan sekandung 8/13. 1 orang istri 3/13. 1 orang
nenek 2/13.
c. Sisa sebagai asabah bil ghair, bila ia mewarisi bersama saudara laki-
laki kandung. Contohnya: ahli waris terdiri dari 1 saudara laki-laki
kandung, 1 saudara perempuan kandung, 1 anak perempuan, istri.
Bagian mereka masing-masing adalah: 1 saudara perempuan kandung
asabah bil ghair. 1 saudara laki-laki kandung asabah bersama saudara
perempuan kandung. 1anak perempuan 1/2. Istri 1/8. Asal masalanya
adalah 8. 1 anak perempuan 4/8. Istri 1/8. Sisa harta 3/8 diberikan
kepada 1 saudara perempuan kandung 1/8 dan 1 saudara laki-laki
kandung 2/8. Karna bagian 1 saudara laki-laki kandung sama dengan
bagian 2 orang saudara perempuan kandung.
3. Saudara laki-laki seayah, berhak mewarisi asabah setelah dikeluarkan
bagian ahli waris zawil furudl, dan berhak menerimah seluruh harta
bila tidak ada ahli waris zawil furudl yang berhak mewarisi. 8Dasar
hukumnya sama sebagaimana hak kewarisan saudara laki-laki
kandung. Bila ia terdiri dari lakilaki saja, maka statusnya adalah
sebagai asabah bi nafsih dan jika mereka terdiri dari laki-laki dan
perempuan, maka mereka berstatus sebagai asabah bil ghairihy,
dengan hak untuk laki-laki dua kali hak perempuan.
4. Saudara perempuan seayah, mempunyai 4 alternatif hak, yaitu:
a. 1/2 jika ia seorang, dan ketika tidak ada saudara laki-laki
seayah. Contohnya: ahli waris terdiri dari 1 saudara perempuan
seayah, suami, ibu. Bagian mereka masing-masing adalah: 1
orang saudara perempuan. seayah 1/2 karena dia seorang, dan
tidak ada saudara laki-laki seayah. suami 1/2. Ibu 1/3. Asal
masalah 6. Jadi 1 orang saudara perempuan seayah 3/6. Suami
8
Hajar M, op.cit., h. 62.

13
3/6. Ibu 2/6. Masalah ini menjadi aul karena jumlah bagian 8
lebih besar dari asal masalah 6. Agar harta warisan dapat
dibagikan kepada ahli waris dengan adil, maka asal masalah
dinaikkan menjadi 8. Maka bagian 1 orang saudara perempuan
seayah 3/8. Suami 3/8. Dan ibu 2/8.
b. 2/3 bila mereka terdiri dari dua orang atau lebih dan diwaktu
tidak ada saudara laki-laki seayah. Contohnya: 2 saudara
perempuan seayah, 1 istri, 1 paman seayah. Bagian masing-
masing adalah: 2 saudara perempuan seayah 2/3. 1 istri 1/4. 1
paman seayah sisa (asabah). Asal masalahnya 12. 2 saudara
perempuan seayah 8/12. 1 istri 3/12. 1 paman seayah sisa
(asabah) 1/12.
c. 1/6 jika ia mewarisi bersama seorang saudara perempuan
kandung, dan ketika tidak ada saudara laki-laki seayah. Hak
kewarisan yang diterima oleh saudara perempuan seayah
adalah untuk meyempurnakan bilangan saudara perempuan
kandung. Bila saudara perempuan kandung dianggap dua orang
berarti hak mereka terima 2/3. Dalam kenyataannya saudara
perempuan kandung hanya seorang saja, sehingga hak yang
diperoleh adalah 1/2. Oleh sebab itu, harta bersisa 1/6, dan
sisanya inilah yang di berikan kepada saudara perempuan
seayah. Dasar hukumnya adalah menyamakan
/menganologikan saudara perempuan seayah dengan cucu
perempuan ketika mewarisi bersama seorang anak perempuan
d. Sisa sebagai asabah bilghair, jika ia mewarisi bersama saudara
laki-laki seayah.
5. Saudara seibu, baik laki-laki maupun perempuan. Mereka tidak dibedakan dalam
hal menerima harta warisan. Mereka mempunyai 2 alternatif hak9, yaitu:
a. 1/6 jika seorang, baik laki-laki maupun perempuan
b. 1/3 jika mereka dua orang atau lebih, baik laki-laki atau perempuan maupun
keduanya. Dasarnya ayat 12 surat an-Nisa.

9
Ibid hlm 19

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Hijab secara harfiyah berarti satir, penutup atau penghalang. Dalam


fiqh mawaris, istilah hijab  digunakan untuk menjelaskan ahli waris yang jauh
hubungan kerabatnya yang kadang-kadang atau seterusnya terhalang oleh ahli
waris yang lebih dekat. Orang yang menghalangi disebut hajib, dan orang
yang terhalang disebut mahjub. Keadaan menghalangi disebut hijab.

Adapun yang dimaksud dengan dzawil arham adalah setiap kerabat


Pewaris yang tidak termasuk ashhabul furudh dan ashabah, misalnya bibi
(saudara Perempuan ayah atau ibu), paman dari pihak ibu (saudara laki-laki
ibu), Keponakan laki-laki dari saudara perempuan, cucu laki-laki dari anak
perempuan, Dan sebagainya.

Sebagai ahli waris, hak kewarisan kakek sama dengan hak kewarisan
ayah, dan ia dihijab oleh ayah karena hubungannya kepada pewaris adalah
melalui ayah. Kakek dapat mewarisi bersama anak, cucu, ibu, duda maupun
janda.

B. Saran
Demikian makalah ini disusun sebagai tugas mata kuliah fiqh mawaris
tentang.”Hijab, dzaw Al-Arham, dan warisan kakek bersama saudara “ Karya
ini merupakan hasil maksimal dari kami, dan kami menyadari bahwa makalah
ini jauh dari harapan dan sempurna. Karena itu, saran dan masukan,dari
pembaca sangat kami harapkan dalam penyempuranaan makalah ini.

15
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan Nsional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat


Bahasa. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.

Shesa, Laras. 2018. Keterjaminan Kedudukan Dzaul Arham Dalam


Kewarisan

Islam Melalui Wasiat Wajibah, Al Istinbath : Jurnal Hukum Islam IAIN Curup-
Bengkulu.

Usman Suparman, dan Yusuf Somawinata. Fiqh Mawaris:Hukum Kewarisan


Islam. Jakarta. Gaya media pratama.

Sitti Suryani, Nurul Husna dan Sofia Adela, Hak Kewarisan Zawl Arham
(Perspektif Mazhab Hanafiyah Dan Syafi’iyah), Jurnal Ilmu Syari'ah, Perundang-
undangan dan Ekonomi Syariah.

Rofiq Ahmad. 1993.  Fiqh Mawaris Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

16

Anda mungkin juga menyukai