Laporan 4
Laporan 4
1.3 Tujuan
Tujuan percobaan pada percobaan kinetika safonifikasi etil asetat adalah menentukan
orde, konstanta laju, energi aktivasi dan faktor pra-eksponensial untuk reaksi etil asetat
dengan basa menggunakan persamaan konduktansi.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
t
Gambar 2.2 Kurva reaksi orde satu
3. Reaksi orde dua
Reaksi orde dua adalah konsentrasi tunggal berpangkat dua atau dua konsentrasi yang
masing-masing berpangkat satu. Persamaan reaksi orde dua dapat dituliskan sebagai
berikut:
v = k [reaktan]2 (2.5)
Grafik reaksi orde dua adalah sebagai berikut
Log
t
Gambar 2.3 Kurva reaksi orde kedua
Saponifikasi adalah suatu proses pembuatan sabun. Saponifikasi hidrolisis ester
dalam suatu basa atau penyabunan merupakan reaksi yang tidak reversible, oleh sebab itu
penyabunan sering menghasilkan asam karboksilat dengan alkohol. Asam karboksilat yang
diperoleh dari hidrolisis suatu lemak disebut asam lemak. Hasil penyabunannya adalah
garam karboksilat karena hidrolisis berlangsung dalam suasana basa. Proses saponifikasi
misalnya terjadi pada reaksi trigliserida dengan alkali yang terjadi pada suhu 800oC.
Saponifikasi suatu trigliseraldehida akan menghasilkan suatu garam dari asam lemak ke
rantai panjang yang merupakan sabun
K= ( ) (2.5)
Keterangan:
K = konduktivitas (ohm-1.m-1)
A = luas penampang
R = tahanan (ohm)
c = konsentrasi molar
∆m = konduktivitas molar
(Hendayana, 1994).
Konduktansi adalah kemampuan suatu benda untuk menghantarkan arus listrik dari
suatu bahan. Konduktansi merupakan kebalikan dari resistansi. Resistansi adalah
kemampuan suatu benda untuk menahan atau menghambat aliran arus listrik. Konduktansi
dapat didefinisikan sebagai
I= (2.7)
4.1 Hasil
T (ºC) K∞ Konstanta ɛ/[A0] Ea A (pra-eksponensial)
4.2 Pembahasan
Percobaan kali ini yaitu membahas tentang kinetika safonifikasi etil asetat.
Safonifikasi merupakan suatu proses pembuatan sabun. Percobaan ini menggunakan bahan
berupa etil asetat yang direaksikan dengan natrium hidroksida kemudian diukur
konduktivitasnya. Konduktivitas suatu larutan dapat diukur dengan menggunakan alat yang
disebut dengan konduktometer. Konduktometer adalah suatu alat yang dapat digunakan
untuk mengukur daya hantar larutan dan dapat digunakan untuk mengukur derajat ionisasi
suatu larutan. Tujuan dilakukannya percobaan ini adalah untuk menentukan orde,
konstanta laju, energi aktivasi dan faktor pra eksponensial.
Konduktometer yang akan digunakan harus dikalibrasi terlebih dahulu. Kalibrasi
yaitu proses yang dapat digunakan untuk menentukan kebenaran alat petunjuk terhadap
standar ukur yang telah terukur. Kalibrasi pada alat konduktometer menggunakan larutan
natrium klorida (NaCl). Natrium klorida digunakan karena mempunyai nilai konduktivitas
yang tetap atau tidak berubah pada suhu kamar. Prinsip kerja konduktometer dalam
mengukur daya hantar suatu larutan adalah mencatat arus listrik yang mengalir pada sensor
atau elektroda. Sensor atau elektroda harus dibilas terlebih dahulu menggunakan akuades
setiap selesai digunakan, tujuannya yaitu agar menjaga akurasi alat dan agar hasil
percobaan yang didapatkan akurat. Nilai daya hantar larutan akan semakin besar apabila
nilai konsentrasinya juga semakin besar, hal ini disebabkan karena semakin banyak ion-ion
dari suatu larutan yang menyentuh konduktometer. Elektroda konduktometer dihubungkan
dengan komputer sehingga nilai konduktivitasnya dapat dilihat melalui layar laptop.
Reaksi antara etil asetat dengan natrium hidroksida dapat dituliskan sebagai berikut:
CH3COOC2H5 (aq) + NaOH (aq) CH3COONa (aq) + C2H5OH (aq) (4.1)
Larutan etil asetat 0,050 M sebanyak 15 mL dan natrium hidroksida 0,020 M
sebanyak 15 mL dipanaskan dengan menggunakan hot plate sampai mencapai suhu 35ºC,
setelah mencapai suhu yang diinginkan kemudian kedua larutan tersebut dicampurkan dan
segera diukur nilai konduktivitasnya. Larutan tersebut harus diaduk terlebih dahulu
sebelum diukur dengan menggunakan konduktometer. Proses pengadukan betujuan agar
larutannya menjadi homogen. Nilai konduktivitas diukur dengan cara mencelupkan sensor
atau elektroda sampai menyentuh larutan dan bersamaan dengan memencet tombol start
pada aplikasi logger lite. Waktu pengukuran nilai konduktivitas yaitu selama 65 detik.
Variasi suhu yang digunakan dalam percobaan ini adalah 35ºC dan 45ºC. Percobaan ini
dilakukan secara duplo atau dua kali pengulangan. Tujuan dilakukan secara duplo yaitu
agar mendapatkan hasil yang akurat.
Nilai konduktivitas yang dihasilkan pada pengulangan pertama saat suhu 35ºC dalam
selang waktu selama 65 detik cenderung mengalami penurunan. Nilai konduktivitasnya
menurun seiring dengan bertambahnya waktu. Hal ini membuktikan bahwa nilai
konduktivitas berbanding terbalik dengan waktu, semakin lamanya waktu pencelupan
sensor dalam suatu larutan maka nilai konduktivitas yang dihasilkan akan semakin kecil.
Penurunan nilai konduktivitas dengan bertambahnya waktu disebabkan karena adanya
interaksi ion yang terjadi dalam larutan semakin berkurang. Hal ini disebabkan karena
pada saat ion CH3COO- dihasilkan maka konsentrasi ion OH- akan berkurang. Ion dari OH-
yang berkurang akan menyebabkan nilai konduktivitas larutannya juga berkurang.
Grafik Ln vs t (1)
1,6
1,4
1,2
1
LN
0,8
0,6 temperatur 35 (1)
0,4
0,2
0
0 20 40 60 80
t
Gambar 4.1 Grafik ln terhadap t pada suhu 35ºC pada pengulangan pertama
Besarnya nilai orde reaksi yang didapatkan tergantung dari besarnya nilai
konduktivitas yang dihasilkan pada setiap bertambahnya waktu. Nilai konduktivitas yang
dihasilkan dalam percobaan ini cenderung menurun dengan bertambahnya waktu.
Penurunan nilai konduktivitas ini disebabkan karena suhu yang digunakan sudah tidak
stabil.
Larutan yang telah diuji konduktivitasnya kemudian didiamkan selama 30 menit dan
ditutup dengan aluminium foil selama proses pendiaman. Proses penutupan dengan
aluminium foil bertujuan agar larutannya tidak terkontaminasi dengan suhu luar. Proses
pendiaman bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap nilai konduktivitasnya.
Larutan yang didiamkan juga dapat digunakan untuk menentukan besarnya konstanta tak
terhingga. Larutan diuji kembali dengan konduktometer setelah didiamkan selama 30
menit. Nilai konduktivitas yang diperoleh setelah larutan didiamkan yaitu lebih rendah
dibandingkan dengan nilai konduktivitas tanpa perlakuan pendiaman, hal ini dapat
disebabkan karena terjadi penurunan suhu. Suhu yang digunakan akan menurun meskipun
telah ditutup dengan aluminium foil. Hal tersebut membuktikan bahwa nilai konduktivitas
dipengaruhi oleh besarnya suhu. Semakin tinggi suhu yang digunakan maka nilai
konduktivitasnya akan semakin besar.
Grafik Ln vs t (2)
1,2
0,8
LN
0,6
0,2
0
0 20 40 60 80
t
Gambar 4.2 Grafik ln terhadap t pada suhu 35ºC pada pengulangan kedua
Pengukuran nilai konduktivitas pada suhu 45ºC sama halnya saat mengukur nilai
konduktivitas pada suhu 35ºC. Besarnya nilai konstanta tergantung dari temperatur yang
digunakan. Semakin besar temperaturnya maka nilai konstanta yang dihasilkan juga akan
semakin besar. Hal ini dapat dibuktikan dengan semakin besarnya nilai konstanta yang
lebih besar pada saat suhu 45ºC dibandingkan saat suhu 35ºC. Konstanta juga berhubungan
dengan energi aktivasi. Energi aktivasi yang digunakan pada percobaan ini bernilai sama
pada suhu 35ºC ataupun 45ºC maupun saat percobaan pertama atau kedua yaitu sebesar
9,554574. Nilai konstanta dapat juga digunakan untuk mencari besarnya faktor pra-
eksponensial pada suatu larutan. Hasil yang didapat menurut grafik dan data bahwa faktor
pra-eksponensial akan meningkat seiring dengan besarnya nilai konstanta.
Grafik Ln vs t (1)
1,6
1,4
1,2
1
LN
0,8
0,6 tempertur 45 (1)
0,4
0,2
0
0 20 40 60 80
t
Gambar 4.3 Grafik ln terhadap t pada suhu 45ºC pada pengulangan pertama
Grafik Ln vs t (2)
1,8
1,6
1,4
1,2
1
LN
0,8
0,6 temperatur (2)
0,4
0,2
0
0 20 40 60 80
t
Gambar 4.4 Grafik ln terhadap t pada suhu 45ºC pada pengulangan kedua
BAB 5. PENUTUP
5. 1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari percobaan ini yaitu nilai konduktivitas pada
larutan etil asetat 0,050 M dengan natrium hidroksida 0,020 M akan menurun seiring
dengan bertambahnya waktu. Besarnya nilai konstanta tergantung pada temperatur yang
digunakan, semakin besar temperaturnya maka konstantanya akan semakin besar. Nilai
konstanta yang diperoleh saat suhu 35ºC pada pengulangan pertama dan kedua yaitu
sebesar -0,241 dan -0,511 sedangkan pada suhu 45ºC pada pengulangan pertama dan kedua
ialah -0,261 dan -0,268. Energi aktivasi yang dihasilkan bernilai sama baik pada suhu 35ºC
dan 45ºC serta baik pada pengulangan pertama dan kedua. Nilai energi aktivasinya yaitu
sebesar 9,554574 kJ/mol. Faktor pra-eksponensial yang dihasilkan saat suhu 35ºC pada
pengulangan pertama dan kedua adalah sebesar -0,041 dan -0,087 sedangkan saat suhu
45ºC pada pengulangan pertama dan kedua adalah sebesar -0,044 dan -0,045.
5.2 Saran
Saran untuk percobaan ini yaitu praktikan harus lebih memahami konsep tentang
kinetika safonifikasi etil asetat agar percobaan yang akan dilakukan berjalan dengan baik.
Pencucian sensor konduktometer harus sebersih mungkin agar hasil yang didapatkan
bersifat akurat. Proses pengadukan harus diperhatikan agar larutan benar-benar menjadi
larutan yang homogen. Proses pencelupan sensor konduktometer ke dalam larutan yang
akan diukur harus dilakukan bersamaan dengan dipencetnya ikon start pada monitor agar
nilai konduktivitas yang didapat sesuai.
DAFTAR PUSTAKA
Atkins, P.W. 2006. Kimia Fisika Edisi Keempat Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Chang, Raymond. 2004 . Kimia Dasar Edisi Ketiga Jilid 2 . Jakarta: Erlangga.
Fessenden, Ralph. 1982 . Kimia Organik Edisi Ketiga Jilid 2 . Jakarta: Erlangga.
Hendayana. 1994. Kimia Analisis Instrumen. Semarang: IKIP Semarang Press.
Hiskia. 1992. Elektrokimia dan Kinetika Kimia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Keenan, Charles. 1999. Kimia Untuk Universitas. Jakarta: Erlangga.
Sciencelab. 2019. Material Safety Data Sheet of Etil asetat. [Serial Online].
www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9926853. [diakses 15 Maret 2019].
Sciencelab. 2019. Material Safety Data Sheet of Natrium hidroksida. [SerialOnline].
www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9927468. [diakses 15 Maret 2019].
Sukardjo. 1990. Kimia Fisika. Yogyakarta: Rineka Cipta.
Syukri, S. 1999. Kimia Dasar 1. Bandung: ITB Press.
LEMBAR PERHITUNGAN
Grafik Ln vs t (1)
1,6
1,4
1,2
1
LN
0,8
0,6 temperatur 35 (1)
0,4
0,2
0
0 20 40 60 80
t
2. Pada saat suhu 35ºC dan pengulangan kedua
Grafik Ln vs t (2)
1,2
0,8
LN
0,6
0,2
0
0 20 40 60 80
t
3. Pada saat suhu 45ºC dan pengulangan pertama
Grafik Ln vs t (1)
1,6
1,4
1,2
1
LN
0,8
0,6 tempertur 45 (1)
0,4
0,2
0
0 20 40 60 80
t
4. Pada saat suhu 35ºC dan pengulangan kedua
Grafik Ln vs t (2)
1,8
1,6
1,4
1,2
1
LN
0,8
0,6 temperatur (2)
0,4
0,2
0
0 20 40 60 80
t