Gencatan senjata diadakan atas dasar kedudukan militer pada waktu itu dan
atas dasar kekuatan militer Sekutu serta Indonesia.
Dibentuk sebuah Komisi Bersama Gencatan Senjata untuk masalah-masalah
teknis pelaksanaan gencatan senjata.
Frank Graham (ketua), Paul van Zeeland (anggota), dan Richard Kirby
(anggota) sebagai mediator dari PBB.
Delegasi Indonesia Republik Indonesia diwakili oleh Amir Syarifuddin (ketua),
Ali Sastroamidjojo (anggota), Haji Agus Salim (anggota), Dr. J. Leimena
(anggota), Dr. Coa Tik Ien (anggota), dan Nasrun (anggota).
Delegasi Belanda Belanda diwakili oleh R. Abdulkadir Wijoyoatmojo (ketua),
Mr. H.A.L. van Vredenburgh (anggota), Dr. P. J. Koets (anggota), dan Mr. Dr.
Chr. Soumokil (anggota).
Penghentian tembak-menembak.
Daerah-daerah di belakang garis van Mook harus dikosongkan dari pasukan
RI.
Belanda bebas membentuk negara-negara federal di daerah-daerah yang
didudukinya dengan melalui plebisit terlebih dahulu.
Membentuk Uni Indonesia-Belanda. Negara Indonesia Serikat yang ada di
dalamnya sederajat dengan Kerajaan Belanda. Persetujuan Renville
ditandatangani oleh Amir Syarifuddin (Indonesia) dan Abdulkadir
Wijoyoatmojo (Belanda).
7. Resolusi DK PBB
Belanda ternyata tidak menunjukkan itikad baik kepada Indonesia. Hal ini
dikarenakan belanda melancarkan Agresi Militer Belanda II yaitu pada tanggal
28 Januari 1949. Peristiwa ini mendorong Dewan Keamanan PBB sebuah
revolusi. Adapun isi Revolusi Dewan Keamanan PBB adalah sebagai berikut:
8. Perjanjian Roem-Royen
Sejalan dengan upaya melalui jalur senjata, usaha-usaha melalui jalui diplokasi
untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia terus dilakukan.
UNCI mengadakan perundingan dengan pemimpin-pemimpin RI di Bangka.
Sementara itu, Dewan Keamanan PBB pada tanggal 23 Maret 1949
memerintahkan UNCI untuk membantu pelaksanaan resolusi DK PBB pada
tanggal 28 Januari 1949. UNCI berhasil membawa Indonesia dan Belanda ke
meja perundingan. Pada tanggal 17 April 1949 dimulailah perundingan
pendahuluan di Jakarta. Delegasi Indonesia dipimpin Mr. Mohammad Roem.
Delegasi Belanda dipimpin Dr. van Royen. Pertemuan dipimpin Merle Cohran
dari UNCI yang berasal dari Amerika Serikat. Akhirnya pada tanggal 7 Mei 1949
tercapai persetujuan. Persetujuan itu dikenal dengan nama “Roem-Royen
Statement”. Dalam perundingan ini, setiap delegasi mengeluarkan pernyataan
sendiri-sendiri. Pernyataan delegasi Indonesia antara lain sebagai berikut:
Berikut ini adalah beberapa hasil Konferensi Meja Bundar di Den Haag:
2. Pertempuran Ambarawa
Pertempuran Ambarawa berlangsung dari tanggal 20 Nopember - 15
Desamber 1945 di Ambarawa antara Pasukan TKR dengan tentara Sekutu.
Pasukan TKR dipimpin oleh Mayor Soemarto.
Tanggal 26 Nopember 1945 pimpinan TKR dari Purwokerto, Letkol Isdiman
gugur dan digantikan oleh Kolonel Soedirman yang kemudian mengambil alih
pimpinan pasukan. Dibawah pimpinan Letkol Soedirman TKR berhasil memukul
mundur pasukan sekutu dengan melakukan perang gerilya. Sejak saat itulah
nama besar Soedirman menjadi terkenal.
Untuk mengenang pertempuran Ambarawa setiap tanggal 15 Desember
diperingati sebagai Hari Infantri dan di Ambarawa didirikan monumen yaitu
Palagan Ambarawa.
Peristiwa Bandung Lautan Api adalah peristiwa kebakaran besar yang terjadi di
kota Bandung, provinsi Jawa Barat, Indonesia pada 24 Maret 1946. Dalam
waktu tujuh jam, sekitar 200.000 penduduk Bandung membakar rumah
mereka, meninggalkan kota menuju pegunungan di daerah selatan Bandung.
Hal ini dilakukan untuk mencegah tentara Sekutu dan tentara NICA Belanda
untuk dapat menggunakan kota Bandung sebagai markas strategis militer
dalam Perang Kemerdekaan Indonesia.
Pasukan Inggris bagian dari Brigade MacDonald tiba di Bandung pada tanggal
12 Oktober 1945. Sejak semula hubungan mereka dengan pemerintah RI sudah
tegang. Mereka menuntut agar semua senjata api yang ada di tangan
penduduk, kecuali TKR dan polisi, diserahkan kepada mereka. Orang-orang
Belanda yang baru dibebaskan dari kamp tawanan mulai melakukan tindakan-
tindakan yang mulai mengganggu keamanan. Akibatnya, bentrokan bersenjata
antara Inggris dan TKR tidak dapat dihindari. Malam tanggal 24 November
1945, TKR dan badan-badan perjuangan melancarkan serangan terhadap
kedudukan-kedudukan Inggris di bagian utara, termasuk Hotel Homanndan
Hotel Preanger yang mereka gunakan sebagai markas. Tiga hari kemudian,
MacDonald menyampaikan ultimatum kepada Gubernur Jawa Barat agar
Bandung Utara dikosongkan oleh penduduk Indonesia, termasuk pasukan
bersenjata.
Ultimatum Tentara Sekutu agar Tentara Republik Indonesia (TRI, TNI kala itu)
meninggalkan kota Bandung mendorong TRI untuk melakukan operasi
"bumihangus". Para pejuang pihak Republik Indonesia tidak rela bila Kota
Bandung dimanfaatkan oleh pihak Sekutu dan NICA. Keputusan untuk
membumihanguskan Bandung diambil melalui musyawarah Madjelis
Persatoean Perdjoangan Priangan (MP3) di hadapan semua kekuatan
perjuangan pihak Republik Indonesia, pada tanggal 24 Maret 1946. Kolonel
Abdoel Haris Nasoetion selaku Komandan Divisi III TRImengumumkan hasil
musyawarah tersebut dan memerintahkan evakuasi Kota Bandung. Hari itu
juga, rombongan besar penduduk Bandung mengalir panjang meninggalkan
kota Bandung dan malam itu pembakaran kota berlangsung.
Bandung sengaja dibakar oleh TRI dan rakyat setempat dengan maksud agar
Sekutu tidak dapat menggunakan Bandung sebagai markas strategis militer. Di
mana-mana asap hitam mengepul membubung tinggi di udara dan semua
listrik mati. Tentara Inggris mulai menyerang sehingga pertempuran sengit
terjadi. Pertempuran yang paling besar terjadi di Desa Dayeuhkolot, sebelah
selatan Bandung, di mana terdapat gudang amunisi besar milik Tentara Sekutu.
Dalam pertempuran ini Muhammad Toha dan Ramdan, dua anggota milisi BRI
(Barisan Rakjat Indonesia) terjun dalam misi untuk menghancurkan gudang
amunisi tersebut. Muhammad Toha berhasil meledakkan gudang tersebut
dengan dinamit. Gudang besar itu meledak dan terbakar bersama kedua milisi
tersebut di dalamnya. Staf pemerintahan kota Bandung pada mulanya akan
tetap tinggal di dalam kota, tetapi demi keselamatan mereka, maka pada pukul
21.00 itu juga ikut dalam rombongan yang mengevakuasi dari Bandung. Sejak
saat itu, kurang lebih pukul 24.00 Bandung Selatan telah kosong dari penduduk
dan TRI. Tetapi api masih membubung membakar kota, sehingga Bandung pun
menjadi lautan api
4. Pertempuran Medan Area
Pada tanggal 24 Agustus 1945, antara pemerintah Kerajaan Inggris dan
Kerajaan Belanda tercapai suatu persetujuan yang terkenal dengan nama civil
Affairs Agreement. Dalam persetujuan ini disebutkan bahwa panglima tentara
pendudukan Inggris di Indonesia akan memegang kekuasaan atas nama
pemerintah Belanda.
C.Perjuangan Diplomasi
Australia
Australia bersedia menjadi anggota Komisi Tiga Negara. Australia juga
mendesak Belanda agar menghentikan operasi militernya di Indonesia.
Australia berperan dalam membentuk opini dunia internasional untuk
mendukung Indonesia dalam sidang Dewan Keamanan PBB.
India
India merupakan salah satu negara yang mengakui kedaulatan Indonesia dalam
forum internasional. India juga mempelopori Konferensi Inter-Asia untuk
mengumpulkan dukungan bagi Indonesia. Konferensi Inter-Asia dilaksanakan
pada tahun 1949.
Gencatan senjata diadakan atas dasar kedudukan militer pada waktu itu dan
atas dasar kekuatan militer Sekutu serta Indonesia.
Dibentuk sebuah Komisi Bersama Gencatan Senjata untuk masalah-masalah
teknis pelaksanaan gencatan senjata.
Segi positifnya ialah adanya pengakuan de facto atas RI yang meliputi Jawa,
Madura, dan Sumatera.
Segi negatifnya ialah bahwa wilayah RI dari Sabang sampai Merauke, yang
seluas Hindia Belanda dulu tidak tercapai.
KTN berusaha mendekatkan RI dan Belanda untuk berunding. Atas usul KTN,
perundingan dilakukandi tempat yang netral, yaitu di atas kapal pengangkut
pasukan Angkatan Laut Amerika Serikat “USS Renville”. Oleh karena itu,
perundingan tersebut dinamakan Perjanjian Renville.
Frank Graham (ketua), Paul van Zeeland (anggota), dan Richard Kirby
(anggota) sebagai mediator dari PBB.
Delegasi Indonesia Republik Indonesia diwakili oleh Amir Syarifuddin (ketua),
Ali Sastroamidjojo (anggota), Haji Agus Salim (anggota), Dr. J. Leimena
(anggota), Dr. Coa Tik Ien (anggota), dan Nasrun (anggota).
Delegasi Belanda Belanda diwakili oleh R. Abdulkadir Wijoyoatmojo (ketua),
Mr. H.A.L. van Vredenburgh (anggota), Dr. P. J. Koets (anggota), dan Mr. Dr.
Chr. Soumokil (anggota).
Itulah sebabnya hasil Perjanjian Renville mengundang reaksi keras, baik dari
kalangan partai
Berkaitan dengan agresi militer Belanda II, pada tanggal 28 Januari 1949,
Dewan Keamanan PBB mengeluarkan sebuah resolusi. Isi dari resolusi itu ialah
sebagai berikut.
Belanda harus menghentikan semua operasi militer dan pihak Republik
Indonesia diminta untuk menghentikan aktivitas gerilya. Kedua pihak harus
bekerja sama untuk mengadakan perdamaian kembali.
Pembebasan dengan segera dan tidak bersyarat semua tahanan politik
dalam daerah RI oleh Belanda sejak 19 Desember 1948.
Belanda harus memberikan kesempatan kepada pemimpin RI untuk kembali
ke Yogyakarta dengan segera. Kekuasaan RI di daerah-daerah RI menurut
batas-batas Persetujuan Renville dikembalikan kepada RI.
Perundingan-perundingan akan dilakukan dalam waktu yang secepat-
cepatnya dengan dasar Persetujuan Linggarjati, Persetujuan Renville, dan
berdasarkan pembentukan suatu Pemerintah Interim Federal paling lambat
tanggal 15 Maret 1949. Pemilihan Dewan Pembuat Undang Undang Dasar
Negara Indonesia Serikat selambat-lambatnya pada tanggal 1 Juli 1949.
Komisi Jasa-jasa Baik (KTN) berganti nama menjadi Komisi Perserikatan
Bangsa-Bangsa untuk Indonesia (United Nation for Indonesia atau UNCI). UNCI
bertugas untuk: membantu melancarkan perundinganperundingan untuk
mengurus pengembalian kekuasaan pemerintah RI, mengamati pemilihan,
mengajukan usul mengenai berbagai hal yang dapat membantu tercapainya
penyelesaian.
Sejalan dengan perlawanan gerilya di Jawa dan Sumatra yang semakin meluas,
usaha-usaha di bidang diplomasi berjalan terus. UNCI mengadakan
perundingan dengan pemimpin-pemimpin RI di Bangka. Sementara itu, Dewan
Keamanan PBB pada tanggal 23 Maret 1949 memerintahkan UNCI untuk
membantu pelaksanaan resolusi DK PBB pada tanggal 28 Januari 1949. UNCI
berhasil membawa Indonesia dan Belanda ke meja perundingan. Pada tanggal
17 April 1949 dimulailah perundingan pendahuluan di Jakarta. Delegasi
Indonesia dipimpin Mr. Mohammad Roem. Delegasi Belanda dipimpin Dr. van
Royen. Pertemuan dipimpin Merle Cohran dari UNCI yang berasal dari Amerika
Serikat. Akhirnya pada tanggal 7 Mei 1949 tercapai persetujuan. Persetujuan
itu dikenal dengan nama “Roem-Royen Statement”. Dalam perundingan ini,
setiap delegasi mengeluarkan pernyataan sendiri-sendiri. Pernyataan delegasi
Indonesia antara lain sebagai berikut.
j. Konferensi Inter-Indonesia (19 -22 Juli 1949 dan 31 Juli – 2 Agustus 1949)
C. Pengakuan Kedaulatan