Anda di halaman 1dari 3

Budaya Instan Masyarakat Indonesia di

Era Modern
August 9, 20160

P3KLL (Se rpong, 10/8/2016)_Budaya instan atau budaya sekali pakai semakin
menjamur dan sangat digemari masyarakat Indonesia khususnya yang hidup diperkotaan bahkan saat
ini telah menjamur sampai ke luar masyarakat perkotaan Indonesia.

Kita pun dapat melihat dan merasakan bahwa air mineral kemasan isi ulang dan mie instan sudah
sampai ke desa-desa bahkan ke masyarkat tradisional sekalipun. Budaya instant atau budaya sekali
pakai merupakan cerminan kehidupan modern saat ini. Di negara-negara maju sangatlah terlihat jelas
bahwa semua kehidupan serba dibikin cepat, instan dan sekali pakai. Kita harus sadari bahwa budaya
ini bukanlah budaya murni bangsa Indonesia karena budaya ini bisa merubah manusia menjadi
sangat egoistis dalam artian tidak memperdulikan sesama atau yang lainnya dan terkesan ingin
menyelamatkan dirinya sendiri.

Budaya instan adalah budaya yang berasal dari luar negeri dengan seiring perkembangan berbagai
peralatan modern, perkembangan ilmu pengetahuan, perkembangan teknologi, dan juga hasil temuan
sumber-sumber daya modern seperti produk turunan dari hasil pengolahan minyak bumi yang dapat
memproduksi Styrofoam, plastik dll.

Pada dasarnya masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang mempunyai sifat gotong royong, saling
menolong dan mau bekerjasama satu sama lainnya, demikian juga masyarakat Indonesia yang di
pedesaan, dalam bekerja saling setia membantu seperti yang dicontohkan di masyarakat adat Batak
yang mempunyai istilah budaya “marsiapari” yang artinya bahwa “setiap masyarakat desa secara
bersama-sama menggarap sawahnya masing-masing sehingga pekerjaan tersebut dapat terselesaikan
dengan cepat,  misalnya sekelompok masyarakat menggarap satu petak sawah milik kelompok
tersebut setelah itu bergilir bergantian menggarap sawah kelompok lainnya”. Budaya ini bisa menjadi
contoh yang harus kita jaga dan lestarikan sehingga walaupun budaya instan atau budaya sekali pakai
masuk ke Indonesia namun budaya tradional bangsa Indonesia tidak boleh punah atau hilang begitu
saja.

Belakangan ini tersebar berita tentang “air mineral kemasan isi ulang
palsu” setelah ditelisik dan dianalisis ternyata sumber air tersebut bukanlah dari mata air pegunungan
seperti yang ada di air mineral kemasan yang semestinya melainkan dari air sungai atau air sumur
yang tidak mengalami pengolahan.  Air tersebut sudah pasti tidak dapat dijamin kualitas dan dan
kebersihannya, bahkan ada kemungkinan bakteri coliform, virus, logam berat dan polutan air lainnya
berada di dalam air tersebut.

Cara si pelaku pembuat air mineral kemasan palsu dengan cara menggunakan gallon atau botol
plastik dari bahan bekas kemudian hanya dicuci bersih saja sampai terlihat seperti baru tanpa
dilakukannya pembersihan sterilisasi yang baik dan semestinya sehingga ini bisa menyebabkan air
kemasan itu makin berbahaya untuk dikonsumsi. Air  yang diisikan kedalam gallon atau botol bekas
tersebut adalah air yang diambil langsung dari Air sungai atau air pendingin tower yang mana air-air
tersebut sangat tidak steril.

kemudian si pelaku menambahkan bahan kimia tawas dan boraks untuk mengendapkan padatan
tersuspensi agar air mineral kemasan terlihat bening dan bersih, secara keilmuan cara ini tidak dapat
mematikan bakteri pathogen yang ada didalam air tersebut.

Sungguh ini adalah perbuatan yang tidak bertanggungjawab dari si pelaku, Tak heran jika kemudian
banyak konsumen yang tertipu dan terpedaya bahkan kemungkinan terkena penyakit berbahaya,
seperti disentri, diare dan lainnya karena tidak mengira air mineral kemasan yang dibelinya adalah
palsu.

Zaman dahulu di Indonesia banyak produk atau barang yang diproduksi dan digunakan oleh
masyarakat yang isinya diganti secara berulang-ulang namun kemasannya tetap, contohnya seperti
pena dan isinya, namun sekarang hampir semua jenis pena/pulpen sekali pakai langsung dibuang.

Selain itu dahulu seseorang mengalami kesakitan pada saat disuntik dikarenakan kemungkinan jarum
suntik yang dipakai sudah digunakan berkali-kali sehingga jarum suntik tersebut sudah tumpul dan
menyebabkan rasa sakit bagi si penderita, hal ini juga berbahaya jika tidak dilakukan sterilisasi dan
bebas hama, selain itu jarum suntik bekas bisa menularkan penyakit.

Yang harus kita pahami bahwa pada zaman dulu banyak orang berfikir hemat, dan ini mungkin
akibat dari minimnya pendapatan, susahnya mendapat produk untuk kebutuhan pengobatan, makanan
dll, namun saat ini hampir setiap orang lebih memilih berfikir praktis.

Pada suatu waktu penulis menghadiri sebuah acara pesta perkawinan, disitu ada hal yang menarik
perhatian bahwa hampir semua tempat hidangan, tempat air minum, menggunakan kemasan yang
sekali pakai. Air minumnya menggunakan air botol kemasan, piringnya menggunakan piring dari
Styrofoam, bahkan sendok dan garpunya menggunakan dari plastik yang sekali pakai.

Makin modern orang makin berada dalam masyarakat yang sekali pakai. Lebih praktis, gampang dan
sederhana. Sekarang ini betapa telah merajalelanya barang-barang sekali pakai. Ada popok bayi
sekali pakai, untuk orang tua yang tidak mau repot mencuci ada pakaian dalam sekali pakai, untuk
mereka yang sering bepergian ada gaun pengantin sekali pakai bagi mereka yang tidak mau keluar
uang banyak untuk yang dipakai selama beberapa jam saja.

Di satu sisi budaya sekali pakai memang ada manfaatnya. Hidup menjadi praktis dan cepat.
Bukankah salah satu ciri manusia post modern adalah produktivitasnya?. Ingin menghasilkan
sebanyak-banyaknya dalam waktu yang secepat-cepatnya. Namun jangan lupa bahwa budaya sekali
pakai ini memunculkan budaya “lalu buang”.

Masyarakat zaman sekarang adalah masyarakat yang banyak membuang


dan gampang membuang. Akibatnya adalah sampah yang menumpuk dan
limbah berbahaya menumpuk dimana-mana dan makin sulit untuk
ditangani. Orang modern bisa saja mendarat di bulan atau menyelam
didasar laut yang paling dalam, tetapi tetap tidak mampu mengatasi
masalah sampah, limbah bahan berbahaya beracun dan limbah-limbah
lainnya.

Toh sebenarnya ada yang lebih mengerikan dari budaya hidup sekali buang selain masalah sampah
yaitu ketika manusia juga diperlakukan sama seperti sampah. Ketika manusia semakin tidak dihargai,
setelah tak berguna, langsung dibuang. Bukankah itu yang sedang kita alami dan saksikan akhir-akhir
ini? Begitu banyak kisah kriminal, kejahatan, pembunuhan, bahkan perkawinan diakhiri perceraian
yang seolah memperlakukan manusia seperti barang sekali pakai lalu dibuang.

Tahukah anda bahwa semakin menggilanya penggunaan barang sekali pakai akan menyebabkan
bencana di lingkungan kita? Penggunaan Plastic, Styrofoam, popok bayi, suntik sekali pakai, air
kemasan, aluminium yang semakin meningkat, sedangkan kemampuan Pemerintah khususnya
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mengelola dan menangani limbahnya belum
optimal, bahkan kalau dibiarkan akan dapat menyebabkan dampak yang dasyat seperti dioksin (racun
yang menyebabkan kanker) akan di produksi oleh sampah plastik, Styrofoam dan lainnya.

Penggunaan plastik di super/mini market yang telah dikenakan biaya Rp. 200 per lembar saat ini
sudah semakin redup pelaksanaannya. Awal pemberlakuan penggunaan plastik berbayar sangat
membuat senang penulis dan beberapa pihak peduli lingkungan lainnya. Tindakan Pemerintah
mempunyai minimal effort untuk dapat mengurangi penggunaan plastik, sekaligus memberikan
pemahaman kepada masyarakat bahwa plastik akan menjadi bencana apabila tidak dikelola dengan
baik dan benar.

Anda mungkin juga menyukai