Oleh:
dr. Febriana Syafitri
Pembimbing:
dr. Hastin Atas Asih
Evaluasi program
i
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga laporan evaluasi program dapat
berguna untuk meningkatkan angka deteksi kasus tuberculosis. Sehingga dari hasil
yang diperoleh upaya promosi kesehatan masyarakat dapat ditingkatkan lebih baik lagi.
Dalam penyusunan dan penulisan evaluasi program ini tidak terlepas dari
bantuan, bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin
1. dr. Wahyu Indarti sebagai Kepala Puskesmas Tegowanu yang telah memberi
2. dr. Hastin Atas Asih sebagai pembimbing, yang telah meluangkan waktunya
ii
5. Pihak Puskesmas Tegowanu yang telah membantu memberikan gambaran
Namun tidak lepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa ada
kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa maupun segi lainnya. Oleh karena itu
dengan lapang dada dan tangan terbuka untuk menerima kritik dan saran sehingga
PENULIS
iii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................... i
KATA PENGANTAR .............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................vi
DAFTAR TABEL ................................................................................................. vii
BAB I .................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah..................................................................................... 2
1.3. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 2
BAB II ................................................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 3
BAB III.................................................................................................................19
METODE PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA ..........................................19
3.1 Metode Pengambilan Data Primer ............................................................19
3.2 Metode Pengambilan Data Sekunder ........................................................19
3.3 Rencana Analisis Data .............................................................................19
BAB IV HASIL ANALISIS DATA .......................................................................20
4.1. Data Primer .............................................................................................20
4.2. Data Sekunder .........................................................................................20
BAB V..................................................................................................................23
PENENTUAN PRIORITAS MASALAH DAN ANALISIS DATA ........................23
5.1. Rencana Intervensi Masalah .....................................................................23
5.2. Identifikasi Masalah Menggunakan Fishbone Analysis..............................23
iv
5.3. Penentuan Alternatif Pemecahan Masalah.................................................25
5.4. Penentuan Prioritas Pemecahan Masalah ..................................................26
BAB VI PLAN OF ACTION.................................................................................30
6.1. Health Problem and Goal .........................................................................30
6.2. Kelompok Sasaran ...................................................................................30
6.3. Metode ....................................................................................................30
6.4. Rencana Evaluasi.....................................................................................31
6.5. Hasil dan Pembahasan .............................................................................31
BAB VII ...............................................................................................................32
KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................................32
7.1. Kesimpulan .............................................................................................32
7.2. Saran .......................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................33
v
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 2. Kisaran Dosis OAT Lini Pertama bagi Pasien Dewasa ...........................12
vii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah fasilitas pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya
kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya
promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Untuk menguatkan upaya promotif dan
preventif, pemerintah menyelenggarakan Program Indonesia Sehat dengan
Pendekatan Keluarga (PIS-PK) yang dilaksanakan tiap puskesmas. Terdapat 12
indikator PIS-PK yaitu penurunan angka kematian ibu dan angka kematian bayi,
perbaikan gizi masyarakat khususnya untuk pengendalian prevalensi balita
pendek (stunting), pengendalian penyakit menular khususnya HIV-AIDS, TB
dan malaria, pengendalian penyakit tidak menular khususnya hipertensi,
diabetes mellitus dan gangguan jiwa.
1
(Case Detection Rate) di wilayah kerja puskesmas Tegowanu adalah 18% pada
tahun 2020. Hasil tersebut masih jauh dibawah target CDR Kabupaten
Grobogan tahun 2020 yaitu 70% dan Target Nasional pada tahun 2020 yaitu
80%.
Dari uraian di atas, penulis bermaksud memperoleh informasi mengenai
faktor faktor yang berpengaruh terhadap rendahnya CDR kasus tuberkulosis di
wilayah kerja Puskesmas Tegowanu.
1.2.Rumusan Masalah
Apa saja masalah yang mempengaruhi angka deteksi kasus/ case detection rate
TB di desa wilayah kerja Puskesmas Tegowanu?
1.3.Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui masalah yang mempengaruhi angka deteksi kasus/ case detection
rate TB di desa wilayah kerja Puskesmas Tegowanu.
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi masalah kesehatan di Puskesmas Tegowanu.
b. Menentukan prioritas masalah yang ditemukan.
c. Mencari penyebab masalah melalui analisa fishbone.
d. Menyusun alternatif pemecahan masalah dengan skala prioritas
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Tuberkulosis paru (TB paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama
menyerang penyakit parenkim paru. Nama tuberkulosis berasal dari tuberkel yang
berarti tonjolan kecil dan keras yang terbentuk waktu sistem kekebalan
membangun tembok mengelilingi bakteri dalam paru. TB paru ini bersifat
menahun dan secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan
menimbulkan nekrosis jaringan. TB paru dapat menular melalui udara, waktu
seseorang dengan TB aktif pada paru batuk, bersin atau bicara.
2.2 Klasifikasi
2.2.1 Pasien TB berdasarkan hasil konfirmasi pemeriksaan Bakteriologis :
Adalah seorang pasien TB yang dikelompokkan berdasar hasil pemeriksaan
contoh uji biologinya dengan pemeriksaan mikroskopis langsung, biakan
atau tes diagnostik cepat yang direkomendasi oleh Kemenkes RI (misalnya:
GeneXpert).
Termasuk dalam kelompok pasien ini adalah:
a. Pasien TB paru BTA positif
b. Pasien TB paru hasil biakan M. TB positif
c. Pasien TB paru hasil tes cepat M. TB positif
d. Pasien TB ekstraparu terkonfirmasi secara bakteriologis, baik
dengan BTA, biakan maupun tes cepat dari contoh uji jaringan yang
terkena.
e. TB anak yang terdiagnosis dengan pemeriksaan bakteriologis
2.2.2 Pasien TB terdiagnosis secara Klinis:
Adalah pasien yang tidak memenuhi kriteria terdiagnosis secara
bakteriologis tetapi didiagnosis sebagai pasien TB aktif oleh dokter, dan
diputuskan untuk diberikan pengobatan TB.
3
Termasuk dalam kelompok pasien ini adalah:
Pasien TB paru BTA negatif dengan hasil pemeriksaan foto toraks
mendukung TB.
Pasien TB ekstraparu yang terdiagnosis secara klinis maupun
laboratoris dan histopatologis tanpa konfirmasi bakteriologis.
TB anak yang terdiagnosis dengan sistim skoring
4
Kasus baru
adalah pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan TB
sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT namun kurang dari 1
bulan (˂ dari 28 dosis).
5
Extensive drug resistan (TB XDR): adalah TB MDR yang
sekaligus juga resistan terhadap salah satu OAT golongan
fluorokuinolon dan minimal salah satu dari OAT lini kedua jenis
suntikan (Kanamisin, Kapreomisin dan Amikasin).
Resistan Rifampisin (TB RR): resistan terhadap Rifampisin
dengan atau tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi
menggunakan metode genotip (tes cepat) atau metode fenotip
(konvensional).
2.3 Epidemiologi
TB Paru Menyerang siapa saja tua, muda bahkan anak-anak. Sebagian besar
penderita TB Paru di Negara berkembang berumur dibawah 50 tahun. Data
WHO menunjukkan bahwa kasus TB paru di negara berkembang banyak
terdapat pada umur produktif 15-29 tahun. Penelitian Rizkiyani pada tahun 2008
menunjukkan jumlah penderita baru TB Paru positif 87,6% berasal dari usia
produktif (15-54 tahun) sedangkan 12,4 % terjadi pada usia lanjut (≤ 55 tahun).
Penyakit TB Paru menyerang orang dewasa dan anak-anak, laki- laki dan
perempuan. TB paru menyerang sebagian besar laki-laki usia produktif.
Penyakit TB paru Lebih dominan terjadi pada masyarakat yang status gizi rendah
karena sistem imun yang lemah sehingga memudahkan kuman TB Masuk dan
berkembang biak. Penderita TB Paru lebih banyak terdapat pada masyarakat
yang menetap pada lingkungan yang kumuh dan kotor. Data WHO pada tahun
2011 menyatakan bahwa angka kematian akibat TB paru sebagaian besar berada
di negara yang relatif miskin.
2.4 Etiologi
Penyakit TB paru adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri. Mycobakterium tuberkulosis. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat
tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA).
Sumber penularan adalah. Penderita menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat
6
bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi
kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan.Setelah kuman
tuberkulosis masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman
tuberkulosis tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya melalui
sistem peredaran darah, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-
bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh
banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif
hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil
pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut
dianggap tidak menular. Seseorang terinfeksi tuberkulosis ditentukan oleh
konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
2.2.3.3 Tanda
Tanda-tanda yang di temukan pada pemeriksaan fisik tergantung
luas dan kelainan struktural paru. Pada lesi minimal, pemeriksaan fisis
7
dapat normal atau dapat ditemukan tanda konsolidasi paru utamanya apeks
paru. Tanda pemeriksaan fisik paru tersebut dapat berupa: fokal fremitus
meningkat, perkusi redup, bunyi napas bronkovesikuler atau adanya
ronkhi terutama di apeks paru.
Pada lesi luas dapat pula ditemukan tanda-tanda seperti: deviasi
trakea ke sisi paru yang terinfeksi, tanda konsolidasi, suara napas amporik
pada cavitas atau tanda adanya penebalan pleura
8
mikroskopis langsung, biakan, dan tes cepat. Apabila pemeriksaan bakteriologis
hasilnya negative, maka penegakan diagnosis TB dapat dilakukan secara klinis
menggunakan hasil pemeriksaan klinis dan penunjang (setidaknya pemeriksaan
foto thoraks) yang sesuai dan ditetapkan oleh dokter yang terlatih TB. Pada
sarana yang terbatas, penegakan diagnosis secara klinis dilakukan setelah
pemberian terapi antibiotic spektrum luas (Non OAT dan Non kuinolon) yang
tidak memberikan perbaikan klinis. Tidak dibenarkan mendiagnosis
tuberkulosis hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak
selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi
overdiagnosis.
9
2.6.4 Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukan indikator yang
spesifik untuk TB paru. Laju Endap Darah (LED) jam pertama dan
jam kedua dibutuhkan. Data ini dapat di pakai sebagai indikator
tingkat kestabilan keadaan nilai keseimbangan penderita, sehingga
dapat digunakan untuk salah satu respon terhadap pengobatan
penderita serta kemungkinan sebagai predeteksi tingkat
penyembuhan penderita. Demikian pula kadar limfosit dapat
menggambarkan daya tahan tubuh penderita. LED sering meningkat
pada proses aktif, tetapi LED yang normal juga tidak menyingkirkan
diagnosa TBC
2.6.5 Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan standar adalah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas
indikasi ialah foto lateral, top lordotik, oblik, CT-Scan. Pada kasus
dimana pada pemeriksaan sputum SPS positif, foto toraks tidak
diperlukan lagi. Pada beberapa kasus dengan hapusan positif perlu
dilakukan foto toraks bila:
10
2.7 Tatalaksana
11
lambat dan cepat sekali timbul resistensi bila terpajan dengan satu obat.
Umumnya antibiotika bekerja lebih aktif terhadap kuman yang cepat membelah
dibandingkan dengan kuman yang lambat membelah. Sifat lambat membelah
yang dimiliki mikobakteri merupakan salah satu faktor yang menyebabkan
perkembangan penemuan obat antimikobakteri baru jauh lebih sulit dan lambat
dibandingkan antibakteri lain.
Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah: INH, Rifampisin, Streptomisin,
Etambutol. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2): Kanamisin, Amikasin,
Kuinolon
12
Pengobatan TB harus selalu meliputi pengobatan tahap awal dan tahap lanjutan
dengan maksud:
Tahap awal: Pengobatan diberikan setiap hari. Pengobatan tahap awal
pada semua pasien baru, harus diberikan selama 2 bulan.
Tahap lanjutan: pengobatan tahap lanjutan merupakan tahap yang
penting untuk membunuh sisa-sisa kuman yang masih ada dalam tubuh
khususnya kuman persisten sehinggas pasien dapat sembuh dan
mencegah terjadinya kekambuhan. Durasi pengobatan tahap lanjutan
bergantung kepada kategori pengobatan TB pasien tersebut.
Kategori 1: 2(RHZE)/4(RH)3
Kategori 2: 2(RHZE)S/(RHZE)/5(RH)3E3
Kategori anak: 2(RHZ)/4(RH) atau 2RHZA(S)/4-10RH
Paduan OAT Kategori-1 dan Kategori-2 disediakan dalam bentuk paket obat
kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2
atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien.
Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien
Paket Kombipak. Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin,
Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini
disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang terbukti
mengalami efek samping pada pengobatan dengan OAT KDT sebelumnya.
13
Paduan OAT KDT Lini Pertama dan Peruntukannya:
• Pasien kambuh
• Pasien gagal pada pengobatan dengan paduan OAT kategori 1
sebelumnya
• Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up)
14
Tabel 2. 5. Dosis Paduan OAT KDT Kategori 2: 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
15
2.8.1 Pengendalian Manajerial
Pihak manajerial adalah pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan,
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dan Kabupaten /Kota dan/atau atasan
dari institusi terkait.
Komitmen, kepemimipinan dan dukungan manajemen yang efektif
berupa penguatan dari upaya manajerial bagi program PPI TB yang
meliputi:
a. Membuat kebijakan pelaksanaan PPI TB
b. Membuat SPO mengenai alur pasien untuk semua pasien batuk,
alur pelaporan dan surveilans
c. Membuat perencanaan program PPI TB secara komprehensif
d. Memastikan desain dan persyaratan bangunan serta
pemeliharannya sesuai PPI TB
e. Menyediakan sumber daya untuk terlaksananya program PPI TB
(Tenaga, anggaran, sarana, dan prasarana) yang dibutuhkan
f. Monitoring dan evaluasi
g. Melakukan kajian di unit terkait penularan TB
h. Melaksanakan promosi pelibatan masyarakat dan organisasi
masyarakat terkait PPI TB
16
d. Pemasangan poster, spanduk, dan bahan untuk KIE
e. Skrining bagi petugas yang merawat pasien TB
17
berisiko tinggi, misalnya bronkoskopi, intubasi, induksi sputum,
aspirasi sekret saluran napas, dan pembedahan paru. Selain itu,
respirator ini juga perlu digunakan saat memberikan perawatan kepada
pasien atau saat menghadapi/menangani pasien tersangka MDR-TB dan
XDR-TB di poliklinik.
Petugas kesehatan dan pengunjung perlu mengenakan respirator jika
berada Bersama pasien TB di ruangan tertutup. Pasien atau tersangka
TB tidak perlu menggunakan respirator tetapi cukup menggunakan
masker bedah untuk melindungi lingkungan sekitarnya dari droplet.
Respirator partikulat untuk pelayanan kesehatan N95 atau FFP2
(health care particular respirator), merupakan masker khusus dengan
efisiensi tinggi untuk melindungi seseorang dari partikel berukuran < 5
mikron yang dibawa melalui udara. Pelindung ini terdiri dari beberapa
lapisan penyaring dan harus dipakai menempel erat pada wajah tanpa
ada kebocoran. Masker ini membuat pernapasan pemakai menjadi lebih
berat. Harganya lebih mahal daripada masker bedah. Bila cara
pemeliharaan dan penyimpanan dilakukan dengan baik, maka respirator
ini dapat digunakan kembali (maksimal 3 hari).
18
BAB III
METODE PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA
19
BAB IV
HASIL ANALISIS DATA
4.1.Data Primer
Dari hasil wawancara dengan pembimbing internsip dan pemegang
program Penanggulanagn Penyakit Menular Tuberculois di Puskesmas
Tegowanu, salah satu permasalahan kasus TB di wilayah kerja Puskesmas
Tegowanu, diantaranya Case Detection Rate (CDR) yang masih belum
memenuhi target.
4.2.Data Sekunder
Data sekunder didapatkan melalui penelusuran data di Puskesmas
Tegowanu. Data kesehatan berupa laporan tahunan Puskesmas Tegowanu,
profil penduduk serta data pasien dengan tuberculosis di wilayah cakupan
Puskesmas Tegowanu. Berdasarkan data monografi wilayah kerja Puskesmas
Tegowanu tahun 2020-2021 bahwa jumlah penduduk dalam wilayah kerja
Puskesmas Tegowanu sebanyak 58.123 jiwa, sebagaimana terlampir pada tabel
berikut.
3. Medani 2293
4. Sukorejo 3159
5. Tanggirejo 1726
6. Mangunsari 2892
7. Gebangan 1139
8. Kejawan 1853
20
9. Tegowanu Wetan 6911
2020 29
2021 16
o 2020: 272
o 2021: 252
o 2022: 231
o 2023: 211
o 2024: 190
21
CDR TB di Puskesmas Tegowanu Kabupaten Grobogan tahun 2020:
272
x 58.123 = 158
100.000
29
Case Detection Rate (CDR): x 100% = 18%
158
252
x 58.123 = 146
100.000
16
Case Detection Rate (CDR): x 100% = 10%
146
22
BAB V
PENENTUAN PRIORITAS MASALAH DAN ANALISIS DATA
23
Grobogan
24
5.3. Penentuan Alternatif Pemecahan Masalah
Setelah menganalisis beberapa penyebab masalah, langkah
selanjutnya yaitu menyusun jalan keluar dari setiap penyebab masalah yang
ada. Adapun alternative jalan keluar tersebut tersaji dalam tabel berikut:
Tabel 5. 1. Alternatif Pemecahan Masalah
25
apabila memiliki gejala kepada masyarakat sehingga
TB masyarakat merasa aman
berobat di puskesmas.
6. Stigma buruk - Edukasi tentang penyakit
masyarakat terhadap tuberculosis bukan
penderita TB merupakan aib sehingga tidak
ada stigma yang buruk di
masayarakat kepada pasein
yang menderita tuberculosis
26
A : Accessibility (kemudahan), seberapa mudah masalah atau
penyebab masalah untuk diatasi dilihat dari ketersediaan
metode, cara, teknologi, dan penunjang pelaksanaannya.
R : Readyness (kesiapan), seberapa siap tenaga pelaksana untuk
mengatasi masalah.
L : Leverage (daya ungkit), besarnya pengaruh antar metode
penyelesaian masalah yang satu dengan yang lain secara
langsung maupun tidak langsung.
2. Kurangnya media 3 3 3 4 13 4
informasi tentang penyakit
TB
4. Kurangnya pengetahuan 4 4 5 5 18 1
masyarakat terkait penyakit
TB
5. Pandemi Covid-19 3 3 4 2 12 5
membuat masyarakat takut
27
untuk berobat apabila
memiliki gejala TB
28
Dari prioritas Pemecahan masalah yang, disusunlah program
intervensi sebagai berikut:
29
BAB VI
PLAN OF ACTION
6.2.Kelompok Sasaran
a. Primer: Penderita Tuberculois di desa wilayah kerja puskesmas
Tegowanu
b. Sekunder: Keluarga Tuberculois di desa wilayah kerja puskesmas
Tegowanu
c. Tersier: Kader, Ketua RT/RW di desa wilayah kerja puskesmas
Tegowanu
6.3.Metode
Metode yang diharapkan dapat meningkatkan angka deteksi tuberculosis
/case detction rate di Puskesmas Tegowanu, yaitu dengan cara melakukan
edukasi kepada masyarakat melalui media video yang menarik dan informatif
tentang penyakit tuberculosis.
30
6.4.Rencana Evaluasi
Rencana evaluasi dari program kerja tersebut dapat dilihat pada tabel di
bawah ini :
No Masalah Intervensi Tujuan Metode Indicator Sasaran P elaksanaan Biaya
keberhasilan dan waktu
1 Kurangnya Melakukan Meningkatkan Menggunakan Meningkatnya Masyarakat P elaksana: Rp
pengetahuan penyuluhan penetahuan media video pengetahuan di wilayah Dokter 0,00
masyarakat kepada masyarakat yang mudah masyarakat kerja Internsip
tentang masyarakat tentang dipahami oleh tentang TB puskesmas
penyakit mengenai tuberculosis masyarakat Tegowanu Waktu:
tuberculosis penyakit tentang Meningkatnya November
tuberculosis penyakit CDR 2021
(pengertian, tuberculosis
penyebab,
cara
penularan,
gejala,
pemeriksaan,
pengobatan,
pencegahan)
dengan cara
pembuatan
video yang
menarik dan
informative
tentang
penyakit
tuberculosis
Puskesmas Tegowanu.
31
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
7.1.1 Salah satu masalah kesehatan yang menjadi prioritas di wilayah
kerja Puskesmas Tegowanu adalah rendahnya case detection rate
TB.
7.1.2 Rendahnya case detection rate TB disebabkan karena kurangnya
pengetahuan dan informasi masyarakat tentang tuberculosis; metode
penyuluhan yang masih kurang efektif di masa pandemi Covid-19;
serta stigma masayarakat kepada penderita tuberculosis.
7.1.3 Strategi untuk mengatasi rendahnya case detection rate di wilayah
kerja Puskesmas Tegowanu salah satunya dengan cara pembuatan
video yang menarik dan informatif tentang penyakit tuberculosis.
7.2. Saran
7.2.1. Perlu dilakukan pemantauan lebih lanjut terhadap hasil edukasi
yang diberikan, yang dapat ditunjukkan dengan meningkatnya case
detection rate tuberculosis di wilayah kerja Puskesmas Tegowanu.
32
DAFTAR PUSTAKA
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Profil Kesehatan Kota Grobogan Tahun
2012
Keman, I. & Ibrahim, E. (2005) Hubungan perilaku dan kondisi lingkungan fisik
rumah dengan kejadian TB Paru di Kota Bima Provinsi Nusa Tenggara
Barat.
Kementrian Kesehatan RI, 2018, Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia
2017. Jakarta, 2018
33
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), 2006, Tuberkulosis; Pedoman
Diagnosis & Terapi Di Indonesia.
Rasmin, M., et al, 2008. Profil Penderita Tuberkulosis Paru di Poli Paru RS
Persahabatan Januari – Juli 2008. Department of Pulmonology and
Respiratory Medicine, Faculty of Medicine University of Indonesia,
Persahabatan Hospital, Jakarta, Indonesia
Sidhi, D.P., 2010, Riwayat Kontak Tuberkulosis Sebagai Faktor Resiko Hasil Uji
Tuberkulin Positif. Tesis. Universitas Diponegoro, Semarang.
Soesanto, Sri S., Lubis, A., Atmosukarto, K., 2000, Hubungan Kondisi Perumahan
Dengan Penularan Penyakit ISPA dan TB Paru, Media Litabng Kesehatan
Vol X Nomor 2.
34