Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ISOLASI SOSIAL
Disusun untuk memenuhi tugas Stase Keperawatan Jiwa di RSJD Dr. Arif Zainuhdin Surakarta

Oleh:
Erdiana Isnaini Ferlinda (J230215070)

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2021
A. Definisi

1. Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien
mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan
yang berarti dengan orang lain (Purba, dkk. 2008).
2. Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang merupakan mekanisme individu
terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara menghindari interaksi dengan
orang lain dan lingkungan (Keliat. 2011). 
3. Isolasi soaial adalah pengalaman kesendirian seorang individu yang diterima sebagai
perlakuan dari orang lain serta sebagai kondisi yang negatif atau mengancam
(Kusumawati dan Hartono, 2010).

B. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:
a. Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu
dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat dipenuhi, akan
menghambat masa perkembangan selanjutnya. Keluarga adalah tempat pertama
yang memberikan pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan dengan
orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari
ibu/pengasuh pada bayi bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat
menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa ketidakpercayaan tersebut
dapat mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain maupun lingkungan di
kemudian hari. Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar anak
tidak mersaa diperlakukan sebagai objek.
Menurut Purba, dkk. (2008) tahap-tahap perkembangan individu dalam
berhubungan terdiri dari:
1) Masa Bayi
Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk memenuhi
kebutuhan biologis maupun psikologisnya. Konsistensi hubungan antara ibu
dan anak, akan menghasilkan rasa aman dan rasa percaya yang mendasar. Hal
ini sangat penting karena akan mempengaruhi hubungannya dengan
lingkungan di kemudian hari. Bayi yang mengalami hambatan dalam
mengembangkan rasa percaya pada masa ini akan mengalami kesulitan untuk
berhubungan dengan orang lain pada masa berikutnya.
2) Masa Kanak-kanak
Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang mandiri,
mulai mengenal lingkungannya lebih luas, anak mulai membina hubungan
dengan teman-temannya. Konflik terjadi apabila tingkah lakunya dibatasi atau
terlalu dikontrol, hal ini dapat membuat anak frustasi. Kasih sayang yang tulus,
aturan yang konsisten dan adanya komunikasi terbuka dalam keluarga dapat
menstimulus anak tumbuh menjadi individu yang interdependen, Orang tua
harus dapat memberikan pengarahan terhadap tingkah laku yang diadopsi dari
dirinya, maupun sistem nilai yang harus diterapkan pada anak, karena pada saat
ini anak mulai masuk sekolah dimana ia harus belajar cara berhubungan,
berkompetensi dan berkompromi dengan orang lain.
3) Masa Pra remaja dan Remaja
Pada praremaja individu mengembangkan hubungan yang intim dengan
teman sejenis, yang mana hubungan ini akan mempengaruhi individu untuk
mengenal dan mempelajari perbedaan nilai-nilai yang ada di masyarakat.
Selanjutnya hubungan intim dengan teman sejenis akan berkembang menjadi
hubungan intim dengan lawan jenis. Pada masa ini hubungan individu dengan
kelompok maupun teman lebih berarti daripada hubungannya dengan orang
tua. Konflik akan terjadi apabila remaja tidak dapat mempertahankan
keseimbangan hubungan tersebut, yang seringkali menimbulkan perasaan
tertekan maupun tergantung pada remaja.
4) Masa Dewasa Muda
Individu meningkatkan kemandiriannya serta mempertahankan
hubungan interdependen antara teman sebaya maupun orang tua. Kematangan
ditandai dengan kemampuan mengekspresikan perasaan pada orang lain dan
menerima perasaan orang lain serta peka terhadap kebutuhan orang lain.
Individu siap untuk membentuk suatu kehidupan baru dengan menikah dan
mempunyai pekerjaan. Karakteristik hubungan interpersonal pada dewasa
muda adalah saling memberi dan menerima (mutuality). 
5) Masa Dewasa Tengah
Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya, ketergantungan anak-
anak terhadap dirinya menurun. Kesempatan ini dapat digunakan individu
untuk mengembangkan aktivitas baru yang dapat meningkatkan pertumbuhan
diri. Kebahagiaan akan dapat diperoleh dengan tetap mempertahankan
hubungan yang interdependen antara orang tua dengan anak.
6) Masa Dewasa Akhir
Individu akan mengalami berbagai kehilangan baik kehilangan keadaan
fisik, kehilangan orang tua, pasangan hidup, teman, maupun pekerjaan atau
peran. Dengan adanya kehilangan tersebut ketergantungan pada orang lain
akan meningkat, namun kemandirian yang masih dimiliki harus dapat
dipertahankan.
b. Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk
mengembangkan gangguan tingkah laku.
1) Sikap bermusuhan/hostilitas
2) Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak
3) Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan untuk
mengungkapkan pendapatnya.
4) Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada pembicaananak,
hubungan yang kaku antara anggota keluarga, kurang tegur sapa, komunikasi
kurang terbuka, terutama dalam pemecahan masalah tidak diselesaikan secara
terbuka dengan musyawarah.
5) Ekspresi emosi yang tinggi.
6) Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat bersamaan yang
membuat bingung dan kecemasannya meningkat)
c. Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh karena
norma-norma yang salah yang dianut oleh satu keluarga.seperti anggota tidak
produktif diasingkan dari lingkungan sosial.
d. Faktor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Insiden
tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota keluarga yang
menderita skizofrenia. Berdasarkan hasil penelitian pada kembar monozigot apabila
salah diantaranya menderita skizofrenia adalah 58%, sedangkan bagi kembar
dizigot persentasenya 8%. Kelainan pada struktur otak seperti atropi, pembesaran
ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta perubahan struktur limbik, diduga
dapat menyebabkan skizofrenia.
2. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor internal
maupun eksternal, meliputi:
a. Stressor Sosial Budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan,
terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah dengan orang
yang dicintai, kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh,
dirawat dirumah sakit atau dipenjara. Semua ini dapat menimbulkan isolasi sosial.
b. Stressor Biokimia
1) Teori dopamine: Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik serta
tractus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
2) Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah akan meningkatkan
dopamin dalam otak. Karena salah satu kegiatan MAO adalah sebagai enzim
yang menurunkan dopamin, maka menurunnya MAO juga dapat merupakan
indikasi terjadinya skizofrenia.
3) Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada pasien
skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami penurunan karena dihambat
oleh dopamin. Hypertiroidisme, adanya peningkatan maupun penurunan
hormon adrenocortical seringkali dikaitkan dengan tingkah laku psikotik.
4) Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala-gejala psikotik
diantaranya adalah virus HIV yang dapat merubah stuktur sel-sel otak.
c. Stressor Biologik dan Lingkungan Sosial
Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering terjadi
akibat interaksi antara individu, lingkungan maupun biologis.
d. Stressor Psikologis
Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya kemampuan
individu untuk berhubungan dengan orang lain. Intesitas kecemasan yang ekstrim
dan memanjang disertai terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi masalah
akan menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan pada tipe psikotik.
Menurut teori psikoanalisa; perilaku skizofrenia disebabkan karena ego
tidak dapat menahan tekanan yang berasal dari id maupun realitas yang berasal dari
luar. Ego pada klien psikotik mempunyai kemampuan terbatas untuk mengatasi
stress. Hal ini berkaitan dengan adanya masalah serius antara hubungan ibu dan
anak pada fase simbiotik sehingga perkembangan psikologis individu terhambat.
C. Pohon Masalah

Sumber: (Keliat, 2011)

D. Tanda Dan Gejala


Menurut Purba, dkk. (2008) tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat ditemukan
dengan wawancara, adalah:
1. Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
2. Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain
3. Pasien mengatakan tidak ada hubungan yang berarti dengan orang lain
4. Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
5. Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
6. Pasien merasa tidak berguna
7. Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup
E. Akibat Yang Ditimbulkan
Perilaku isolasi sosial : menarik diri dapat berisiko terjadinya perubahan persepsi
sensori halusinasi. Perubahan persepsi sensori halusinasi adalah persepsi sensori yang salah
(misalnya tanpa stimulus eksternal) atau persepsi sensori yang tidak sesuai dengan
realita/kenyataan seperti melihat bayangan atau mendengarkan suara-suara yang sebenarnya
tidak ada.
Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun dari panca indera, di
mana orang tersebut sadar dan dalam keadaan terbangun yang dapat disebabkan oleh
psikotik, gangguan fungsional, organik atau histerik.Halusinasi merupakan pengalaman
mempersepsikan yang terjadi tanpa adanya stimulus sensori eksternal yang meliputi lima
perasaan (pengelihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman, perabaan), akan tetapi yang
paling umum adalah halusinasi pendengaran.
F. RentangRespon

G. Petalaksanaan
1. Terapi Psikofarmaka
a. Chlorpromazine
Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai
realitas, kesadaran diri terganggu, daya ingat norma sosial dan tilik diri terganggu,
berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental: faham, halusinasi. Gangguan perasaan  dan
perilaku yang aneh atau tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-
hari, tidak mampu bekerja, berhubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.
Mempunyai efek samping gangguan otonomi (hypotensi) antikolinergik/parasimpatik,
mulut kering, kesulitan dalam miksi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra
okuler meninggi, gangguan irama jantung. Gangguan ekstra pyramidal (distonia akut,
akathsia sindrom parkinson). Gangguan endoktrin (amenorhe). Metabolic (Soundiee).
Hematologik, agranulosis. Biasanya untuk pemakaian jangka panjang. Kontraindikasi
terhadap penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung (Keliat, 2011).
b. Haloperidol (HLP)
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi mental serta
dalam fungsi kehidupan sehari-hari. Memiliki efek samping seperti gangguan miksi
dan parasimpatik, defeksi, hidung tersumbat mata kabur , tekanan infra meninggi,
gangguan irama jantung. Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit darah,
epilepsy, kelainan jantung (Keliat, 2011).
c. Trihexyphenidil (THP)
Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis dan idiopatik,
sindrom Parkinson akibat obat misalnya reserpina dan fenotiazine. Memiliki efek
samping diantaranya mulut kering, penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, bingung,
agitasi, konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal, retensi urine. Kontraindikasi terhadap
hypersensitive Trihexyphenidil (THP), glaukoma sudut sempit, psikosis berat
psikoneurosis (Keliat, 2011).
2. Terapi Individu
Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat diberikan strategi
pertemuan (SP) yang terdiri dari tiga SP dengan masing-masing strategi pertemuan yang
berbeda-beda. Pada SP satu, perawat mengidentifikasi penyebab isolasi social, berdiskusi
dengan pasien mengenai keuntungan dan kerugian apabila berinteraksi dan tidak
berinteraksi dengan orang lain, mengajarkan cara berkenalan, dan memasukkan kegiatan
latihan berbiincang-bincang dengan orang lain ke dalam kegiatan harian. Pada SP dua,
perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, memberi kesempatan pada pasien
mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang, dan membantu pasien memasukkan
kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan harian. Pada
SP tiga, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, memberi kesempatan untuk
berkenalan dengan dua orang atau lebih dan menganjurkan pasien memasukkan ke dalam
jadwal kegiatan hariannya (Purba, dkk. 2008)
3. Terapi kelompok
Menurut (Purba, 2008), aktivitas pasien yang mengalami ketidakmampuan
bersosialisasi secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:
a. Activity Daily Living (ADL)
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan sehari-
hari yang meliputi:
1) Bangun tidur, yaitu semua tingkah laku/perbuatan pasien sewaktu bangun tidur.
2) Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), yaitu semua bentuk tingkah
laku/perbuatan yang berhubungan dengan BAB dan BAK.
3) Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam kegiatan mandi
dan sesudah mandi.
4) Ganti pakaian, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan keperluan berganti
pakaian.
5) Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan pada waktu, sedang dan
setelah makan dan minum.
6) Menjaga kebersihan diri, yaitu perbuatan yang berhubungan dengan kebutuhan
kebersihan diri, baik yang berhubungan dengan kebersihan pakaian, badan,
rambut, kuku dan lain-lain.
7) Menjaga keselamatan diri, yaitu sejauhmana pasien mengerti dan dapat menjaga
keselamatan dirinya sendiri, seperti, tidak menggunakan/menaruh benda tajam
sembarangan, tidak merokok sambil tiduran, memanjat ditempat yang berbahaya
tanpa tujuan yang positif.
8) Pergi tidur, yaitu perbuatan yang mengiringi seorang pasien untuk pergi tidur.
Pada pasien gangguan jiwa tingkah laku pergi tidur ini perlu diperhatikan karena
sering merupakan gejala primer yang muncul padagangguan jiwa. Dalam hal ini
yang dinilai bukan gejala insomnia (gangguan tidur) tetapi bagaimana pasien
mau mengawali tidurnya.
b. Tingkah laku sosial
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan kebutuhan sosial pasien dalam
kehidupan bermasyarakat yang meliputi:
1) Kontak sosial terhadap teman, yaitu tingkah laku pasien untuk melakukan
hubungan sosial dengan sesama pasien, misalnya menegur kawannya, berbicara
dengan kawannya dan sebagainya.
2) Kontak sosial terhadap petugas, yaitu tingkah laku pasien untuk melakukan
hubungan sosial dengan petugas seperti tegur sapa, menjawab pertanyaan waktu
ditanya, bertanya jika ada kesulitan dan sebagainya.
3) Kontak mata waktu berbicara, yaitu sikap pasien sewaktu berbicara dengan orang
lain seperti memperhatikan dan saling menatap sebagai tanda adanya
kesungguhan dalam berkomunikasi.
4) Bergaul, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan kemampuan bergaul
dengan orang lain secara kelompok (lebih dari dua orang).
5) Mematuhi tata tertib, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan ketertiban
yang harus dipatuhi dalam perawatan rumah sakit.
6) Sopan santun, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan tata krama atau sopan
santun terhadap kawannya dan petugas maupun orang lain.
7) Menjaga kebersihan lingkungan, yaitu tingkah laku pasien yang bersifat
mengendalikan diri untuk tidak mengotori lingkungannya, seperti tidak meludah
sembarangan, tidak membuang puntung rokok sembarangan dan sebagainya.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan wawancara dan observasi kepada klien dan keluarga yang
menghantar. Pengkajian pertama kali dilakukan secara lengkap guna menggali informasi
yang dibutuhkan untuk terapi guna kesembuhan klien. Beberapa hal yang dapat dikaji
kepada klien antara lain :
a. Identitas :
1) Nama
2) Umur
3) Jenis kelamin
4) Alamat
5) Pekerjaan
6) Penanggung jawab
b. Alasan masuk :
1) Penyebab klien masuk rumah sakit
2) Usaha yang sudah dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut dan hasilnya.
c. Faktor Predisposisi :
1) Riwayat penyakit masa lalu dan hasil pengobatan sebelumnya.
2) Riwayat penyakit keluarga
3) Riwayat trauma yag pernah dialami
4) Masalah keperawatan yang muncul
d. Faktor fisik :
1) Tanda-tanda vital ( tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan )
2) Tinggi dan berat badan
3) Masalah keperawatan yang muncul
e. Faktor psikososial
1) Genogram
Menggambarkan hubungan klien dengan keluarga minimal 3 generasi keatas
f. Konsep diri
1) Gambaran diri
2) Identitas diri
3) Ideal diri
4) Harga diri
g. Hubungan Sosial
1) Orang yang berarti dalam hidupnya
2) Kelompok yang berarti dalam masyarakat
3) Keterlibatan klien dalam kelompok tersebut
h. Spiritual
1) Nilai dan keyakinan
2) Kegiatan ibadah
i. Status mental
1) Penampilan
2) Pembicaraan
3) Aktivitas motorik alam perasaan
4) Waham
5) Isi pikir
6) Tingkat kesadaran
7) Memori
8) Tingkat konsentrasi dan berhitung
j. Kebutuhan persiapan pulang
1) Makan
2) BAK / BAB
3) Mandi
4) Berpakaian
2. Diagnosa keperawatan
a. Isolasi sosial
b. Harga diri rendah kronis
c. Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi
d. Koping individu tidak efektif
e. Intoleran aktivitas
f. Defisit perawatan diri
3. Nursing Care Plan
No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi
1 (D.0121) Isolasi sosial berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Promosi Sosialisasi (I.13498, SIKI hal 385)
perubahan status mental (SDKI, hal 268) 3 x 24 jam diharapkan keterlibatan Observasi
Gejala dan Tanda Mayor sosial pasien meningkat dengan kriteria 1. Identifikasi kemampuan melakukan interaksi
Subjektif hasil : dengan orang lain
1. Merasa ingin sendirian Keterlibatan Sosial (L.13116, SLKI, hal 2. Identifikasi hambatan melakukan interaksi
2. Merasa tidak aman di tempat umum 47) dengan orang lain
Objektif 1. Minat interaksi meningkat Terapeutik
1. Menarik diri 2. Verbalisasi tujuan yang jelas 1. Motivasi meningkatkan keterlibatan dalam
2. Tidak berminat/menolak meningkat suatu hubungan
Gejala dan Tanda Minor 3. Minat terhadap aktivitas meningkat 2. Motivasi kesabaran dalam mengembangkan
Subjektif 4. Verbalisasi isolasi menurun suatu hubungan
1. Merasa berbeda dengan orang lain 5. Verbalisasi ketidakamanan di tempat 3. Motivasi berpartisipasi dalam aktivitas baru
2. Merasa asyik dengan pikiran sendiri umum menurun dan kegiatan kelompok
3. Merasa tidak mempunyai tujuan yang 6. Perilaku menarik diri menurun 4. Diskusikan kekuatan dan keterbatasan dalam
jelas 7. Verbalisasi perasaan berbeda dengan berkomunikasi dengan orang lain
Objektif orang lain menurun 5. Diskusikan perencanaan kegiatan di masa
1. Afek datar 8. Verbalisasi preokupasi dengan depan
2. Afek sedih pikiran sendiri 6. Berikan umpan balik positif dalam perawatan
3. Riwayat ditolak 9. Afek murung/sedih menurun diri
4. Menunjukkan permusuhan 10. Perilaku bermusuhan menurun 7. Berikan umpan balik positif pada setiap
5. Tidak mampu memenuhi harapan orang 11. Perilaku sesuai dengan harapan peningkatan kemampuan
lain orang lain membaik Edukasi
6. Kondisi difabel 12. Perilaku bertujuan membaik 1. Anjurkan berinteraksi dengan orang lain
7. Tindakan tidak berarti 13. Kontak mata membaik secara bertahap
8. Tidak ada kontak mata 2. Anjurkan berbagi pengalaman dengan orang
9. Tidak bergairah/lesu lain
3. Anjurkan meningkatkan kejujuran diri dan
menghormati hak orang lain
4. Anjurkan membuat perencanaan kelompok
kecil untuk kegiatan khusus
5. Latih bermain peran untuk meningkatkan
ketrampilan komunikasi
6. Latih mengekspresikan marah dengan tepat
DAFTAR PUSTAKA

Kusumawati dan Hartono . 2010 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta :


Salemba Medika

Keliat, Anna Budi 2011. ManajemenKeperawatanPsikososialdan Kader


KesehatanJiwa : CMHN (Intermediate Course). Jakarta :EGC.

Purba, Dkk. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah Psikososial
dan Gangguan Jiwa. Medan : USU.

Anda mungkin juga menyukai