Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN KASUS

DENGUE HAEMORGIC FEVER (DHF) DI RUANG MADINAH

DISUSUN OLEH:
Hapidz Nurrahman (19.14201.30.20)
DOSEN PEMBIMBING:
Ns, Kardewi, S.Kep., M.Kes

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA HUSADA


PALEMBANG 2021/2022
I. DEFINISI

Demam Berdarah Dengue sering disebut pula Dengue Haemoragic Fever ( DHF ) suatu

infeksi arbovirus akut yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk spesies aides.

DHF (Dengue Haemoragic fever) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue

sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh penderita melalui gigitan

nyamuk Aedes Aegypti (betina).

Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan orang

dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa

ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbo virus dan masuk kedalam tubuh penderita

melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (betina).

Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa dengue haemorhagic

fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong

arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty yang

terdapat pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi

yang disertai ruam atau tanpa ruam.

II. ETIOLOGI

Virus dengue tergolong dalam famili/suku/grup flaviviridae dan dikenal ada 4 serotipe.
Dengue 1 dan 2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang dunia ke-III, sedangkan

dengue 3 dan 4 ditemukan pada saat wabah di Filipina tahun 1953 – 1954.

Virus dengue berbentuk batang, bersifat termolabil, sensitif terhadap inaktivasi oleh

dietileter dan natrium dioksikolat, stabil pada suhu 700 C. Dengue merupakan serotipe yang

paling banyak beredar.

III. TANDA DAN GEJALA

Tanda dan gejala penyakit DHF adalah :

1. Meningkatnya suhu tubuh


2. Nyeri pada otot seluruh tubuh

3. Suara serak

4. Batuk

5. Epistaksis

6. Disuria

7. Nafsu makan menurun

8. Muntah

9. Ptekie

10. Ekimosis

11. Perdarahan gusi

12. Muntah darah

13. Kadang hematuria

14. Melena
IV. PATOFLOW

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Trombositopeni ( ? 100.000/mm3)
2. Hb dan PCV meningkat ( ? 20% )

3. Leukopeni ( mungkin normal atau lekositosis )

4. Isolasi virus

5. Serologi ( Uji H ): respon antibody sekunder

6. Pada renjatan yang berat, periksa : Hb, PCV berulang kali ( setiap jam atau 4-6 jam

apabila sudah menunjukkan tanda perbaikan ), Faal hemostasis, FDP, EKG, Foto dada,

BUN, creatinin serum.


VI. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan penderita dengan DHF adalah sebagai berikut :

1. Tirah baring atau istirahat baring.

2. Diet makan lunak.

3. Minum banyak (2 – 2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu, teh manis, sirup dan beri

penderita sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi

penderita DHF.

4. Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali) merupakan cairan yang

paling sering digunakan.

5. Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika kondisi pasien

memburuk, observasi ketat tiap jam.

6. Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari.

7. Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminopen.

8. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.

9. Pemberian antibiotik bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.

10. Monitor tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum, perubahan tanda-tanda vital,

hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk.


11. Bila timbul kejang dapat diberikan Diazepam.

Pada kasus dengan renjatan pasien dirawat di perawatan intensif dan segera dipasang

infus sebagai pengganti cairan yang hilang dan bila tidak tampak perbaikan diberikan

plasma atau plasma ekspander atau dekstran sebanyak 20 – 30 ml/kg BB.

Pemberian cairan intravena baik plasma maupun elektrolit dipertahankan 12 – 48

jam setelah renjatan teratasi. Apabila renjatan telah teratasi nadi sudah teraba jelas,

amplitudo nadi cukup besar, tekanan sistolik 20 mmHg, kecepatan plasma biasanya

dikurangimenjadi10/kgBB/jam. Transfusi darah diberikan pada pasien dengan


perdarahan gastrointestinal yang hebat. Indikasi pemberian transfusi pada penderita DHF

yaitu jika ada perdarahan yang jelas secara klinis dan abdomen yang makin tegang

dengan penurunan Hb yang mencolok. Pada DBD tanpa renjatan hanya diberi banyak

minum yaitu 1½-2 liter dalam 24 jam.

Cara pemberian sedikit demi sedikit dengan melibatkan orang tua. Infus diberikan pada

pasien DBD tanpa renjatan apabila :

1. Pasien terus menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga mengancam

terjadinya dehidrasi.

2. Hematokrit yang cenderung mengikat.

VII. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan yang dapat muncul menurut SDKI yaitu :

1. Hipertermi

Definisi : Suhu tubuh meningkat d atas rentang normal tubuh.

2. Defisit Nutrisi

Definisi : Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolism.

3. Hipovolemia
Definisi : Penurunan volume cairan intravaskuler, interstisial, dan atau intraseluler.

4. Gangguan mobilitas fisik

Definisi : keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara mandiri.

5. Resiko perdarahan

Definisi : Beresiko mengalami kehilangan darah baik internal (terjadi di dalam tubuh)

maupun eksternal (terjadi hingga keluar tubuh).


VIII. INTERVENSI KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA NOC NIC

1 Hipertermi Thermoregulation 1. Monitor temperatur suhu


tubuh
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x24
R: Perubahan temperatur
jam, hipertermi hilang dengan Kriteria Hasil : dapat terjadi pada proses
 Suhu tubuh dalam rentang normal infeksi akut.
2. Observasi tanda – tanda
 Nadi dan RR dalam rentang normal
vital (suhu,tensi, nadi,
 Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pernafasan, dan
pusing, merasa nyaman perubahan warna kulit).
R : Tanda – tanda vital
merupakan acuan untuk
mengetahui keadaan
umum pasien.
3. Anjurkan pasien untuk
minum banyak 1,5 – 2
liter dalam 24 jam.
R: Peningkatan suhu
tubuh mengakibatkan
penguapan tubuh
meningkat sehingga perlu
diimbangi dengan asupan
yang banyak.
4. Berikan kompres pada
lipatan axila dan paha.
R: menurunkan panas
lewat konduksi
5. Berikan antipiretik sesuai
program tim medis
R : menurunkan panas
pada pusat hipotalamus

2 Defisit nutrisi a. Nutritional Status: 1. Kaji status nutrisi

b. Nutritional Status : food and fluid intake R/ pengkajian penting

c. Nutritional status : nutrient intake dilakukan untuk

d. Weight control mengetahui status nutrisi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien sehingga dapat

selama….nutrisi kurang teratasi dengan menentukan intervensi

Kriteria Hasil: yang diberikan


 Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan 2. Monitor adanya

 Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi penurunan berat badan

 Tidak ada tanda-tanda malnutrisi R/ penurunan BB

 Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti menandakan asupan

makanan yang tidak

terkontrol ataupun

gangguan pada

penyerapan nutrisi

3. Berikan makanan yang

terpilih (sudah

dikonsultasikan dengan

ahli gizi) : diet pasien

diabetes mellitus

R/ untuk membantu

memenuhi kebutuhan

nutrisi yang dibutuhkan

pasien
4. Berikan informasi

tentang kebutuhan nutrisi

R/ untuk menyesuaikan

berapa jumlah nutrisi

yang dibutuhkan pasien

5. Monitor pucat,

kemerahan dan

kekeringan jaringan,

konjungtiva

R/ kondisi tersebut

menandakan bahwa

kekurangan kadar nutrisi

dan cairan pasien

6. Yakinkan diet yang

dimakan mengandung

tinggi serat

R/ untuk mencegah
konstipasi

1. Fluid balance 1. Kaji warna, jumlah dan


3 Hipovolemia
2. Hydration kehilangan cairan
R : mengetahui jumlah
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x24
kehilangan cairan anak
jam, Hipovolemia hilang dengan kriteria hasil :
2. Pantau status hidrasi
 Mempertahankan urine output
(kelembaban mukosa,
 Tekanan darah, nadi, dan suhu tubuh dalam batas keadekuatan nadi)
normal R : Mengetahui status

 Tidak ada tanda – tanda dehidrasi, turgor kulit baik, hidrasi mencadi acuan
penetapn intervensi
membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang
selanjutnya
berlebihan
3. Tingkatkan asupan oral
(misalnya sediakan
sedotan, beri cairan
diantara waktu makan,
buat jus kesukaan anak,
gunkan cangkir lucu)
R: membantu kebutuhan
cairan anak
4. Ubah posisi anak
trendelemburg atau
tinggikan tungkai anak
jika terjadi hipotensi
R : membantu
memulihkan anak.
5. Anjurkan pada anak
untuk menginformasikan
jika haus
R : mencegah terjadinya
kekurangan volume
cairan
6. Kolaborasi pemberian
terapi IV sesuai program
R : menjaga volume
cairan tetap seimbang
.
a. Joint Movement : Active 1. Kaji kemampuan klien
4 Gangguan mobilitas fisik
b. Mobility Level dalam mobilisasi
c. Self care : ADLs R : mengetahui tingkat
d. Transfer performance kemampuan klien.
2. Latih pasien dalam
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pemenuhan kebutuhan
selama….gangguan mobilitas fisik teratasi dengan ADLs secara mandiri
kriteria hasil: sesuai kemampuan.
1. Klien meningkat dalam aktivitas fisik R : melatih kemampuan
2. Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas klien dalam melakukan
3. Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan aktivitas.
kekuatan dan kemampuan berpindah 3. Miringkan dan atur posisi
pasien setiap 2 jam pada
saat pasien di tempat
tidur.
R : mencegah terjadinya
iritasi kulit atau
penekanan pada tubuh .
4. Dampingi dan Bantu
pasien saat mobilisasi
dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs klien
R : membantu kien
dalam memenuhi
aktivitasnya.
5. Letakkan barang-barang
pada tempat yang mudah
dijaNgkau lengan yang
tidak terkena bila satu
sisi mengalami
kelemahan.
R : melatih kemandirian
klien
a. Tidak terjadi tanda-tanda perdarahan lebih lanjut. 1) Monitor tanda penurunan
5 Resiko perdarahan b. Jumlah trombosit meningkat. trombosit yang disertai
gejala klinis.
R : Penurunan trombosit
merupakan tanda
kebocoran pembuluh
darah.
2. Anjurkan pasien untuk
banyak istirahat
R : Aktivitas pasien yang
tidak terkontrol dapat
menyebabkan
perdarahan.
3. Beri penjelasan untuk
segera melapor bila ada
tanda perdarahan lebih
lanjut.
R : Membantu pasien
mendapatkan
penanganan sedini
mungkin.
4. Jelaskan obat yang
diberikan dan
manfaatnya.
R : Memotivasi pasien
untuk mau minum obat
sesuai dosis yang
diberikan.
DAFTAR PUSTAKA

Brucker, Mary C. 2009. Pharmacology for Women's Health. Canada: Jones & Bartlett
Learning.
Bulechek, Gloria M, et al. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC), Sith
Edition. USA: Elsevier

Mansjoer, Arief. 2007. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta; Media Aesculapius.

Moorhead, Sue, et al. 2013. Nursing Outcome Classification. USA: Elsevier

McCloskey & Gloria M Bulechek. 2013. Nursing Intervention Clasification. Mosby.


USA

NANDA. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017. EGC.


Jakarta

Nurarif & Hardi Kusuma. 2015. Aplikasi Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis
NANDA NIC-NOC. Jogjakarta. Mediaction Publishing

Price & Wilson. 2013. Pathofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit,.EGC:


Jakarta

PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.

Wilkinson. Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosa NANDA,


NIC NOC. Jakarta; EGC.

Anda mungkin juga menyukai