Anda di halaman 1dari 21

TUGAS MAKALAH

AKUNTANSI FORENSIK AUDIT INVESTIGASI


DOSEN : AS’YARI MUCHTAR, SE, M.AK

Disusun Oleh :

Nama Mahasiswa : Heni Hendriyanti


No. Mahasiswa : 1713060061
Semester : VII R3 AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI PROGRAM STUDI AKUNTANSI

UNIVERSITAS ISLAM ATTAHIRIYAH


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

rahmat dan karunianya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Asuransi ini

dengan tepat waktu.

Makalah ini merupakan salah satu tugas yang wajib ditempuh untuk melengkapi salah

satu materi dalam pelajaran Akuntansi Forensik Audit Investigasi. Makalah ini disusun bertujuan

untuk menambah wawasan dan ilmu tambahan bagi para pembaca khususnya dalam bidang

ekonomi.

Dengan selesainya makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang telah

memberikan masukan-masukan kepada kami. Untuk itu kami mengucapkan banyak terima

kasih kepada Bapak As’yari Muchtar, SE, M.Ak selaku Dosen mata kuliah Akuntansi Forensik

Audit Investigasi.

Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari makalah ini, baik dari materi

maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan pengalaman saya. Oleh

karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun.

Jakarta, 13 Desember 2020

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam dunia usaha persaingan antar perusahaan bukan lagi merupakan hal asing. Hal

ini dikarenakan beberapa pengusaha terjun dalam bidang yang sama dengan kreativitas

berbeda, sehingga hal tersebut menjadikan ancaman bagi masing-masing pengusaha.

Hal itu juga yang mendorong adanya fraud (kecurangan), pengusaha tidak mau

mendapatkan kerugian maka mereka melakukan kecurangan untuk bisa mendapatkan

untung yang lebih banyak.

Fraud (kecurangan) ini merupakan tindakan yang disengaja dan dilakukan demi

kepentingan pribadi. Fraud (kecurangan) juga sama halnya menipu para konsumen.

Yang mendorong adanya fraud (kecurangan) biasanya karena kegagalan, kurangnya

informasi, ketidakmampuan dan juga kurang trail audit.

Dalam menangani masalah fraud (kecurangan) yang ada diluaran sana, kita bisa

melaporkan pengusaha yang melakukan kecurangan tersebut kepada pihak yang

berwenang jika pengusaha itu sudah melanggar hukum-hukum yang diberlakukan

dalam masalah menjalankan perusahaan.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang di maksud fraud (kecurangan)?

2. Apa saja bentuk-bentuk fraud (kecurangan)?

3. Apa saja bidang yang berisiko terkena fraud (kecurangan)?

4. Apa faktor yang mendorong adanya fraud (kecurangan)?

5. Apa yang dimaksud segitiga fraud (kecurangan)?

6. Apa saja strategi untuk mencegah fraud (kecurangan)?


7. Apa saja kendala yang dihadapi dalam menanggulangi fraud (kecurangan)?

C. Pembahasan

1. Pengertian fraud (kecurangan) menurut berbagai sumber.

2. Bentuk-bentuk fraud (kecurangan) dalam bisnis/organisasi/perusahaan.

3. Bidang yang berisiko tinggi terkena fraud (kecurangan) dalam

bisnis/organisasi/perusahaan.

4. Faktor-faktor pendorong adanya fraud (kecurangan) dalam

bisnis/organisasi/perusahaan.

5. Penjelasan mengenai segitiga fraud (kecurangan) atau “Fraud Triangle”.

6. Strategi-strategi pencegahan fraud (kecurangan) dalam

bisnis/organisasi/perusahaan

7. Kendala yang dihadapi dalam penanggulangan fraud (kecurangan)

dalam bisnis/organisasi/perusahaan.

D. Tujuan

1. Untuk mengetahui apa itu fraud (kecurangan).

2. Untuk mengetahui apa saja bentuk-bentuk dari fraud (kecurangan)

dalam bisnis/organisasi/perusahaan.

3. Untuk mengetahui bidang apa saja yang berisiko terkena fraud (kecurangan) dalam

bisnis/organisasi/perusahaan.

4. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mendorong adanya fraud

(kecurangan) dalam bisnis/organisasi/perusahaan.

5. Untuk mengetahui apa yang dimaksud segitiga fraud (kecurangan).

6. Untuk mengetahui strategi apa saja yang bisa dilakukan untuk mencegah fraud

(kecurangan) dalam bisnis/organisasi/perusahaan.

7. Untuk mengetahui kendala apa saja yang ada dalam menaggulangi fraud

(kecurangan) dalam bisnis/organisasi/perusahaan.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kecurangan (Fraud)

Secara harfiah Fraud didefinisikan sebagai kecurangan, namun pengertian initelah

dikembangkan lebih lanjut sehingga mempunyai cakupan yang luas.

Black’s Law Dictionary Fraud menguraikan bahwa mencakup segala macam yang dapat

dipikirkan manusia, dan yang diupayakan oleh seseorang, untuk mendapatkan

keuntungan dari orang lain dengan saran yang salah atau pemaksaan kebenaran, dan

mencakup semua cara yang tidak terduga, penuh siasat. Licik,tersembunyi, dan setiap

cara yang tidak jujur yang menyebabkan orang lain tertipu. Secara singkat dapat

dikatakan bahwa Fraud adalah perbuatan curang (cheating) yang berkaitan dengan

sejumlah uang atau properti.

Berdasarkan defenisi dari The Institute of Internal Auditor (“IIA”), “An arrayof

irregularities and illegal acts characterized by intentional deception” : sekumpulan

tindakan yang tidak diizinkan dan melanggar hukum yang ditandai dengan adanya unsur

kecurangan yang disengaja.

Webster’s New World Dicionary mendefinisikannya sebagai suatu pembohongan atau

penipuan (deception) yang dilakukan demi kepentingan pribadi.

International Standards of Auditing seksi 240– The Auditor’s Responsibility to Consider

Fraud in an Audit of Financial Statement paragraph 6 Fraud adalah “…tindakan yang

disengaja oleh anggota manajemen perusahaan, pihak yang berperan dalam

governance perusahaan, karyawan, atau pihak ketiga yang melakukan pembohongan

atau penipuan untuk memperoleh keuntungan yang tidak adil atau illegal”.
Menurut Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) Fraud adalah perbuatan

curang yang dilakukan dengan berbagai cara secara licik dan bersifat menipu dan sering

tidak disadari oleh koban yang dirugikan. Unsur-unsur dalam kecurangan ( Fraud), yaitu:

1. Terdapat tindakan yang melanggar/melawan hukum ( illegal-acts).

2. Ditemukan salah saji dan kekeliruan dalam penyajian laporan (mispresentation).

3. Dilakukan oleh individu atau kelompok dari dalam atau luar organisasi.

4. Pihak yang dirugikan harus beraksi (acted) terhadap kekeliruan penyajian atau

pernyataan terhadap salah/kekeliruan penyajian (misrepresentation).

5. Terjadi pada waktu yang lalu atau saat ini (past or present).

6. Untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompok.

7. Adanya bukti yang material (material fact).

8. Langsung atau tidak langsung dapat merugikan pihak lain (detriment).

9. Dilakukan secara sengaja atau tanpa pertimbangan (make-knowingly orrecklessly).

10. Mengakibatkan pihak lain bereaksi.

B. Bentuk-Bentuk Kecurangan (Fraud)

1. Penyalahgunaan Aset Perusahaan (Asset Misappropriation)

Merupakan bentuk kecurangan dengan cara menggunakan ataumengambil asset

perusahaan untuk kepentingan pribadi. Sepertimengambil uang perusahaan, barang

dagang perusahaan, menggunakanmobil dinas untuk keperluan pribadi.

2. Kecurangan Laporan Keuangan (Fraudulent Financial Statement)

Merupakan bentuk kecurangan dengan menyembunyikan informasi keuangan,

mengatur laporan keuangan dan mengubah laporan keuangan dengan tujuan

mengelabui pembaca laporan keuangan untuk kepentingan pribadi atau

perusahaan. Seperti contoh perusahaan mengatur laporan keuangannya agar harga

sahamnya meningkat.
3. Korupsi (Corruption)

Korupsi adalah salah satu bentuk kecurangan dengan menyalahgunakan

kewenangan jabatan atau kekuasaan untuk kepentingan pribadi.

Bentuk-bentuk korupsi dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu:

1. Benturan kepentingan (conflict of interest)

Benturan kepentingan (conflict of interest) terjadi saat seorang pegawai, manajer

atau eksekutif memiliki kepentingan ekonomis perorangan dalam transaksi yang

bertentangan dengan kepentingan pemberi kerjanya.

Dalam beberapa hal, kepentingan tersebut tidaklah selalu berupa

kepentingannya sendiri. Terdapat beberapa kasus dimana si pegawai melakukan

tindakan yang bertentangan dengan kepentingan perusahaan demi keuntungan

kawan atau saudaranya, walaupun dia sendiri tidak memperoleh keuntungan

financial dari tindakannya tersebut.

2. Pemberian Hadiah Yang Illegal (illegal gratuity)

Pemberian sesuatu yang mempunyai nilai kepada seseorang tanpa disertai

dengan niat untuk mempengaruhi keputusan bisnis tertentunya. Pemeberian

tersebut biasanya dilakukan setelah keputusan bisnis yang menguntungkan

orang atau pemasok tertentu telah ditentukan. Pihak-pihak yang diuntungkan

dengan adanya keputusan tersebut memberikan hadiah sesuatu kepada

pegawai yang mengambil keputusan.

3. Pemerasan (economic extortion)

Pemerasan ini dilakukan oleh orang yang memiliki kewenangan untuk

memutuskan sesuatu. Dengan kewenangan yang dimilikinya maka pelaku

kecurangan meminta pihak yang terkait untuk memberikan keuntungan

keuangan.
Contoh kecurangan ini, pemasok bukannya menawarkan pembayaran suap

untuk mempengaruhi pengambilan keputusan si pembeli, namun justru pegawai

perusahaan pembelilah yang meminta pemasok untuk membayar sejumlah

tertentu pada dia agar membuat keputusan yang menguntungkan si pemasok.

Jika si pemasok menolak membayar, dia akan menghadapi kerugian, seperti

kehilangan kesempatan untuk menjadi pemasok perusahaan tersebut.

4. Penyuapan (bribery)

Suap dapat didefinisikan sebagai penawaran, pemberian, atau penerimaan

segala sesuatu dengan niat untuk mempengaruhi aktivitas pegawai. Sering

dikenal juga dengan istilah commercial bribery yaitu berkaitan dengan

penerimaan uang dibawah meja sebagai imbalan atas penggunaan pengaruhnya

dalam pelaksanaan transaksi bisnis. Dalam kejahatan suap tersebut, si

karyawan / pegawai menerima pembayaran tanpa sepengetahuan si pemberi

kerja. Jadi, korupsi itu hanya sebagian dari bentuk kecurangan, dan bentuk

korupsi bukan hanya dalam bentuk suap saja.

Menurut Albrecht, dan Zimbelman (2009:10), berdasarkan pihak yang menjadi

korban, Fraud dikelompokkan menjadi:

1. Fraud yang mengakibatkan perusahaan atau organisasi menjadi korban.

a. Penggelapan oleh karyawan – pelaku Fraud merupakan anggota atau

karyawan dari perusahaan atau organisasi. Dalam Fraud  jenis ini, pelaku

mengambil aset perusahaan baik secara langsung maupun tidak

langsung. Pengambilan aset secara langsung dilakukan dengan cara

mengambil uang tunai, perlengkapan, peralatan serta aset-aset lain

perusahaan, sedangkan kecurangan secara tidak langsung dilakukan

dengan menerima sogokan atau komisi dari pihak ketiga.


b. Fraud yang melibatkan pemasok – pelaku Fraud adalah pemasok dari

suatu perusahaan atau organisasi. Fraud ini dapat dibedakan menjadi

dua jenis, yaitu yang dilakukan sendiri dan Fraud yang

melibatkan pihak lain. Pada Fraud  yang melibatkan pihak lain, biasanya

pelaku bekerja sama dengan bagian pembelian suatu perusahaan.

c. Fraud yang melibatkan pelanggan – pelaku Fraud adalah pelanggan dari

suatu perusahaan atau organisasi. Pelanggan yang melakukan

kecurangan biasanya tidak membayar untuk barang yang dibeli, atau

menipu perusahaan atau organisasi untuk memberikan mereka (pelaku)

barang yang tidak seharusnya mereka miliki.

2. Fraud yang dilakukan oleh manajemen – korban dari Fraud jenis ini adalah

pemegang saham dan pemberi pinjaman dari suatu organisasi

atau perusahaan. Fraud yang dilakukan oleh manajemen juga sering disebut

sebagai kecurangan pelaporan keuangan. Manajemen melakukan Fraud ini

dengan memanipulasi laporan keuangan perusahaan.

3. Penipuan investasi dan penipuan pelanggan lainnya – korban dalam Fraud

jenis ini adalah pihak-pihak yang kurang berhati-hati atau kurang

pengetahuan. Para pelaku Fraud jenis ini umumnya menjual investasi palsu

ke korban.

4. Kecurangan lain – korban dari Fraud jenis ini tidak memiliki batasan

golongan.

C. Bidang yang Berisiko Tinggi Terkena Fraud

1. Purchasing and Payroll

Fraud ini biasanya dilakukan dengan cara:

a) Kickback atau suap diberikan kepada pihak yang mengurus pembelian sebagai

imbalan atas diberikannya kontrak kepada supplier.


b) Invoice palus yang dibuat sendiri oleh pihak yang mengurus pembelian

kemudian ditagihkan ke perusahaan untuk dibayar.

c) Manipulasi data supplier.

2. Sales and Inventory ( Penjualan dan Inventarisasi)

Fraud dalam bidang ini misalnya:

a) Pencurian inventory baik yang sedang disimpan maupun yang sedangdalam

pengiriman.

b) Transaksi penjualan dengan sengaja tidak dicatat atau

dikurangi pencatatannya dan uang yang diterima atas penjualan tersebut masuk

ke kantong pribadi.

c) Mengurang atau menghapuskan jumlah utang konsumen atas barang yang

sudah dijual secara kredit.

d) Mencatat transaksi penjualan palsu untuk mendapatkan komisi atau bonus

terkait dengan penjualan.

e) Memberikan diskon berlebihan kepada konsumen.

3. Cash and Check (Kas dan Cek)

Kas merupakan asset yang paling sensitive terhadap Fraud karena kas terlihat

secara fisik dan relative mudah dipindahtangankan dibandingkan asset perusahaan

yang lainnya. Sedangkan Fraud atas cek biasanya terjadi ketika terdapat kelemahan

dalam proses rekonsiliasi bank.

4. Physical Security

Kelemahan physical security dapat menimbulkan asset misa propriation.

5. Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dan Kerahasiaan Informasi

Fraud ini biasanya berupa pembajakan dan pencurian informasi penting milik

perusahaan.

6. Information Technology (Teknologi Informasi)


Fraud ini meliputi:

a) Hacking

b) Mailbombing (Bom email)

c) Spamming (Spam)

d) Domain name hijacking (Pembajakan nama domain)

e) Server takeovers (Pengambilalihan server)

f) Denial of service (Penolakan layanan)

g) Internet money laundering (Pencucian uang dengan menggunakan media

internet)

h) Electronic eavesdropping (Penyadapan melalui media elektronik)

i) Electronic vandalism and terrorism (Vandalisme dan terorisme melaluimedia

elektonik).

D. Faktor-faktor Pendorong Adanya Fraud (Kecurangan)

Bologna dan Lindquist dalam Fraud Auditing and Forensic Accounting (NewYork: John

Wiley & Sons, 1995) menyatakan: “Some people are honest all the time, some people

(fewer than the honest ones) are dishonest all the time, most people are honest all the

time, and some people are honest most of the time”. Artinya: "Sejumlah orang jujur

untuk setiap saat, sejumlah orang tidak jujur setiap saat, sebagian besar orang jujur

setiap saat, dan sejumlah orang jujur hampir setiap saat". Berdasarkan pendapat diatas

dapat dibuat suatu generalisasi tentang perilaku manusia secara umum, yaitu:

1. Sejumlah orang jujur untuk setiap saat (Some people are honest all thetime),

2. Sejumlah orang tidak jujur untuk setiap saat (some people are dishonest allthe time),

3. Sebagian besar orang jujur untuk setiap saat (most people are honest allthe time),

4. dan sejumlah orang jujur hampir setiap saat (and some people are honestmost of the

time")
Meskipun terdapat banyak cara untuk melakukan kecurangan, secara umum

terdapat tiga unsur penting yang menyebabkan seseorang melakukan kecurangan,

yaitu: (1) adanya tekanan (perceived pressure), (2) adanya kesempatan (perceived

opportunity), dan (3) berbagai cara untuk merasionalisasi agar kecurangan dapat

diterima (some way to rationalize the Fraud as acceptable). Ketiga unsur tersebut

disebut juga dengan segitiga Fraud (triangle Fraud).

Faktor lain yang menjadi pendorong seseorang melakukan Fraud (kecurangan),

yaitu:

1) Kegagalan Disiplin untuk Pelaku Penipuan

2) Kurangnya Akses Informasi

3) Ketidaktahuan , Apatis , dan Ketidakmampuan

4) Kurangnya Trail Audit.

E. Segitiga Fraud (Triangle Fraud)

Penelitian tradisional tentang kecurangan dilakukan pertama kali oleh Donald Cressey

pada tahun 1950 yang menimbulkan pertanyaan mengapa kecurangan dapat terjadi.
Hasil dari penelitian itu memunculkan faktor-faktor pemicu kecurangan yang saat ini

dikenal dengan “Fraud Triangle”.

Dalam penelitian tersebut Cressey memutuskan untuk mewawancarai pelaku

kecurangan yang menjadi tahanan atas tindakan kecurangan berupa penggelapan.

Cressey mewawancarai 200 pelaku penggelapan yang sedang menjalani masa

tahanan. Satu dari tujuan utama penelitian ini menyimpulkan bahwa setiap kecurangan

yang dilakukan oleh para pelaku memenuhi tiga faktor penting sebagai faktor pemicu.

Secara umum Fraud dapat terjadi apabila ada kesempatan (opportunity), tekanan

(pressure) atau insentif (incentive), dan rasionalisasi (rationalization). Tiga hal ini lebih

dikenal dengan segitiga Fraud atau Fraud triangle. Pressure (menunjukkan motivasi dan

sebagai “ unshareable need”), rationalization (personal ethics), Knowledge dan

opportunity.

Triangle Fraud atau Segitiga Fraud (kecurangan):

 Opportunity (Peluang), biasanya muncul sebagai akibat lemahnya pengendalian

internal di organisasi tersebut.

 Pressure (Motivasi), pada seseorang atau individu akan membuat mereka

mencari kesempatan melakukan Fraud. Beberapa contoh pressure dapat timbul

karena masalah keuangan pribadi, sifat-sifat buruk seperti berjudi, narkoba,

berhutang berlebihan dan tenggang waktu serta target kerja yang tidak realistis.

Tuanakotta menjelaskan komponen pressures sebagai perceived non-shareale

financial need, yang dibagi kedalam enam kelompok:

a. Violation of ascribed obligation Suatu kedudukan atau jabatan dengan

tanggungjawab keuangan, membawa konsekuensi tertentu yang

bersangkutan dan juga menjadi harapan atasan atau majikannya. Disamping

harus jujur, ia dianggap perlu memiliki perilaku tertentu. Orang dalam jabatan

seperti itu merasa wajib menghindari perbuatan seperti berjudi, mabuk,


menggunakan narkoba dan perbuatan lain yang merendahkan martabatnya.

Inilah kewajiban yang terkait dengan jabatan yang dipercayakan kepadanya.

Ini adalah ascribed obligation baginya. Jika mengahadapi situasi yang

melanggar kewajiban terkait dengan jabatannya, ia merasa masalah yang

dihadapinya tidak dapat diungkapkannya kepada orang lain.

b. Problems resulting from personal failure Kegagalan pribadi yang merupakan

situasi yang dipersepsikan oleh orang yang mempunyai kedudukan serta

dipercaya dalam bidang keuangan, sebagai kesalahannya menggunakan

akal sehatnya, dan karena itu menjadi tanggung jawab pribadinya.

c. Bussines reversals kegagalan bisnis merupakan klompok situasi yang juga

mengarah kepada non-shareable problem. Kegagalan ini dikarenakan oleh

inflasi yang tinggi, atau krisis moneter, atau ekonomi, dan tingkat bunga yang

tinggi.

d. Physical isolation Situasi ini dapat diterjemahkan sebagai keterpurukan

dalam kesendirian.

e. Status gaining Kebiasaan (buruk) untuk tidak mau kalah dengan “tetangga”

atau pelaku berusaha meningkatkan statusnya.

f. Employer-employee relations Kekesalan atau kebencian pelaku

dalam pekerjaannya. Kekesalan itu biasa terjadi karena ia merasa gaji atau

imbalan lainnya tidak layak dengan pekerjaan atau kedudukannya, atau ia

merasa beban pekerjaannya teramat banyak, atau ia merasa kurang

mendapat penghargaan batiniah (pujian).

 Rationalization (Rasionalisasi), terjadi karena seseorang mencari pembenaran

atas aktifitasnya yang mengandung Fraud. Pada umumnya para pelaku meyakini

atau merasa tindakannya bukan merupakan suatu kecurigaan tetapiadalah suatu

yang memang merupakan haknya.


Tidak jarang pelaku merasa telah berjasa karena telah berbuat banyak untuk

organisasi. Dalam beberapa kasus lainnya terdapat pula kondisi dimana pelaku

tergoda untuk melakukan Fraud karena merasa rekan kerjanya juga melakukan

hal yang sama dan tidak menerima sanksi atas tindakan tersebut.

F. Strategi Pencegahan Fraud (Kecurangan)

Bukan hanya dengan melakukan pelatihan pedoman perilaku (code ofconduct)

perusahaan dan ancaman pemberhentian atau menyerahkan pelaku kepada yang

berwajib tetapi perlu juga penegakan peraturan, kebijakan,

dan prosedur yang tegas; memperluas rentang kendali dan tanggungjawab manajer;

sistem dan standar pelaporan harian, bulanan, tiga bulanan, hingga tahunan; dan

analisis kuantitatif potensi kerugian dalam menentukan kebijakan.

G. Kendala-kendala dalam Menanggulangi Fraud (kecurangan)

1. Lemahnya pengawasan dari intenal perusahaan.

2. Keterbatasan kompetensi sumber daya manusia sebagai auditorinvestigasi.

3. Pihak terkait telah berpindah ke perusahaan lain atau meninggal dunia.

4. Fraud dapat dilakukan oleh orang-orang yang telah mendapat kepercayaan besar

dari perusahaan.

5. Hilangnya akuntabilitas dari pelaku Fraud (kecurangan).

6. Kurangnya pemahaman karyawan/pegawai tentang peraturan perusahaan.


BAB III

ANALISA STUDI KASUS

A. Studi Kasus

“KASUS HAMBALANG”

Pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional (P3SON) di

Hambalang, Sentul, Bogor, Jawa Barat, menuai kontroversial. Dalam audit BPK, ditulis bahwa

proyek bernilai Rp1,2 triliun ini berawal saat Direktorat Jenderal Olahraga Departemen

Pendidikan Nasional hendak membangun Pusat Pendidikan Pelatihan Olahraga Pelajar Tingkat

Nasional (National Training Camp Sport Center).

Kemudian, pada tahun 2004 dibentuklah tim verifikasi yang bertugas mencari lahan yang

representatif untuk menggolkan rencana tersebut. Hasil tim verifikasi ini menjadi bahan Rapim

Ditjen Olahraga Depdiknas untuk memilih lokasi yang dianggap paling cocok bagi

pembangunan pusat olahraga tersebut. Tim verifikasi mensurvei lima lokasi yang dinilai layak

untuk membangun pusat olahraga itu. Yakni di Karawang, Hambalang, Cariu, Cibinong, dan

Cikarang. Tim akhirnya memberikan penilaian tertinggi pada lokasi desa Hambalang, Citeureup,

Bogor. Tim melihat, lahan di Hambalang itu sudah memenuhi semua kriteria penilaian tersebut

di atas. Sehingga lokasi tersebut dipilih untuk dibangun.

Menindak lanjuti pemilihan Hambalang, Dirjen Olahraga Depdiknas langsung mengajukan

permohonan penetapan lokasi Diklat Olahraga Pelajar Nasional kepada Bupati Bogor. Bupati

Bogor menyetujui dengan mengeluarkan Keputusan Bupati Bogor nomor

591/244/Kpes/Huk/2004 tanggal 19 Juli 2004. Sambil menunggu izin penetapan lokasi dari

Bupati Bogor tesebut, pada 14 Mei 2004, Dirjen Olahraga telah menunjuk pihak ketiga yaitu PT

LKJ untuk melaksanakan pematangan lahan dan pembuatan sertifikat tanah dengan
No.364/KTR/P3oP/2004 dengan jangka waktu pelaksanaan sampai dengan 9 November 2004

senilai Rp 4.359.521.320.

Namun, ternyata lokasi Hambalang itu masuk zona kerentanan gerakan tanah menengah tinggi

sesuai dengan peta rawan bencana yang diterbitkan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana

Geologi (PVMBG) Kementerian ESDM. Sesuai dengan sifat batuannya, PVMBG menyarankan

untuk tidak mendirikan bangunan di lokasi tersebut karena memiliki resiko bawaan yang tinggi

bagi terjadinya bencana alam berupa gerakan tanah.

Selain itu, status tanah di lokasi dimaksud masih belum jelas, meskipun telah dikuasai sejak

pelepasan/pengoperan hak garapan dari para penggarap kepada Ditjen Olahraga setelah

realisasi pembayaran uang kerohiman kepada para penggarap sesuai Berita Acara

Serah Terima Pelepasan/Pengoperan Hak Garapan tertanggal 19 September 2004.

Sejak itulah area tanah tersebut diakui sebagai aset Ditjen Olahraga dan kemudian pada

tanggal 18 Oktober 2005 diserah terimakan kepada organisasi baru yaitu Kementerian Negara

Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) setelah Ditjen Olahraga berubah menjadi Kemenpora.

Menpora saat itu, Adhyaksa Dault mengakui bahwa untuk membangun pusat olahraga

pihaknya mengajukan anggaran sebesar Rp125 miliar. Karena proyek tersebut awalnya bukan

untuk pembangunan pusat olahraga. Melainkan hanya pembangunan sekolah olahraga.

“Rekomendasi awalnya, disana hanya untuk bangun sekolah olahraga dua lantai dan saya tidak

tahu bagaimana cerinya berubah menjadi sport center”, kata Adhiyaksa saat berbincang

dengan VIVAnews.

Nilai proyek ini kemudian melejit hingga Rp2,5 triliun saat Kemenpora dipimpin oleh Menteri

Andi Mallarangeng. Hal tersebut terungkap dalam audit Hambalang, bahwa pada tanggal 8

Februari 2010 dalam Raker antara Kemenpora dengan Komisi X, Menpora menyampaikan

rencana Lanjutan Pembangunan tahap I P3SON di Bukit Hambalang Rp625.000.000.000.


Permintaan itu diajukan karena dalam DIPA Kemenpora TA 2010 baru tersedia Rp125 miliar.

Menpora Andi Mallarangeng juga menyampaikan bahwa usulan tersebut merupakan bagian

rencana pembangunan P3SON Bukit Hambalang Sentul yang secara keseluruhan memerlukan

dana sebesar Rp2,5 triliun.

Andi Mallarangeng pun menghormati hasil audit BPK atas proyek Hambalang tersebut. Bahkan

dirinya mendukung perlu adanya pihak yang bertanggungjawab jika memang ditemukan adanya

penyimpangan. “sebagai menteri tentu saya menjalankan tugas sebaik-baiknya termasuk dalam

hal pengawasan,” kata Andi.

Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Poernomo menyebut total kerugian negara

akibat Proyek Hambalang sebesar Rp463,67 miliar. Hal itu disampaikan dalam paparan laporan

hasil audit Hambalang Jilid II di ruang pimpinan DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (23/8). "BPK

menyimpulkan ada indikasi kerugian negara sebesar Rp463,67 miliar akibat adanya indikasi

penyimpangan dan penyalah gunaan wewenang yang mengandung unsur-unsur pidana yang

dilakukan pihak-pihak terkait dalam pembangunan P3SON Hambalang," paparnya.

Pelanggaraan tersebut terletak pada beberapa tahapan. Pertama, proses pengurusan hak atas

tanah. Kedua proses pengurusan izin pembangunan. “Ketiga, proses pelelangan. Keempat,

proses persetujuan RKA-KL dan persetujuan Kontrak Tahun Jamak,” tambahnya. Kelima,

pelaksanaan pekerjaan konstruksi dan keenam, pembayaran dan aliran dana yang diikuti

rekayasa akuntansi.

Terkait proses persetujuan RKA-KL dan persetujuan Kontrak Tahun Jamak, BPK juga

menemukan adanya pencabutan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor:56/PMK.02/2010

yang diganti dengan PMK Nomor:194/PMK.02/2011 tentang Tata Cara Pengajuan Persetujuan

Kontrak Tahun Jamak Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang diduga mengalami
penurunan makna substantif dalam proses persetujuan Kontrak Tahun Jamak. Hal ini dapat

melegalisasi penyimpangan semacam kasus Hambalang untuk tahun-tahun berikutnya.

B. Hasil Analisis

1. Bahwa permohonan persetujuan kontrak tahun jamak dari Kemenpora kepada

Menteri Keuangan atas proyek pembangunan P3SON Hambalang tidak memenuhi

persyaratan sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan yang berlaku, sehingga

selayaknya permohonan tersebut tidak dapat disetujui Menteri Keuangan.

2. Bahwa pihak-pihak terkait secara bersama-sama diduga telah melakukan rekayasa

pelelangan untuk memenangkan rekanan tertentu dalam proses pemilihan rekanan

pelaksana proyek pembangunan P3SON Hambalang.

3. Bahwa pihak Kemenpora selaku pemilik proyek tidak pernah melakukan studi amdal

maupun menyusu DELH (Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup) terhdapproyek

pembangunan P3SON Hambalang sebagaimana yang diamanatkan UU Lingkungan

Hidup. Persyaratan adanya studi amdal terlebih dahulu sebelum mengajukan izin

lokasi, site plan, dan IMB kepada PemkabvBogor tidak pernah dipenuhi oleh

Kemenpora.

C. Solusi Permasalahan

1. Direktorat Jenderal Olahraga Departemen Pendidikan Nasional (sebelum beganti

nama mejadi Kemenpora) sebelum menentukan sebuah lokasi yang akan dijadikan

sebagai Pusat Pendidikan Pelatihan Olahraga Pelajar Tingkat Nasional (National

Training Camp Sport Center) harus terlebih dahulu melakukan observasi yang lebih

detail tentang bagaimana kondisi geografis lokasi yang bersangkutan.

2. Setiap proyek besar seperti hambalang juga perlu adanya pengawasan langsung

dari pihak-pihak yang bersangkutan (misalnya dari kemenkeu, terlibat dalam

pendanaan) agar tidak terjadi penyelewengan wewenang.


BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Di dalam peusahaan, baik perusahaan skala regional, nasional maupun internasional

tidak jarang ditemukan fenomena Fraud (kecurangan) yang dilakukan oleh pihak-pihak

yang tidak bertanggungjawab. Fraud (kecurangan) ini dapat dilakukan oleh siapa saja,

baik dari oknum manajemen maupun staf (karyawan) yang biasanya dilakukan sebagai

akibat dari hasrat ketidakpuasan dalam diri seseorang (karyawan).

Apabila dalam suatu perusahan banyak terjadi kegiatan Fraud (kecurangan) maka bisa

dikatakan bahwa manajemen dalam perusahaan tersebut buruk dalam hal pengawasan

dan mengontrol aktivtas-aktivitas perusahaan.

Fraud (Kecurangan) dapat dicegah dengan cara menegakkan peraturan, kebijakan, dan

prosedur yang tegas; memperluas rentang kendali dan tanggungjawab manajer; sistem

dan standar pelaporan harian, bulanan, tiga bulanan, hingga tahunan; dan analisis

kuantitatif potensi kerugian dalam menentukan kebijakan.

B. Saran

Baik dari pihak pelaku maupun pihak perusahaan seharusnya menjalin hubungan

komunikasi positif dengan menjelaskan hal apa saja yang diharapkan dari masing-

masing pihak, agar setiap hak dan kewajiban masing-masing terpenuhi dan tidak terjadi

fraud atau kecurangan dalam perusahaan.

Pihak internal perusahaan juga seharusnya memberikan wawasan tentang dampak

negative fraud dan memberikan pemahaman tentang aturan-aturan dalam perusahaan.

Serta bagi para karyawan seharusnya bertindak jujur, loyal, dan berkomitmen terhadap

pekerjaan yang dipangku di perusahaan.


DAFTAR PUSTAKA

 Albrecht, W. Steve and Chad 0. Albrecht, 2003, Fraud Examination, NewYork:

Thomson South- Western.

 Bologna dan Lindquist, Fraud Auditing and Forensic Accounting, 1995, New

York: John Wiley & Sons.

 Martin, Dino. 2015. Bentuk-bentuk Kecurangan (Fraud). http://dmt-id.com/audit-

fraud-articles/bentuk-bentuk-kecurangan-fraud/ Diakses tanggal 12 September

2017 pukul 09.14 WIB

 Amri, Nur Fadhila. 2015. Fraud (Kecurangan)

http://www.e-akuntansi.com/2015/12/fraud-kecurangan.html. Diakses tanggal 12

September 2017 09.33 WIB

 Easy Accounting Store. 2016. Fraud dan Cara Mengatasinya (Bag1)

http://www.easyambassador.com/tag/definisi-fraud-menurut-ahli/. Diakses

tanggal 12 September 2017 pukul 09.56 WIB.

 Adha, adang. 2014 Strategi Mengatasi Kecurangan di Perusahaan.

https://indonesiana.tempo.co/read/11301/2014/04/03/adang.adha/strategi-

mengatasi-kecurangan-di-perusahaan . Diakses tanggal 12 September

2017 pukul 09.43 WIB.

 Masita, Dewi. 2013. Makalah Fraud “Fraud Auditing”.

https://www.slideshare.net/dewimasita/makalah-fraud-auditing. Diakses tanggal

19 September 2017 pukul 21.53 WIB

 Putra, Marendra Tri B. 2015. Makalah : Contoh Kasus Fraud. Universitas

Gunadarma. http://mahendrabaktitriputra.blogspot.co.id/2015/01/contoh-kasus-

fraud.html. Diakses tanggal 21 September 2017 pukul 16.36 WIB.

Anda mungkin juga menyukai