Anda di halaman 1dari 15

PENJERATAN (STRANGULATION)

Paper ini dibuat untuk melengkapi persyaratan dalam menjalani kepaniteraan klinik senior di
SMF Ilmu Forensik RSU Dr. Pirngadi Medan

DISUSUN OLEH:

Lia Rahel Sipahutar (20010011)


Cindi T C Simbolon (20010008)
Roy A Purba (20010014)

DOKTER PEMBIMBING:
dr. Doaris Ingrid Marbun,M.ked(For), Sp.F

SMF FORENSIK
RSU DR. PIRNGADI
MEDAN
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan paper dengan judul
“Penjeratan (Strangulation)”.
Penulisan paper ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan dalam guna
memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior di bagian SMF Forensik Rumah Sakit Umum
dr. Pirngadi Medan.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar – besarnya kepada
dr.Doaris Ingrid Marbunm,M.ked(For), Sp.F, yang telah memberikan bimbingan dan
arahannya selama mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di bagian SMF Forensik Rumah Sakit
Umum dr. Pirngadi Medan dalam membantu penyusunan paper ini.
Dalam penulisan paper ini, tentunya penulis menyadari banyak kekurangan yang terdapat
dalam paper ini. Penulis juga menyadari bahwa paper ini jauh dari kata sempurna, sehingga
penulis membutuhkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak guna
memperbaiki paper ini agar menjadi lebih baik ke depannya.

Medan, Januari 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................3
2.1 Penjeratan/ Strangulation......................................................................3
2.1.1 Definisi...............................................................................................3
2.1.2 Klasifikasi..........................................................................................4
2.1.3 Patomekanisme Kematian..................................................................6
2.1.4 Sebab Kematian.................................................................................7
2.1.5 Cara Kematian....................................................................................9
2.1.6 Pemeriksaan Luar.............................................................................11
2.2.1. Pemeriksaan Dalam.........................................................................16
2.2 Aspek Medikolegal Kedokteran...........................................................22
2.3.2 Isu – Isu Kedokteran yang Berkaitan dengan Aspek Medikolegal..33

BAB III KESIMPULAN......................................................................................50


DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................51
BAB I

PENDAHULUAN
1

Penjeratan hampir sama dengan kasus gantung diri (hanging) perbedaannya


adalah asal tenaga yang dibutuhkan untuk memperkecil lingkaran. Pada kasus gantung,
tenaga berasal dari berat badan korban sendiri, meskipun tidak perlu seluruh berat badan
digunakan, sedangkan pada kasus penjeratan, tenaga tersebut datang dari luar
Penjeratan adalah penyebab kematian akibat asfiksia yang paling sering
ditemukan. Asfiksia yang terjadi pada penjeratan berbeda dengan asfiksia dengan pada
penggantungan. Pada penjeratan ikatan yang terjadi sewaktu penjeratan berlangsung
merupakan faktor yang terpenting yang mengakibatkan terhalangnya jalan nafas dengan
demikian faktor yang terpenting ada pada alat penjerat, hal ini berbeda dengan
penggantungan dimana berat badan merupakan faktor utama.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Penjeratan (Strangulation)
2.2.1 2
Definisi
Penjeratan (strangulasi) adalah terhalangnya udara masuk ke saluran
pernafasan akibat adanya tenaga dari luar. Disini tidak ada pengaruh berat badan
seperti hanging.2
Penjeratan adalah penekanan benda asing berupa tali, ikat pinggang, rantai,
stagen, kawat, kabel, kaos kaki, dan sebagainya, yang melingkari atau mengikat leher
yang makin lama makin kuat, sehingga saluran pernapasan tertutup. Penjeratan ini
berbeda dengan gantung diri yang biasanya merupakan bunuh diri (suicide), maka
penjeratan biasanya adalah pembunuhan.3
2.2.2 Tipe-tipe penjeratan2
1. Penjeratan dengan tali
Sama dengan mati gantung, bahan apa saja dapat dipakai untuk maksud
ini. Biasanya penjeratan dilakukan dalam pembunuhan, apalagi korban
pemerkosaan. Walaupun sama-sama terdapat bekas jeratan di leher seperti
hanging, tetapi strangulasi mempunyai ciri khusus. Pemeriksaan pada mayat
harus dilakukan secara hati-hati, karena yang didapati dokter di meja autopsi
hanya bekas jeratan dileher. Bentuk jenis tali dan simpul sering tidak
disertakan pada mayat (telah dilepas), bila masih ada, tali diputuskan diluar
simpul supaya bisa direkonstruksi kembali.
2. Pencekikan (manual strangulation)
Pencekikan sering terjadi pada perkelahian, karena leher merupakan salah
satu sasaran yang dapat melumpuhkan dan mematikan, sebab kematian dan
meanisme kematian sedikit berbeda pada strangulasi dengan tali, karena di
sini penyebab kematian lebih sering karena asfiksia. Kongesti otak atau
iskemi otak jarang terjadi karena aliran darah tidak tertutup total. Tanda post
mortem didapati adanya bekas kuku jari tangan pada banyak tempat dileher
korban.
Dari letak cengkraman jari-jari, bisa diperkirakan penyerangan memakai
satu tangan atau kedua tangan, pakai tangan kanan atau kiri, menyerang dari
depan atau belakang.
Yang sering juga sebagai penyebab kematian aalah refleks vagal, dimana
tekanan pada sinus karotis dapat menyebabkan jantung tiba-tiba berhenti
berdenyut. Pernah dilaporkan sebuah kasus, dimana pelaku menyatakan dalam
sidang pengadilan bahwa ia mencekik korban tidak dengan niat membunuh,
etapi hanya untuk menakuti dengan memegang leher korban, tetapi akibatnya
korban meninggal juga.

3. Leher ditekan dengan bahan selain tali


4. Mugging, leher ditekan dengan lutut atau siku

2.2.3 Sebab Kematian


Kematian sering terjadi karena kombinasi beberapa sebab berikut:
a. Asfiksia, karena saluran nafas tertutup
b. Venous congestion, aliran arteri masih masuk ke otak, sementara aliran vena
tertutup
c. Iskemik otak, darah arteri tidak mengalir lagi ke otak
d. Refleks vagal

2.2.4 Patomekanisme Kematian4


1. Asfiksia merupakan penyebab kematian yang paling sering. Terjadi akibat
terhambatnya aliran udara pernafasan. Kekuatan kontraksi dari pengikat
menyebabkan penyempitan kompresif pada lumina laring dan trakea, dan
menekan ke atas dasar lidah terhadap dinding posterior faring, dan melipat
epiglotis di atas pintu masuk laring untuk menghalangi aliran udara.

Mekanisme asfiksia oleh Puppo dibagi menjadi empat stadium yaitu:

a. Stadium dispneu
Defisiensi oksigen pada sel-sel darah merah dan akumulasi karbon
dioksida dalam plasma akan merangsang pusat pernafasan di medulla
oblongata. Hal ini akan mengakibatkan gerak pernafasan yang cepat
dan kuat, peningkatan denyut nadi dan sianosis terutama dapat diamati
pada wajah dan tangan.
b. Stadium Konvulsi
Pertama adalah kejang klonik, setelah itu kejang tonik, terakhir terjadi
spasme epistotonik. Pupil menjadi lebar dan denyut jantung menjadi
pelan. Hal ini terjadi dimungkinkan karena menginkatnya kerusakan dari
nukleus-nukleus pada otak karena defisiensi oksigen.
c. Stadium Apnea
Depresi pada pusat pernafasan semakin dalam sehingga persnafasan
menjadi semakin lemah dan dapat berhenti. Timbulah keadaan tidak
sadar dan keluanya cadiran seperma secara tidak disadari (infolunter).
Dapat juga terjadi keluarnya urin dan fases secara tidahk disadari
meskipun jarang
d. Stadium Final
Pada stadium ini terjadi kelumpuhan pernafasan secara lengkap. Setelah
beberapa kontraksi otomatis dari otot-otot aksesoris pernafasan di leher,
kemudian pernafasan berhenti. Jantung mungkin masih berdenyut setelah
beberapa waktu, setelah respirasi berhenti.
2. Reflex vaso vagal
Menyebabkan serangan jantung mendadak karena terjadinya hambatan
pada reflex vaso vagal secara tiba-tiba, hal ini terjadis karena adanya
tekanan pada saraf vagus atau sinis carotid.5

2.2.5 Cara Kematian


a. Bunuh diri
Pada kasus bunuh diri dengan jeratan, dilakukan dengan melilitkan tali
secara berulang dimana satu ujung difiksasi dan ujung yang lain di
tarik. Antara jeratan dan leher dimasukkan tongkat lalu mereka memutar
tongkat tersebut.
b. Kecelakaan
Kecelakaan pada kasus jeratan dapat kita temukan pada bayi yang
terjerat oleh tali pakaian, ornag yang bersenda guaru dan pemabuk.
Pembunuhan pada kasus jeratan dapat kita jumpai pada kejadian
invanticide dengan menggunakan tali pusat, sikopat yang saling menjerat
dan pada hukuman mati (zaman dahulu).
2.2.6 Pemeriksaan Luar4
Kepala: Tanda-tanda asfiksia berupa:
a. Ptekie yang dapat ditemukan pada daerah wajah atau subkonjungtiva
b. Sianosis
c. Buih yang sukar pecah
Selain itu pada wajah juga dapat ditemukan kelainan seperti kekejangan otot
wajah, lebam mayat yang berwarna gelap keunguan
Leher : Tanda penjeratan pada leher. Hal ini sangat penting diperhatikan oleh
dokter, dan keadaannya bergantung kepada beberapa kondisi :
a. Jejas jerat: jejas jerat yang ditemukan biasanya arahnya horizontal,
kedalamannya sama dan tinggi kedua ujung jejas tidak sama.
b. Lecet/memar: pada kasus penjeratan dapat ditemukan lecet atau memar
pada area leher disekitar jejas jerat tali. Kelainan tersebut ditemukan akibat
dari perlawanan korban melepaskan jeratan tali
2.2.7 Pemeriksaan Dalam
Leher: Pada pemeriksaan leher bagian dalam dapat ditemukan kelainan berupa:
a. Resapan darah pada jaringan sekitar leher seperti pada otot dan kulit.
b. Fraktur tulang rawan pada laring dan trakea.
Paru : Sering ditemukan buih halus yang sukar pecah dan kongesti pada
jaringan paru akibat dari pembendungan pembuluh darah.

2.2 Aspek Medikolegal


Penjeratan merupakan kasus pembunuhan, sedangkan pada penggantungan lebih
sering terjadi pada kasus bunuh diri. Tetapi tidak menolak kemungkinan korban
penggantungan mati akibat penganiayaan. Di sini lah dapat dilihat fungsinya dari
satu perundangan yang ditetapkan. Pada buku kedua KUHP Bab XIX tentang
kejahatan terhadap nyawa. Berikut merupakan pasalpasal yang terkandung dalam
bab XIX KUHP.
1. Pasal 338 Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam
karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
2. Pasal 339 Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan
pidana, yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah
pelaksanaannya, atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari
pidana dalam hal tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang
yang diperolehnya secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur
hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
3. Pasal 340 Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu
merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan
pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling
lama dua puluh tahun.
4. Pasal 345 Barang siapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri,
menolongnya dalam perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu,
diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh
diri.
BAB III
KESIMPULAN

Penjeratan adalah penekanan pada bagian leher baik dengan tali (Ligature strangulation),
pencekikan (manual strangulation), dengan kayu atau lengan dan dengan siku atau lutut
(mugging). Patomekanisme utama kematian dari strangulasi adalah asfiksia. Perlu diperiksa
secara seksama pemeriksaan luar dan dalam pada kasus strangulasi, dikarenakan tanda-tanda
post-portem yang dapat ditemukan tidak jauh berbeda dengan kasus gantung diri (hanging).

Aspek-aspek medikolegal pada strangulasi adalah bunuh diri, kecelakaan dan


pembunuhan. Kasus yang paling sering ditemukan adalah pembunuhan, dimana korban dapat
dipidana berdasarkan KUHP pasal 338, pasal 339 dan pasal 345.
DAFTAR PUSTAKA

1. Arun et al. Methods of Suicide: Medicolegal Perspective. JIAFM. 2006;22–3.

2. Amri A. Ilmu Kedokteran Forensik. 2 ed. medan; 2005. 133–141 hal.

3. Erwin A. Ilmu Kedokteran Kehakiman. Ibrahim N, editor. CV Pustaka Prima; 2019.

4. Denys AP. Karakteristik Demografi Kasus Pembunuhan yang Diperiksa di Departemen


Forensik dan Medikolegal RSUPN Cipto Mangunkusumo. Perhimpun Dr forensik
Indones. 2017;95.

5. Hoediyanto, editor. Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal. kedelapan. Surabaya;


2012. 73 hal.

Anda mungkin juga menyukai