Pengendalian 2)

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 7

PENGENDALIAN RAYAP

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Rayap merupakan mesofauna tanah utama di kawasan tropis. Rayap berperan penting
dalam dekomposisi, perputaran unsur hara dan proses di dalam tanah (Pribadi, 2009). Jenis rayap
yang terdapat di Indonesia antara lain Coptotermes curvignathus dan Macrotermes gilvus. Keduanya
memiliki sifat perusak pada kayu, bangunan, dan material organic yang dapat menimbulkan dampak
negative berupa kerusakan, serta perkembangannya yang sangat cepat.

Rayap merupakan salah satu hewan yang bersifat hama yang dapat meninmbulkan
kerusakan pada bahan bangunan dan perabitan yang terbuat dari kayu. Rayap akan menjadikan
lubang-lubang kayu sebagai rumah dan sumber nutrisi. Wilayah Indonesia sendiri beriklim tropis,
lembab, dan tanah yang kaya akan nutrisi sangat mendukung kehidupan rayap. Asosiasi perusahaan
pengendalian hama Indonesia memperhitungkan kerugian ekonomis Indonesia akibat dari hama
rayap sendiri diperkirakan mencapai 2,8 triliyun setiap tahunya.

Selama ini pemberantasan hama rayap biasanya menggunakan bahan insektisida sintesis.
Walaupun bisa teratasi namun hal ini dapat menyebabkan masalah baru karena sulit terurainya
bahan-bahan tersebut dialam sehingga bisa bersifat toksik bai manusia dan lingkungan. Sampai saat
ini, hamper semua pengawet kayu merupakan bahan sintetis yang dapat berdampak negatif
terhadap lingkungan. Untuk menekan dampak negative ini, diperlukan cara pengendalian yang lebih
ekonomis dan tidak mencemari lingkungan. Oleh sebab itu, dibutuhkan cara pengawetan yang
ramah lingkungan, seperti penggunaan pestisida nabati.

Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan bahan bahan pengganti insektisida sintesis dengan bahan
alami yang ampuh memberantas rayap namun juga ramah lingkungan. Salah satu alternative
memberantas rayap adalah menggunakan insektisida alami yaitu berasal dari tumbuh-tumbuhan.

2. Rumusan Masalah

Bahan- bahan apakah yang mapuh digunakan uintuk megendalikan hama rayap. Namun baha ini
harus terbuat dari bahan alami sehingga ramah lingkungan dan tidak bersifat toksik bagi manusia
3. Tujuan

Dapat terkendalinya hama rayap sehingga tidak menimbulkan kerugian ayng lebih jauh bagi
manusia. Namun dengan cara yang aman dan tidak mencemari lingkungan, yaitu dengan
menggunakan bahan-bahan alami
B. PEMBAHASAN

1. Perilaku Rayap

Rayap terkenal hean yang sering menyerang kayu sehingga kayu tersebut rusak dan lapuk. setelah
menyerang rayap akan membangun sarang dengan kelembaban yang cukup sebab rayap sangat
membutuhkan kondisi dengan kelembaban yang cukup tinggi. Rayap ini masuk ke dalam kayu hingga
ke bagian tengahnya yang memanjang searah serat kayu melalui lubang/celah yang terdapat pada
permukaan kayu. Kebiasaan rayap ini ketika menyerang kayu, yakni bagian luar kayu yang terserang
tidak rusak. Bagian tersebut dijadikan sebagai pelindung dari serangan predator. Selain itu juga
digunakan untuk menghindari kontak langsung dengan cahaya.

Rayap ada juga yang dapat hidup di dalam kayu mati yang telah kering. Rayap ini umumnya terdapat
pada bangunan-bangunan serta perabotan seperti lemari, meja, kursi dan sebagainya. Tanda kayu
telah diserang yaitu terdapatnya butiranr frass atau ekskremen kecil yang berwarna kayu kecoklatan
yang berada di lantai atau di sekitar kayu yang telah diserang. Rayap ini tidak berhubungan dengan
tanah, karena habitatnya hidupnya di tempat yang kering

2. Pengendalian Rayap Menggunakan Daun Sirih

Tanaman yang sering dijumpai ini beberapa bagianya tanamnaya bersifat toksik bagi hama. Tanaman
ini mengandung senyawa minyak atsiri, flavonoid, chavikol, alkaloid dan beberapa senyawa lain yang
bersifat sebagai insektisida bagi rayap. Untuk menggunakannya daun sirih ini dikombinasikan
dengan air tajin atau air cucian beras.

Cara pembuatanya daun sirih muda yang telah didapatkan kemudian dicuci hingga bersih, setelah itu
dijemur di tempat terbuka dengan sirkulasi udara yang memadai berpaparan langsung dengan sinar
matahari. Pengeringan ini bertujuan untuk mengurangi kadar air pada daun sirih. Sedangkan air tajin
sendiri dapat diperoleh dengan cara mencuci beras sebanyak 10 g dengan 50 mL. Daun sirih yang
telah dikeringkan kemudian dipotong-potong kecil, kemudian di blender hingga menjadi serbuk.
Tujuan dari kegiatan tersebut yakni memperbesar luas permukaan antara bahan dengan objek
sehingga menjadi lebih besar. Daun sirih yang telah menjadi serbuk kemudian dilarutkan dengan air
leri yang telah diatur volumenya. Setelah itu didiamkan selama beberapa saat, lalu saring hingga
diperoleh larutan yang diinginkan.

Daun sirih yang mengandung flavanoid mempunyai daya antibakteri lima kali lipat dari fenol biasa
dan karvakol bersifat sebagai desinfektan dan anti jamur. Selain itu juga dapat dijadikan sebagai anti
rayap khususnya rayap tahan a flavanoid mempunyai cara kerja yaitu dengan masuk ke dalam tubuh
rayap melalui sistem pernapasan yang kemudian akan menimbulkan kelayuan pada syaraf serta
kerusakan pada system pernapasan dan mengakibatkan rayap tidak bisa bernafas dan akhirnya mati.

Kandungan klorin yang terdapat pada air beras ini adalah bahan kimia yang biasanya digunakan
sebagai pembunuh kuman maupun rayap. Zat klorin akan bereaksi dengan air membentuk asam
hipoklorus yang reaksinya diketahui dapat merusak sel-sel yang ada dalam tubuh rayap dan
menyerang usus. Usus rayap yang mengalami kerusakan dapat yang mengakibatkan rayap akhirnya
mati.

3. Pengendalian Rayap Menggunakan jamur Metarhizium anisopliae

Jamur tersebut memiliki potensi sebagai pengendali hayati, menggunakan organisme yang bersifat
ramah lingkungan Metarhizium anisopliae memiliki aktivitas larvisidal karena menghasilkan
cyclopeptida, destruxin, dan desmethyldestrusin. Cendawan Metarhizium anisopliae menghasilkan
endotoksin yang mematikan yaitu destruxins yang menyebabkan kelumpuhan dan kematian pada
serangga antara tiga dan empat belas hari setelah infeksi.

Metarhizium anisopliae dapat menghambat perkembangan rayap, sehingga dapat digunakan sebagai
bioinsektisida hayati berbasis jamur entomopatogen. Lebih lanjut dijelaskan bahwa jamur ini dapat
mereduksi dampak negatif terhadap lingkungan, biaya rendah dalam produksinya dan ramah
lingkungan.

4. Pengendalian Rayap Menggunakan Ekstrak Daun Bakau Avicennia marina

Ekstrak daun bakau Avicennia marina, terdapat 4 senyawa utama yang terdeteksi, yaitu 9- Eicosyne
(golongan hidrkarbon), Pentadekanal (golongan fatty aldehydes), Hexadecanoid acid (golongan fatty
acid ester), dan 9-Octadecanoic acid (golongan fatty acid). Mekanisme kematian rayap terjadi karena
proses pencernaan dalam usus rayap terganggu akibat matinya simbion oleh metabolit sekunder
dalam bakau.

Dalam usus rayap Coptotermes curvignathus berupa flagelata yaitu genus Pseudotrichonympha,
Holomastigoitoides, dan Spirptrichonympha. Senyawa 9-Octadecanoic acid yang terkandung dalam
kayu dan termakan oleh rayap, menyebabkan terganggunya aktivitas metabolisme lignoselulos oleh
bakteri. Terganggunya aktivitas metabolisme lignoselulosa menyebakan ketersediaan energy untuk
rayap menurun sehingga rayap akan kematian. Mekanisme kerja senyawa tersebut adalah
menyerang jaringan syaraf dalam tubuh serangga, mengakibatkan kehilangan nafsu
makan,ketidakmampuan serangga untuk bergerak merusak (memakan atau mengerat) tanaman,
tidak mempunyai energi dan berakibat kematian.

5. Pengendalian Rayap Menggunakan Ekstrak Biji Sirsak Gunung

Penggunakan ekstrak biji sirsak guung adalah dengan cara meendam bahan yang ingin diawetkan
dari rayap. Kematian rayap oleh senyawa bioaktif pada ekstrak biji sirsak dapat melalui beberapa
kemungkinan mekanisme. Kemungkinan pertama adalah, terganggunya enzim selulase akibat
matinya protozoa yang merupakan simbion di dalam perut rayap. Rusaknya enzim selulase
berdampak pada pencernaan makanan oleh rayap sehingga rayap tidak mendapatkan energi dan
pada akhirnya mati.

Senyawa tersebut kontak atau masuk ke dalam tubuh serangga, asetogenin bereaksi melalui kontak
atau konsumsi, menghambat kompleks mitokondria I dan mengganggu saluran natrium yang diatur
oleh tegangan, mengubah keseimbangan natrium dan kalium, hal ini mencegah transmisi saraf
normal dan menyebabkan kelumpuhan diikuti oleh kematian. Kemungkinan mekanisme kematian
lainnya yaitu rusaknya sistem saraf yang disebabkan senyawa bioaktif.

Pengendalian Rayap Menggunakan Bahan Dasar TOGA ( Tanaman Obat Keluarga)

Bahan aktif pestisida nabati adalah produk alam yang berasal dari tanaman yang mempunyai
kelompok metabolit sekunder yang mengandung beribu-ribu senyawa bioaktif seperti alkaloid,
terpenoid, fenolik, dan zat – zat kimia sekunder lainnya. Senyawa bioaktif tersebut apabila
diaplikasikan ke tanaman yang terinfeksi OPT (Organisme Penganggu Tanaman), tidak berpengaruh
terhadap fotosintesis pertumbuhan ataupun aspek fisiologis tanaman lainnya, namun berpengaruh
terhadap sistem saraf otot, keseimbangan hormon, reproduksi, perilaku berupa penarik, anti makan
dan sistem pernafasan OPT. Di Indonesia sebenarnya sangat banyak jenis tumbuhan penghasil
pestisida nabati, contohnya daun sirsak, daun sereh dan daun papaya.

Pembuatany pun cukup mudahdaun sirsak, daun sereh dan daun papaya. Bahan- bahan ini tinggal
diekstrak dengan air lalu disemprotkan ke tanaman yang terserang rayap. Rayap akan mati karena
kandungan bahan-bahannya yang dapat berfungsi sebagai insektisida.
C. PENUTUP

1. Kesimpulan

Adanya banyak banyak bahan alami yang dapat digunakan untuk mengendalkan serangga yang
aman dan tidak mencemari lingkunagn. Bahan-bahan ini pun mampu bekerja untuk mempengaruhi
tubuh rayap sehingga menurukan metabolisme, menganggu system syaraf, hingga kematian secara
instan. Bahan-bahan ini pun lebih murah dan lebih ramah lingkungan jika digunakan dari pada
penggunaan pestisida sintetis.

2. Saran

Penggunaan bahan-bahan alami ini bisa lebih dikenal luasa oleh masyarakat sehingga bisa
mengurangi angka kerugoian akibat hama rayap. Dengan penggunaan bahan pembasmi rayap yang
alai dapat mencegah kerusakan lingkungan.
Referensi

Aflah, U. N., Subekti, N. and Susanti, R. (2021) ‘Coptotermes Pengendalian Rayap Tanah Holmgren
Menggunakan Ekstrak Daun Avicennia marina’, Journal of Biology, 10(1), pp. 1–11.

Ismanto, A. et al. (2020) ‘EFEKTIVITAS KONSENTRASI EKSTRAK BIJI SIRSAK GUNUNG (Annona
montana Macf.) TERHADAP MORTALITAS RAYAP TANAH (Coptotermes curvignathus Holmgren.,
Rhinotermitidae’, Jurnal Sains Natural, 10(1), p. 18. doi: 10.31938/jsn.v10i1.279.

Latumahina, F., Mardiatmoko, G. and Tjoa, M. (2020) ‘Penggunaan Biopestisida Nabati Dari Bahan
Dasar TOGA Untuk Pengendalian Hama Rayap Pada Pembibitan Pala Dan Cengkeh Milik Kelompok
Tani Spirit Di Desa Liliboi’, Jurnal Karya Abdi Masyarakat, 4(2), pp. 288–298. doi:
10.22437/jkam.v4i2.10539.

Miftah, Farid, A. . et al. (2019) ‘Efektivitas Daun Sirih (Piper betle L.) dan Air Leri terhadap Mortalitas
Rayap Tanah (Coptotermes sp.)’, Indonesian Journal of Fundamental Sciences, 5(1), pp. 67–72.
Available at: http://ojs.unm.ac.id/pinisi/article/view/9385.

Rafli, M. A., Madusari, S. and Soesatrijo, J. (2021) ‘KOMPARASI EFEKTIVITAS METODE


PENGENDALIAN RAYAP Macrotermes gilvus DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT’, Jurnal AGROSAINS dan
TEKNOLOGI, 5(2), p. 77. doi: 10.24853/jat.5.2.77-86.

Anda mungkin juga menyukai