Anda di halaman 1dari 8

RESUME

BIMBINGAN DAN KONSELING

ASAS – ASAS DAN KODE ETIK BK

Oleh

MUHAMMAD IKHSAN KURNIAWAN


17063040

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

ASAS DAN KODE ETIK BIMBINGAN KONSELING


Asas Bimbingan dan Konseling (12 Asas BK)

1.      Pengertian Asas Bimbingan dan Konseling

Asas berarti dasar (sesuatu yg menjadi tumpuan berpikir atau berpendapat), dasar
cita-cita (perkumpulan atau organisasi), dan hukum dasar. Prinsip berarti asas (kebenaran yg
menjadi pokok dasar berpikir, pedoman bertindak), dan dasar.
(http://www.artikata.com/arti-319710-asas.html)

Asas-asas bimbingan dan konseling merupakan ketentuan-ketentuan yang harus


diterapkan dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling, sedangkan prinsip-
prinsip bimbingan dan konseling adalah hal-hal yang dapat dijadikan pedoman dalam
pelaksanaan bimbingan dan konseling.

2.      Asas-Asas Bimbingan dan Konseling

Pelayanan bimbingan dan konseling adalah pekerjaan profesional. Pekerjaan


profesional itu harus dilaksanakan dengan mengikuti kaidah-kaidah yang menjamin efisien
dan efektivitas proses dan hasil-hasilnya. Dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan
konseling kaidah-kaidah tersebut dikenal dengan asas-asas bimbingan dan konseling, yaitu
ketentuan-ketentuan yang harus diterapkan dalam penyelenggaraan pelayanan itu. Apabila
asas-asas itu diikuti dan terselenggara dengan baik, sangat diharapkan proses pelayanan
mengarah pada pencapaian tujuan yang diharapkan. Sebaliknya, apabila asas-asas itu
diabaikan atau dilanggar sangat dikhawatirkan kegiatan yang terlaksana itu justru
berlawanan dengan tujuan bimbingan dan konseling, bahkan akan dapat merugikan orang-
orang yang terlibat di dalam pelayanan, serta profesi bimbingan dan konseling itu sendiri.
Asas-asas yang dimaksud tersebut antara lain:

1. Asas Kerahasiaan

Segala sesuatu yang dibicarakan klien (peserta didik) kepada konselor (guru
pembimbing) tidak boleh disampaikan kepada orang lain, atau lebih-lebih hal atau
keterangan yang tidak boleh atau tidak layak diketahui oleh orang lain. Asas kerahasiaan ini
merupakan asas kunci dalam usaha bimbingan dan konseling. Jika asas ini benar-benar
dilaksanakan, maka penyelenggara atau pemberi bimbingan akan mendapat kepercayaan
dari semua pihak, terutama penerima bimbingan klien, sehingga mereka akan mau
memanfaatkan jasa bimbingan dan konseling dengan sebaik-baiknya. Sebaliknya, jika
konselor tidak dapat memegang asas kerahasiaan dengan baik, maka hilanglah kepercayaan
klien, sehingga akibatnya pelayanan bimbingan tidak dapat tempat di hati klien dan para
calon klien. Mereka takut meminta bantuan sebab khawatir masalah dan diri mereka akan
menjadi bahan gunjingan. Apabila hal terakhir itu terjadi, maka tamatlah pelayanan
bimbingan dan konseling ditangan konselor yang tidak dapat dipercaya oleh klien itu.
2. Asas Kesukarelaan

Proses bimbingan dan konseling harus berlangsung atas dasar kesukarelaan, baik
dari pihak si terbimbing atau klien maupun dari pihak konselor. Klien diharapkan secara
sukarela dan rela tanpa ragu-ragu ataupun merasa terpaksa menyampaikan masalah yang
dihadapinya serta mengungkapkan segenap fakta, data, dan seluk-beluk berkenaan dengan
masalahnya itu kepada konselor. Konselor hendaknya dapat memberikan bantuan dengan
tidak terpaksa, atau dengan kata lain konselor memberikan bantuan dengan ikhlas.

3. Asas Keterbukaan

Dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling sangat diperlukan suasana


keterbukaan, baik keterbukaan dari konselor maupun keterbukaan dari klien. Keterbukaan
ini bukan hanya sekedar bersedia menerima saran-saran dari luar, tetapi juga diharapkan
masing-masing pihak yang bersangkutan bersedia membuka diri untuk kepentingan
pemecahan masalah. Individu yang membutuhkan bimbingan diharapkan dapat berbicara
sejujur mungkin dan berterus terang tentang dirinya sendiri, sehingga dengan keterbukaan
ini penelaahan serta pengkajian berbagai kekuatan dan kelemahan klien dapat dilaksanakan.

Keterusterangan dan kejujuran klien akan terjadi jika klien tidak lagi mempersoalkan
asas kerahasiaan dan kesukarelaan. Maksudnya, klien telah betul-betul mempercayai
konselornya dan benar-benar mengharapkan bantuan dari konselornya. Lebih jauh
keterbukaan akan semakin berkembang apabila klien tahu bahwa konselornya terbuka.

Keterbukaan disini ditinjau dari dua arah. Dari pihak klien diharapkan pertama-tama
mau membuka diri sendiri, sehingga apa yang ada pada dirinya dapat diketahui oleh orang
lain (konselor) dan keduanya mau membuka diri dalam arti mau menerima saran-saran dan
masukan lainnya dari pihak luar. Dari pihak konselor, keterbukaan terwujud dengan
ketersediaan konselor menjawab pertanyaan-pertanyaan klien dan mengungkapkan diri
konselor sendiri jika hal itu dikehendaki oleh klien. Dalam hubungan yang bersuasana
seperti itu masing-masing pihak bersifat transparan (terbuka) terhadap pihak lain.

4. Asas Kekinian

Masalah individu yang ditanggulangi ialah masalah-masalah yang sedang dirasakan


bukan masalah yang sudah lampau dan juga bukan masalah yang mungkin akan dialami
dimasa yang akan datang. Apabila ada hal-hal tertentu yang menyangkut masalah lampau
dan/atau masalah yang akan datang yang perlu dibahas dalam upaya bimbingan yang
sedang diselenggarakan itu, pembahasan tersebut hanyalah merupakan latar belakang
dan/atau latar depan dari masalah yang dihadapi sekarang, sehingga masalah yang sedang
dialami dapat terselesaikan. Dalam usaha yang bersifat pencegahan, pada dasarnya
pertanyaan yang perlu dijawab adalah “apa yang perlu dilakukan sekarang”, sehingga
kemungkinan yang kurang baik di masa datang dapat dihindari.

Asas kekinian juga mengandung pengertian bahwa konselor tidak boleh menunda-
nunda pemberian bantuan. Jika diminta bantuan oleh klien atau jelas-jelas terlihat misalnya
adanya siswa yang mengalami masalah, maka konselor hendaklah segera memberikan
bantuan. Konselor tidak selayaknya menunda-nunda memberi bantuan dengan berbagai
dalih. Konselor harus mendahulukan kepentingan klien daripada yang lain-lain. Jika dia
benar-benar memiliki alasan yang kuat untuk tidak memberikan batuannya kini, maka
konselor harus dapat mempertanggungjawabkan bahwa penundaan yang dilakukan itu
justru untuk kepentingan klien.

5. Asas Kemandirian

Pelayanan bimbingan dan konseling bertujuan menjadikan klien dapat berdiri


sendiri, tidak bergantung pada orang lain atau tergantung pada konselor. Individu yang
dibimbing setelah dibantu diharapkan dapat mandiri dengan ciri-ciri pokok mampu:

a.       Mengenal diri sendiri dan lingkungan sebagaimana adanya.

b.      Menerima diri sendiri secara positif dan dinamis.

c.       Mengambil keputusan untuk dan oleh diri sendiri.

d.      Mengarahkan diri sesuai dengan keputusan itu.

e.       Mewujudkan diri secara optimal sesuai dengan potensi, minat, dan kemampuan-
kemampuan yang dimilikinya.

Kemandirian dengan ciri-ciri umum di atas haruslah disesuaikan dengan tingkat


perkembangan dan peranan klien dalam kehidupan sehari-hari. Kemandirian sebagai hasil
konseling menjadi arah dari keseluruhan proses konseling dan hal itu disadari baik oleh
konselor maupun klien.

6. Asas Kegiatan

Usaha bimbingan dan konseling tidak akan memberikan buah yang berarti bila klien
melakukan sendiri kegiatan dalam mencapai tujuan bimbingan dan konseling. Hasil usaha
bimbingan dan konseling tidak akan tercapai dengan sendirinya, melainkan harus dengan
kerja giat dari klien sendiri. Konselor hendaklah membangkitkan semangat klien, sehingga
klien mampu dan mau melaksanakan kegiatan yang diperlukan dalam menyelesaikan
masalah yang menjadi pokok pembicaraan dalam konseling.

Asas ini merujuk pada pola konseling “multidimensional” yang tidak hanya
mengandalkan transaksi verbal antara klien dengan konselor. Dalam konseling yang
berdimensi verbal pun asas kegiatan masih harus terselenggara, yaitu klien mengalami
proses konseling dan aktif pula melaksanakan atau menerapkan hasil-hasil konseling.

Asas bimbingan dan konseling ini menghendaki agar klien yang menjadi sasaran
pelayanan berpartisipasi secara aktif di dalam penyelenggaraan pelayanan/ kegiatan
bimbingan. Dalam hal ini konselor perlu mendorong klien untuk aktif dalam setiap
pelayanan/ kegiatan bimbingan dan konseling yang diperuntukan baginya

7. Asas Kedinamisan

Usaha pelayanan bimbingan dan konseling menghendaki terjadinya perubahan pada


diri klien, yaitu perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik. Perubahan itu tidaklah
sekedar mengulang hal yang lama, yang bersifat menonton, melainkan perubahan yang
selalu menuju ke suatu pembaharuan, suatu yang lebih maju, dinamis sesuai dengan arah
perkembangan klien yang dikehendaki. Asas kedinamisan mengacu pada hal-hal baru yang
hendaknya terdapat pada dan menjadi ciri-ciri dari proses konseling dan hasil-hasilnya.

Asas bimbingan dan konseling ini menghendaki agar isi pelayanan terhadap sasaran
pelayanan (klien) hendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang,
serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke
waktu.

8. Asas Keterpaduan

Pelayanan bimbingan dan konseling berusaha memadukan berbagai aspek


kepribadian klien. Sebagaimana diketahui individu memiliki berbagai aspek kepribadian
yang kalau keadaannya tidak seimbang, serasi, dan terpadu justru akan menimbulkan
masalah. Disamping keterpaduan pada diri klien, juga harus diperhatikan keterpaduan isi
dan proses layanan yang diberikan. Hendaknya aspek layanan yang satu jangan sampai tidak
serasi dengan aspek layanan yang lain.

Untuk terselenggaranya asas keterpaduan, konselor perlu memiliki wawasan yang


luas tentang perkembangan klien dan aspek-aspek lingkungan klien, serta berbagai sumber
yang dapat diaktifkan untuk menangani masalah klien. Kesemuanya itu dipadukan dalam
keadaan serasi dan saling menunjang dalam upaya layanan bimbingan dan konseling.

Asas bimbingan dan konseling ini menghendaki agar berbagai pelayanan dan
kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun
pihak lain, saling menunjang, harmonis, dan terpadu. Untuk ini kerja sama antara konselor
dan pihak-pihak yang berperan dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling
perlu terus dikembangkan. Koordinasi segenap pelayanan/ kegiatan bimbingan dan
konseling itu harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

9. Asas Kenormatifan
Usaha bimbingan dan konseling tidak boleh bertentangan dengan norma-norma
yang berlaku, baik ditinjau dari norma agama, norma adat, norma hukum/ negara, norma
ilmu, maupun kebiasaan sehari-hari. Asas kenormatifan ini diterapkan terhadap isi maupun
proses penyelenggaraan bimbingan dan konseling. Seluruh isi dan layanan harus sesuai
dengan norma yang ada. Demikian pula prosedur, teknik, dan peralatan yang dipakai tidak
menyimpang dari norma-norma yang dimaksudkan. Bukanlah layanan atau kegiatan
bimbingan dan konseling yang dapat dipertanggungjawabkan jika isi dan pelaksanaannya
tidak berdasarkan norma-norma yang dimaksudkan itu.

Ditilik dari permasalahan klien barangkali pada awalnya ada materi bimbingan dan
konseling yang tidak bersesuaian dengan norma (misalnya klien mengalami masalah
melanggar norma tertentu), tetapi justru dengan pelayanan bimbingan dan konselinglah
tingkah laku yang melanggar norma itu diarahkan kepada lebih bersesuaian dengan norma.
Lebih jauh, layanan meningkatkan kemampuan klien memahami, menghayati, dan
mengamalkan norma-norma tersebut.

10. Asas Keahlian

Usaha bimbingan dan konseling perlu dilakukan asas keahlian secara teratur dan
sistematik dengan menggunakan prosedur, teknik, dan alat (instrumentasi bimbingan dan
konseling) yang memadai. Untuk itu para konselor perlu mendapat latihan secukupnya,
sehingga dengan itu dapat dicapai keberhasilan pemberian layanan. Pelayanan bimbingan
dan konseling adalah pelayanan profesional yang diselenggarakan oleh tenaga-tenaga ahli
yang khusus dididik untuk pekerjaan itu.

Asas keahlian selain mengacu kepada kualifikasi konselor (misalnya pendidikan


sarjana bidang bimbingan dan konseling), juga kepada pengalaman. Teori dan praktek
bimbingan dan konseling perlu dipadukan. Oleh karena itu, seorang konselor ahli harus
benar-benar menguasai teori dan praktek konseling secara baik. Keprofesionalan konselor
harus terwujud baik dalam penyelenggaraan jenis-jenis pelayanan dan kegiatan dan
konseling maupun dalam penegakan kode etik bimbingan dan konseling.

11. Asas Alih Tangan

Dalam pemberian layanan bimbingan dan konseling, asas alihtangan jika konselor
sudah mengerahkan segenap kemampuannya untuk membantu individu, tetapi individu
yang bersangkutan belum dapat terbantu sebagaimana yang diharapkan, maka konselor
dapat mengirim individu kepada petugas atau badan yang lebih ahli. Disamping itu asas ini
juga mengisyaratkan bahwa pelayanan bimbingan dan konseling hanya mengenai masalah-
masalah individu sesuai dengan kewenangan petugas yang bersangkutan dan setiap
masalah ditangani oleh ahli yang berwenang untuk itu. Hal yang terakhir itu secara langsung
mengacu kepada bimbingan dan konseling hanya memberikan kepada individu-individu
yang pada dasarnya normal (tidak sakit jasmani maupun rohani) dan bekerja dengan kasus-
kasus yang terbebas dari masalah-masalah kriminal maupun perdata.
Konselor dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau ahli
lain, dan demikian pula guru pembimbing dapat mengalihtangankan kasus kepada guru
mata pelajaran/ praktik dan lain-lain.

12. Asas Tut Wuri Handayani

Asas tut wuri handayani, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar
pelayanan bimbingan dan konseling secara keseluruhan dapat menciptakan suasana yang
mengayomi (memberikan rasa aman), mengembangkan keteladanan, memberikan
rangsangan dan dorongan, serta kesempatan yang seluas-luasnya kepada klien untuk maju.
Demikian juga segenap layanan atau kegiatan bimbingan dan konseling yang
diselenggarakan hendaknya disertai dan sekaligus dapat membangun suasana pengayoman,
keteladanan, dan dorongan seperti itu.

Asas ini menunjuk pada suasana umum yang hendaknya tercipta dalam rangka
hubungan keseluruhan antara konselor dan klien. Lebih-lebih di lingkungan sekolah, asas ini
makin dirasakan keperluannya dan bahkan perlu dilengkapi dengan “ing ngarso sung tulodo,
ing madya mangun karso”.

Asas ini menuntut agar pelayanan bimbingan dan konseling tidak hanya dirasakan
pada waktu klien mengalami masalah dan menghadap pada konselor saja, tetapi diluar
hubungan proses bantuan bimbingan dan konseling pun hendaknya dirasakan adanya
manfaat pelayanan bimbingan dan konseling itu.

Selain asas-asas tersebut saling terkait satu sama lain, segenap asas itu perlu
diselenggarakan secara terpadu dan tepat waktu, yang satu tidak perlu dikedepankan atau
dikemudiankan dari yang lain. Begitu pentingnya asas-asas tersebut, sehingga dapat
dikatakan bahwa asas-asas itu merupakan jiwa dan nafas dari seluruh kehidupan pelayanan
bimbingan dan konseling. Apabila asas-asas itu tidak dijalankan dengan baik
penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling akan tersendat-sendat atau bahkan
berhenti sama sekali. (Priyatno, 2004: 114-120).

Kode Etik bimbingan dan konseling

Adalah ketentuan-ketentuan atau peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh siapa saja yang ingin
berkicimpung dalam bidang bimbingan dan konseling demi untuk kebaikan. Kode etik dalam satu
jabatan bukan merupakan hal yang baru. Tiap-tiap jabatan pada umumnya mempunyai kode etik
sendiri-sendiri, sekalipun tetap ada kemungkinan bahwa kode etik itu tidak secara formal diadakan.

Kode etik dalam bimbingan dan konseling dimaksudkan agar bimbingan dan konseling tetap dalam
keadaan baik, serta diharapkan akan menjadi semakin baik, lebih-lebih di Indonesia dimana
bimbingan dan konseling masih relatif baru. Kode etik ini mengandung ketentuan-ketentuan yang
tidak boleh dilanggar atau diabaikan tanpa membawa kaibat yang menyenangkan.
Menurut Walgito (2010:37) ada beberapa kode etik bimbingan dan konseling tersebut, antara lain:

1. Pembimbing atau pejabat lain yang memegang jabatan dalam bidang bimbingan dan
konseling harus memegah teguh prinsip bimbingan dan konseling.
2. Pembimbing harus berusaha semaksimal mungkin untuk dapat mencapai hasil yang baik-
baiknya, dengan membatasi diri pada keahliannya atau wewenangnya. Oleh karena itu,
pembimbing jangan sampai mencampuri wewenang dan tanggungjawab yang bukan
wewenang atau tanggung jawabnya.
3. Karena pekerjaan pembimbing berhubungan langsung dengan kehidupan pribadi orang
maka seorang pembing harus:
a. Dapat memegang atau menyimpan rahasia klien dengan sebaik-baiknya.
b. Menunjukkan sikap hormat pada klien.
c. Menghargai bermacam-macam klien. Jadi, dalam menghadapi klien, pembimbing
harus menghadapi klien dalam derajat yang sama.
4. Pembimbing tidak diperkenankan:
a. Menggunakan tenaga pembantu yang tidak ahli atau tidak terlatih.
b. Menggunakan alat-alat yang kurang dapat dipertanggung jawabkan.
c. Mengambil tindakan-tindakan yang mungkin dapat menimbulkan hal-hal yang tidak
baik bagi klien.
d. Mengalihkan klien kepada konselor lain tanpa persetujuan klien.
5. Meminta bantuan kepada ahli dalam bidang lain diluar kemampuan dan keahliannya atau di
luar keahlian staffnya yang diperlukan dalam bimbingan dan konseling.
6. Pembimbing harus selalu menyadari tanggungjawabnya yang berat, yang memerlukan
pengabdian sepenuhnya.

*SUMBER

Hikmawati, Fenti. 2011. Bimbingan Konseling. Jakarta: Rajawali Pers.

Prayitno dan Erman Amti. 2004. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta:
Rineka Cipta.

Salahudin, Anas. 2010. Bimbingan & Konseling. Bandung: Pustaka Setia. U

Anda mungkin juga menyukai