Anda di halaman 1dari 5

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis paru adalah penyebab utama kesembilan kematian di seluruh dunia


dan penyebab utama dari satu agen infeksius, pada tahun 2016, diperkirakan sekitar 1,3
juta kematian akibat tuberkulosis (WHO, 2017). India, China, dan Indonesia merupakan
Negara dengan penderita tuberkulosis terbanyak yaitu berturut-turut 23%, 16% dan 10%
dari seluruh penderita di dunia, di Indonesia maupun di berbagai belahan dunia,
penyakit tuberkulosis diperkirakan masih menyerang 9,6 juta orang dan menyebabkan
kematian pada tahun 2014 (WHO, 2015).

Menurut laporan World Health Organization (WHO) tahun 2018, Tuberkulosis


paru menjadi penyebab kematian utama di dunia. Sejak ditemukan obat TB di tahun
1940, terjadi penurunan angka kematian hingga sekitar 10 orang per 100.000 penduduk.
Pada tahun 2017, diperkirakan 10 juta orang di dunia menjadi penderita baru yang
terinfeksi HIV/AIDS. Sementara berdasarkan World Health Organization (WHO) tahun
2019, Penderita TB yang meninggal dunia pada tahun 2017 sebesar 16% dari penderita
yang aktif. Untuk angka kematian penyakit TB di Indonesia adalah sebesar 40 orang per
100.000 penduduk atau 107.000 orang ditahun 2017.

Jumlah kasus Tuberkulosis di Indonesia menurut laporan World Health


Organization (WHO) tahun 2015, diperkirakan ada 1 juta kasus Tuberkulosis baru
pertahun (399 per 100.000) penduduk). Diperkirakan 63.000 kasus TB dengan HIV
positif (25 per 100.000 penduduk). Angka notifikasi kasus (Case Notification
Rate/CNR) dari semua kasus, dilaporkan sebanyak 129 per 100.000 penduduk. Jumlah
seluruh kasus 324.539 kasus, diantaranya 314.965 adalah kasus baru. Secara nasional
perkiraan prevelansi HIV diantara pasien TB diperkirakan sebesar 6,2. (Permenkes
Nomor 67, 2016).

Jumlah Seluruh Kasus Tuberkulosis di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2018


adalah 4.353 kasus, jumlah Kasus Baru BTA Positif Tahun 2018 adalah 1.758, jumlah

1
2

Kasus Tuberkulosis Anak Tahun 2018 adalah 370. Nilainya mengalami sedikit
penurunan bila dibandingkan Tahun 2017, hal ini disebabkan adanya Kegiatan Ketuk
pintu dalam rangka penemuan kasus Tuberkulosis di rumah-rumah yang dilakukan oleh
kader-kader Tuberkulosis di Kabupaten/Kota (Profil Kesehatan Provinsi Kepulauan
Riau, 2018). Sedangkan jumlah kasus Tuberkulosis Paru semua tipe di Provinsi
Kepulauan Riau Tahun 2017 sebanyak 4.014 kasus. Laki-laki sebanyak 2.393 kasus
(59,62%) dan perempuan 1.621 kasus (40,38%). Jumlah kasus baru Tuberkulosis Paru
dengan hasil BTA (+) Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2017 sebanyak 1.570. laki-laki
sebanyak 990 kasus (63,06%) dan perempuan 580 kasus (36,94%). Keberhasilan
pelaksanaan program penanggulangan Tuberkulosis Paru dapat diukur dari pencapaian
angka keberhasilan pengobatan. Berdasarkan angka keberhasilan pengobatan (Success
Rate) Tuberkulosis Paru BTA (+) yaitu (83,63%) (Pusdatin kemenkes RI, 2017).

Berdasarkan data yang didapatkan dari Dinas Kesehatan Kota Tanjungpinang


pada tahun 2016 yaitu sebanyak 1163 kasus diantaranya laki-laki 706 kasus (60,70%)
dan perempuan 457 kasus (39,29%). Pada tahun 2017 yaitu sebanyak 1090 kasus
dengan perbandingan laki-laki sebanyak 664 kasus (60,91%) dan perempuan sebanyak
426 kasus (39,08%) (Dinkes Kota Tanjungpinang , 2016). Sementara itu, berdasarkan
data yang didapatkan dari Medical Record RSUD kota Tanjungpinang angka kejadian
Tuberkulosis Paru di RSUD Kota Tanjungpinang pada bulan Januari-Desember 2019
tercatat sebanyak 744 kasus, yang terdiri dari kelompok 1-4 tahun sebanyak 81 kasus,
15-24 tahun sebanyak 105 kasus, 25-34 tahun sebanyak 100 kasus, 45-54 tahun
sebanyak 93 kasus, 55-65 tahun sebanyak 106 kasus, dan 65 tahun keatas sebanyak 44
kasus. (Medical Record RSUD Kota Tanjungpinang, 2019).

Penyakit Tuberkulosis paru ditularkan melalui airbone yaitu inhalasi droplet


yang mengandung kuman mycobacterium tuberculosis. Pasien Tuberkulosis paru akan
mengeluh batuk yang disertai dahak dan atau batuk berdarah, sesak napas, nyeri pada
daerah dada, keringat malam hari, penurunan nafsu makan. Pemeriksaan fisik
menunjukkan tanda-tanda berupa peningkatan frekuensi napas, irama nafas tidak
teratur, dan ronchi (Ardiansyah, 2012). Merujuk pada manifestasi tersebut, masalah
3

keperawatan yang umum terjadi pada pasien TB paru adalah ketidakefektifan bersihan
jalan napas (Tahir, 2019).

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas adalah ketidakmampuan membersihkan


sekresi atau penyumbatan pada saluran nafas untuk mempertahankan bersihan jalan
nafas dan menjaga paru-paru agar tetap bersih memberikan tindakan nebulizer.
Obstruksi saluran jalan napas disebabkan oleh menumpuknya sputum pada jalan napas
yang akan mengakibatkan ventilasi menjadi tidak adekuat. Untuk itu perlu tindakan
memobilisasi pengeluaran sputum agar proses pernapasan dapat berjalan dengan baik
guna mencukupi kebutuhan oksigen tubuh (Tahir, 2019).

Penanganan pada pasien Tuberkulosis paru yang tidak benar akan menimbulkan
berbagai macam komplikasi seperti pleuritis, efusi pleura, empisema, laryngitis, dan
komplikasi lanjut seperti obstruksi jalan napas, sindrom obstruksi pasca tuberkulosis,
kerusakan parenkim berat, fibrosis paru, korpulmonal, amyloidosis, karsinoma paru,
sindrom gagal napas dewasa (Adult Respiratory Distress Sindrom/ARDS). Angka
kematian ARDS pada penderita Tuberkulosis sebanyak 70%. Pada pasien yang dirawat
dengan diagnosis tuberkulosis, 1% - 3% ditemukan adanya pneumotoraks (Santoso,
2020).

Dari latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka penulis tertarik untuk
mengambil judul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Tuberkulosis Paru dengan
Masalah Ketidakefektifan Bersihan jalan Napas di kota tanjungpinang”.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana gambaran Asuhan Keperawatan Pada Pasien Tuberkulosis Paru
dengan Masalah Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas?

1.3 Tujuan Studi Kasus


1.3.1 Tujuan Umum
Penulis mampu menggambarkan Asuhan Keperawatan Tuberkulosis Paru
dengan Masalah Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas
4

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Penulis mampu menggambarkan pengkajian pada pasien Tuberkulosis paru
dengan Masalah Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas
2. Penulis mampu menggambarkan diagnose keperawatan yang tepat pada
pasien Tuberkulosis paru dengan Masalah Ketidakefektifan Bersihan Jalan
Napas
3. Penulis mampu menggambarkan susunan rencana tindakan keperawatan
pada pasien Tuberkulosis paru dengan Masalah Ketidakefektifan Bersihan
Jalan Napas
4. Penulis mampu menggambarkan tindakan keperawatan sesuai dengan asuhan
keperawatan pada pasien Tuberkulosis paru dengan Masalah
Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas
5. Penulis mampu menggambarkan evaluasi dari tindakan yang dilakukan
sesuai dengan masalah prioritas pada pasien Tuberkulosis paru dengan
Masalah Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas
6. Penulis mampu menggambarkan dokumentasi dari tindakan keperawatan
pada pasien Tuberkulosis paru dengan Masalah Ketidakefektifan Bersihan
Jalan Napas
7. Penulis mampu membandingkan dua asuhan keperawatan pada pasien
Tuberkulosis paru dengan Masalah Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas

1.4 Manfaat Studi Kasus


Studi kasus ini diharapkan memberi manfaat bagi :

1.4.1 Masyarakat
Memberikan pengetahuan bagi masyarakat untuk meningkatkan kemandirian
keluarga serta membudayakan pengelolaan pasien tuberkulosis paru dalam
pemenuhan kebutuhan oksigenisasi.
5

1.4.2 Perkembangan Ilmu Pengetahuan


Menambah informasi dan sebagai referensi mahasiswa/mahasiswi poltekkes
kemekes Tanjungpinang Jurusan Keperawatan untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran khususnya keperawatan medical bedah.

1.4.3 Penulis
Sebagai sarana belajar serta menambah pengetahuan dan pengalaman dalam
melakukan asuhan keperawatan pada pasien Tuberkulosis Paru.

Anda mungkin juga menyukai