Anda di halaman 1dari 11

F2-UPAYA KESEHATAN LINGKUNGAN

Kesling

1. 3M +

2. Kesehatan kecelakaan kerja

3. Door to door PSN Jumantik

4. Lingkungan kerja Sehat

5. Rumah Sehat

6. Jamban sehat

1. 3M Plus

Latar Belakang

Perilaku hidup sehat adalah perilaku-perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan
seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya 3 (Soekidjo Notoatmojo,
2007: 137). Upaya pencegahan terhadap penularan DBD dilakukan dengan pemutusan rantai
penularan DBD berupa pencegahan terhadap gigitan nyamuk Aedes aegypti. Kegiatan yang
optimal adalah melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan cara “3M” plus selain
itu juga dapat dilakukan dengan larvasidasi dan pengasapan (fogging) (Kementerian Kesehatan
RI, 2012: 39).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Puspita Sari dkk (2012) bahwa ada hubungan antara
praktik PSN dengan kejadian DBD pada sekolah tingkat dasar di Kota Semarang (p value=
0,005). Salah satu indikator yang berhubungan dengan keberhasilan PSN (Pemberantasan Sarang
Nyamuk) adalah keberadaan jentik. Penelitian yang dilakukan oleh Lucky Radita Alma (2013)
menyebutkan bahwa ada hubungan perilaku PSN DBD terhadap keberadaan jentik di Kelurahan
Sekaran Kota Semarang dengan p value= 0,024.

Aplikasi dalam pengendalian DBD yaitu dengan pembentukan Juru Pemantau Jentik atau yang
dikenal dengan jumantik yang anggotanya adalah kader dari masyarakat. Mengingat obat untuk
membunuh virus Dengue hingga saat ini belum ditemukan dan vaksin untuk mencegah penularan
DBD masih dalam tahap uji coba, maka cara yang dapat dilakukan sampai saat ini adalah dengan
memberantas nyamuk penular (vektor). Pemberantasan vektor ini dapat dilakukan pada saat
masih berupa jentik atau nyamuk dewasa (Kementerian Kesehatan RI, 2012: 2). Dalam
pembentukan jumantik terdapat evaluasi yang dilakukan untuk mengevaluasi hasil kerja
jumantik dan untuk mengetahui tingkat partisipasi dalam PSN DBD (Kementerian Kesehatan RI,
2012: 43-44)

Permasalahan

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang ditandai dengan panas (demam)
dan disertai dengan perdarahan. Demam berdarah dengue ditularkan melalui gigitan nyamuk
Aedes aegypti yang hidup di dalam dan di sekitar rumah yang disebabkan oleh virus dengue .
Virus dengue termasuk dalam kelompok B Arthropod Virus (Arboviroses) yang sekarang
dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviride, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu:
DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4 (Departemen Kesehatan RI, 2004: 1). Jumlah penderita DBD di
Indonesia terjadi peningkatan dari tahun 2011 sampai 2013. Jumlah kasus pada tahun 2011
sebesar 65.725 kasus dengan Incidence Rate (IR) 27,67 per 100.000 penduduk. Tahun 2012
sebesar 90.245 kasus dengan IR 37,27 per 100.000 penduduk. Dan pada tahun 2013 sebesar
112.511 kasus dengan IR 45,85 per 100.000 penduduk (Profil Kesehatan Indonesia, 2012, 2013).
IR DBD di Jawa Tengah terjadi peningkatan dari tahun 2011 sampai 2013. IR DBD pada tahun
2011 yaitu 15,3 per 100.000 penduduk (Dinas Kesehatan Prov. Jawa Tengah, 2013). IR DBD
pada tahun 2012 yaitu 19,29 per 100.000 penduduk. IR DBD pada tahun 2013 yaitu 41,21 per
100.000 penduduk (Profil Kesehatan Indonesia, 2013). Kasus DBD Kota Semarang pada tahun
2013 sebanyak 2.364 kasus atau naik 89,11% dari 1.250 kasus pada tahun 2012. Jumlahkematian
mulai meningkat dari tahun 2011 sampai tahun 2013. Jumlah kematian pada tahun 2011 yaitu 10
kasus. Jumlah kematian pada tahun 2012 yaitu 22 kasus dan jumlah kematian pada tahun 2013
yaitu 27 kasus atau naik 22,73% dari tahun 2012 (Profil Kesehatan Kota Semarang, 2013).

Perencanaan intervensi

Perencanaan kegiatan ini dilakukan di Desa Kecamatan karanganyar melalui kegiatan yang rutin
yakni PSN. Metode yang digunakan door to door dan secara lisan memberikan penjelasan dan
pengaplikasian ke masyarakat betapa mudah dan pentingnya penerapan 3M Plus di rumah.

Pelaksanaan

Kegiatan pengaplikasian door to door di Desa … hari … Tanggal … pemberantasan sarang


nyamuk dengan 3M plus meliputi:

a. Menguras tempat-tempat penampungan air, seperti bak mandi/WC, drum dan sebagainya
sekurang-kurangnya seminggu sekali. Hal ini karena dengan pertimbangan nyamuk harus
dibunuh sebelum menjadi nyamuk dewasa, karena periode pertumbuhan telur, jentik, dan
kepompong selama 8-12 hari, sehingga sebelum 8 hari harus sudah dikuras supaya mati sebelum
menjadi nyamuk dewasa.
b. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air seperti gentong air/tempayan dan lain
sebagainya. Namun apabila tetap ditemukan jentik, maka air harus dikuras dan dapat diisi
kembali kemudian ditutup rapat.

c. Menyingkirkan atau mendaur ulang barang-barang bekas yang dapat menampung air seperti
botol plastik, kaleng, ban bekas, dll. Banyak barang-barang bekas yang dapat digunakan kembali
dan bernilai ekonomis, dengan cara mengolah kembali bahan-bahan media penampungan air
menjadi produk atau barang-barang yang telah diperbaharui bernilai ekonomis.

Selain itu ditambah dengan cara lainnya (plus) yaitu:

a. Mengganti air vas bunga, minuman burung, dan tempat lainnya seminggu sekali.

b. Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar/rusak.

c. Menutup lubang-lubang pada potongan bambu, pohon, dan lain-lain dengan tanah.

d. Membersihkan/mengeringkan tempat-tempat yang dapat menampung air seperti pelepah


pisang atau tanaman lainnya.

e. Mengeringkan tempat-tempat lain yang dapat menampung air hujan di pekarangan, kebun,
pemakaman, rumah-rumah kosong, dan lain sebagainya.

Monitoring

Kegiatan JUMANTIK dan kejadian DBD

2. Kesehatan Keselamatan Kerja PENDERES

Latar belakang

Penderes menjadi profesi yang banyak di geluti di Kulon Progo terutama di Kecamatan Kokap karena
banyaknya sumber daya dan juga potensi yang sudah berkembang dari produk olahan nira kelapa juga
karena gula kelapa dari Kulon Progo sudah terkenal memiliki mutu kualitas yang bagus. Produk olahan
dari nira kelapa ini sudah menjadi produk unggulan di Kabupaten Purbalingga dan bahkan sudah
menembus sampai pangsa pasar luar negeri. Hanya saja realitas yang terjadi di lapangan adalah
penderes sebagai tulang punggung industri ini memiliki risiko kecelakaan kerja yang tinggi dan juga
angka kecelakaan kerja yang melibatkan penderes relatif cukup tinggi. Walaupun ada beberapa
kebijakan yang dikeluarkan bagi penderes oleh Pemerintah Kabupaten melalui Dinas Sosial Tenagakerja
dan Transmigrasi, akan tetapi masih saja angka kecelakaan relatif cukup tingi. Berangkat dari
permasalahan terkait ketenagakerjaan dan juga keamanan kerja yang menjadi isu aktual di dalam
penelitian ini. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif peneliti meneliti bagaimana dinamika
penerapan perilaku keselamatan dan kesehatan kerja (K3) para penderes di Kecamatan Karanganyar.
Perilaku keselamatan dan keamanan kerja mengacu kepada perilaku kerja yang mengaplikasikan bentuk
sikap dan teknologi yang menghindari dari risiko dari kemungkinan kecelakaan dan sakit yang bisa
disebabkan di lingkungan kerja dan juga bisa menciptakan kenyamanan dan kesehatan kerja yang tinggi.
Peneliti memperoleh informasi dari beberapa informan penderes di Kecamatan Karanganyar juga dari
pihak pemerintahan Desa, Kecamatan, Puskesmas Kecamatan Karanganyar, Dinas Sosial Tenagakerja &
Transmigrasi dan memperoleh kesimpulan jika penderes belum menerapkan perilaku keselamatan dan
kesehatan kerja walaupun sebenarnya sudah ada pengetahuan (local knowledge) dan juga nilai dan
budaya dari penderes yang bisa menjadi potensi bagi pengembangan dan penerapan perilaku
keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Hanya saja pihak terkait yang memiliki kewenangan dan
tanggung jawab terhadap keselamatan kerja penderes belum memanfaatkan dan juga saling bekerja
sama dalam memberikan dukungan dan juga regulasi terhadap penderes guna memberikan regulasi
atau kebijakan terkait penerapan keselamatan dan kesehatan kerja sehingga yang terjadi adalah masih
banyak penderes yang mengabaikan keselamatan dan kesehatan kerja dengan di dukung alasan
ekonomi dan hal ini yang menjadikan angka kecelakaan kerja yang melibatkan penderes di Kabupaten
Purbalingga masih cukup tinggi.

Permasalahan

Dari data yang ada angka kecelakaan kerja yang dialami oleh para penderes di kecamatan Karanganyar
masih relatif cukup tinggi. Beberapa kebijakan sudah di implementasikan berkenaan dengan penderes
oleh pemerintah daerah tetapi realitas di lapangan menunjukan kecelakaan kerja yang dialami para
penderes masih saja sering terjadi. Isu mengenai ketenagakerjaan khususnya tenagakerja di sektor
informal termasuk para penderes menurut peneliti masih merupakan isu yang aktual untuk diteliti,
terlebih adan ya realitas sosial yaitu tingkat kecelakaan kerja yang tinggi bisa menjadi ancaman bagi
kelangsungan aktivitas para penderes di Karanganyar.

Perencanaan intervensi

Kegiatan ini dilakukan di kelurahan Ponjen Kecamatan karanganyar melalui kegiatan yang rutin
yakni Upaya Kesehatan Kerja. Metode yang digunakan secara lisan memberikan penjelasan ke
masyarakat tentang betapa pentingnya K3 dalam menghindari kejadian kecelakaan kerja.

Pelaksanaan

Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan pada acara Upaya Kesehatan Kerja di kelurahan ponjen.
Kegiatan ini dapat berjalan dengan lancar berkat kerjasama puskesmas Karanganyar dengan
kader dan penderes desa ponjen. Yang hadir dalam kegiatan tersebut sebanyak +- 20 orang yang
terdiri dari para Penderes kelurahan ponjen.

Evaluasi

Pembentukan paguyuban Penderes Desa Ponjen dan terjadi penurunan angka kejadian
Kecelakaan Kerja
3. Pemberantasan Jentik Nyamuk

Latar belakang

Kader jumantik merupakan kelompok kerja kegiatan pemberantasan penyakit DBD di tingkat desa dalam
wadah LKMD.9 Menurut pandangan masyarakat, jumantik adalah petugas khusus yang berasal dari
lingkungan sekitar yang secara sukarela mau bertanggung jawab untuk malakukan pemantauan jentik
nyamuk DBD Aedes aegypti di wilayahnya serta melakukan pelaporan ke kelurahan secara rutin dan
berkesinambungan.12

Peran kader kesehatan dalam menanggulangi DBD antara lain, sebagai anggota PJB di rumah-rumah dan
tempat umum; memberikan penyuluhan kepada keluarga dan masyarakat; mencatat dan melaporkan
hasil PJB kepada kepala dusun atau puskesmas secara rutin minimal mingguan dan bulanan; mencatat
dan melaporkan kasus kejadian DBD kepada rukun warga (RW), kepala dusun atau puskesmas;
melakukan PSN dan pemberantasan DBD secara sederhana seperti pemberian bubuk abate dan ikan
pemakan jentik.9

Pada praktiknya di masyarakat, jumantik mendapatkan pelatihan khusus jumantik dan tinggal di dekat
wilayah pantau jentik nyamuk DBD. Pemantauan dilakukan satu kali dalam seminggu. Jika ditemukan
jentik nyamuk maka petugas berhak memberi peringatan kepada penghuni/pemilik rumah untuk
membersihkan atau menguras tempat penampungan air agar bersih dari jentik. Selanjutnya, jumantik
menulis catatan dan laporan yang diperlukan untuk dilaporkan ke kelurahan dan kemudian dari
kelurahan dilaporkan ke instansi terkait atau vertikal. 12

Permasalahan

Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular yang diakibatkan oleh virus dengue
dan disebarluaskan oleh nyamuk terutama spesies Aedes aegypti. World Health Organization (WHO)
menggolongkan penyakit ini ke dalam penyakit infeksi baru yang sedang muncul dan meningkat karena
semakin meluasnya sebaran geografis serta semakin meningkatnya jumlah penduduk yang terkena.
Lebih dari 2,5 miliar penduduk dunia berisiko terkena penyakit DBD dengan mayoritas atau sekitar 70%
populasi hidup di kawasan Asia Pasifik.

Berdasarkan kajian dari Kementerian Kesehatan RI diperoleh kesimpulan bahwa KLB DBD di Indonesia
diakibatkan oleh beragam faktor. Pertama, pada dasarnya penyakit menular termasuk DBD masih
endemik di beberapa wilayah karena terdapat vektor nyamuk hampir di seluruh pelosok tanah air serta
adanya 4 sel tipe virus yang bersirkulasi sepanjang tahun. Hal ini menyebabkan sewaktu-waktu mungkin
dapat terjadi KLB. Faktor kedua adalah lemahnya sistem kewaspadaan dini sehingga penanganan dan
pengobatan kasus sebagai intervensi belum dilakukan sebagaimana mestinya. Ketiga, kemudahan alat
transportasi memungkinkan pergerakan/perpindahan alat angkut, penumpang, bahan/barang, dan alat
dari satu wilayah ke wilayah lain yang merupakan daerah endemik. Ketiga faktor tersebut didukung
dengan masih rendahnya kesadaran masyarakat akan paradigma hidup sehat dan kesadaran pada
kondisi lingkungan sekitar sebagai faktor risiko penyebaran penyakit. 4

Perencanaan intervensi

Perencanaan kegiatan ini dilakukan di Desa … Kecamatan karanganyar melalui kegiatan yang
rutin yakni PSN. Metode yang digunakan door to door dan secara lisan memberikan penjelasan
dan pengaplikasian ke masyarakat betapa mudah dan pentingnya Pemberantasan Jentik nyamuk .

Pelaksanaan

Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan door to door ke rumah warga pada hari … tanggal …
kelurahan … . Kegiatan ini dapat berjalan dengan lancar berkat kerjasama puskesmas
Karanganyar dengan kader dan bidan desa …..

Evaluasi

Penemuan jentik nyamuk, dan penurunan kejadian DBD

4. Lingkungan kerja Sehat {Kapuk}

Latar belakang

Lingkungan kerja adalah lingkungan dimana pegawai melakukan pekerjaannya sehari-hari.


Lingkungan kerja yang kondusif memberikan rasa aman dan memungkinkan para pegawai untuk
bekerja optimal. Lingkungan kerja dapat mempengaruhi emosi pegawai. Jika pegawai
menyenangi lingkungan kerja dimana dia bekerja, maka pegawai tersebut akan betah di tempat
kerjanya untuk melakukan aktivitas sehingga waktu kerja dipergunakan secara efektif dan
optimis prestasi kerja pegawai juga tinggi. Lingkungan kerja tersebut mencakup hubungan kerja
yang terbentuk antara sesama pegawai dan hubungan kerja yang terbentuk antara sesama
pegawai, hubungan kerja antar bawahan dan atasan serta lingkungan fisika tempat pegawai
bekerja (Mardiana, 2005). Menurut sedarmayanti (2007) Secara garis besar, jenis lingkungan
kerja terbagi menjadi 2 yakni: Lingkungan kerja fisika dan lingkungan kerja non fisika.
Lingkungan kerja fisika adalah semua yang terdapat disekitar tempat kerja yang dapat
mempengaruhi pegawai baik secara langsung maupun tidak langsung Sedarmayanti (2007).

Menurut Sarwono (2005) Lingkungan kerja fisika adalah tempat kerja pegawai melakukan
aktivitas. Lingkungan kerja fisika mempengaruhi 2 semangat dan emosi kerja para karyawan.
Faktor-faktor fisika ini mencakup suhu udara di tempat kerja, luas ruang kerja, kebisingan,
kepadatan, dan kesesakan. Faktor-faktor fisika ini sangat mempengaruhi tingkah laku manusia.
Menurut Sedarmayanti (2007) menyatakan bahwa lingkungan kerja non fisika adalah semua
keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik dengan atasan maupun dengan
sesama rekan kerja ataupun hubungan dengan bawahan. Lingkungan kerja non fisika ini
merupakan lingkungan kerja yang tidak bisa diabaikan. Menurut Nitisemito (2001) perusahaan
hendaknya dapat mencerminkan kondisi yang mendukung kerja sama antara tingkat atasan,
bawahan maupun yang memiliki status jabatan yang sama di perusahaan. Kondisi yang
hendaknya diciptakan adalah suasana kekeluargaan, komunikasi yang baik dan pengendalian
diri.

Permasalahan
Keberadaan industri kecil tahu yang telah membawa perubahan-perubahan bagi masyarakat
menandakan bahwa betapa pentingnya aktivitas kegiatan industri kecil kapuk terhadap
lingkungan sekitar. Akan tetapi kehadiran Industri juga membawa pengaruh pada lingkungan
sekitar seperti contohnya keberadaan industri yang kurang memperhatikan lingkungan tempat di
mana industri tersebut dibangun. Sehingga dapat memberi pengaruh negatif terhadap
kelangsungan hidup tersebut

Perencanaan intervensi

Kegiatan ini dilakukan di kelurahan … kecamatan Karanganyar melalui kegiatan yang rutin
yakni Upaya Kesehatan Kerja. Metode yang digunakan secara lisan memberikan penjelasan ke
peserta yang hadir tentang lingkungan kerja yang sehat.

Pelaksanaan

Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan pada dalam acara Upaya Kesehatam Kerja kelurahan … .
Kegiatan ini dapat berjalan dengan lancar berkat kerjasama puskesmas Karanganyar dengan
kader kelurahan … . Yang hadir dalam kegiatan tersebut sebanyak … orang .

Evaluasi

Terbentuknya paguyuban home industi di kelurahan … , dan mengadakan pertemuan rutin.

5. Rumah Sehat

Latar belakang

Sanitasi sudah selayaknya merupakan prioritas peningkatan pelayanan publik mengingat


sebagian besar penduduk Indonesia belum dapat menikmati sarana sanitasi yang memadai,
terutama masyarakat yang berada di lingkungan padat, kumuh, dan miskin. Akibat
langsung dari kondisi tersebut adalah masih tingginya angka kesakitan bahkan kematian
penyakit berbasis lingkungan (Dinas Kesehatan Kabupaten Sukoharjo, 2011). Menurut
Depkes RI (2012) bahwa rumah sehat merupakan rumah yang memenuhi kriteria minimal
: akses air minum, akses jamban sehat, lantai, ventilasi, dan pencahayaan.

Rumah sehat merupakan salah satu sarana untuk mencapai derajat kesehatan yang
optimum. Salah satu komponen utama untuk memperoleh rumah yang sehat ditentukan
oleh tersedianya sarana sanitasi perumahan. sanitasi adalah upaya pencegahan penyakit
melalui pengendalian faktor lingkungan yang menjadi mata rantai penularan penyakit.

Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang berfungsi sebagai tempat
tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Rumah harus sehat dan nyaman
agar penghuninya dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan aman tanpa adanya
resiko/gangguan. Konstruksi rumah dan lingkungan rumah yang tidak memenuhi syarat
kesehatan merupakan faktor risiko penularan berbagai jenis penyakit, khususnya
penyakit yang berbasis lingkungan (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2013).

Permasalahan

Lingkungan rumah berpengaruh besar terhadap kesehatan dan kesejahteraan penghuninya.

Hubungan antara perumahan dengan kesehatan telah dibuktikan sejak lebih dari 60 tahun

yang lalu oleh the american public health association (APHA) (Keman, 2007).

Berdasarkan data profil kesehatan Kabupaten Purbalingga tahun 2013 diketahui bahwa

proporsi rumah sehat selama tahun tidak pernah mencapai target nasional yaitu 75%.

Pada tahun 2010 adalah sebesar 68,10%, tahun 2011 menurun menjadi 67,40% dan

tahun 2012 menurun menjadi 65,30%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di

bawah ini. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) memiliki risiko 50% lebih tinggi

untuk terkena penyakit pneumonia jika dibandingkan dengan bayi dengan berat badan

normal. Hal ini disebabkan oleh lemahnya respon sistem imunitas dan adanya gangguan

fungsi paru yang berhubungan dengan kecilnya diameter saluran respirasi utama atau

obstruksi saluran pernapasan perifer (Victora et al., 1994). Hasil penelitian Prietsch et al.
(2008) yang menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara BBLR dengan kejadian

pneumonia. Proporsi kasus BBLR di Kabupaten Purbalingga selama tahun mengalami

peningkatan dari 2,5% pada tahun 2009 mejadi 3,7% pada tahun 2012 (Dinas Kesehatan

Kabupaten Purbalingga, 2013).

Perencanaan intervensi

Kegiatan ini dilakukan di kelurahan … kecamatan karanganyar melalui kegiatan yang rutin

yakni posyandu ibu hamil. Metode yang digunakan secara lisan memberikan penjelasan ke

masyarakat tentang betapa pentingnya rumah sehat, agar terhindar dari penyakit. Dan

salah satunya dapat mencegah kejadian BBLR

Pelaksanaan

Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan pada tanggal … bulan … tahun 2019 dalam acara posyandu
ibu hamil kelurahan … . Kegiatan ini dapat berjalan dengan lancar berkat kerjasama puskesmas
Karanganyar dengan kader dan bidan desa … . Yang hadir dalam kegiatan tersebut sebanyak …
orang yang terdiri dari masyarakat kelurahan Maribaya dan kader kelurahan tersebut.

Evaluasi

Terjalinnya komunitas rumah sehat, menurunnya angka kesakitan didalam rumah tangga

6. Jamban sehat

Latar belakang

Jamban merupakan fasilitas pembuangan tinja yang efektif untuk memutuskan mata
rantai penularan penyakit. Penggunaan jamban tidak hanya nyaman melainkan juga
turut melindungi dan meningkatkan kesehatan keluarga dan masyarakat. Dengan
bertambahnya jumlah penduduk yang tidak sebanding dengan area pemukiman yang
ada, masalah mengenai pembuangan kotoran manusia menjadi meningkat, dilihat dari
segi kesehatan masyarakat, masalah pembuangan kotoran manusia merupakan masalah
pokok untuk sedini mungkin diatasi (Notoatmodjo, 2003). Pada masa sekarang ini
pemilihan jamban cemplung masih menjadi masalah, mengingat jamban cemplung
merupakan jenis jamban yang kurang memenuhi syarat kesehatan.

Untuk mencegah kontaminasi terhadap lingkungan, maka penbuangan tinja manusia


harus dikelola dengan baik, yaitu jamban. Jamban sehat menurut Notoatmojo (2007)
adalah sebagai berikut : tidak mengotori permukaan tanah di sekelilingnya, tidak
mengotori air permukaan tanah disekitarnya, tidak mengotori air tanah disekitarnya,
tidak terjangkau oleh serangga, tidak menimbulkan bau, mudah di gunakan dan di
pelihara, sederhana desainnya dan murah.

Permasalahan

Umumnya masyarakat pedesaan menggunakan jamban langsung dan permukaan tanah


sebagai tempat pembuangan tinja (Dainur, 1995). Hal ini disebabkan karena faktor
pendidikan yang masih rendah pada masyarakat desa. Faktor pendidikan yang rendah
tentunya akan mempengaruhi faktor pengetahuan, dengan pendidikan rendah maka
faktor pengetahuan juga akan ikut rendah. Selain itu penyebabnya adalah faktor
ekonomi yang kurang pada masyarakat tersebut, jamban leher angsa memerlukan
biaya yang mahal untuk membuatnya (Joharudin, 2010). Masyarakat juga mengatakan
banyaknya warga yang menggunakan jamban cemplung sehingga mempengaruhi
pembuatan selanjutnya yaitu dengan ikut-ikutan membuat jamban cemplung.

Penyakit diare merupakan faktor risiko penting terhadap kejadian penurunan berat badan

akut, malnutrisi dan stunting, seperti sudah diketahui bahwa malnutrisi merupakan faktor

risiko yang berperan penting terhadap kejadian infeksi saluran pernapasan bagian bawah.

Hal ini didukung oleh hasil penelitian Schmidt et al. (2009) yang menyimpulkan adanya

hubungan antara riwayat penyakit diare 2 minggu sebelumnya meningkatkan risiko terkena

penyakit pneumonia. Jumlah kasus diare di Kabupaten Purbalingga selama tahun fluktuatif,

pada tahun 2009 jumlah kasus diare adalah sebanyak 7,846 kasus, meningkat pada

tahun 2012 menjadi 11,164 (Dinas Kesehatan Kabupaten Purbalingga, 2013).

Perencanaan intervensi

Kegiatan ini dilakukan di … kecamatan karanganyar melalui kegiatan yang rutin yakni posyandu
balita. Metode yang digunakan secara lisan memberikan penjelasan ke masyarakat terutama
kepada para ibu akan pentingnya jamban sehat, agar terhindar dari penyakit, salah satunya diare.
Karena angka kejadian stunting, salah satu faktor resikonya adalah diare

Pelaksanaan

Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan pada tanggal … bulan … 2019 dalam acara posyandu balita
kelurahan … . Kegiatan ini dapat berjalan dengan lancar berkat kerjasama puskesmas
Karanganyar dengan kader dan bidan desa … . Yang hadir dalam kegiatan tersebut sebanyak …
orang yang terdiri dari masyarakat kelurahan Maribaya dan kader kelurahan tersebut.

Evaluasi

Meningkatnya angka ODF dan menurunnya angka kesakitan pada kelurahan …

Anda mungkin juga menyukai