Kelompok 7 Korupsi
Kelompok 7 Korupsi
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, sang pencipta langit dan bumi serta
segala isinya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, serta kasih sayang-Nya kepada kami
semua sehingga dalam pembuatan makalah tentang Korupsi Dalam Perspektif Islam ini dapat kami
selesaikan dengan tepat waktu. Shalawat beserta salam tak lupa kami junjungkan kepada
Rasulullah Muhammad SAW yang telah diutus ke bumi oleh Allah sebagai lentera bagi hati
manusia, dan yang telah membawa manusia dari zaman kebodohan menuju zaman yang penuh
dengan pengetahuan yang luar biasa seperti saat ini.
Dalam penyusunan makalah ini tidak sedikit hambatan yang kami hadapi. Namun, dengan
kesabaran juga terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat kami selesaikan. Kami
menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Sehingga dibutuhkan saran dan kritik yang membangun untuk membuat penulisan
makalah ini yang lebih baik lagi. Semoga Allah SWT menilai ibadah yang kami kerjakan dan
senantiasa membimbing kita ke jalan yang diridhoi-Nya.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Korupsi adalah isu kemanusiaan paling populer di zaman ini. Ia dianggap problem
paling serius terutama dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Di Indonesia,
permasalahan korupsi adalah persoalan serius yang harus dituntaskan. Semua elemen
kebangsaan, saling bersinergi untuk bersama-sama menghalau korupsi di seluruh pelosok
negeri. Demikian halnya, Islam sebagai agama terbesar yang dianut di Indonesia, harus
bertanggung jawab serta pro- aktif dalam penuntasan budaya korupsi. Jika tidak, Islam hanya
akan menjadi agama tanpa fungsi, agama yang tidak mencerahkan sekaligus menjadi bahan
cemoohan bagi budaya-budaya lain.
Korupsi muncul berbarengan dengan munculnya sejarah manusia. Sejarah manusia
berarti manusia yang telah hidup dalam konteks kesejarahan, bukan pra-sejarah. Dalam
sejarahnya, manusia sudah hidup dalam sistem yang telah dibangun meski pada level sangat
sederhana. Di beberapa negara seperti India, China, Eropa, bahkan Indonesia, praktik korupsi
telah terjadi jauh ke belakang di tahun-tahun awal mula pembentukan kebudayaan. Khusus di
Indonesia, korupsi telah terjadi di zaman kerajaan, dilanjutkan di masa-masa pendudukan
penjajah asing, kemudian di masa awal kemerdekaan dan berlanjut hingga sekarang.
Meski persoalan korupsi tidak berkaitan langsung dengan Islam, namun status Islam
sebagai agama dengan tingkat pemeluk yang cukup signifikan di Indonesia mengharuskannya
bertanggung jawab dalam meresolusi problem korupsi yang melanda negeri ini. Pertanyaan
mendasar yang akhir-akhir ini timbul adalah, kenapa negara Indonesia dengan penganut
Muslim terbesar justru ada di urutan tertinggi dalam hal perilaku korupsi? Apakah Islam tidak
mampu mencetak Muslim yang taat konstitusi? Harus bagaimana lagi cara Islam
membuktikan diri sebagai agama yang benar dan transendental, tetapi juga secara sosial dan
institusional?.
Pertanyaan-pertanyaan di atas bisa direspons dengan jawaban-jawaban beragam.
Berikut ini adalah ikhtiar penulis untuk menjelaskan apa kaitan Islam dengan gerakan anti-
korupsi. Apakah benar, Islam diturunkan karena suatu alasan dan apakah alasan-alasan itu.
Hingga kini, kenapa Islam masih dibutuhkan. Melalui nilai-nilai moral yang terkandung pada
1
2
inti ajarannya, penelitian ini berusaha menemukan sejumlah formulasi untuk menjawab
tantangan permasalahan korupsi di Indonesia melalui semangat keislaman. Jawabannya
mungkin berbeda dengan apa yang selama ini tersedia. Bisa jadi perbedaannya sangat ekstrem,
semisal pemakluman praktik korupsi pada titik tertentu. Secara singkat, usaha sangat terbatas
ini sekuat tenaga akan menggapai makna bahwa Islam dibutuhkan di Indonesia untuk
menangani korupsi. Akhir dari penelitian ini adalah pemahaman bersama bahwa Islam adalah
agama yang benar dan kekuatannya dibutuhkan di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka untuk mempermudah dalam penulis
merumuskan beberapa masalah yaitu:
1. Apa pengertian dari Korupsi?
2. Bagaimana sejarah dari korupsi?
3. Apa saja faktor terjadinya korupsi?
4. Apa dampak dari korupsi?
5. Bagaimana pencegahan kejahatan dari korupsi?
6. Bagaimana peran mahasiswa dalam penanggulangan tindak pidana korupsi?
C. Tujuan Masalah
Adapun tujuan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian dari Korupsi
2. Untuk mengetahui bagaimana sejarah dari korupsi
3. Untuk mengetahui saja faktor terjadinya korupsi
4. Untuk mengetahui dampak dari korupsi
5. Untuk mengetahui bagaimana pencegahan kejahatan dari korupsi
6. Untuk mengetahui agaimana peran mahasiswa dalam penanggulangan tindak pidana
korupsi
BAB II
ISI
A. PENGERTIAN KORUPSI
1. Definisi Korupsi
Korupsi atau rasuah (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang
bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan
pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat
dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan
kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan
sepihak.
Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan
resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan
korupsi dalam praktiknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan
dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima
pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik
ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para
pencuri, di mana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau
berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal
seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak
terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya,
sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan kejahatan.
Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang
dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal
di satu tempat namun ada juga yang tidak legal di tempat lain.
3
4
Sunnah yang merupakan sumber hukum tertinggi. Pemeliharaan akan kesucian begitu
ditekankan dalam hukum Islam, agar manusia (umat Islam) tidak terjerumus dalam
perbuatan kehinaan atau kedhaliman baik terhadap dirinya maupun terhadap orang lain.
Pelanggaran sesuatu hal dalam hukum (pidana) Islam tidak terlepas dari tujuan pokok
hukum Islam (al maqashid asy-syari’ah alkhams) yang merupakan hal esensial bagi
terwujudnya ketentraman hidup manusia. Adapun tujuan pokok hukum Islam tersebut
adalah memelihara keselamatan agama, jiwa, akal, harta dan keturunan. Salah satu
tujuan pokok hukum Islam ialah memelihara keselamatan (kesucian) harta. Harta
merupakan rezeki dalam arti material, karena dalam bahasa agama rezeki melipuu
rezeki material dan rezeki spiritual.
Islam adalah agama yang sangat menjujung tinggi akan arti kesucian, sehingga
sangatlah rasional jika memelihara keselamatan (kesucian) harta termasuk menjadi
tujuan pokok hukum (pidana) Islam, karena mengingat harta mempunyai dua dimensi,
yakni dimensi halal dan dimensi haram. Perilaku korupsi adalah harta berdimensi
haram karena morupsi menghalalkan sesuatu yang diharamkan, dan korupsi merupakan
wujud manusia yang tidak memanfaatkan keluasan dalam memproleh rezeki Allah.
Secara teoritis kedudukan korupsi merupakan tindakan kriminal (jinayah atau jarimah)
dimana bagi pelakunya diancam dengan hukuman hudud (had) dan juga hukuman
ta’zir.
Islam membagi Istilah Korupsi kedalam beberapa Dimensi. Yaitu risywah (suap),
saraqah (pencurian) al gasysy (penipuan) dan khianat (penghianatan).
a. korupsi dalam dimensi suap (risywah)
Dalam pandangan hukum Islam merupakan perbuatan yang tercela dan juga
merupakan dosa besar serta Allah sangat melaknatnya. Islam tidak menentukan apa
hukuman bagi pelaku suap, akan tetapi menurut fuquha bagi pelaku suap-menyuap
ancaman hukumanya berupa hukuman ta’zir (jarimah ta’zir) yang disesuaikan
dengan peran masing-masing dalam kejahatan. Suap adalah memberikan sesuatu
kepada orang penguasa atau pegawai dengan tujuan supaya yang menyuap
mendapat keuntungan dari itu atau dipermudahkan urusanya. Jika praktek suap itu
dilakuakan dalam ruang lingkup peradilan atau proses penegakkan hokum maka hal
itu merupakan kejahatan yang berat atau sejahat-jahatnya kejahatan. Abu Wail
5
mengatakan bahwa apabila seorang hakim menerima hadiah, maka berarti dia telah
makan barang haram, dan apabila menerima suap, maka dia sampa pada kufur.
b. Korupsi dalam dimensi pencurian (saraqah).
Saraqah (pencurian) menurut etimologinya berarti melakukan sesuatu
tindakan terhadap orang lain secara tersembunyi.Sedangkan menurut Abdul Qadir
‘Awdah pencurian didefinisikan sebagai suatu indakan yang mengambil harta orang
lain dalam keadaan sembunyi-sembunyi, artinya mengambil tanpa sepengetahuan
pemiliknya. Jadi sariqah adalah mengambil barang milik orang lain dengan cara
melawan hokum atau melawan hak dan tanpa sepengetahuan pemiliknya. Seperti
halnya korupsi yang mengambil harta dengan cara melawan hak dan tanpa
sepengetahuan pemiliknya (rakyat/masyarakat). Dalam syariah ancaman terhadap
pelaku sariqah (pencurian) ditentukan dengan jelas sebagaimana yang disebutkan
dalam surat Al Maidah: 38, Allah berfirman :
Artinya: “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, maka potomglah
tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan. Dan Allah
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”(QS. Al-Maidah:38)
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghianati Allah dan
Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu menghianati amanat-amanat yang
dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahuinya”. (QS. Al-Anfal:27)
Dari apa yang telah dijelaskan diatas, bahwasanya korupsi (dengan berbagai
nama) dalam Islam digolongkan sebagai suatu perbuatan yang tercela dan
pelakunya dikualifikasi sebagai orang-orang yang munafik, dzalim, fasik dan kafir,
serta merupakan dosa besar yang ancaman hukumanya (selain had dan ta’zir)
adalah neraka jahannam.
3) Suht
Suht menurut bahasa adalah segala sesuatu yang buruk dari bentuk-bentuk
usaha. Sedangkan menurut istilah suth adalah setiap harta haram yang tidak
boleh di usahakan dan di makan.
d. Hukum Risywah
Risywah adalah bentuk praktek yang tidak jujur, merampas hak orang. Nabi
bersabdah “Allah melakna orang yang memberi suap, dan orang yang berada diatas
keduannya”. Dalam hukum positif ataupun hukum Islam, secara
umum risywah adalah suatu yang dilarang (haram). Dalam hukum
positif, risywah dilarang karena akan merugikan orang lain. Dalam Islam, tentunya
hukum risywah tidak lepas dari dasar hukumnya, yaitu Al-Quran dan Al-Hadits.
Akan tetapi secara umum, hukum risywah menurut Islam adalah haram, bahkan
tidak hanya hartanya saja, akan tetapi juga perantara, pemberi risywah,
penerima risywah juga akan dilaknat oleh Rasulullah SAW
B. SEJARAH KORUPSI
1. Praktik Korupsi zaman ke Nabian
Sejarah mencatat, setidaknya telah terjadi empat kali kasus korupsi pada zaman
Nabi SAW,
a. Kasus ghulul atau penggelapan yang dituduhkan oleh sebagian pasukan perang
Uhud terhadap Nabi SAW.
Pada peristiwa Perang Badar (tahun 2 H). Yaitu mengenai hilangnya sehelai
beludru merah yang merupakan bagian dari harta rampasan perang (Badar) yang
diperoleh dari kaum musyrikin. Tetapi ada pula yang menerangkan bahwa yang
hilang itu sebuah pedang.
Laporan mengenai beludru merah ini disebutkan dalam sejumlah kitab
Hadis dan tafsir, seperti Sunan Abu Daud, al-Tirmidzi, Musnad Abi Ya’la,
alMu’jam al-Kabir, Tafsir al-Thabari, dan Asbabun Nuzul al-Wahidi. Dalam Sunan
Tirmidzi ditegaskan: Ibnu Abbas berkata:
9
ayat ini ‘wa ma kana li nabiyyin an yaghulla‘ turun mengenai kasus beludru merah
yang hilang pada waktu Perang Badar.
Beberapa orang mengatakan: Barangkali Rasulullah mengambilnya, maka
Allah Tabaraka wa Ta’ala menurunkan ‘wa ma kana li nabiyyin an yaghulla’
hingga akhir ayat. Abu Isa mengatakan: ini Hadis gharib.
Peristiwa hilangnya beludru merah seperti tersebut dalam sumber di atas
dinyatakan sebagai sebab turunnya QS. Ali Imran: 161 ‘wa ma kana li nabiyyin an
yaghulla..’
b. Kasus budak bernama Mid’am atau Kirkirah yang menggelapkan mantel.
Dia seorang budak yang dihadiahkan untuk Nabi SAW. Kemudian, Nabi
SAW mengutusnya untuk membawakan sejumlah harta ghanîmah atau hasil
rampasan perang. Dalam sebuah perjalanan, tepatnya di wâdil qurâ, tiba-tiba
Mid’am atau Kirkirah, seorang budak itu terkena bidikan nyasar, salah tembak,
sebuah anak panah menusuk lehernya sehingga dia tewas.
Para sahabat Nabi kaget. Mereka serentak mendoakan sang budak semoga
masuk surga. Di luar dugaan, Rasulullah SAW tiba-tiba bersabda bahwa dia tidak
akan masuk surga.
“Tidak demi Allah, yang diriku berada di tanganNya, sesungguhnya mantel
yang diambilnya pada waktu penaklukan Khaibar dari rampasan perang yang
belum dibagi akan menyulut api neraka yang akan membakarnya. Ketika orang-
orang mendengar pernyataan Rasulullah itu ada seorang lelaki datang kepada
Rasulullah SAW membawa seutas tali sepatu atau dua utas tali sepatu. Ketika itu,
Nabi SAW mengatakan: seutas tali sepatu sekalipun akan menjadi api neraka.”
(HR. Abu Dawud). Pelajaran yang bisa diambil, korupsi sebuah mantel ( )ش َْلمَةdan
seutas tali sepatu ( ِ )ش َرارsaja, sabda Nabi SAW, pasti akan masuk neraka. Jelaslah,
korupsi yang terjadi pada hari ini, dengan modus dan jumlah yang sangat besar, dan
dampak yang sangat luas, sistemik, dan terstruktur, akan mendapatkan balasan
yang lebih pedih lagi
c. Kasus seseorang yang menggelapkan perhiasan seharga 2 dirham.
Sebuah kasus korupsi kecil yang dilakukan oleh salah seorang sahabat yang
ikut dalam ekspedisi Khaibar. Tidak diketahui nama orang tersebut. Ia melakukan
10
korupsi atas rampasan Khaibar dengan jumlah yang tidak mencapai dua dirham.
Mata uang dirham di zarnan Nabi nilainya sama dengan sepersepuluh dinar. Satu
dinar adalah 4,25 gram emas murni. Jadi dua dirham berarti 2 x 0,425 gram emas=
0,85 gram. Bila dirupiahkan dengan mengasumsikan harga emas per gram adalah
Rp. 100.000. Maka korupsi di Khaibar tersebut hanya sekitar Rp. 85.000.
Periwayatan Hadis ini meskipun hanya menyangkut korupsi kecil dimaksudkan
untuk menunjukkan beratnya dosa korupsi walaupun jumlah nominalnya kecil. Abu
Daud menempatkan Hadis ini di bawah judul “Bab fi ta’zim al-ghulul”. Dalam
kasus ini korupsi diberi sanksi moral, yaitu Rasulullah tidak ikut menyalatkan
jenazahnya.
d. Kasus hadiah (gratifikasi) bagi petugas pemungut zakat di kampung Bani Sulaim,
bernama Ibn al-Lutbiyyah.
Kasus pemberian hadiah kepada para pejabat. Setelah kembali dari tugas, ia
melaporkan penarikan zakat yang diperolehnya, kemudian ia mengambil sedikit
dari harta zakat tersebut sebagai hadiah untuknya sambil berkata: ini adalah hasil
pungutan zakat untukrnu (Rasulullah/negara), dan ini untuk saya. Lalu dalam suatu
pidato Rasulullah menjelaskan kasus tersebut dan melarang petugas mengarnbil
sesuatu dari pungutan untuk negara yang dilakukan oleh petugas. Dalam konteks
ini Rasulullah menyatakan, “Hadiah yang diterima petugas adalah korupsi (ghulul).
2. Pra kemerdekaan dan Pasca Kemerdekaan
Korupsi di Indonesia sudah ‘membudaya’ sejak dulu, sebelum dan sesudah
kemerdekaan, di era Orde Lama, Orde Baru, berlanjut hingga era Reformasi. Berbagai
upaya telah dilakukan untuk memberantas korupsi, namun hasilnya masih jauh
panggang dari api. Periodisasi korupsi di Indonesia secara umum dapat dibagi dua,
yaitu periode pra kemerdekaan dan pasca kemerdekaan
a. Pra kemerdekaan
“Budaya-tradisi korupsi” yang tiada henti karena didorong oleh motif
kekuasaan, kekayaan dan wanita. Perebutan kekusaan di Kerajaan Singosari
(sampai tujuh keturunan saling membalas dendam berebut kekusaan: Anusopati-
Tohjoyo-Ranggawuni-Mahesa Wongateleng dan seterusnya), Majapahit
(pemberontakan Kuti, Narnbi, Suro dan lain-lain), Demak (Joko Tingkir dengan
11
Haryo Penangsang), Banten (Sultan Haji merebut tahta dari ayahnya, Sultan Ageng
Tirtoyoso).
Dalam buku History of Java karya Thomas Stamford Raffles (Gubernur
Jenderal Inggris yang memerintah Pulau Jawa tahun 1811-1816), Hal menarik
dalam buku itu adalah pembahasan seputar karakter penduduk Jawa. Penduduk
Jawa digambarkan sangat “nrimo” atau pasrah terhadap keadaan. Namun, di pihak
lain, mempunyai keinginan untuk lebih dihargai oleh orang lain. Tidak terus terang,
suka menyembunyikan persoalan, dan termasuk mengambil sesuatu keuntungan
atau kesempatan di kala orang lain tidak mengetahui. Hal menarik lainnya adalah
adanya bangsawan yang gemar menumpuk harta, memelihara sanak (abdi dalem)
yang pada umumnya abdi dalem lebih suka mendapat atau mencari perhatian
majikannya. Akibatnya, abdi dalem lebih suka mencari muka atau berperilaku
oportunis.
Dalam kalangan elit kerajaan, raja lebih suka disanjung, dihormati, dihargai
dan tidak suka menerima kritik dan saran. Dalam aspek ekonomi, raja dan lingkaran
kaum bangsawan mendominasi sumber-sumber ekonomi di masyarakat. Rakyat
umumnya “dibiarkan” miskin, tertindas, tunduk dan harus menuruti apa kata,
kemauan atau kehendak “penguasa”.
Budaya yang sangat tertutup dan penuh “keculasan” itu turut menyuburkan
“budaya korupsi” di Nusantara. Tidak jarang abdi dalem juga melakukan “korup”
dalam mengambil “upeti” (pajak) dari rakyat yang akan diserahkan kepada Demang
(Lurah) selanjutnya oleh Demang akan diserahkan kepada Tumenggung. Abdi
dalem di Katemenggungan setingkat kabupaten atau propinsi juga mengkorup harta
yang akan diserahkan kepada Raja atau Sultan.
Kebiasaan mengambil “upeti” dari rakyat kecil yang dilakukan oleh Raja
Jawa ditiru oleh Belanda ketika menguasai Nusantara (1800 – 1942) minus Zaman
Inggris (1811 – 1816), Akibat kebijakan itulah banyak terjadi perlawanan-
perlawanan rakyat terhadap Belanda. Sebut saja misalnya perlawanan Diponegoro
(1825-1830), Imam Bonjol (1821-1837), Aceh (1873-1904) dan lain-lain.
Lebih menyedihkan lagi yaitu penindasan atas penduduk pribumi (rakyat Indonesia
yang terjajah) juga dilakukan oleh bangsa Indonesia sendiri. Sebut saja misalnya
12
kasus penyelewengan pada pelaksanaan Sistem “Cultuur Stelsel (CS)” yang secara
harfiah berarti Sistem Pembudayaan. Walaupun tujuan utama sistem itu adalah
membudayakan tanaman produktif di masyarakat agar hasilnya mampu untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat dan memberi kontribusi ke kas Belanda, namun
kenyataannya justru sangat memprihatinkan.
Pada masa Orde Lama, dibentuk Badan Pemberantasan Korupsi, Panitia
Retooling Aparatur Negara (PARAN) dibentuk berdasarkan UU Keadaan Bahaya,
dipimpin oleh A.H. Nasution dan dibantu oleh dua orang anggota yakni Prof M
Yamin dan Roeslan Abdulgani. Namun ternyata pemerintah pada waktu itu
setengah hati menjalankannya.
Pejabat pemerintah diharuskan mengisi formulir yang disediakan, istilah
sekarang : daftar kekayaan pejabat negara. Dalam perkembangannya kemudian
ternyata kewajiban pengisian formulir tersebut mendapat reaksi keras dari para
pejabat. Mereka berdalih agar formulir itu tidak diserahkan kepada Paran tetapi
langsung kepada Presiden.
Tahun 1963 melalui Keputusan Presiden No 275 Tahun 1963, upaya
pemberantasan korupsi kembali digalakkan. A.H. Nasution yang saat itu menjabat
sebagai Menkohankam/ Kasab dibantu oleh Wiryono Prodjodikusumo. Tugasnya
yaitu meneruskan kasus-kasus korupsi ke meja pengadilan. Lembaga ini di
kemudian hari dikenal dengan istilah “Operasi Budhi”. Sasarannya adalah
perusahaan-perusahaan negara serta lembaga-lembaga negara lainnya yang
dianggap rawan praktik korupsi dan kolusi. Operasi Budhi ternyata juga mengalami
hambatan.
Soebandrio mengumumkan pembubaran Paran/Operasi Budhi yang
kemudian diganti namanya menjadi Kotrar (Komando Tertinggi Retooling Aparat
Revolusi) di mana Presiden Sukarno menjadi ketuanya serta dibantu oleh
Soebandrio dan Letjen Ahmad Yani. Sejarah kemudian mencatat pemberantasan
korupsi pada masa itu akhirnya mengalami stagnasi.
Dalam kurun waktu 3 bulan sejak Operasi Budhi dijalankan, keuangan
negara dapat diselamatkan sebesar kurang lebih Rp 11 miliar, jumlah yang cukup
13
signifikan untuk kurun waktu itu. Karena dianggap mengganggu prestise Presiden,
akhirnya Operasi Budhi dihentikan.
b. Pasca kemerdekaan
Pada Masa Orde Baru, dibentuk Tim Pemberantasan Korupsi (TPK) yang
diketuai Jaksa Agung. Tahun 1970, terdorong oleh ketidakseriusan TPK dalam
memberantas korupsi seperti komitmen Soeharto, mahasiswa dan pelajar
melakukan unjuk rasa memprotes keberadaan TPK.
Dibentuk Komite Empat beranggotakan tokoh-tokoh tua yang dianggap bersih dan
berwibawa seperti Prof Johannes, I.J Kasimo, Mr Wilopo dan A. Tjokroaminoto.
Tugasnya yang utama adalah membersihkan antara lain Departemen Agama,
Bulog, CV Waringin, PT Mantrust, Telkom, dan Pertamina. Namun kornite ini
hanya “macan ompong” karena hasil temuannya tentang dugaan korupsi di
Pertamina tak direspon pemerintah.
Perusahaan-perusahaan negara seperti Bulog, Pertamina, Departemen
Kehutanan banyak disorot masyarakat karena dianggap sebagai sarang korupsi.
Maraknya gelombang protes dan unjuk rasa yang dilakukan mahasiswa, akhirnya
ditanggapi Soeharto.
Ketika Laksamana Sudomo diangkat sebagai Pangkopkamtib, dibentuklah
Opstib (Operasi Tertib) dengan tugas antara lain juga memberantas korupsi.
Kebijakan ini hanya melahirkan sinisme di masyarakat. Tak lama setelah Opstib
terbentuk, suatu ketika timbul perbedaan pendapat yang cukup tajam antara
Sudomo dengan Nasution. Hal itu menyangkut pemilihan metode atau cara
pemberantasan korupsi, Nasution berpendapat apabila ingin berhasil dalam
memberantas korupsi, harus dimulai dari atas. Nasution juga menyarankan kepada
Laksamana Sudomo agar memulai dari dirinya. Seiring dengan berjalannya waktu,
Opstib pun hilang tanpa bekas sama sekali
Pada Era Reformasi hampir seluruh elemen penyelenggara negara sudah
terjangkit “Virus Korupsi” yang sangat ganas. Presiden BJ Habibie mengeluarkan
UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas
dari KKN berikut pembentukan berbagai komisi atau badan baru seperti KPKPN,
KPPU atau lembaga Ombudsman,
14
2. Faktor Eksternal
Merupakan faktor pemicu terjadinya tindakan korupsi yang berasal dari luar diri
pelaku. Faktor eksternal dapat dibagi menjadi empat, yaitu:
a. Faktor Politik
Politik merupakan salah satu sarana untuk melakukan korupsi. Hal ini dapat
dilihat ketika terjadi intrabilitas politik atau ketika politisi mempunyai hasrat untuk
mempertahankan kekuasaannya.
b. Faktor Hukum
Hukum bisa menjadi faktor terjadinya korupsi dilihat dari dua sisi, disatu sisi
dari aspek perundang – undangan, dan disisi lain dari lemahnya penegak hukum. Hal
lain yang menjadikan hukum sebagai sarana korupsi adalah tidak baiknya substansi
hukum, mudah ditemukan aturan – aturan yang diskrimatif dan tidak adil, rumusan
yang tidak jelas dan tegas sehingga menumbulkan multi tafsir, serta terjadinya
kontradiksi dan overlapping dengan aturan lain.
c. Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi juga merupakan salah satu penyebab terjadinya korupsi. Hal itu
dapat dilihat ketika tingkat pendapat atau gaji yang tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhannya, maka seseorang akan mudah untuk melakukan tindakan korupsi demi
terpenuhinya semua kebutuhan.
d. Faktor Organisasi
Organisasi dalam hal ini adalah organisasi dalam arti yang luas, tidak hanya
organisasi yang ada dalam suatu lembaga, tetapi juga sistem pengorganisasian yang
ada didalam lingkungan masyarakat. Faktor - faktor penyebab terjadinya korupsi dari
sudut pandang organisasi meliputi:
1) Kurang adanya teladan dari pemimpin
2) Tidak adanya kultur organisasi yang benar
3) Sistem akuntabilitas di instansi pemerintah kurang memadai
4) Manajemen cenderung menutupi korupsi di dalam organisasi
17
5) Lemahnya pengawasan.
Orang yang melakukan risywah tidak merasa bahwa perbuatannya diawasi oleh
Allah SWT. Ia tidak merasa bahwa Allah SWT memiliki malaikat yang mencatat setiap
amal hambanya. Seandainya dia bisa aman dan lepas dari pengawasan manusia dan
pengadilannya, maka tidak mungkin lepas dari pengadilan dan pengawasan Allah SWT.
d. Malas berusaha
Orang yang melakukan risywah ingin permasalahannya selesai dengan secepat kilat
apapun jalannya. Nirma – nirma hokum tidak lagi diindahkan demi mencapai tujuannya.
Banyak orang yang berfikir yang penting urusan selesai tanpa ditinjau dengan cara islami
atau tidakah penyelesaian tersebut. Seharusnya seorang muslim berusaha kemudian baru
hasilnya kita bertawakal terhadap Allah SWT.
18
Banyaknya kasus suap menyuap pada masyarakat salah satunya disebabkan karena
hilangnya sifat jujur dan amanat pada diri seseorang. Jujur dan amanat dua sifat yang hari
ini luntur pada para pejabat maupun pelayan masyarakat. Demi ambisi pribadi seseorang .
Orang yang berbuat risywah tidak sadar bahwa dirinya merugikan orang lain yang
lebih berhak dari pada dirinya, orang yang berbuat risywah rela mengambil kemenangan
dengan kedzaliman.
D. DAMPAK KORUPSI
Perbuatan tindak pidana korupsi merupakan pelanggaran terhadap hak – hak sosial dan
hak-hak ekonomi masyarakat sehingga tidak lagi dapat digolongkan menjadi kejahatan biasa.
Tetapi telah menjadi kejahatan luar biasa.
Dampak korupsi telah semakin luas mempengaruhi bangsa Indonesia yang tidak hanya
mengancam system kenegaraan akan tetapi juga menghambat pembangunan dan menurunkan
tingkat kesejahtraan jutaan orang dalam waktu singkat. Korupsi menciptakan pemerintahan
irasional yang didorong oleh keserakahan, bukan oleh tekat untuk mensejahtrakan masyarakat.
Korupsi tidak hanya berdampak pada satu aspek kehidupan, tetapi menyebabkan efek
domino yang meluas terhadap eksistensi bangsa dan negara. Meluasnya praktik korupsi disuatu
negara akan memperburuk kondisi ekonomi bangsa, misalnya harga barang menjadi mahal
dengan kualitas yang buruk.
19
1. Strategi Preventif
Strategi preventif di arahkan untuk mencegah terjadinya korupsi dengan cara
menghilangkan atau meminimalkan faktor-faktor penyebab atau peluang terjadinya
korupsi. Strategi preventif dapat di lakukan dengan:
a. Memperkuat Dewan Perwakilan Rakyat.
b. Memperkuat Mahkamah Agung dan jajaran peradilan di bawahnya.
c. Membangun kode etik di sektor public.
d. Membangun kode etik di sektor Parpol, Organisasi Profesi dan Asosiasi Bisnis.
e. Meneliti sebab-sebab perbuatan korupsi secara berkelanjutan.
f. Penyempurnaan manajemen sumber daya manusia (SDM) dan peningkatan
kesejahteraan Pegawai Negeri.
g. Pengharusan pembuatan perencanaan stratejik dan laporan akuntabilitas kinerja bagi
instansi pemerintah.
h. Peningkatan kualitas penerapan sistem pengendalian manajemen.
i. Penyempurnaan manajemen Barang Kekayaan Miliki Negara (BKMN)
j. Peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat.
k. Kampanye untuk menciptakan nilai (value) anti korupsi secara nasional.
2. Strategi Detektif
Strategi detektif diarahkan untuk mengidentifikasi terjadi perbuatan korupsi.
Strategi detektif dapat di lakukan dengan :
a. Perbaikan sistem dan tindak lanjut atas pengaduan dari masyarakat
b. Pemberlakuan kewajiban perlaporan transaksi keuangan tertentu.
20
3. Strategi Represif
Strategi represif diarahkan untuk menangani atau memproses perbuatan korupsi
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Strategi represif dapat
dilakukan dengan:
a. Pembentukan Badan/Komisi Anti Korupsi.
b. Penyelidikan, penuntutan, peradilan, dan penghukuman koruptor besar (catch some
big fishes)
c. Penentuan jenis-jenis atau kelompok-kelompok korupsi yang diprioritaskan untuk
diberantas.
d. Pemberlakuan konsep pembuktian terbalik.
e. Meneliti dan mengevaluasi proses penanganan perkara korupsi dalam sistem
peradilan pidana secara terus menerus.
f. Pemberlakuan sistem pemantauan pross penanganan tindak pidana korupsi secara
terpadu.
g. Publikasi kasus-kasus tindak pidana korupsi beserta analisisnya.
h. Pengaturan kembali hubungan dan standar kerja antara tugas penyidikan tindak pidana
korupsi dengan penyidkan umum, PPNS dan penuntut umum.
1. Gerakan antikorupsi
Gerakan antikorupsi adalah suatu geraka jangka panjang yang harus
melibatkan seluruh pemangku kepentingan terkait yaitu pemerintah, swasta dan
masyarakat. Dalam hal in peran mahasiswa sebagai salah satu bagian penting dari
masyarakat sangat diharapkan. Gerakan antikorupsi pada dasarnya adalah upayan
bersama seluruh komponen bangasa untuk mencegah peluang terjadina perilaku
koruptif. Mahasiswa merupakan salh satu pilar penting dalam membangun bangsa.
Potensi dan energy yang dimiliki oleh mahasiswa menjadi keistimewaan tersendiri
dibandingkan dengan kaum lainnya.
Berdasarkan UU No. 30 tahun 2002, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
dirumuskan sebagai serangkaian tindakan untuk mencegah dan memberantas tindak
pidana korupsi melalui upaya koordinasi, supervisi, monitor, penyelidikan, penyidian,
penuntutan, dan pemeriksaan di siding pengadilan dengan peran serta masyarakat
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Rumusan undang-undang
22
tersebut menyiratkan bahwa upaya pemberantasan korupsi tidak akan pernah berhasil
tanpa melibatkan peran serta masyarakat. Dengan demikian dalam strategi
pemberantasan korupsi terdapat tiga unsur utama, yaitu : pencegahan, penindakan, dan
peran serta masyaraat.
2. Peran mahasiswa
Mahasiswa merupakan suatu elemen masyarakat yang unik. Jumlahnya tidak
banyak, namun sejarah menunjukkan bahwa dinamika bangsa ini tidak lepas dari peran
mahasiswa. Walaupun jumlah terus bergerak dan berubah, namun tetap ada yang tidak
berubah dari mahasiswa, yaitu semangat dan idealisme.
Semangat-semangat yang berkobar terpatri dalam diri mahasiswa semangat
yang mendasari perbuatan untuk melakukan perubahan-perubahan atas keadaan yang
dianggapnya tidak adil. Mimpi-mimpi besar akan bangsanya. Intuisi dan hati kecilnya
selalu menyerukan idealisme. Mahasiswa tahu, ia harus berbuat sesuatu untuk
masyarakat, bangsa dan negaranya.
Sejarah mencatat dengan tinta emas, perjuangan mahasiswa dalam memerangi
ketidakadilan. Sejarah juga mencatat bahwa perjuangan bangsa Indonesia tidak bisa
terpelas dari mahasiswa dan dari pergerakan muncul tokoh dan pemimpin bangsa.,
kebangkitan bangsa Indonesia dalam melawan penjajahan Belanda dimotori oleh para
mahasiswa kedokteran STOVIA. Demikian juga dengan Soekarno, sang Proklamator
Kemerdekaan RI merupakn tokoh pergerakan mahasiswa. Ketika pemerintahan Bung
Karno labil, karena situasi politik yang memanas pada tahun 1966, mahasiswa tampil
ke depan memberikan semangat bagi pelaksaan tritura yang akhirnya melahirkan orde
baru.
Demikian pula, seiring dengan merebaknya penyimpangan-penyimpangan
yang dIlakukan ole orde baru, mahasiswa memelopori perubahan yang kemudian
melahirkan jaman reformasi. Demikianlah perjaungan mahasiswa dalam
memperjuangkan idealismenya, untuk memerangi ketidakadilan. Namun demikian,
perjuangan mahasiswa belumlah berakhir. Di masa sekarang ini, mahasiswa
dihadapkan pada tantangan yang tidak kalah besar dibandingkan dengan kondisi masa
lampau. Kondisi yang membuat Bangsa Indonesia terpuruk, yaitu masalah korupsi
23
yang merebak di seluruh bangsa ini. Mahasiswa harus berpandangan bahwa korupsi
adalah musuh utama bangsa Indonesia dan harus diperangi.
Selain mengenal karakteristik korupsi, pengenalan diri diperlukan untuK
menentukan strategi yang efektif. Dalam kaitanya dengan hal tersebut, mahasiswa
harus menydari siapa dirinya, kekuatan dan kemampuan apa yang dimilikinya yang
dapat digunakan untuk menghadapi peperangan melawan korupsi.
Mahasiswa dituntut berperan aktif untuk melakukan control sosial terhadap
penyimpanganyang terjadi terhadap sistem, norma, dan nilai-nilai yang ada dalam
masyarakat. Selain itu, mahasiswa juga dapat berperan dalam mem[engaruhi kebijakan
public dari pemerintah. Usaha-usaha yang dapat dilakukan oleh mahasiswa untuk
mempengaruhi keputusan politik adalah dengan melakukan penyebaran
informasi/tanggapan atas kebijakan pemerintah dengan melakuan membangun opini
public, jumpa pers, diskusi terbuka dengan pihak-piha yang berkompeten.
3. Peran mahasiswa di lingkungan kampus
Untuk dapat berperan secara optimal dalam pemberantasan korupsi adalah
pembenahan terhadap diri dan kampusnya. Dengan kata lain, mahasiswa harus
mendemonstrasikan bahwa diri dan kampusnya harus bersih dan jauh dari perbuatan
korupsi. Untuk mewujudkan hal tersebut, upaya pemberantasan korupsi dimulai dari
awal masuk perkuliahan. Pada masa ini merupakan masa penerimaan mahasiswa,
dimana mahasiswa diharapkan mengkritisi kebijakan internal kampus dan sekaligus
melakukan pressure kepada pemerintah agar undang-undang yang mengatur
pendidikan tidak memberikan peluang terjadinya korupsi.
Disamping itu, mahasiswa melakukan control terhadap jalannya penerimaan
mahasiswa baru dan melaporkan kepada pihak-pihak yang berwenang atas
penyelewengan yang ada. Selain itu, mahsiswa juga melakukan upaya edukasi terhadap
rekan-rekannya ataupun calon mahasiswa untuk menghindari adanya praktik-praktik
yang tidak sehat dalam proses penerimaan mahasiswa. Selanjutnya adalah pada proses
perkuliahan. Dalam masa ini, perlu penekanan terhadap moralitas mahasiswa dalam
berkompetisi untuk memperoleh nilai yang setinggi-tingginya, tanpa melalui cara-cara
yang curang. Upaya preventif yang dapat dilakukan adalah dengan jalan membentengi
diri dari rasa malas belajar.
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Korupsi di Indonesia bukan masalah yang tidak bisa diatasi. Perasaan tetap optimis
sebagai khalîfah di muka bumi serta penguatan model pengelolaan (governance) yang baik
akan membuat kita keluar darinya. Muslim Indonesia harus menjadi kekuatan riil yang bisa
digerakkan untuk melawan korupsi. Melalui spirit norma keislaman dan kerjasama yang baik
dengan norma hukum formal, Muslim Indonesia harus menjadi pelaku utama penanggulangan
korupsi. Di masa yang akan datang, Muslim harus jadi kekuatan peningkat martabat bangsa
bukan sebaliknya, menjadi beban sejarah dan menjadi akar masalah bangsa.
Korupsi adalah masalah manusia, sehingga harus didekati secara manusiawi.
Melibatkan filsafat untuk melihat korupsi adalah langkah bijaksana. Apalagi ketika filsafat
yang dimaksud adalah filsafat keislaman dengan nilai-nilai keilahian sebagai penguatnya.
Diharapkan dari perspektif ini bisa memberi wawasan baru soal penanggulangan korupsi di
Indonesia. Bahwa korupsi bukan masalah yang jelas begitu saja dengan sendirinya dan bisa
diselesaikan dengan cara-cara yang sudah ada. Korupsi adalah soal kompleks kemanusiaan
yang harus dilihat dan diselesaikan secara kompleks dan jeli. Islam menawarkan semangat
juang untuk melawan korupsi.
Melihat korupsi secara proporsional bisa membuat bangsa ini tidak hanya terpaku
dengan cara bangsa asing soal bagaimana mengatasi korupsi. Pelibatan spirit keislaman yang
tegas, penguatan produk hukum dan aturan serta tinjauan ulang menyangkut penghukuman
dan pendidikan bagi pelaku adalah hal-hal yang perlu diperhatikan. Di masa yang akan datang,
Islam di Indonesia harus bisa mengatasi budaya korupsi. Tidak hanya bisa, Islam di Indonesia
juga harus tetap menegakkan prinsip-prinsip kemartabatan manusia di hadapan Tuhan dan
bangsa-bangsa lain di dunia.
B. SARAN
Mahasiswa harus menydari siapa dirinya, kekuatan dan kemampuan apa yang
dimilikinya yang dapat digunakan untuk menghadapi peperangan melawan korupsi.
24
25
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, H. M., dkk (2020). Akhlak dan Etika. Jakarta Selatan: Tim Unindra Press.