Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Proses belajar mengajar merupakan inti dari kegiatan pendidikan di


sekolah. Agar tujuan pendidikan dan pembelajaran berjalan dengan benar,
maka perlu pengadministrasian kegiatan-kegiatan belajar mengajar, yang
lazim disebut administrasi kurikulum. Bidang pengadministrasian ini
sebenarnya merupakan pusat dari semua kegiatan di sekolah.

Menurut James dikutip Sardiman (dalam Suryosubruto, 2002:3),


bahwa tugas dan peran guru antara lain, yaitu menguasai dan mengembangkan
materi pembelajaran, merencanakan dan menyiapkan pelajaran setiap hari,
mengontrol dan mengavaluasi kegiatan siswa.

Berdasarkan alasan tersebut, maka sangatlah penting bagi para


pendidik untuk memahami karakteristik materi, peserta didik dan metodologi
pembelajaran dalam proses pembelajaran terutama berkaitan dengan
pemilihan model-model pembelajaran modern. Dengan demikian proses
pembelajaran akan variatif, inovatif, dan konstruktif dalam merekonstruksi
wawasan pengetahuan dan implementasinya sehingga dapat meningkatkan
aktivitas dan kreativitas peserta didik.

Untuk membelajarkan siswa sesuai dengan gaya belajar mereka


sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan optimal, maka ada
berbagai model pembelajaran yang perlu diterapkan dalam kegiatan
pembelajaran. Dalam praktiknya, pengajar harus ingat bahwa tidak ada model
pembelajaran yang paling tepat untuk segala situasi dan kondisi. Oleh karena
itu, dalam memilih model pembelajaran yang tepat haruslah memperhatikan
kondisi siswa, sifat materi bahan ajar, fasilitas media yang tersedia, dan
kondisi guru itu sendiri. Berdasarkan hal tersebut, kami ingin menyajikan
beberapa model pembelajaran yang dipilih sesuai dengan kajian kurikulum
sehingga cocok untuk situasi dan kondisi yang dihadapi dalam pembelajaran.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari pembelajaran kooperatif ?
2. Apa saja komponen dalam model pembelajaran kooperatif ?
3. Apa metode model pembelajaran kooperatif ?
4. Apa saja unsur-unsur pembelajaran kooperatif ?
5. Apa saja manfaat pembelajaran kooperatif ?
6. Apa kelebihan dan kekurangan pembelajaran kooperatif ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian model pembelajaran kooperatif.
2. Untuk mengetahui komponen dalam model pembelajaran kooperatif.
3. Untuk mengetahui metode pembelajaran kooperatif.
4. Untuk mengetahui unsur-unsur dalam pembelajaran kooperatif.
5. Untuk mengetahui manfaat pembelajaran kooperatif.
6. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan pembelajaran kooperatif.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pembelajaran Kooperatif


Slavin (1994) menyatakan bahwa “model pembelajaran kooperatif adalah
suatu model pembelajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok-
kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari
materi pelajaran”.
Johnson & Johnson (1987) dalam Isjoni (2009:17) menyatakan bahwa
“pengertian model pembelajaran kooperatif yaitu mengelompokkan siswa di
dalam kelas ke dalam suatu kelompok kecil agar siswa dapat bekerja sama
dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki dan mempelajari satu sama
lain dalam kelompok tersebut”.
Sugandi (2002:14) menyatakan bahwa “pembelajaran kooperatif lebih
dari sekedar belajar kelompok atau kerja kelompok karena dalam belajar
kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif sehingga
memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan yang bersifat
interdepedensi efektif diantara anggota kelompok”.
Menurut Sugiyanto (2008:35) “pembelajaran kooperatif (cooperative
learning) adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan
kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi
belajar untuk mencapai tujuan belajar”.
Dari beberapa definisi diatas dapat diperoleh bahwa pembelajaran
kooperatif merupakan salah satu pembelajaran efektif dengan cara membentuk
kelompok-kelompok kecil untuk saling bekerja sama, berinteraksi, dan
bertukar pikiran dalam proses belajar.
Falsafah yang mendasari pembelajaran cooperative learning
(pembelajaran gotong royong) dalam pendidikan adalah homo homini socius
yang menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Model pembelajaran
kooperatif sangat berbeda dengan pengajaran langsung. Di samping model
pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar
akademik, model pembelajaran kooperatif juga efektif untuk mengembangkan
keterampilan sosial siswa.

B. Komponen Pembelajaran Kooperatif


Dalam merancang cooperative learning, seorang guru hendaknya
mempertimbangkan aspek-aspek :
1. Interaksi pengajar dengan siswa
2. Interaksi siswa dengan siswa lain
3. Spesialisasi materi dan tugas
4. Harapan dan tanggungjawab yang harus dilakukan (Borich, 2000:313).
Intensitas komunikasi antara guru dengan siswa sangat berpengaruh
terhadap keberhasilan belajar siswa. Kedekatan hubungan emosional siswa dan
guru akan menjadi payung yang menyejukkan bagi diri siswa untuk belajar
dengan lebih percaya diri. Interaksi siswa dengan siswa lainnya juga menjadi
aspek penting yang harus diciptakan agar suasana belajar menjadi aktif dan
penuh dengan suasana kerjasama yang positif.
Hal lain yang harus dirancang oleh guru adalah adanya spesialisasi
materi dan tugas yang akan dilakukan oleh siswa dalam pembelajaran
kooperatif, seorang guru seharusnya melakukan beberapa tahap kegiatan,
yaitu :
1. Menentukan tujuan kegiatan
2. Merancang struktur tugas
3. Mengajar dan mengevaluasi proses kolaboratif
4. Memantau kinerja kelompok
5. Debriefing

C. Metode Pembelajaran Kooperatif


Model pembelajaran kooperatif terdiri dari beberapa metode. Metode-
metode tersebut diantaranya adalah
1. Student Teams-Achievement Division (STAD)
Merupakan strategi pembelajaran kooperatif yang di dalamnya
beberapa kelompok kecil siswa dengan level kemampuan akademik
berbeda-beda saling bekerja sama untuk menyelesaikan tujuan
pembelajaran. Dalam STAD, siswa diminta untuk membentuk
kelompok-kelompok heterogen yang masing-masing terdiri dari 4-5
anggota. Selanjutnya guru menyampaikan pelajaran, kemudian siswa
bekerja dalam kelompok untuk memastikan bahwa mereka telah
menguasai pelajaran. Siswa yang lebih memahami materi memberi
bantuan penjelasan kepada siswa yang belum paham. Selanjutnya
siswa mengerjakan soal secara individu dan tidak boleh saling
membantu. Perolehan nilai setiap siswa dibandingkan dengan nilai
mereka sebelumnya, masing-masing kelompok diberi poin berdasarkan
peningkatan nilai. Berdasarkan hasil penelitian, metode STAD ini
cocok untuk mengajarkan bidang studi yang terdefinisikan dengan
jelas. Gagasan utama dari metode ini adalah untuk memotivasi siswa
agar saling membantu satu sama lain dalam menguasai kompetensi
yang diajarkan oleh guru (Slavin, 2009:12)

2. Teams-Games-Tournaments (TGT)
Metode ini dilakukan dengan cara kelas dibagi menjaddi
kelompok-kelompok yang terdiri dari empat anggota sebagaimana
yang dilakukan pada metode STAD. Perbedaannya adalah jika pada
STAD siswa mengajarkan kuis atau soal sendiri-sendiri, maka dalam
TGT ini siswa melakukan permainan akademik atau lomba kuis dan
hasilnya direkap secara periodik.

3. Jigsaw II
Metode ini dapat diterapkan untuk materi-materi yang
berhubungan dengan keterampilan membaca, menulis, mendengarkan
ataupun berbicara. Dalam jigsaw, guru juga memberi banyak
kesempatan pada siswa untuk mengolah informasi dan meningkatkan
keterampilan berkomunikasi. Dalam model ini kelas dibentuk menjadi
“kelompok ahli” (expert group). Setiap anggota yang mendapat
bagian/subtopik yang sama berkumpul dengan anggota dari kelompok-
kelompok yang juga mendapat bagian/subtopik tersebut. Misalnya,
anggota yang memperoleh bagian/subtopik alur berkumpul dengan
anggota dari kelompok lain yang juga memperoleh subtopik tentang
alur . perkumpulan mereka inilah yang disebut sebagai “kelompok
ahli”. Kelompok-kelompok ini lalu bekerja sama
mempelajari/mengerjakan bagian/subtopik tersebut. Kemudian,
masing-masing anggota dari kelompok ahli kembali ke kelompoknya
yang semula, lalu menjelaskan apa yang baru saja dipelajarinya (dari
“kelompok ahli”) kepada rekan-rekan kelompoknya yang semula.

4. Teams-Assisted Individualization (TAI)


Metode ini pada dasarnya hampir sama dengan STAD dan
TGT. Langkah-langkah dalam penerapan metode ini adalah diawali
dengan tes penempatan atau tes diagnostik. Selanjutnya dibentuk
kelompok dengan anggota yang heterogen seperti pada STAD dan
TGT. Kemudian guru memberikan bahan ajar sesuai dengan level
kemampuan masing-masing siswa. Siswa belajar dalam kelompok dan
mengerjakan tugas sesuai dengan materi. Anggota kelompok lain
memeriksa jawaban dicocokan dengan materi serta memberikan
bantuan bagi yang mengalami kesulitan. Berikutnya diberikan soal
untuk dikerjakan oleh masing-masing siswa. Secara berkala (setiap
minggu) guru merekap jumlah nilai setiap siswa. Nilai siswa dalam
kelompok di rata-rata menjadi nilai kelompok .

5. Group Investigation
Merupakan metode pembelajaran yang dilakukan dengan pengaturan
siswa bekerja dalam kelompok kecil menggunakan pertanyaan
kooperatif, diskusi kelompok, serta perencanaan dan proyek kooperatif
(Slavin, 2009:24). Melalui metode group investigation ini siswa diberi
kebebasan untuk membuat kelompok dengan jumlah anggota dua
sampai enam orang. Selanjutnya masing-masing kelompok memilih
topik-topik materi yang telah dipelajari, dan membagi topik-topik
tersebut menjadi tugas pribadi. Hasil dari pekerjaan tugas pribadi
anggota dipersiapkan untuk menyusun laporan kelompok. Laporan
setiap kelompok disajikan di depan kelas.

6. Learning Together
Metode ini diterapkan dengan membagi siswa menjadi empat
atau lima kelompok, dimana anggota kelompoknya bersifat heterogen.
Setiap kelompok diberi tugas yang harus dikerjakan bersama-sama
oleh setiap kelompok. Hasil pekerjaan tugas setiap kelompok dinilai
oleh guru.

7. Complex Instruction
Metode complex instruction dikembangkan oleh Elizabeth Cohen
dengan melaksanakan pembelajaran berbasis proyek yang berorientasi
penemuan (Slavin, 2009:25). Metode ini memiliki misi untuk
memberikan keperdulian kepada semua kemampuan yang ada pada
diri setiap siswa. Guru berperan dalam menggali potensi setiap siswa
dan memberikan keyakinan bahwa setiap siswa memiliki keunggulan
sehingga akan dapat membantu keberhasilan kelompok.

D. Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif


Roger dan David (Agus Suprijono, 2009: 58) mengatakan bahwa tidak
semua belajar kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk
mencapai hasil yang maksimal, lima unsur dalam model pembelajaran
kooperatif harus diterapkan. Lima unsur tersebut adalah sebagai berikut:
1. Positive inderpendence (saling ketergantungan positif)
Unsur ini menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif ada
dua pertanggungjawaban kelompok. Pertama, mempelajari bahan yang
ditugaskan kepada kelompok. Kedua, menjamin semua anggota
kelompok secara individu mempelajari bahan yang ditugaskan tersebut.
2. Personal responsibility (tanggung jawab perseorangan)
Pertanggungjawaban ini muncul jika dilakukan pengukuran
terhadap keberhasilan kelompok. Tujuan pembelajaran kooperatif
adalah membentuk semua anggota kelompok menjadi pribadi yang
kuat. Tanggungjawab perseorangan adalah kunci untuk menjamin
semua anggota yang diperkuat oleh kegiatan belajar bersama. Artinya,
setelah mengikuti kelompok belajar bersama, anggota kelompok harus
dapat menyelesaikan tugas yang sama.
3. Face to face promotive interaction (interaksi promotif)
Unsur ini penting karena dapat menghasilkan saling
ketergantungan positif. Ciri-ciri interaksi promotif adalah saling
membantu secara efektif dan efisien, saling memberikan informasi dan
sarana yang diperlukan, memproses informasi  bersama  secara  lebih 
efektif  dan  efisien,  saling  mengingatkan, saling membantu dalam
merumuskan dan mengembangkan argumentasi serta meningkatkan
kemampuan wawasan terhadap masalah yang dihadapi, saling percaya,
dan saling memotivasi untuk memperoleh keberhasilan bersama.
4. Interpersonal skill (komunikasi antar anggota)
Untuk mengkoordinasikan kegiatan siswa dalam pencapaian tujuan
siswa  harus  adalah  saling  mengenal  dan  mempercayai,  mampu
berkomunikasi secara akurat dan tidak ambisius, saling menerima dan
saling mendukung, serta mampu menyelesaikan konflik secara
konstruktif.
5. Group processing (pemrosesan kelompok)
Pemrosesan mengandung arti menilai. Melalui pemrosesan
kelompok dapat diidentifikasi dari urutan atau tahapan kegiatan
kelompok dan kegiatan dari anggota kelompok. Siapa di antara anggota
kelompok yang sangat membantu dan siapa yang tidak membantu.
Tujuan pemrosesan kelompok adalah meningkatkan efektivitas anggota
dalam memberikan kontribusi terhadap kegiatan kolaboratif untuk
mencapai tujuan kelompok. Ada dua tingkat pemrosesan yaitu
kelompok kecil dan kelas secara keseluruhan.
E. Manfaat Model Pembelajaran Kooperatif
Pembagian tugas dalam kelompok akan berdampak pada tumbuhnya
tanggung jawab pribadi masing-masing kelompok. Hal itu terjadi karena dalam
kooperatif learning setiap individu mendapata tugas untuk belajar dan
berkewajiban menyampaikan kepada anggota yang lain. Pada akhirnya, dalam
kooperatif learning juga terjadi proses interaksi antar-individu yang menunntut
kemampuan komunikasi interpersonal yang baik, sehingga terjalin hubungan
yang harmonis dan kondusif dalam kelas. Dengan demikian, jika dicermati
secara teliti, pembelajaran kooperatif sangat bermanfaat dalam:
1. Membentuk sikap dan nilai
2. Menyiapkan modal tingkah laku prososial
3. Menunjukan alternatif perspektif dan sudut pandang
4. Membangun identitas yang koheren dan terintgrasi
5. Mendorong perilaku berfikir kritis, reasoning, dan memecahkan
masalah (Borich, 2000:312)
Banyak nilai dan sikap yang dapat dibangun melalui pembelajaran
kooperatif seperti kerjasama, keberanian, terbuka, kejujuran, disiplin, kemampuan
berkomunikasi, sikap kritis, dan lain sebagainya.

F. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Kooperatif


1. Kelebihan Pembelajaran Kooperatif
a) Dapat mengurangi rasa kantuk dibanding belajar sendiri
Jika belajar sendiri sering kali rasa bosan timbul dan rasa
kantuk pun datang. Apalagi jika mempelajari pelajaran yang
kurang menarik perhatian atau pelajaran yang sulit. Dengan belajar
bersama, orang punya teman yang memaksa aktif dalam belajar.
Demikian pula ada kesempatan bersenda gurau sesedikit mungkin
untuk mengalihkan kebosanan.

b)  Dapat merangsang motivasi belajar


Melalui kerja kelompok, akan dapat menumbuhkan
perasaan ada saingan. Jika sudah menghabiskan waktu dan tenaga
yang sama dan ternyata ada teman yang mendapat nilai lebih baik,
akan timbul minat mengejarnya. Jika sudah berada di atas, tentu
ingin mempertahankan agar tidak akan dikalahkan teman-
temannya.
c)  Ada tempat bertanya
Kerja secara kelompok, maka ada tempat untuk bertanya
dan ada orang lain yang dapat mengoreksi kesalahan anggota
kelompok. Belajar sendiri sering terbentur pada masalah sulit
terutama jika mempelajari sejarah. Dalam belajar berkelompok,
seringkali dapat memecahkan soal yang sebelumnya tidak bisa
diselesaikan sendiri. Ide teman dapat dicoba dalam menyelesaikan
soal latihan. Jika ada lima orang dalam kelompok itu, tentu ada
lima kepala yang mempunyai tingkat pengetahuan dan kreativitas
yang berbeda. Pada saat membahas suatu masalah bersama akan
ada ide yang saling melengkapi.
d)  Kesempatan melakukan resitasi oral
Kerja kekompok, sering anggota kelompok harus
berdiskusi dan menjelaskan suatu teori kepada teman belajar.
Inilah saat yang baik untuk resitasi. Akan dijelaskan suatu teori
dengan bahasa sendiri. Belajar mengekspresikan apa yang
diketahui, apa yang ada dalam pikiran ke dalam bentuk kata-kata
yang diucapkan.
e) Dapat membantu timbulnya asosiasi dengan perisitwa lain yang
mudah diingat
Melalui kerja kelompok akan dapat membantu timbulnya
asosiasi dengan peristiwa lain yang mudah diingat. Misalnya, jika
ketidaksepakatan terjadi di antara kelompok, maka perdebatan
sengit tak terhindarkan. Setelah perdebatan ini, biasanya akan
mudah mengingat apa yang dibicarakan dibandingkan masalah lain
yang lewat begitu saja. Karena dari peristiwa ini, ada telinga yang
mendengar, mulut yang berbicara, emosi yang turut campur dan
tangan yang menulis. Semuanya sama-sama mengingat di kepala.
Jika membaca sendirian, hanya rekaman dari mata yang sampai ke
otak, tentu ini dapat kurang kuat.

2. Kelemahan Pembelajaran Kooperatif


a) Bisa menjadi tempat mengobrol atau gosip \
Kelemahan yang senantiasa terjadi dalam belajar kelompok
adalah dapat menjadi  tempat mengobrol. Hal ini terjadi jika
anggota kelompok tidak mempunyai kedisiplinan dalam belajar,
seperti datang terlambat, mengobrol atau bergosip membuat waktu
berlalu begitu saja sehingga tujuan untuk belajar menjadi sia-sia.
b) Sering terjadi debat sepele di dalam kelompok
Debat sepele ini sering terjadi di dalam kelompok. Debat
sepele ini sering berkepanjangan sehingga membuang waktu
percuma. Untuk itu, dalam belajar kelompok harus dibuatkan
agenda acara. Misalnya, 25 menit  mendiskusikan bab tertentu, dan
10 menit mendiskusikan bab lainnya. Dengan agenda acara ini,
maka belajar akan terarah dan tidak terpancing untuk berdebat hal-
hal sepele.
c) Bisa terjadi kesalahan kelompok
Jika ada satu anggota kelompok menjelaskan suatu konsep
dan yang lain percaya sepenuhnya konsep itu, dan ternyata konsep
itu salah, maka semua anggota kelompok berbuat salah. Untuk
menghindarinya, setiap anggota kelompok harus sudah mereview
sebelumnya. Kalau membicarakan hal baru dan anggota kelompok
lain belum mengetahui, cari konfirmasi dalam buku untuk
pendalaman.

BAB III
KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

Sutirman (2013). Media Dan Model-Model Pembelajaran Inovatif.


Yogyakarta : Graha Ilmu
Huda, Miftahul (2013). Model-Model Pengajaran Dan Pembelajaran.
Yogyakarta : Pustaka Belajar
http://www.artikelind.com/kelebihan-dan-kelemahan-model-
pembelajaran-kooperatif/
http://www.duniapembelajaran.com/2014/09/unsur-unsur-dasar-dalam-
pembelajaran.html
http://abazariant.blogspot.co.id/2012/10/makalah-model-pembelajaran-
kooperatif.html

Anda mungkin juga menyukai