Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kegiatan proses pembelajaran, kurikulum sangat dibutuhkan sebagai
pedoman untuk menyususn target dalam proses belajar mengajar. Karena dengan adanya
kurikulum maka akan memudahkan setiap pengajar dalam porses belajar mengajar, maka
dengan itu perlu untuk diketahui apa arti dari kurikulum itu. Yang dimaksud dengan
kurikulum adalah suatu usaha untuk menyampaikan asas-asas dan ciri-ciri yang penting
dari suatu rencana dalam bentuk yang sedemikian rupa sehingga dapat dilaksanakan guru
disekolah.
Setelah mengetahui apa yang dimaksud dengan kurikulum maka perlu untuk
diketahui bagaimana perkembangan kurikulum. Karena seperti halnya tekhnologi dalam
suatu zaman, selalu terjadi perkembangan, begitu juga halnya dengan perkembangan
kurikulum. Untuk itu maka penulis mencoba untuk membahas tentang perkembangan
kurikulum.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana pengertian dari pengembangan kurikulum?
2. Bagaimana kedudukan kurikulum dalam pendidikan?
3. Bagaimana fungsi kurikulum?
4. Bagaimana hubungan kurikulum dengan teori pendidikan?
5. Bagaimana landasan pengembangan kurikulum?
6. Bagaimana komponen-komponen kurikulum?
7. Bagaimana prinsip-prinsip pengembangan kurikulum?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertiam dari pengembanhan kurikulum
2. Untuk mengetahui kedudukan kurikulum dalam pendidikan
3. Untuk mengetahui fungsi kurikulum
4. Untuk mengetahui hubungan kurikulum dengan teori pendidikan
5. Untuk mengetahui landasan pengembangan kurikulum
6. Untuk mengetahui komponen – komponen kurikulum
7. Untuk mengetahui prinsip – prinsip pengembangan kurikulum

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian dan konsepa dasar pengembangan kurikulum


1. Pengertian kurikulum
Untuk mendapatkan rumusan tentang pengertian kurikulum, para ahli mengemukakan
pandangan yang beragam. Dalam pandangan tradisional (klasik), kurikulum dipandang sebagai
rencana pelajaran di suatu sekolah (Hilda Taba, 1962; Zais, 1976; Nana Sudjana, 1996; Nana S.
Sukmadinata, 1997). Pelajaran-pelajaran apa yang harus ditempuh di sekolah, itulah kurikulum.
Sedangkan dalam pandangan modern, arti kurikulum lebih dianggap sebagai suatu pengalaman
atau sesuatu yang nyata terjadi dalam proses pendidikan (J. Galen Saylor & William M.
Alexander,1956; Ronald C. Doll, 1974).

Dalam hal ini, Hamid Hasan (1988) mengemukakan bahwa untuk mencari rumusan
kurikulum dapat ditinjau dari empat dimensi, yaitu : (1) kurikulum sebagai suatu ide; (2)
kurikulum sebagai suatu rencana tertulis, sebagai perwujudan dari kurikulum sebagai suatu ide;
(3) kurikulum sebagai suatu kegiatan, yang merupakan pelaksanaan dari kurikulum sebagai suatu
rencana tertulis; dan (4) kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan konsekwensi dari
kurikulum sebagai suatu kegiatan.

Dalam konteks pendidikan nasional, secara formal kurikulum lebih diartikan sebagai
suatu rencana atau dokumen tertulis. Hal ini bisa dilihat dari pengertian kurikulum sebagaimana
tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, yang
berbunyi bahwa “ kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi,
dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

2. Kedudukan Kurikulum dalam Pendidikan

Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah,  pendidik mempunyai tugas pokok untuk


melaksanakan pengajaran atau sekarang lebih dikenal dengan istilah pembelajaran. Kegiatan
pembelajaran diwujudkan dalam bentuk  interaksi  antara pendidik dengan peserta didik. Peserta
didik memiliki tugas pokok belajar yakni berusaha memperoleh perubahan perilaku atau

2
pencapaian kemampuan tertentu berdasarkan pengalaman belajarnya yang diperoleh dalam 
berinteraksi dengan lingkungannya.

Untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu, pendidik berupaya “menyampaikan” sejumlah


isi dan bahan pembelajaran kepada peserta didik melalui proses atau cara tertentu, serta
melaksanakan evaluasi untuk mengetahui proses dan hasil pembelajaran, yang keseluruhannya
dikemas dalam bentuk kurikulum. Dengan demikian, kurikulum dapat dikatakan sebagai salah
satu komponen utama dalam sistem pendidikan.

3. Fungsi Kurikulum
Kurikulum memiliki tiga fungsi, yaitu:
a. Fungsi bagi sekolah yang bersangkutan, Kurikulum berfungsi sebagai alat untuk
mencapai tujuan pendidikan di sekolah (tujuan institusional dan tujuan pembelajaran)
dan sebagai pedoman yang dijadikan acuan dalam penyelenggaraan pendidikan di
sekolah.
b. Fungsi bagi sekolah di tingkat yang lebih tinggi, Kurikulum yang digunakan di suatu
jenjang sekolah tertentu dijadikan sebagai dasar yang berkesinambungan bagi
pengembangan kurikulum pada jenjang berikutnya. Misalnya, kurikulum yang
berlaku di tingkat SD akan dijadikan dasar bagi pengembangan kurikum pada tingkat
SLTP, begitu juga  seterusnya.
c. Fungsi bagi masyarakat, Masyarakat sebagai pengguna jasa pendidikan tentunya
memiliki harapan dan kepentingan tertentu terhadap sekolah. Oleh karena itu,
sekolah harus dapat mengakomodir harapan dan kepentingan masyarakat tersebut
yang dituangkan dalam kurikulum.

4. Hubungan Kurikulum dengan Teori Pendidikan


Telah dikemukan di atas bahwa rumusan kurikulum dapat diklasifikasikan dalam dua
pandangan, yakni pandangan tradisional (klasik)  dan pandangan modern. Hal ini
dimungkinkan karena terjadinya  pergeseran dalam teori-teori pendidikan.
Kurikulum memang memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan teori pendidikan.
Suatu kurikulum disusun dengan mengacu pada satu atau beberapa teori kurikulum dan teori
kurikulum dijabarkan berdasarkan  teori pendidikan tertentu.

3
Nana S. Sukmadinata (1997) mengemukakan empat jenis hubungan kurikulum dengan teori
pendidikan, yaitu:
a. Pendidikan klasik (classical education), yang memandang bahwa pendidikan
berfungsi sebagai upaya memelihara, mengawetkan dan meneruskan warisan budaya.
Teori pendidikan ini lebih menekankan peranan isi pendidikan dari pada proses. Isi
pendidikan atau materi  diambil dari khazanah ilmu pengetahuan yang ditemukan
dan dikembangkan para ahli tempo dulu yang telah disusun secara logis dan
sistematis. Dalam prakteknya, pendidik mempunyai peranan besar dan lebih
dominan, sedangkan peserta didik memiliki peran yang pasif, sebagai penerima
informasi dan tugas-tugas dari pendidik.
b. Pendidikan pribadi (personalized education). Konsep pendidikan ini bertolak dari
asumsi bahwa sejak dilahirkan anak telah memiliki potensi-potensi  tertentu.
Pendidikan harus dapat mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki peserta didik
dengan bertolak dari kebutuhan dan minat peserta didik. Dalam hal ini, peserta didik
menjadi pelaku utama pendidikan, sedangkan pendidik hanya menempati posisi
kedua, yang lebih berperan sebagai pembimbing, pendorong, fasilitator  dan pelayan
peserta didik. Teori ini memiliki dua aliran yaitu pendidikan progresif dan
pendidikan romantik. Pendidikan progresif dengan tokoh pendahulunya- Francis
Parker dan John Dewey - memandang bahwa peserta didik merupakan satu kesatuan
yang utuh. Isi pengajaran berasal dari pengalaman peserta didik sendiri yang sesuai
dengan minat dan kebutuhannya. Ia merefleksi terhadap masalah-masalah yang
muncul dalam kehidupannya. Berkat refleksinya itu, ia dapat memahami dan
menggunakannya bagi kehidupan. Pendidik  lebih merupakan ahli dalam metodologi
dan membantu perkembangan peserta didik sesuai dengan kemampuan dan
kecepatannya masing-masing. Pendidikan romantik berpangkal dari pemikiran-
pemikiran J.J. Rouseau tentang tabula rasa, yang memandang setiap individu dalam
keadaan fitrah,-- memiliki nurani kejujuran, kebenaran dan ketulusan.
c. Teknologi pendidikan, yakni suatu konsep pendidikan yang mempunyai persamaan
dengan  pendidikan klasik tentang peranan pendidikan dalam menyampaikan
informasi. Namun diantara keduanya ada yang berbeda. Dalam tekonologi
pendidikan, lebih diutamakan adalah pembentukan dan penguasaan kompetensi atau

4
kemampuan-kemampuan praktis, bukan pengawetan dan pemeliharaan budaya lama.
Dalam konsep pendidikan teknologi, isi pendidikan dipilih oleh tim ahli bidang-
bidang khusus. Isi pendidikan berupa data-data obyektif dan keterampilan-
keterampilan yang  yang mengarah kepada kemampuan vocational . Isi disusun
dalam bentuk desain program atau desain pengajaran dan disampaikan dengan
menggunakan bantuan media elektronika dan para peserta didik belajar secara
individual. Peserta didik berusaha untuk menguasai sejumlah besar bahan dan pola-
pola kegiatan secara efisien tanpa refleksi. Keterampilan-keterampilan barunya
segera digunakan dalam masyarakat. Guru berfungsi sebagai direktur belajar
(director  of learning), lebih banyak tugas-tugas pengelolaan dari pada penyampaian
dan pendalaman bahan.
d. Pendidikan interaksional, yaitu suatu konsep pendidikan yang bertitik tolak dari
pemikiran manusia sebagai makhluk sosial yang senantiasa berinteraksi dan bekerja
sama  dengan manusia lainnya. Pendidikan sebagai salah satu bentuk kehidupan juga
berintikan kerja sama dan interaksi. Dalam pendidikan interaksional menekankan
interaksi dua pihak dari guru kepada peserta didik dan dari peserta didik kepada
guru. Lebih dari itu, interaksi ini juga terjadi antara peserta didik dengan materi
pembelajaran dan dengan lingkungan, antara pemikiran manusia dengan
lingkungannya. Interaksi ini terjadi melalui berbagai bentuk dialog. Dalam
pendidikan interaksional, belajar lebih sekedar mempelajari fakta-fakta. Peserta didik
mengadakan pemahaman eksperimental dari fakta-fakta tersebut, memberikan
interpretasi yang bersifat menyeluruh serta memahaminya dalam konteks kehidupan.

5. Landasan pengembangan kurikulum


Terdapat beberapa faktor yang melandasi pengembangan kurikulum. Nana Syaodih
Sukmadinata (1997) mengemukakan empat faktor, yaitu: (1) filosofis; (2) psikologis; (3)
sosial-budaya; dan  (4) iptek.  Robert  S. Zais dalam Asep Herry Hernawan dkk, (2002)
mengemukakan empat landasan pengembangan kurikulum, yaitu : phylosophy and the
nature of knowledge, society and culture, the individual, and learning theory.  Pada
bagian lain, dikemukakan pula pendapat  dari Tyler tentang landasan pengembangan
kurikulum yang mencakup: (1) studies of learner;  (2) sugestions from subject specialist;

5
(3) studies of contemporary life; (4) use of psychology of learning; dan (5) use of
phylosophy. Berkenaan dengan pengembangan Kurikulum 2004, Ella Yulaelawati (2003)
mengemukakan lima landasan, yaitu : (1) filosofis; (2) yuridis; (3) sosiologis; (4)
empirik; dan (5) landasan teori. Selanjutnya, di bawah ini akan diuraikan tiga faktor
utama yang melandasi kurikulum, yaitu : filosofis, psikologis dan Sosial-Budaya-IPTEK.
a. Landasan Filosofis
Filsafat  memegang peranan penting dalam pengembangan kuikulum. Sama
halnya seperti dalam Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan pada berbagai aliran
filsafat, seperti : perenialisme, essensialisme, eksistesialisme, progresivisme,  dan
rekonstruktivisme. Dalam pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak  
pada aliran – aliran filsafat tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan
implementasi kurikulum yang dikembangkan. Dengan merujuk kepada pemikiran
Ella Yulaelawati (2003), di bawah ini diuraikan tentang isi dari-dari masing-
masing aliran filsafat, kaitannya dengan pengembangan kurikulum. Perenialisme
lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari pada
warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan  dianggap lebih penting
dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut
faham ini menekankan  pada  kebenaran absolut , kebenaran universal yang tidak
terikat  pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.
Essensialisme  menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian
pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota
masyarakat yang berguna. Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya dianggap
sebagai dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga untuk hidup di
masyarakat. Sama halnya dengan perenialisme, essesialisme juga lebih
berorientasi pada masa lalu. Eksistensialisme menekankan pada individu  sebagai
sumber pengetahuan tentang hidup dan makna. Untuk memahami kehidupan
seseorang mesti memahami  dirinya sendiri. Aliran ini mempertanyakan : 
bagaimana saya hidup di dunia ? Apa pengalaman itu ? Progresivisme
menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat pada
peserta didik, variasi pengalaman belajar dan proses.  Progresivisme merupakan
landasan bagi pengembangan belajar peserta didik aktif. Rekonstruktivisme

6
merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme.  Pada rekonstruktivisme,
peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Di samping menekankan
tentang perbedaan individual seperti pada progresivisme, rekonstruktivisme lebih
jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya.
Aliran ini akan mempertanyakan  untuk apa berfikir kritis, memecahkan masalah,
dan melakukan sesuatu ? Penganut aliran ini  menekankan pada hasil belajar dari
pada proses. Masing-masing aliran filsafat pasti memiliki kelemahan dan
keunggulan tersendiri. Oleh karena itu, dalam praktek pengembangan kurikulum, 
penerapan aliran filsafat cenderung dilakukan secara eklektif untuk lebih
mengkompromikan dan mengakomodasikan berbagai kepentingan yang terkait
dengan pendidikan.
b. Landasan Psikologis
Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan bahwa minimal terdapat dua 
bidang psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum yaitu (1) psikologi
perkembangan dan (2) psikologi belajar. Psikologi perkembangan merupakan
ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan
perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang hakekat
perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-
tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan
perkembangan individu,  yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum.   Psikologi belajar 
merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks
belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar,
serta berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar, yang semuanya
dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan
kurikulum.  Sementara itu, berkenaan dengan landasan psikologis, Ella
Yulaelawati memaparkan teori-teori psikologi yang mendasari Kurikulum 2004
yang berbasis kompetensi. Dengan mengutip pemikiran Spencer, Ella Yulaelawati
mengemukakan pengertian kompetensi bahwa kompetensi merupakan
“karakteristik mendasar dari seseorang yang merupakan hubungan kausal dengan

7
referensi kriteria yang efektif dan atau penampilan yang terbaik dalam pekerjaan
pada suatu situasi“. 
Selanjutnya, dikemukakan pula tentang  5 tipe kompetensi, yaitu :
 motif; sesuatu yang dimiliki seseorang untuk berfikir secara konsisten atau
keinginan untuk melakukan suatu aksi.
 bawaan; yaitu karakteristik fisik yang merespons secara konsisten
berbagai situasi atau informasi. 
 konsep diri; yaitu tingkah laku, nilai atau image seseorang;
 pengetahuan; yaitu informasi khusus yang dimiliki seseorang; dan
 keterampilan; yaitu kemampuan melakukan tugas secara fisik maupun
mental.

Kelima kompetensi tersebut mempunyai implikasi praktis terhadap


perencanaan sumber daya manusia atau pendidikan. Keterampilan dan
pengetahuan cenderung lebih tampak pada permukaan ciri-ciri seseorang,
sedangkan konsep diri, bawaan dan motif  lebih tersembunyi dan lebih
mendalam serta merupakan pusat kepribadian seseorang. Kompetensi
permukaan (pengetahuan dan keterampilan) lebih mudah dikembangkan.
Pelatihan merupakan hal tepat untuk menjamin kemampuan ini.

c. Landasan Sosial-Budaya-IPTEK
Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu
rancangan, kurikulum menentukan   pelaksanaan  dan hasil pendidikan. Kita
maklum bahwa pendidikan merupakan usaha mempersiapkan peserta didik untuk
terjun ke lingkungan masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan
semata, namun memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai
untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat.
Peserta didik berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal
maupun informal  dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan
masyarakat pula.  Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan
kekayaan budayanya menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan.
Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia – manusia yang
menjadi terasing dari lingkungan masyarakatnya, tetapi justru melalui pendidikan

8
diharapkan dapat lebih mengerti dan mampu membangun kehidupan
masyakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus
disesuaikan dengan kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan  yang ada
di masyakarakat. Setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki sistem-
sosial budaya tersendiri yang mengatur pola kehidupan dan pola hubungan antar
anggota masyarakat. Salah satu aspek penting dalam sistem sosial budaya adalah
tatanan nilai-nilai yang mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para warga
masyarakat.   Nilai-nilai tersebut dapat bersumber dari agama, budaya, politik
atau segi-segi kehidupan lainnya.
Sejalan dengan perkembangan masyarakat maka nilai-nilai yang ada dalam
masyarakat juga turut berkembang sehingga menuntut setiap warga masyarakat 
untuk melakukan perubahan dan penyesuaian terhadap tuntutan perkembangan
yang terjadi di sekitar masyarakat.
6. Komponen-komponen kurikulum
Kurikulum terdiri dari beberapa komponen. Nana Syaodih Sukmadinata  (1997)
menyebutkan empat komponen, yaitu : (1) tujuan; (2) isi atau materi; (3) proses atau sistem
penyampaian dan media, dan (4) evaluasi. Sementara itu,  Asep Herry Hernawan dkk (2002)
mengemukakan lima komponen kurikulum yaitu : (1) tujuan; (2) materi; (3) metode; (4)
organisasi kurikulum; (5) evaluasi.
Sedangkan dalam Kurikulum 2004 terdapat empat komponen kurikulum, yaitu :
a. Kurikulum dan Hasil Belajar; memuat perencanaan pengembangan kompetensi peserta
didik yang perlu dicapai secara keseluruhan sejak lahir sampai 18 tahun. Kurikulum dan
Hasil Belajar ini memuat kompetensi, hasil belajar, dan indikator dari TK dan RA sampai
dengan Kelas XII;
b. Penilaian Berbasis Kelas; memuat prinsip, sasaran dan pelaksanaan penilaian
berkelanjutan yang lebih akurat dan konsisten sebagai akuntabilitas publik melalui
identifikasi kompetensi/hasil belajar yang telah dicapai, pernyataan yang jelas tentang
standar yang harus dan telah dicapai serta peta kemajuan belajar peserta didik dan
pelaporan;

9
c. Kegiatan Belajar Mengajar; memuat gagasan-gagasan pokok tentang pembelajaran dan
pengajaran yang untuk mencapai kompetensi yang ditetapkan serta gagasan-gagasan
pedagogis dan andragogis yang mengelola pembelajaran agar tidak mekanistik; dan
d. Pengelolaan Kurikulum Berbasis Sekolah; memuat berbagai pola pemberdayaan tenaga
kependidikan dan sumber daya lain untuk meningkatkan mutu hasil belajar. Pola ini
dilengkapi pula dengan gagasan pembentukan jaringan kurikulum (curriculum council),
pengembangan perangkat kurikulum (a.l. silabus), pembinaan profesional tenaga
kependidikan, dan pengembangan sistem informasi kurikulum.
B. Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum
Pengembangan kurikulum adalah istilah yang komprehensif, didalamnya mencakup:
perencanaan, penerapan dan evaluasi. Pengembangan kurikulum menunjukkan adanya
perubahan dan kemajuan. Perencanaan kurikulum ada;ah langkah awal membangun kurikulum
ketika pekerja kurikulum membuat keputusan dan mengambil tindakan untuk menghasilkan
perencanaan yang akan digunakan oleh guru dan peserta didik.  Penerapan Kurikulum atau biasa
disebut juga implementasi kurikulum berusaha mentransfer perencanaan kurikulum ke dalam
tindakan opersional. Evaluasi kurikulum merupakan tahap akhir dari pengembangan kurikulum
untuk menentukan seberapa besar hasil-hasil pembelajaran, tingkat ketercapaian program-
program yang telah direncanakan, dan hasil-hasil  kurikulum itu sendiri.  Dalam pengembangan
kurikulum, tidak hanya melibatkan orang yang terkait langsung dengan dunia pendidikan saja,
namun di dalamnya melibatkan banyak orang, seperti : politikus, pengusaha, orang tua peserta
didik, serta unsur – unsur masyarakat lainnya yang merasa berkepentingan dengan pendidikan.

Prinsip-prinsip yang akan digunakan dalam kegiatan pengembangan kurikulum pada


dasarnya merupakan kaidah-kaidah atau hukum yang akan menjiwai suatu kurikulum. Dalam
pengembangan kurikulum, dapat menggunakan prinsip-prinsip yang telah berkembang dalam
kehidupan sehari-hari atau justru menciptakan sendiri prinsip-prinsip baru. Oleh karena itu,
dalam implementasi kurikulum di suatu lembaga pendidikan sangat mungkin terjadi penggunaan
prinsip-prinsip yang berbeda dengan kurikulum yang digunakan di lembaga pendidikan lainnya,
sehingga akan ditemukan banyak sekali prinsip-prinsip yang digunakan dalam suatu
pengembangan kurikulum. Dalam hal ini, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengetengahkan
prinsip-prinsip pengembangan kurikulum yang dibagi ke dalam dua kelompok: (1) prinsip -
prinsip umum: relevansi, fleksibilitas,  kontinuitas,  praktis, dan efektivitas;  (2) prinsip-prinsip

10
khusus : prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan,  prinsip berkenaan dengan pemilihan isi
pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar, prinsip berkenaan
dengan pemilihan media dan alat pelajaran, dan prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan
penilaian. Sedangkan Asep Herry Hernawan dkk (2002) mengemukakan lima prinsip dalam
pengembangan kurikulum, yaitu:

1. Prinsip relevansi; secara internal bahwa kurikulum memiliki relevansi di antara


komponen-komponen kurikulum (tujuan, bahan, strategi, organisasi dan evaluasi).
Sedangkan secara eksternal bahwa komponen-komponen tersebut  memiliki relevansi
dengan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi (relevansi epistomologis), tuntutan dan
potensi peserta didik (relevansi psikologis) serta tuntutan dan kebutuhan perkembangan
masyarakat (relevansi sosilogis)
2. Prinsip fleksibilitas; dalam pengembangan kurikulum mengusahakan agar yang
dihasilkan memiliki sifat luwes, lentur dan fleksibel dalam pelaksanaannya,
memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan situasi dan kondisi
tempat dan waktu yang selalu berkembang, serta kemampuan dan latar bekang peserta
didik.
3. Prinsip kontinuitas; yakni adanya kesinambungandalam kurikulum, baik secara vertikal,
maupun secara horizontal. Pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum
harus memperhatikan kesinambungan, baik yang di dalam tingkat kelas, antar jenjang
pendidikan, maupun antara jenjang pendidikan dengan jenis pekerjaan.
4. Prinsip efisiensi; yakni mengusahakan agar dalam pengembangan kurikulum dapat
mendayagunakan waktu, biaya, dan sumber-sumber lain yang ada secara optimal, cermat
dan tepat sehingga hasilnya memadai.
5. Prinsip efektivitas; yakni mengusahakan agar kegiatan pengembangan kurikulum
mencapai tujuan tanpa kegiatan yang mubazir, baik secara kualitas maupun kuantitas.

Berkenaan dengan Kurikulum 2004,  terdapat sembilan prinsip yang   dijadikan sebagai
bahan pertimbangan dalam pengembangan kurikulum, yakni :

1. Keimanan, Nilai, dan Budi Pekerti Luhur, Keyakinan dan nilai-nilai yang dianut
masyarakat berpengaruh pada sikap dan arti kehidupannya. Keimanan, nilai-nilai, dan
budi pekerti luhur perlu digali, dipahami, dan diamalkan oleh peserta didik.

11
2. Penguatan Integritas Nasional, Penguatan identitas nasional dicapai melalui
pendidikan yang memberikan pemahaman tentang masyarakat Indonesia yang
majemuk dan kemajuan peradaban bangsa Indonesia dalam tatanan peradaban dunia
yang multikultur dan multibahasa.
3. Keseimbangan Etika, Logika, Estetika, dan Kinestetika, Keseimbangan pengalaman
belajar peserta didik yang meliputi etika, logika, estetika, dan kinestetika sangat
dipertimbangkan dalam penyusunan kurikulum dan hasil belajar.
4. Kesamaan Memperoleh Kesempatan, Penyediaan tempat yang memberdayakan
semua peserta didik untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap sangat
diutamakan Seluruh peserta didik dari berbagai kelompok seperti kelompok yang
kurang beruntung secara ekonomi dan sosial yang memerlukan bantuan khusus,
berbakat, dan unggul berhak menerima pendidikan yang tepat sesuai dengan
kemampuan dan kecepatannya
5. Abad Pengetahuan dan Teknologi Informasi, Kemampuan berpikir dan belajar
dengan mengakses, memilih, dan menilai pengetahuan untuk mengatasi situasi yang
cepat berubah dan penuh ketidakpastian  merupakan kompetensi penting dalam
menghadapi abad ilmu pengetahuan dan teknologi informasi.
6. Pengembangan Keterampilan Hidup, Kurikulum perlu memasukkan unsur
keterampilan hidup agar peserta didik memiliki keterampilan, sikap, dan perilaku
adaptif, kooperatif dan kompetitif dalam menghadapi tantangan dan tuntutan
kehidupan sehari-hari secara efektif. Kurikulum juga perlu mengintegrasikan unsur-
unsur penting yang menunjang kemampuan untuk bertahan hidup.
7. Belajar Sepanjang Hayat, Pendidikan berlanjut sepanjang hidup manusia untuk
mengembangkan, menambah kesadaran, dan selalu belajar memahami dunia yang
selalu berubah dalam berbagai bidang. Kemampuan belajar sepanjang hayat dapat
dilakukan melalui pendidikan formal dan non-formal, serta pendidikan alternatif yang
diselenggarakan baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat.
8. Berpusat pada Anak dengan Penilaian yang Berkelanjutan dan Komperehensif, Upaya
memandirikan peserta didik untuk belajar, bekerja sama, dan menilai diri sendiri
sangat perlu diutamakan agar peserta didik mampu membangun pemahaman dan

12
pengetahuannya. Penilaian berkelanjutan dan komprehensif menjadi sangat penting
dalam rangka pencapaian upaya tersebut.
9. Pendekatan Menyeluruh dan Kemitraan, Semua pengalaman belajar dirancang secara
berkesinambungan mulai dari TK dan RA sampai dengan Kelas XII. Pendekatan yang
digunakan dalam mengorganisasikan pengalaman belajar berfokus pada kebutuhan
peserta didik yang bervariasi dan mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu.
Keberhasilan pencapaian pengalaman belajar menuntut kemitraan dan tanggung
jawab bersama dari peserta didik, guru, sekolah, orangtua, perguruan tinggi, dunia
usaha dan industri, dan masyarakat.  

13
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Konsep kurikulum berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktik


pendidikan, juga bervariasi sesuai dengan aliran atau teori pendidikan yang dianutnya.
Kurikulum merupakan kumpulan mata-mata pelajaran yang harus disampaikan guru kepada
siswa. Banyak orangtua atau guru kalau ditanya tentang  kurikulum akan memberikan jawaban
sekitar bidang studi atau mata-mata pelajaran. Lebih khusus mungkin kurikulum diartiakan
hanya sebagai isi pelajaran.

Kurikulum merupakan rancangan pendidikan yang merangkum semua pengalaman


belajar yang disediakan bagi siswa di sekolah. Terdapat beberapa prinsip kurikulum, yaitu:
prinsip umum dan prinsip khusus.

14
DAFTAR PUSTAKA

Sukmadinata, Nana S. (2009). Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya


Offset.

PROF. DR. S. Nasution, M. (1993). Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti.

15

Anda mungkin juga menyukai