Anda di halaman 1dari 6

Tugas Resume Teori Api dan Sarana Proteksi

Nama : Bella Fitrianie

NPM : 01180100040

TEORI API

Api adalah suatu reaksi kimia (oksidasi) cepat yang terbentuk dari 3 (tiga) unsur yaitu: panas, udara dan
bahan bakar yang menimbulkan atau menghasilkan panas dan cahaya SEGITIGA API / FIRE
TRIANGLE elemen pendukung terjadinya kebakaran dimana elemen tersebut adalah panas, bahan bakar
dan oksigen. Namun dengan adanya ketiga elemen tersebut, kebakaran belum terjadi dan hanya
menghasilkan pijar. Untuk berlangsungnya suatu pembakaran, diperlukan komponen keempat, yaitu
rantai reaksi (chemical chain reaction). Teori ini dikenal sebagai Piramida Api atau Tetrahedron. Rantai
reaksi kimia adalah peristiwa dimana ketiga elemen yang ada saling bereaksi secara kimiawi, sehingga
yang dihasilkan bukan hanya pijar tetapi berupa nyala api atau > H2O + CO2 + (Y) panas Api adalah
suatu reaksi kimia (oksidasi) cepat yang terbentuk dari 3 (tiga) unsur yaitu :

1. Oksigen Sumber oksigen adalah dari udara, dimana dibutuhkan paling sedikit sekitar 15%
volume oksigen dalam udara agar terjadi pembakaran. Udara normal di dalam atmosfir kita
mengandung 21% volume oksigen. Ada beberapa bahan bakar yang mempunyai cukup banyak
kandungan oksigen yang dapat mendukung terjadinya pembakaran
2. Panas Sumber panas diperlukan untuk mencapai suhu penyalaan sehingga dapat mendukung
terjadinya kebakaran. Sumber panas antara lain: panas matahari, permukaan yang panas, nyala
terbuka, gesekan, reaksi kimia eksotermis, energi listrik, percikan api listrik, api las / potong, gas
yang dikompresi
3. Bahan bakar Bahan bakar adalah semua benda yang dapat mendukung terjadinya pembakaran.
Ada tiga wujud bahan bakar, yaitu padat, cair dan gas. Untuk benda padat dan cair dibutuhkan
panas pendahuluan untuk mengubah seluruh atau sebagian darinya, ke bentuk gas agar dapat
mendukung terjadinya pembakaran.
Klasifikasi api , Tujuan pengklasifikasian api adalah agar dapat menggunakan dengan tepat jenis media
pemadam terhadap berbagai kelas kebakaran. Dengan klasifikasi ini diharapkan pemilihan media
pemadam dapat sesuai dengan jenis kebakaran sehingga pemadaman dapat berlangsung secara efektif,
dengan tidak mengabaikan prosedur pemadaman yang benar. Klasifikasi kebakaran atau api yang dianut
oleh Indonesia adalah klasifikasi kebakaran mengadopsi sistem National Fire Protection Association
(NFPA), sesuai keputusan Menteri Tenaga Kerja Indonesia melalui Peraturan PER.MEN:
NO/PER/04/MEN/1980 tertanggal 14 April 1980. Klasifikasi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Kelas A: kebakaran atau api yang terjadi pada bahan bakar padat, seperti; kayu, kain, kertas,
kapuk, karet, plastik dan lain sebagainya.
2. . Kelas B: kebakaran atau api yang terjadi pada bahan bakar cair, seperti; bensin, minyak tanah,
spirtus, solar, avtur (jet fuel) dan lain sebagainya.
3. Kelas C: kebakaran atau api yang terjadi karena kegagalan fungsi peralatan listrik.
4. Kelas D: kebakaran atau api yang terjadi pada bahan bakar logam atau metal, seperti; magnesium,
titanium, aluminium, dan lain sebagainya.

ISTILAH ISTILAH LAIN

Flash Point Adalah suhu dimana suatu material akan menyala jika dibakar dengan api

Auto Ignition Point Adalah suhu dimana suatu material akan terbakar dengan sendirinya tanpa harus
dibakar dengan api.

Volatility Adalah titik penguapan suatu bahan bakar cair. Semakin rendah nilai Volatility-nya maka suatu
bahan bakar akan lebih mudah terbakaar.

Combustible Mixture Adalah suatu campuran dari unsur unsur api yang memenuhi persyaratan untuk
menyala bahkan bisa meletup.

SARANA PROTEKSI KEBAKARAN

Sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 26/PRT/M/2008 tentang Persyaratan Teknis


Sistem Proteksi Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, bahwa Sistem proteksi kebakaran
pada bangunan gedung dan  lingkungan adalah sistem yang terdiri atas peralatan, kelengkapan dan sarana,
baik yang terpasang maupun terbangun pada bangunan yang digunakan baik untuk tujuan sistem proteksi
aktif, sistem proteksi pasif maupun cara-cara pengelolaan dalam rangka melindungi bangunan dan
lingkungannya terhadap bahaya kebakaran. 

Ketersediaan sarana proteksi kebakaran yang memadai sudah menjadi kewajiban bagi pemilik, pengguna,
dan/atau badan pengelola bangunan gedung untuk untuk menjamin kemanan fasilitas bangunan gedung
tersebut dari bahaya kebakaran. Keberhasilan upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran sangat
ditentukan oleh adanya sistem proteksi kebakaran yang bisa terjadi kapan saja. Terdapat dua jenis sistem
pemadam kebakaran yang kita kenal yaitu sistem proteksi kebakaran pasif dan sistem proteksi kebakaran

Berikut adalah contoh penerapan sistem proteksi kebakaran aktif pada bangunan gedung antara lain:

1. Pemasangan Alarm Kebakaran. Sistem alarm kebakaran (fire alarm system) di suatu tempat
digunakan untuk pemberitahuan kepada seluruh penghuni yang ada ditempat tersebut baik
pekerja maupun tamu untuk mengetahui adanya suatu bahaya. Menurut NFPA alarm dibagi
menjadi dua yaitu, alarm yang bekerja dengan manual yang bisa ditekan melalui tombol dalam
kotak alarm (break glass), dan sistem alarm yang diaktifkan oleh sistem detektor. Ketika detektor
mendeteksi adanya api, maka detektor secara otomatis akan segera mengaktifkan alarm.
2. Pemasangan Detektor Kebakaran. Sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.
02/MEN/1983 Detektor adalah alat untuk mendeteksi pada mula kebakaran yang dapat
membangkitkan alarm dalam suatu sistem. Sedangkan definisi Detektor berdasarkan SNI 03-
3985-2000, detektor kebakaran adalah alat yang dirancang untuk mendeteksi adanya kebakaran
dan mengawali suatu tindakan. Detektor dibagi menjadi 4 macam yaitu detektor panas (Heat
Detector), detektor asap (Smoke Detector), detektor nyala api (Flame  Detector), dan detektor gas
kebakaran.
3. Penggunaan Alat Pemadam Api Ringan (APAR). Berdasarkan Permenaker No:
PER.04/MEN/1980, Alat pemadam  api  ringan  adalah alat yang ringan serta mudah dilayani
oleh satu orang untuk memadamkan api pada mula terjadi kebakaran. Menurut NFPA, APAR
dapat dikelompokkan dalam beberapa jenis yaitu cair, tepung kering, dan jenis karbondioksida.
APAR banyak digunakan sebagai alat pemadam kebakaran karena lebih praktis dan mudah
digunakan, namun APAR hanya efektif untuk memadamkan kebakaran kecil atau pada saat awal
kebakaran. Keefektifan  penggunaan APAR dalam memadamkan api tergantung dari 4 faktor
yaitu pemilihan jenis APAR yang tepat sesuai dengan klasifikasi kebakaran, pengetahuan yang
benar mengenai teknik penggunaan APAR, kecukupan jumlah isi bahan pemadam yang ada di
dalam APAR, dan berfungsinya APAR secara baik berkaitan dengan pemeliharaannya.
4. Pemasangan Hidran Kebakaran. Berdasarkan NFPA 14 Standard for the Installation of Standpipe
and Hose Systems, instalasi hidran kebakaran adalah suatu sistem pemadam kebakaran yang
mengunakan media pemadam air bertekanan yang dialirkan melalui pipa-pipa dan selang
kebakaran. Sistem ini terdiri dari sistem persediaan air, pompa perpipaan, kopling outlet dan inlet,
selang, dan nozzle.
5. Pemasangan Sistem Springkler Otomatik. Berdasarkan Permen PU Nomor: 26/PRT/M/2008,
Springkler adalah alat pemancar air untuk pemadaman kebakaran yang mempunyai tudung
berbentuk deflektor pada ujung mulut pancarnya, sehingga air dapat memancar kesemua arah
secara merata. Dalam pertanian ada juga jenis springkler yang digunakan untuk penyiraman
tanaman. Sistem Sprinkler Otomatik akan bekerja secara otomatis untuk mengeluarkan air
kesegala arah jika terjadi kebakaran atau kenaikan suhu pada ruangan sampai dengan batas set
point dari type head sprinkler yang dipasang.
6. Ventilasi Mekanik dan Sistem Pengendalian Asap. Ventilasi mekanik merupakan sebuah alat
yang digunakan untuk mengatur tata udara dalam suatu ruangan dan dikendalikan secara
mekanis. Sedangkan sistem pengendalian asapa adalah alat yang digunakan untuk mengendalikan
asap pada ruangan tertentu. Peralatan tersebut akan aktif atau bekerja ketika terjadi kebakaran

Sistem Proteksi Kebakaran Pasif adalah sistem perlindungan terhadap kebakaran yang dilaksanakan
dengan melakukan pengaturan terhadap komponen bangunan  gedung baik dari aspek struktur bangunan
maupun aspek arsitektur dengan cara sedemikian rupa sehingga dapat melindungi penghuni dan benda
dari kerusakan fisik saat terjadi kebakaran. Sistem proteksi kebakaran pasif bisa menjadi alternatif yang
efektif terhadap sistem proteksi aktif untuk melindungi fasilitas bangunan gedung beserta aset didalam
nya dari bahaya kebakaran. Sistem proteksi kebakaran pasif ini tidak perlu dioperasikan oleh manusia dan
tidak juga berubah bentuk baik dalam keadaan normal ataupun dalam kebakaran.Sarana proteksi
kebakaran pasif berupa alat, sarana atau metode/cara mengendalikan asap, panas maupun gas berbahaya
apabila terjadi kebakaran. Di antara sarana proteksi kebakaran pasif antara lain :

Tujuan sistem proteksi kebakaran pasif antara lain :

 Melindungi bangunan dari keruntuhan serentak akibat kebakaran


 Meminimalisasi intensitas kebakaran (supaya tidak terjadi flashover).
 Menjamin keberlangsungan fungsi gedung, namun tetap aman.
 Melindungi keselamatan petugas keselamatan pemadam kebakaran saat operasi pemadaman dan
penyelamatan.
Berikut ini adalah beberapa contoh penerapan sistem proteksi kebakaran pasif pada bangunan gedung
antara lain:

1. Pasangan Konstruksi Tahan Api. Rancangan dan konstruksi dinding api dan dinding penghalang
api yang disyaratkan untuk pemisahan bangunan gedung atau membagi bangunan gedung untuk
mencegah penyebaran api harus memenuhi ketentuan baku atau standar yang berlaku tentang,
"Standar  Dinding  Api  dan  Dinding Penghalang  Api".
2. Pemasangan Pintu dan Jendela Tahan Api. Pemasangan dan pemeliharaan pasangan konstruksi
dan peralatan yang digunakan untuk melindungi bukaan pada dinding, lantai dan langit-langit
terhadap penyebaran api dan asap didalam, ke dalam maupun ke luar bangunan gedung harus
memenuhi persyaratan sebagai mana disebutkan dalam ketentuan baku yang berlaku tentang
"Standar Uji pintu dan jendela tahan api".
3. Penggunaan Bahan Pelapis Interior. Bahan pelapis interior dalam bangunan gedung dan struktur
harus memenuhi persyaratan teknis dan ketentuan yang berlaku tentang "Persyaratan Teknis
Keselamatan Jiwa". Penggunaan bahan pelapis interior bisa meningkatkan kamampuan bahan
interior dalam menahan laju kebakaran.
4. Penggunaan Kelengkapan, Perabot, Dekorasi dan Bahan Pelapis yang diberi Perlakuan khusus
untuk pencegahan kebakaran. Kelengkapan bangunan gedung, perabot, dekorasi dan  bahan
pelapis yang diberi perlakuan pada bangunan gedung dan struktur harus memenuhi persyaratan
teknis ini dan ketentuan yang berlaku tentang "PersyaratanTeknis Keselamatan Jiwa".
5. Pemasangan Penghalang Api. Penghalang api yang digunakan untuk membentuk ruangan
tertutup, pemisah ruangan atau proteksi sesuai persyaratan teknis dan ketentuan yang berlaku
tentang "Persyaratan Teknis Keselamatan Jiwa". Penghalang api merupakan sejenis penghalang
untuk membentuk ruangan tertutup, memisah ruangan ataupun perlindungan sesuai persyaratan
teknis yang mampu menahan api selama 30 menit hingga 3 jam. Contoh: Fire Stopping, Fire
Retardant, dll
6. Pemasangan Partisi Penghalang Asap. Merupakan salah satu upaya sistem pencegahan kebakaran
pasif dengan cara membuat sekat pembagi ruangan agar proses penjalaran asap bisa dibatasi.
Pemasangan partisi penghalang asap antara lain dengan cara pemasangan Fire Damper, Smoke
Damper, dll.

Dalam memilih sistem proteksi kebakaran aktif dan pasif, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
antara lain adalah bahaya kebakaran dari alat atau material yang ada, luas ruangan, tingkat toksik dari
material dan asap yang diproduksi, waktu respons dari petugas pemadam kebakaran terdekat, jarak
dari instalasi lain yang berbahaya, dan akses yang tersedia untuk memadamkan kebakaran .
.

Anda mungkin juga menyukai