Super Se Mar
Super Se Mar
PENDAHULUAN
Pada saat itu untuk pertama kalinya mahasiswa Indonesia melakukan aksi.
Mereka kemudian turun ke jalan-jalan, menempelkan plakat-plakat dan juga
menyebar pamphlet-pamflet. Aksi mahasiswa Indonesia ini mendapat simpati dan
dukungan secara luas dari masyarakat Indonesia, terutama para mahasiswa di kota-
kota besar Indonesia. Mahasiswa Bandung kemudian mengajukan petisi Ampera
(Amanat Penderitaan Rakyat) yang ditujukan langsung kepada Presiden Soekarno.
Begitu juga dengan para mahasiswa Yogyakarta dan lainnya yang kemudian serentak
mengadakan aksi-aksi revolusioner. Soekarno menganggap bahwa aksi-aksi yang
dilakukan mahasiswa tersebut disponsori oleh Amerika dan CIA (Central Intelligence
Agency) – badan agen rahasia milik Amerika Serikat- yang ingin menyingkirkan
Soekarno yang pada waktu itu sudah semakin condong ke arah ideologi komunis
(Nuryanti, Reni. 2012: 22).
Setelah aksi mahasiswa semakin brutal, Soekarno tidak tinggal diam. Pasukan
pengawal presiden Tjakrawibawa dikirim untuk menangkap pimpinan KAMI. Selain
pasukan Tjakrawibawa, juga kelompok pemuda pro-komunis GMNI-ASU (Ai
Surachman), Baja, dan pemuda Marhaen mencoba memprovokasi mahasiswa KAMI,
setelah mengalami beberapa tawuran (Wanandi, Jusuf. 2014: 63-65).
Mengahadapi tekanan-tekanan tersebut, para mahasiswa tetap melakukan aksi-
aksinya. Pada 3 Februari 1966, para mahasiswa ini mengadakan ikrar perjuangan
Ampera dan bersumpah melanjutkan perjuangan para Pahlawan Revolusi.Secara tiba-
tiba beredar berita tentang dibentuknya Kabinet Dwikora yang Disempurnakan.
Ternyata Presiden Soekarno tidak merombak Kabinet Dwikora (yang dianggap
berbau komunis) seperti yang dituntut oleh mahasiswa dalam Tritura. Akan tetapi
Presiden Soekarno melengkapi kabinet barunya dengan menteri-menteri baru yang
pro-komunis. Jumlah menteri ini sangat banyak sehingga kabinet baru ini sering
disebut sebagai Kabinet 100 Menteri atau Kabinet Gestapu. Menteri-menteri lama
seperti A.H Nasution yang justru gigih menentang G30S/PKI disingkirkan dari
kabinet. Kabinet ini akan dilantik pada 24 Februari 1966. Para mahasiswa kemudian
melakukan demonstrasi pada tanggal tersebut untuk memboikot menteri-menteri
kabinet baru. Aksi ini berdampak pada bentrokan yang tidak dapat dihindarkan di
depan Istana. Dalam bentrokan ini gugur seorang demonstran Arief Rachman Hakim,
mahasiswa UI karena tertembak oleh Pasukan Tjakrabirawa (Aman, 2015: 88).
Aksi-aksi demonstran ini menimbulkan kemarahan Presiden Soekarno. Pada
26 Februari 1966, Komando Ganyang Malaysia (KOGAM) yang dipimpin oleh
Soekarno membubarkan KAMI dengan alasan bahwa KAMI dengan aksi-aksi
Trituranya telah merugikan aksi Ganyang Malaysia. Tindakan ini kemudian
dilanjutkan dengan ditutupnya Universitas Indonesia yang merupakan pusat kegiatan-
kegiatan para mahasiswa pada 3 Maret 1966 oleh Waperdam Dr. Leimena. Pada
tanggal 4 Maret 1966, para mahasiswa membentuk Resimen Arif Rahman Hakim
untuk melanjutkan cita-cita KAMI yang memperjuangkan Tritura. Setelah
Universitas Indonesia ditutup, para pelajar yang tergabung dalam KAPI dan KAPPI
terjun ke jalanan untuk melanjutkan perjuangan kakak-kakaknya. Mereka membentuk
rayon-rayon yang diberi nama pahlawan revolusi, seperti Yon Haryono MT, Yon
Panjahitan, Yon S. Parman, dll (Majalah Darma Putra-Kostrad, 1977:10).
Menanggapi peningkatan perjuangan para pelajar dan mahasiswa, Wakil
Perdana Menteri Dr. Subandrio kemudian mengerahkan para pemuda dan mahasiswa
dari Front Marhenis/PNI Ali Surachman. Dalam peristiwa ini terjadi bentrokan fisik.
Bentrokan-bentrokan ini tidak hanya terjadi di Jakarta, akan tetapi juga di kota
Bandung dan Yogyakarta. Di kota Yogya telah jatuh dua korban 2 orang anggota
kesatuan pelajar, yaitu Aris Munandar dan Margono. Pada 7 Maret 1966 diadakan
rapat KOGAM yang dipimpin oleh Presiden Soekarno. Dalam rapat itu Soekarno
menyatakan ketidakpuasannya kepada pelaksana pembubaran KAMI. Menurut para
mahasiswa, KOGAM (Komando Ganyang Malaysia) pimpinan Bung Karno ini
diartikan sebagai Komando Ganyang Mahasiswa. Sejak saat itu banyak poster-poster
terlihat di sudut kota yang isinya tidak hanya tuntutan untuk mengadili PKI, akan
tetapi juga agar Bung Karno mengundurkan diri dari kursi kepresidenan. Salah satu
sasaran penting bagi para mahasiswa adalah Dr. Subandrio yang dianggap sebagai
otak dari pemerintahan Orde Lama.
Kemarahan para pemuda, pelajar, dan mahasiswa ini dinyatakan dengan
penyerbuan gedung Departemen Luar Negeri yang merupakan tempat Dr. Subandrio
berkantor sehari-hari. Bersamaan Kantor berita RRT Hsin Hua juga dibakar
(Poesponegoro, 2010: 547). Gedung pemuda dan juga Kantor CC PKI. Dalam
keadaan yang kacau tersebut, Menteri Penerangan Achmadi telah memerintahkan
RRI Pusat untuk mem-black out berita-berita mengenai aksi-aksi mahasiswa dan
pelajar. Para mahasiswa ini tidak putus asa dan kemudian mereka secara serentak
mendirikan radio-radio perjuangan. Pada saat itu, gedung DPR juga dipenuhi oleh
para mahasiswa, pelajar, dan pekerja yang datang untuk menyampaikan tuntutannya.
Latar belakang adanya SUPERSEMAR ini tidak lepas dari ideologi yang
diterapkan oleh Soekarno yang pada waktu itu menjabat sebagai presiden Indonesia.
Sukarno menerapkan ideologi NASAKOM (Nasionalis, Agama dan Komunis).
Melalui konsep ideologi ini Soekarno juga mengangkat orang-orang yang terlibat
dalam peristiwa G30S/PKI menjadi menteri dalam kabinet Dwikora. Pengangkatan
para petinggi yang terlibat dengan kejadian G30S/PKI ini membuat kontroversi.
Kontroversi inilah yang akhirnya membawa Soekarno terhadap polemik pada situasi
yang terjadi. Kekalutan politik di Indonesia pada waktu itu dimanfaatkan Soeharto
selaku panglima Angkatan Darat untuk meminta surat tugas kepada Soekarno untuk
mengambil tindakan yang perlu untuk memulihkan keamanan dan ketertiban. Namun
adanya surat ini juga membuat Soeharto mempunyai alasan untuk mengambil alih
kekuasaan untuk menggantikan Soekarno menjadi presiden.
3.2 Saran
Dalam pembuatan makalah ini sekiranya masih banyak kekurangan.
Diharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk membangun pembuatan makalah
yang lebih baik selanjutnya.
DAFTAR RUJUKAN