Anda di halaman 1dari 5

PEMILU DIGITAL UNTUK MENJAGA STABILITAS POLITIK DAN

KEAMANAN DI INDONESIA

I Putu Alit Arsana1

Indonesia sebagai negara hukum sebagaimana tertuang didalam pasal 1 ayat


(3) UUD NRI Tahun 1945 telah meletakkan prinsip demokrasi sebagai wujud
pelasanaan kedaulatan rakyat yang kemudian kita lihat didalam pasal 1 ayat (2) yakni
“kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD”. Wujud dari
kedaulatan rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam menjalankan negara
yang demokratis kemudian terakomodir dalam suatu wadah yang disebut Pemilu
(pemilihan umum). Pemilihan umum merupakan transportasi dalam sebuah negara
demokrasi. Bahkan pemilu sendiri telah tertuang dengan sangat jelas didalam
konstitusi bangsa Indonesia sebagai staat fundamental norm, yakni pasal 22 E UUD
NRI Tahun 1945.

Dalam perjalannnya, pelaksanaan pemilu di Indonesia sering kali terjadi


permasalahan-permasalahan mulai dari hal yang bersifat teknis sampai dengan proses
akhir penghitungan suara yang kemudian tidak jarang mengakibatkan sengketa.
Sengketa pemilu yang dalam hal ini menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi
sebagaimana tertuang didalam pasal 24 C UUD NRI Tahun 1945 telah mencatat
bahwa pada pemilu legislative tahun 2009 saja, Mahkamah Konstitusi sudah
menerima 628 Sengketa, adapun pada pemilu tahun 2014 mengalami kenaikan yakni
dengan jumlah 767 sengketa pemilu legislative. Permasalahan-permasalahan yang
terjadi bahkan diluar sengketa pemilu mulai dari saat pemilihan sampai dengan
selesainya pemilihan umum sangat berpengaruh terhadap stabilitas politik dan
keamanan di Indonesia.

Melihat hal tersebut kemudian perlu adanya mekanisme yang baru dalam
sistem pemilu di Indonesia, jika kita berkaca dengan negara maju seperti Amerika
Serikat, dalam sistem pelaksanaan pemilu di negara tersebut telah menggunakan alat
pemindai surat suara canggih dengan proses tabulasi yang sangat akurat dan sulit
1
I Putu Alit Arsana, Mahasiswa Fakultas Hukum Univeritas Mataram
dicurangi. Sebagaimana yang dipaparkan oleh Mike Ryan, Direktur Eksekutif Dewan
Pemilu Distrik Bronx, New York, yang memperkenalkan mesin canggih dengan
nama DS-200. Yang nantinya, pemilu di New York akan dilakukan dengan bantuan
mesin digital dalam penghitungan suara. Sehingga dengan adanya pembaharuan
sistem dalam pelaksanaan pemilu di Indonesia diharapkan selain untuk meminimalisir
penggunaan dana dalam pelaksanaan pemilu juga dapat mengurangi terjadinya
sengketa antar pasangan calon, baik legislative maupun eksekutif.

Dalam mewujudkan stabilitas politik dan keamanan di era revolusi industri


4.0 inilah maka perlu adanya suatu sistem yang baru dalam pelaksanaan pemilu di
Indonesia yakni dengan adanya pemilu digital. Mengingat secara geografis Indonesia
adalah negara kepulauan yakni pada tahun 2004 Departemen Dalam Negeri Republik
Indonesia merilis data jumlah pulau di Indonesia adalah 17.504 pulau, 17.870 telah
memiliki nama sedangkan sebanyak 9.634 belum memiliki nama. Yang kemudian
dibagi menjadi 34 Provinsi yang tersebar di indonesia. Penyelenggaraan Pemilu di
Indonesia baik Pileg maupun Pilpres sama-sama memakan biaya yang besar, mulai
dari logistik, pendistribusian, dan masih banyak lagi. Mengingat tahun 2019 tepatnya
pada bulan april nanti secara bersamaan akan dilaksanakan pemilihan Presiden dan
pemilihan anggota Legislatif pasti akan menelan biaya yang sangat banyak.

Berangkat dari permasalahan diatas, maka perlu adanya pembaharuan di


dalam sistem atau tata cara Pemilihan Umum pada umumnya dan tata cara
pemungutan suara pada khususnya. Pemungutan suara adalah tindak lanjut dari
Pemilihan Umum itu sendiri, sehingga sukses atau tidaknya Pemilihan Umum
tersebut sangat bergantung pada sukses atau tidaknya proses pemungutan suara itu
sendiri. Proses pemungutan suara di Indonesia yang dilakukan dari dulu hingga
sekarang jikalau dilihat sangat rentan terhadap kecurangan. Kecurangan-kecurangan
yang dilakukan salah satunya berupa ghost voter (memilih menggunakan nama atau
identitas orang lain). Hal-hal seperti itulah yang masih menjadi kendala atau
permasalahan dalam Pemilihan Umum yang diselenggarakan di Indonesia.
Dengan adanya revolusi industri 4.0 masalah-masalah Pemilu seperti yang
disebutkan diatas memungkinkan untuk diselesaikan. Mengingat esensi dari revolusi
industri 4.0 adalah automatisasi dalam segala bidang, maka Pemilihan Umum yang
diselenggarakan di Indonesia sebagaimana proses pemungutan suaranya dapat
dikatakan masih dilakukan secara manual harus di automatisasi karena harus
disesuaikan dengan esensi dari revolusi industri 4.0 itu sendiri.

Adapaun gagasan atau ide yang penulis berikan untuk mengatasi masalah
Pemilu khusunya dalam proses pemungutan suara yakni dengan menciptakan dan
menerapkan sebuah sistem yang terintegrasi dari hulu hingga ke hilir. Sistem tersebut
penulis beri nama “Pemilu Digital”. Pemilu Digital adalah sistem pelaksanaan pemilu
yang menggunakan komputer sebagai media untuk pemilihannya. Dalam praktik atau
pelaksanaannya sangat berbeda dengan pemilihan yang medianya menggunakan
kertas dan paku yang kemudian kertas di lubangi dengan paku (coblos) yang dapat
dikatakan masih manual sehingga besar kemungkinan terjadinya suara yang tidak sah
karena salah letak atau tempat mencoblos. Dengan diterapkannya Pemilu Digital
maka akan mampu meminimalisir masalah tersebut. Pelaksanaan Pemilu Digital
secara keseluruhan dilaksanakan dengan cara otomatis (automatic), jadi masyarakat
hanya memilih foto calon maka dengan otomatis suara telah tersalurkan sehingga
suara batal yang disebabkan karena kesalahan dalam pencoblosan tidak akan terjadi
kembali, dengan begitu secara tidak langsung melindungi hak warga negara itu
sendiri yakni hak memilih dan dipilih.

Pemilu digital juga dapat menekan biaya-biaya dari pelaksanaan pemilihan


umum yang dilaksanakan secara manual. Adapun biaya yang dimaksud adalah biaya
pendistribusian kotak suara, surat suara dan lain sebagainya. Mengingat
pendistribusiannya keseluruh provinsi yang ada di Indonesia yang berjumlah 34
Provinsi. Dengan adanya Pemilu digital, pendistribusian hanya melalui sistem online.

Mendengar kata sistem online maka banyak yang akan beranggapan bahwa
kelemahan dari Pemiu Digital ini adalah rentan terhadap aktivitas peretasan. Aktivitas
peretasan terhadap suatu jaringan memang menjadi resik dalam penerapan Pemilu
Digital ini, akan tetapi disinilah letak peran pemerintah untuk menampung para ahli-
ahli IT maupun masyarakat yang memiliki bakat di bidang IT untuk membantu
mengamankan jalannya Pemilu Digital.

Adapun skema jaringan dari Pemilu Digital adalah sebagai berikut:

Server Pusat Server Provinsi 5


Server TPS
6

1 2
4
4 4

3 3 3

Komputer Komputer Komputer


pemilih pemilih pemilih

Penjelasan:

1. Server Pusat mengirimkan data pemilih dan surat suara digital ke


server yang ada di masing-masing Provinsi
2. Ketika data sudah diterima oleh server provinsi, maka kemudian
langsung diteruskan kepada server masing-masing TPS
3. Pada saat hari pemilihan atau pencoblosan, daftar pemilih tetap (DPT)
beserta surat suara digital telah diterima kemudia diteruskan kepada
computer yang digunakan untuk memilih oleh masyarakat.
4. Setelah masyarakat memilih/mencoblos surat suara digital, maka data
langsung tersimpan pada server TPS
5. Setelah waktu pemilihan/pencoblosan yang ditetapkan selesai,
kemudian suara yang terkumpul dihitung secara otomatis oleh
computer server TPS. Kemudian hasil suara dikirim ke server
Provinsi untuk dihimpun.
6. Setelah server Provinsi menerima seluruh hasil suara dari seluruh TPS
yang ada di provinsi tersebut, maka server provinsi akan mengirim
data hasil pemungutan suara tersebut ke server pusat

Agar tercipta sebuah transparansi dalam Pemilihan Umum pada umumnya dan
dalam proses pemungutan suara pada khususnya, maka saran penulis agar server
pusat melakukan live quick count sehingga masyarakat pada umumnya percaya
dengan hasil Pemilu. Dengan tingkat kepercayaan masyarakat yang tinggi kepada
lembaga penyelenggara pemilu dan juga hasil dari pemilu, maka stabilitas politik dan
keamanan akan terjaga dengan baik karena tidak kecil kemungkinan calon legislatif,
maupun eksekutif beserta pendukungnya akan melakukan protes terhadap hasil
pemilu. Hal ini dikarenakan Pemilu Digital dapat menepis isu-isu ataupun anggapan
bahwa Pemilihan Umum yang telah dilaksanakan ternoda dengan kecurangan.
Dengan tertepisnya isu kecurangan dalam Pemilu secara tidak langsung menjaga
keamanan bangsa Indonesia dalam konteks internal.

Melihat dari paparan diatas, pemilihan umum di Indonesia termasuk kedalam


kategori manual itu berarti bahwa penyelenggaraan pemilu mulai dari pendistribusian
alat kelengkapan, surat suara dan lain-lain belum dilaksanakan secara Automatic
(otomatis). Mengingat revolusi industri 4.0 yang telah jelas menanti di depan mata
maka sangat diperlukannya kematangan demokrasi melalui otomatisasi pemilihan
umum yakni dengan menerapkan Pemilu Digital untuk menjaga stabilitas politik dan
keamanan di Indonesia serta memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa dan dapat
meminimalisir perpecahan yang sering terjadi saat pemilu. Guna mensukseskan
Pemilu Digital ini tentu tak lepas dari peran pemerintah, lembaga terkait, mulai dari
KPU, Bawaslu, elemen mahasiswa terutama penerima Bidikmisi dalam
mensosialisasikan tentang teknologi nantinya apabila Pemilu Digital ini diterapkan
serta ketersediaan masyarakat untuk belajar. Dengan terjaganya stabilitas politik dan
keamanan di Indonesia maka bangsa Indonesia telah siap untuk menghadapi revolusi
industri 4.0.

Anda mungkin juga menyukai