Laporan Pendahuluan Dengan Diagnosa Asma Stase Anak
Laporan Pendahuluan Dengan Diagnosa Asma Stase Anak
DENGAN ASMA
DI RUANG AN-ANFAL
DI SUSUN OLEH :
SAIDI
Nim.221269015
1. ANATOMI FISIOLOGI
PROSES PERNAPASAN
Tiga unsur yang ikut serta pada obstruksi jalan udara penderita asma adalah spasme otot
polos, edema dan inflamasi membran mukosa jalan udara, dan eksudasi mucus intraliminal,
sel-sel radang dan debris selular. Obstruksi menyebabkan pertambahan resistensi jalan udara
yang merendahkan volume ekspresi paksa dan kecepatan aliran, penutupan prematur jalan
udara, hiperinflasi paru, bertambahnya kerja pernafasan, perubahan sifat elastik dan frekuensi
pernafasan. Walaupun jalan udara bersifat difus, obstruksi menyebabkan perbedaaan satu
bagian dengan bagian lain, ini berakibat perfusi bagian paru tidak cukup mendapat ventilasi
dan menyebabkan kelainan gas-gas darah terutama penurunan pCO2 akibat hiperventilasi.
Pada respon alergi di saluran nafas, antibodi IgE berikatan dengan alergen menyebabkan
degranulasi sel mast. Akibat degranulasi tersebut, histamin dilepaskan. Histamin
menyebabkan konstriksi otot polos bronkiolus. Apabila respon histamin berlebihan,
maka dapat timbul spasme asmatik. Karena histamin juga merangsang pembentukan
mukkus dan meningkatkan permiabilitas kapiler, maka juga akan terjadi kongesti dan
pembengkakan ruang iterstisium paru.
Individu yang mengalami asma mungkin memiliki respon IgE yang sensitif berlebihan
terhadap sesuatu alergen atau sel-sel mast-nya terlalu mudah mengalami degranulasi. Di
manapun letak hipersensitivitas respon peradangan tersebut, hasil akhirnya adalah
bronkospasme, pembentukan mukus, edema dan obstruksi aliran udara.
2. DEFINISI ASMA
Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran napas yang mengalami
radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga apabila terangsang oleh factor risiko
tertentu, jalan napas menjadi tersumbat dan aliran udara terhambat karena konstriksi
bronkus, sumbatan mukus, dan meningkatnya proses radang (Almazini, 2012).
Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami penyempitan karena
hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan,
penyempitan ini bersifat sementara. Asma dapat terjadi pada siapa saja dan dapat timbul
disegala usia, tetapi umumnya asma lebih sering terjadi pada anak-anak usia di bawah 5
tahun dan orang dewasa pada usia sekitar 30 tahunan (Saheb, 2011).
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan
elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperresponsivitas saluran napas
yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa
berat, batuk terutama malam hari dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan
dengan obstruksi saluran napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel
dengan atau tanpa pengobatan (Boushey, 2005; Bousquet, 2008)
Purnomo (2008) mendefinisikan asma sebagai kumpulan tanda dan gejala wheezing
(mengi) dan atau batuk dengan karakteristik sebagai berikut; timbul secara episodik dan
atau kronik, cenderung pada malam hari/dini hari (nocturnal) , musiman, adanya faktor
pencetus diantaranya aktivitas fisik dan bersifat reversibel baik secara spontan maupun
dengan penyumbatan, serta adanya riwayat asma atau atopi lain pada pasien/keluarga,
sedangkan sebab-sebab lain sudah disingkirkan.
Batasan asma yang lengkap yang dikeluarkan oleh Global Initiative for Asthma (GINA)
(2006) didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran nafas dengan banyak sel
yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang rentan
inflamasi ini menyebabkan mengi berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan dan batuk,
khususnya pada malam atau dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan
penyempitan jalan nafas yang luas namun bervariasi, yang sebagian bersifat reversibel
baik secara spontan maupun dengan pengobatan, inflamasi ini juga berhubungan dengan
hiperreaktivitas jalan nafas terhadap berbagai rangsangan.
3. ETIOLOGI
Sampai saat ini etiologi dari Asma Bronkhial belum diketahui. Suatu hal yang yang
menonjol pada penderita Asma adalah fenomena hiperaktivitas bronkus. Bronkus
penderita asma sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun non imunologi.
Adapun rangsangan atau faktor pencetus yang sering menimbulkan Asma adalah
menurut Smetzer (2002) adalah :
1. Faktor ekstrinsik (alergik) : reaksi alergik yang disebabkan oleh alergen atau alergen
yang dikenal seperti debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang.
2. Faktor intrinsik(non-alergik) : tidak berhubungan dengan alergen, seperti common
cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan dapat
mencetuskan serangan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk
alergik dan non-alergik
Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi pencetus asma :
Pada beberapa orang yang menderita asma respon terhadap Ig E jelas merupakan
alergen utama yang berasal dari debu, serbuk tanaman atau bulu binatang. Alergen ini
menstimulasi reseptor Ig E pada sel mast sehingga pemaparan terhadap faktor
pencetus alergen ini dapat mengakibatkan degranulasi sel mast. Degranulasi sel mast
seperti histamin dan protease sehingga berakibat respon alergen berupa asma.
b. Olahraga
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktivitas
jasmani atau olahraga yang berat. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi
segera setelah selesai beraktifitas. Asma dapat diinduksi oleh adanya kegiatan fisik
atau latihan yang disebut sebagai Exercise Induced Asthma (EIA) yang biasanya
terjadi beberapa saat setelah latihan.misalnya: jogging, aerobik, berjalan cepat,
ataupun naik tangga dan dikarakteristikkan oleh adanya bronkospasme, nafas
pendek, batuk dan wheezing. Penderita asma seharusnya melakukan pemanasan
selama 2-3 menit sebelum latihan.
f. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi Asma.
Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan
Asma. Kadangkadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musim hujan,
musim kemarau.
6. PATOFISIOLOGI
Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkhiolus yang
menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhiolus
terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi
dengan cara: seseorang alergi àmembentuk sejumlah antibodi IgE abnormal à reaksi alergi.
Pada asma, antibodi ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru
yang berhubungan erat dengan bronkhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup
alergen maka antibodi IgE orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang
telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat,
diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrien),
faktor kemotaktik eosinofilik, dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor ini akan
menghasilkan edema lokal pada dinding bronkhiolus kecil maupun sekresi mukus yang
kental dalam lumen bronkhiolus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan
tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.
Pada asma, diameter bronkhiolus berkurang selama ekspirasi daripada selama
inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama ekspirasi paksa menekan bagian luar
bronkhiolus. Bronkhiolus sudah tersumbat sebagian maka sumbatan selanjutnya adalah akibat
dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi.pada
penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat tetapi hanya
sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional
dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesulitan
mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal in dapat menyebabkan barrel chest.
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan sputum
Kristal –kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinofil.
Terdapatnya Spiral Curschman, yakni spiral yang merupakan silinder sel-sel cabang-cabang
bronkus
Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil meninggi, sedangkan leukosit dapat
meninggi atau normal, walaupun terdapat komplikasi asma
Terdapat hasil aliran darah yang variabel, akan tetapi bila terdapat peninggian PaCO2
maupun penurunan pH menunjukkan prognosis yang buruk
Kadang –kadang pada darah terdapat SGOT dan LDH yang meninggi
Hiponatremi 15.000/mm3 menandakan terdapat infeksi
Pada pemeriksaan faktor alergi terdapat IgE yang meninggi pada waktu seranggan, dan
menurun pada waktu penderita bebas dari serangan.
Pemeriksaan tes kulit untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergennya dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada tipe asma atopik.
Foto rontgen
Pada umumnya, pemeriksaan foto rontgen pada asma normal. Pada serangan asma,
gambaran ini menunjukkan hiperinflasi paru berupa rradiolusen yang bertambah, dan
pelebaran rongga interkostal serta diagfragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat
komplikasi, kelainan yang terjadi adalah:
Bila terdapat komplikasi pneumonia maka terdapat gambaran infiltrat pada paru.
Bila FEV1 lebih kecil dari 40%, 2/3 penderita menujukkan penurunan tekanan sistolenya dan
bila lebih rendah dari 20%, seluruh pasien menunjukkan penurunan tekanan sistolik.
Terjadi penambahan volume paru yang meliputi RV hampi terjadi pada seluruh asma, FRC
selalu menurun, sedangan penurunan TRC sering terjadi pada asma yang berat.
5. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi selama terjadi serangan asma dapat dibagi atas tiga bagian dan
disesuaikan dengan gambaran emfisema paru, yakni :
Perubahan aksis jantung pada umumnya terjadi deviasi aksis ke kanan dan rotasi searah
jarum jam
Tanda-tanda hipoksemia yakni terdapat sinus takikardi, SVES, dan VES atau terjadinya
relatif ST depresi
7. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA PENDUKUNG
1. bersihkan jalan nafas,tak efektif
Data perubahan frekuensi,ke dalam pernafasan.bunyi nafas tidak
normal,penggunaan otot aksesosi dyspnea,sianosis.
Batuk efektif atau tak efektif.dengan atau tanpa produksi sputum.
2. cemas/ansietas/ketakutan
Data gelisah,peka rangsang menolak atau perilaku menyerang rangsangan simpatis,
Missal : eksitasi kardiovaskuler,dilatasi,repel,berkeringat,muntah,diare,
Menangis
F. PATHWAY
Reaksi antigen-antibodi
CO2 meningkat
Ansietas
Gangguan pertukaran
gas
A. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1 Bersihan jalan nafas SLKI : bersihan jalan jalan SIKI: Bersihan jalan
tidak efektif nafas tidak efektif nafas tidak efektif
berhubungan dengan Luaran Utama Intervensi Utama
benda asing dalam Label : Bersihan jalan Label: Manajemen jalan
jalan nafas ditandai nafas nafas
dengan sputum yang setelah dilakukan intervensi Observasi:
berlebihan. selama ..x..24jam, 1) Monitor pola nafas
diharapkan bersihan jalan (frekuensi,
nafas meningkat dengan kedalaman, usaha
kriteria hasil: nafas)
- batuk efektif meningkat 2) Monitor bunyi nafas
- produksi sputum menurun tambahan (mis.
- mengi, wheezing menurun Gurgling, mengi
- meconium meurun wheezing, ronkhi
- Dispneaa meurun kering)
- ortopnea menurun 3) Monitor sputum
- sulit bicara menurun (jumlah warna aroma)
Terapeutik:
1) Pertahankan
kepatenan jalan nafas
dengan head tilt chin
lift (jawthrust jika
curiga trauma
servical)
2) Posisikan
semifowler/fowlee
3) Berikan minum
hangat
4) Lakukan fisioterapi
dada, jika perlu
5) Lakukan penghisapan
lender kurang dari 15
detik
6) Lakukan
hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
7) Keluarkan sumbatan
benda padat dengan
forsep mcgill
8) Berikan oksigen bila
perlu
Edukasi:
1) njurkan asupan
2000ml perhari, jika
tidak kontraindikasi
2) Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
4. Pola nafas tidak efektif (SLKI) : Pola nafas tidak SIKI: Polanafas tidak
berhubungan dengan efektif efektif
hambatan upaya napas Luaran Utama Intervensi Utama
yang ditandai dengan Label : Pola napas Label: Manajemen jalan
penggunaan otot bantu setelah dilakukan intervensi nafas
pernapasan. selama ..x..24 jam, Observasi:
diharapkan pola napas 1) Monitor pola nafas
membaik dengan kriteria (frekuensi,
hasil: kedalaman, usaha
- Ventilasi semenit nafas)
meningakat 2) Monitor bunyi nafas
- Kapasitas vital tambahan (mis.
meningkat Gurgling, mengi
- Dispnea menurun wheezing, ronkhi
- Penggunakan otot kering)
bantu nafas menurun 3) Monitor sputum
- Pemanjangan fase (jumlah warna aroma)
ekspirasi menurun Terapeutik:
- Pernapasan cuping 1) Pertahankan
hidung menurun kepatenan jalan nafas
dengan head tilt chin
lift ( jawthrust jika
curiga trauma
servical)
2) Posisikan
semifowler/fowlee
3) Berikan minum
hangat
4) Lakukan fisioterapi
dada, jika perlu
5) Lakukan penghisapan
lender kurang dari 15
detik
6) Lakukan
hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
7) Keluarkan sumbatan
benda padat dengan
forsep mcgill
8) Berikan oksigen bila
perlu
Edukasi:
1) njurkan asupan
2000ml perhari, jika
tidak kontraindikasi
2) Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA
Catzel, Pincus & Ian robets. (1990). Kapita Seleta Pediatri Edisi II. alih bahasa oleh Dr.
yohanes gunawan. Jakarta: EGC
Materi pelatihan kader dan penyegara kader (2004), PSIK UMJ, Jakarta
Pertemuan Ilmiah Tahunan V (PIT-5) Ilmu Penyakit Dalam PAP di Sumsel. Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya, Palembang