net/publication/348379718
CITATIONS
READS
0
606
1 author:
Roy Pieter
Sekolah Tinggi Teologi Kingdom
2 PUBLICATIONS 0 CITATIONS
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Roy Pieter on 11 January 2021.
Sejarah Gereja
- Pengertian
Van den End (harta dalam bejana) membuat definisi mengenai sejarah gereja
adalah sebagai berikut; sejarah gereja ialah kisah tentang perkembangan-
perkembangan dab perubahan-perubahan yang dialami oleh gereja, sebagai
persekutuan mereka yang dipanggil Kristus, salama di dunia ini
- Guna ilmu sejarah gereja untuk studi theologia
Pertama: studi sejarah gereja dapat memperkaya kita sebagai mausia dan
sebagai orang percaya. Melalui sejarah gereja, kita berkenalan dengan orang
lain dari zaman dan kebudayaan lain, yang mencoba mengerti alkitab dalam
situasi mereka dan mempraktekkan iman mereka dalam keadaan berbeda dari
keadaan kita
Kedua: dapat nenperdalam pengetahuan dan pemikiran theologis kita. Sejarah
gereja merupakan sumber yang kaya untuk tafsiran, dogmatika, etika dan
theologia praktika yang daripadanya dapat kita ambil sesuatu demi
memperdalam dan memperluas theologia kita sendiri
Ketiga: studi sejarah gereja menjadikan kita lebih kritis dan waspada terhadap
perkembangan baru dalam theologia. Sebab dari sejarah gereja kita tahu
mengenai ajaran-ajaran yang mula-mula rupanya membawa pembaharuan
gereja yang baik tetapi lama kelamaan hal ini menjadi sesuatu yang
membahayakan gereja. Ini menjadi dorongan untuk menguji segala sesuatu
yang terjadi fi gereja dalam semua bidang theologia
Keempat: studi sejarah gereja mengajar kita untuk memutlakkan pemikiran
theologies kita sendiri. Dengan menyadari bahwa gereja sudah selama hamper
2000 tahun memikirkan soal bagaimana memperhadapkan firman Tuhan
kepada dunia, kita dapat di sadarkan bahwa banyak hal yang kita pikirkan
sudah dipikirkan lebih dahulu. Hal itu tidak lah berarti bahwa kita tidak perlu
mengembangkan kerangka berpikir kita lagi, tetapi hal ini membawa kita
kepada sebuah tanggung jawab yang baru dimana kita ditantang untuk
mencari tafsiran yang lebih baik lagi, rumusan theologies yanglebih jelas,
bentuk-bentuk kehidupan gerejani yang mengantar orang kepada Kristus
Sebuah fakta yang jelas di sini adalah kita memasuki sebuah lapangan sejarah gereja
yang luas, dimana gereja memulai sejarahnya waktu jemaat pertama berkumpul,
hamper 2000 tahun yang lalu. Dalam mempelajarinya seakan-akan kita dibanjiri
kekayaannya.
Cara yang terbaik untuk mencari jalan dalam sejarah gereja adalah mencari garis-
garis besar yang berjalan dalam semua kenyataan.
Dalam perkembangannya manusia membagi waktu dalam tahun, bulan, minggu, hari,
jam dan seterusnya. Dari pemikiran ini muncullah penanggalan atau kalender
tahunan, sebagaimana diketahui manusia berkaitan dengan hal ini mereka
memperkembangan tarikh-taikh. Setiap tarikh menetapkan titik tertentu dalam
waktunya, pada umumnya salah satu peristiwa yang penting, dan menghubungkan
peristiwa-peristiwa lain dengan titik ini.
Terdapat berbagai macam tarikh. Dari perjanjian lama, kita kenal perhitungan tahun
menurut tahun pemerintahan salah sesorang raja, sehingga kronologi ditetapkan oleh
urutan raja-raja Israel (Yer 6:1), di Roma tahun-tahun dihitung dari tahun didirikan
kota Roma (ab urbe condita = sejak kota didirikan). Tarikh yang dipakai oleh umat
Islam bertolak dari Hijrah Muhammad dari Mekah.
a. Setiap periode harus dibatasi dari periode lain dengan tahun atau peristiwa
tertentu
“Aku akan mendirikan jemaatKu, “kata Yesus, “dan alam maut tidak akan
menguasainya “ (Mat. 16:18). Ia benar. Yesus memuali gerejaNya dan bagaimanapun
gerejaNya itu telah bertahan melalui beberapa dan rangkaian proses di bumi ini, dan
masih ada hingga sekarang ini.
Bab pertama dari sejarah gereja ditulis oleh Roh Kudus melalui hamba-Nya Lukas,
seorang dokter kafir yang kemungkinan berasal dari Antiokhia di Siria. Buku tersebut
dikenal sebagai Kisah Para Rasul.
Sejak itu jumlah orang percaya, makin bertambah dan injil semakin disebarluaskan.
Sebagaimana diketahui bahwa dalam transportasi pada masa itu (pemerintahan
kekaisaran Romawi) baik itu darat maupun laut sangat baik dan lancer, sehingga
membatu lebih memperlancar Injil untuk di bawa ke mana-mana
Tetapi semua penganiayaan ini tidaj menyebabkan mereka mundur, takut, goncang,
malah sebaliknya merekalebih bersemangat dalam penyampaian berita kesukaan itu.
Gereja di Antiokhia di Siria (44-68 M) adalah pusat penginjilan kedua, setelah gereja
di yerusalem.
Setelah melayani kurang lebih satu tahun di Antiokia, Siria (43-44 M), lalu di utus
(Kis 13:2-3). Dengan demikian, mulailah perjalanan pertama penginjilan Paulus.
Dalam perjalnan ini mereka memulainya dari kota kelahiran barnabas, yaitu: Siprus,
kemudian dilanjutkan ke beberapa tempat, diantaranya :Antikhia di Pisidia, Ikonium,
Listra dan Derbe. Meskipun tugas mereka menginjili orang-orang non Yahudi, tetapi
bukan berarti orang-orang yahudi diabaikan. Sebab itu setiap ada kesempatan mereka
juga menginjili orang-orang yahudi yang ada dis etiap kota.
Orang Yahudi yang menolak menjadi musuh yang menentang, mempersulit dan
membawa penderitaan bagi mereka
Usia jemaat yang relative muda ini, digoncangkan oleh ajaran yang menyesatkan dan
cukup membahayakan keberadaan jemaat. Ajaran ini berkaitan dengan doktrin
keselamatan (soteriologi). Sumber permasalahan ini muncul pada waktu orangYahudi
yang sudah masuk Kristen, tetapi kerapkali membawa kepercayaan yang lama ke
dalam kekristenan.
Mereka berpandangan bahwa orang diselamatkan oleh karena anugrah dan iman
terlalu mudah, sebab itu perlu ditambah dengan melakukan hukum taurat.
Para pemimpin pada waktu itu sangat tanggap dan cepat diatasi dengan mengadakan
siding pertama dalam sejarah gereja, dan hasil yang diputuskan dalam siding itu
adalah keselamatan di dalam Kristus hanya oleh karena anugrah dan iman (Kis.15)
Perjalanan Paulus kedua kali ini, di samping mengunjungi tempat-tempat yang penuh
dikunjungi dan juga beberapa kota di benua Eropa, dinatarnya:Filipi, Tesalonika,
Berea, Atena dan orintus. Di Korintus, ia tinggal selama 2 tahun
Seusai perjalanan ini, Paulus merasa pekerjaannya di bagian timur sudah selesai dan
bermaksud melanjutkan perjalanan ke Roma dan terus ke barat, ke Spanyol
(Rm.15:22-28) (kitan Roma, ditulis oleh Paulus ketika ia berada 3 bulan di Korintus).
Tetapi sebelum berangkat ke Roma, Roh Kudus menghendaki dan memimpin Paulus
Tidak berapa lama di Yerusalem, ia ditangkap dan sempat dipenjara selama 2 tahun
di Kaisaria dan kemudian dibawa ke Roma dan sempat mendekam dipenjara selama 2
tahun. Selama dipenjara ini, Ia sempat menulis surat kiriman kepada jemaat di efesus,
Kolose, Filemon dan Filipi
Akhir dari cerita di Kisah Para rasul tidak disebutkan nasib rasul Paulus yang berada
di dalam penjara. Tetapi dari beberapa bukti dapat diketahui bahwa Paulus setelah
menjalani tahanan selama 2 tahun, lalu dilepaskan
Pada tanggal 18 Juli tahun 64, terjadi kebakaran besar di beberapa kota di roma. Api
yang terus menyala selama 6 hari baru bisa dipadamkan, memusnahkan 10 dari 14
kota di Roma, sebenarnya tuduhan kebakaran ini dialamatkan kepada nero, tetapi raja
yang kejam ini dengan cerdiknya mengalihkan tanggung-jawabnya ke alamat orang
Kristen
Mulai saat itu, orang Kristen mengalami penganiayaan yang luar biasa. Sejum;ah
orang Kristen ditangkap dan selanjutnya diikuti oleh penganiayaan yang mengerikan.
Banyak orang Kristen disalibkan. Beberapa orang dijahit dalam kulit-kulit binatang
buas; kemudian anjing-anjing besar dibiarkan dilepas untuk menyerang nereka dan
mereka dikoyak=koyak menjadi potongan daging. Para wanita diikat pada sapi-sapi
gila dan diseret-seret sampai mati. Setelah malam tiba orang Kristen dibakar di kayu
sula di dalam taman milik Nero (dijadikan obor penerang). Orang-orang yang
membenci orang Kristen bebas datang ke taman itu dan Nero duduk di kreta
perangnya emnikmati pemandangan yang mengerikan itu
Pada masa penganiayaan yang dilakukan oleh Nero, menurut tradisi Rasul Petrus dan
Paulus menderita mati sebagai martyr di Roma.
Oleh para pengikutnya Petrus diminta pergi menyelamatkan dirinya, keluar dari kota
Roma. Petrus mengikuti permintaan itu. Namun ketika dia sudah berada di pinggiran
kota Roma, ketika melewati Via Appia Antica dia melihat penampakan Yesus.
Petrus terkejut dan berlutut, bertanya kepada Yesus: “Quo vadis, Domine?” Yang arti
harafiahnya: “Hendak kemanakah Engkau pergi, Tuhan?”
Yesus menjawab Petrus: “Eo Romam crucifigi iterum,” Aku pergi ke Roma untuk
disalibkan keduakalinya.”
Seketika itu Petrus sadar bahwa dia telah lari dari tanggung jawabnya. Petrus
mengerti bahwa dia harus berkorban dan wafat bagi Yesus. Dia menangis penuh
penyesalan, meminta ampun, kemudian bangkit dan berputar masuk kembali ke kota
Roma untuk memimpin umat yang tadi ditinggalkannya.
Petrus kemudian berhasil ditangkap oleh pasukan tentara Roma. Dia dihukum mati
dengan disalibkan seperti Yesus. Tetapi atas permintaannya sendiri penyaliban
terhadapnya dilakukan dengan cara terbalik. Kepalanya di bawah. Karena dia
menganggap tidak dilayak dihukum persis seperti Yesus.
Petrus dimakamkan di sebuah lokasi di Vaticanos Mons (Bukti Vatikan), yang waktu
itu berada di luar tembok kota Roma.
Pada tahun 326 Masehi oleh Kaisar Kristen pertama, Konstantinus I memerintahkan
pembangunan makamnya, dan di atasnya dibangun sebuah basilika, dengan nama
Basilika Santo Petrus (San Pietro in Vaticano).
Sedangkan Rasul Paulus juga mengalami nasib yang sama. Sebelum Petrus, dia
terlebih dahulu ditangkap dan dihukum mati tentara Roma dengan cara dipenggal
kepalanya di Tre Fontane Abbey, tidak jauh dari lokasi Bukit Vatikan.
Menurut cerita Andreas mengabarkan Injil sampai di Yunani utara, Epirus dan Skytia.
Ia sangat dihormati oleh orang Rusia dan Skotlandia. Mati syahid sekitar tahun 70 di
patras (Yunani). Filipus mengabarkan injil di Frigia (asia Kecil) dan juga mati syahid
di sana. Bartolomeus (Natanael) mengabarkan Injil ke Etiopia, India, Persia dan
Armenia. Dan di Armenia ini, ia mati syahid bagi Tuhan dengan dikuliti dan
dipancung. Tomas menurut cerita mengabarakn Injil dari laut kaspia sampai ke teluk
Persia dan akhirnya di India dan mati syahid di madras. Konon Yakobus anak alfeus
mengabarkan Injil di mesir dan menurut cerita Markus yang disebut yohanes
mendirikan gereja di kota Alexandria
Orang-orang Yahudi dan Roma tidak bisa saling bertoleransi dan pada tahun 66 M,
meledaklah pemberontakan bangsa yahudi. Orang-orang roma memukul balik dengan
mengepung Yerusalem. Akhirnya, pada tahun 70, Yerusalem berhasil dikepung,
tentara Roma merubuhkan tembok-tembok Kota Suci itu dan menghancurkan bait
sucinya. Hampir semua penduduk kota dibunuh dan tercerai berai. Kebanyakan orang
Kristen telah melarikan diri (sesuatu yang dipandang sebagai penghianatan oleh
orang-orang Yahudi) dan terjadilah perpecahan antara Kekristenan dan Yudaisme.
Bahan-bahan informasi sejarah Gereja setelah tahun 70-100 sanagt minim sekali.
Meskipun banyak hambatan yang dihadapi gereja. Tetapi pada umumnya pekerjaan-
pekerjaan Injil diberbagai bidang sangatlah maju.
Pada masa ini gereja bukan saja memandang kepada dirinya sendiri, tetapi mereka
merasa terhisap kepada suatu persekutuan yang luas dan am (katolik). Gereja
menganggap dirinya sebagai tujuan ciptaan Allah, alat Tuhan untuk menyelamatkan
duia, Israel yang rohani dan benar
Pada mulanya pemerintahan gereja hanya diatur oleh para Rasul yang diketuai oleh
Petrus. Tetapi setelah gereja makin berkembang masalah yang dihadapi gereja makin
banyak dan komplek, maka dirasakan system yang hanya diatur dan dikerjakan oleh
para Rasul sudah tidak dapat dipertahankan lagi. Kesadaran ini muncul tatkala
muncul masalah keributan karena para janda Yahudi yang berbahasa Yunani merasa
pembagian kesejahteraan diabaikan. Dalam Kis. 6, dipilihlah tujuh orag untuk
membantu para rasul dibidang kesejahteraan umat. Mulai sejak itu gereja mulailah
dengan system pemerintahan atau organisasi gerejawi
Bentuk organisasi atau tata gereja diperkembang gereja berdasarkan organisasi yan
terdapat di rumah-rumah ibadah Yahudi ataupun di masyarakat. Rumahh-rumah
ibadah Yahudi dipimpin oleh majelis orang-orang tua, dalam bahasa Yunani
presbyteros (bhs. Ind : tua-tua atau penatua). Perhimpunan-perhimpunan di
masyarakat Helenis dipimpin oleh pengawas atau penilik, dalam bahasa Yunani
episkopos (bhs. Ind : uskup), yang dibantu oleh beberapa orang pembantu atau
pelayan, dalam bahasa Yunani diakonos (bhs. Ind :diaken). Tata gereja yang menjadi
hasil perkembangan ini yang diterima di seluruh gereja, adalah atatgereja episcopal.
Dibedakan menjadi tiga jabatan, yakni Uskup (episkopos), presbyteros dan diakonos,
yang merupakan suatu hierarki (susunan tingkatan pangkat).
Uskup dianggap lebih tinggi dari presbyteros, dua-duanya lebih tinggidari diakonos.
Setiap jemaat atau gereja di satu tempat di pimpin oleh satu episkopos, ang dipilih
dari antara para presbyteros, Kuyper dalam bukunya an berjudul The Church in
History mengatakan bahwa gelar uskup telah diberikan kepada presbyter yang pada
waktu itu menjadi pimpinan dewan presbyter. Karen aitu, para presbyter lain secara
berangsur-angsur menjadi lebih rendah dari presbyter yang adalah penilik mereka,
dan uskup mulai memimpin gereja sendirian
Semenjak tahun 250 diadakan sinode-sinode daerah. Oleh sebab biasanya agama
Kristen berkembang dai ibu kota (metropolis), maka tentulah sinode berhimpun di
sana dan siding-sidangnya dikeutai oleh uskup kota itu, yang bergelar metropolit.
Nama itu dipakai dib again timur, sedangkan di barat dipakai nama uskup agung.
Selain itu, ada beberapa uskup yang cukup dihromati oleh karena berasal dari kota-
kota yang menjadi pusat pekabaran Injil, terlbih lagi kota-kota tempat rasul-rasul atau
murid-muridnya sendiri bekerja dahulu (Yerusalem, Antiokhia, Roma).
Diantara jemaat-jemaat yang penting tadi, Romalah diutamakan. Sebab Petrus dan
Paulus yang paling dihormati di dalam gereja, telah bekerja dan mati syahid di situ.
Oleh sebab itu penggantinya, yaitu uskup-uskup Roma, dimana mereka merassa
dirinya lebih mulai dan berkuasa daripada uskup-uskup yang lain
Tugas episkopos adalah mengatur kehidupan jemaat, memimpin ibadah dan melayani
sakramen-sakramen
Dibawah puskup bekerja para presbyteros, yang turut mmimpin jemaat dan melayani
sakramen. Dikemudian hari, waktu jemaat-jemaat lebih besar, kepada para
presbyteros dipercayakan pimpinan bagian-bagian jemaat yang lebih kecil
Uskup dan imam dibantu oleh para diakennya. Dalam ibadah mereka membatu lebih
banyak dalam hal pemberian diakonia, pelayanan kepada orang sakit dan miskin.
- Kebaktian
Oleh karena Tuhan Yesus bangkit pada hari pertama dari suatu minggu, maka jemaat
Kristen juga berkumpul pada hari Minggu 9dari kata Dominggo, artinya Tuhan, bhs.
Portugis). Menurut kebiasaan pada zaman itu selalu diadakan perjamuan bersama
dalam perkumpulan itu (Kis. 2:46). Mereka berdoa, menyanyi dan mendengarkan
pembacaan dan penjelasan Alkitab. Mula-mula bahan belum ada tatacara kebatian
yang tetap, sehingga timbul kekacauan (1 Kor.14). lambat laun kebaktian
dilangsungkan dengan memakai tatacata atau liturgia yang lengkap.
Bagian pertama terdiri dari doa, nyanyian dan pembacaan Firman Tuhan, sesuad itu
jemaat duduk makan bersama-sama. Hidangan itu dianggap sebagai lanjutan
perjamuan Tuhan Yesus dengan murid-muridNya. Jemaat yakin bahwa Tuhan Yesus
hadir dalam roti dan anggur itu, sesuai dengan janjiNya pada perjamuan yang
terakhir. Pemimpin kebaktian itu (kemudian uskup saja) mengucapkan syukur atas
roti dan cawan, sebab itu dalam gereja lama, perjamuan itu disebut eukharistia
(pengucapan syukur). Dengan berjalannya waktu dan penafsiran-penafsiran mengenai
perjamuan ini yang mana dianggap suci, maka tidak mungkin lagi perayaan yang
kudus ini dihubungkan dengan makan bersama-sama. Hidangan belas kasihan ini,
dimana saudara-saudara yang miskin turut menikmati sajian anggota-anggota yang
berada, dipisahkan dari Perjamuan atau eucharistia yang suci dan teratur itu. sejak
abad ke III maka makan beramai-raai itu dihentikan.
Pada permulaan abad ke II pokok utama Injil sudah kurang dimengerti oleh orang.
Jemaat Kristen tentulah masih tetap percaya bahwa Allah saja yang dapat member
keselamatan, tetapi yang dipentingkan sebenarnya bukanlah lagi kebenaran yang
dianugrahkan oleh Tuhan, melainkan usaha dan perbuatan manusia untuk mencapai
kebenarannya sendiri
Sesudah manusia menerima rahmat Tuhan dan baptisannya, yang olehnya segala
dosanya dihapuskan, maka wajiblah manusia berdaya upaya untuk hidup
berkebajikan sesuai dengan Firman Yesus.
Segenap hidup Kristen menjadi suatu perjuangan akan menggenapi segala tuntutan
agama yang diajarkan oleh Yesus, supaya amal dan kebajikan itu kelak akan diganjar
oleh Yesus. Dengan demikian jemaat diajar berbuat baik kepada sesame manusia,
menahan diri dari beberapa macam makanan dan air anggur (hari rabu dan jumat
menjadi hari puasa), member sedekah dan berdoa, pertarakan badani dirasakan lebih
disukai Tuhan, hidup lajang disangka lebih suci dan indah daripada hidup nikah;
pandangan yang salah dipengauhi oleh dualism kafir pada waktu itu, yang
mengajarkan segala hal ikhwal mengenai tubuh bersifat cemar dan najis.
Kecenderungan untuk menggunakan kebajikan dan amal itu dinamai moralisme atau
sifat moralistis.
BAPA-BAPA RASULI
Setelah zaman para rasul, para pemimpin terkemuda di dalam Gereja adalah Bapa-
bapa Rasuli. Mereka disebut bapa-bapa rasuli karena mereka telah diajar secara
pribadi oleh para rasul. Beberapa diantara mereka adalah Klemens dan Hermas dari
Roma, Ignatius dari Antiokhia, Polykarpus dari smirna; dan Barnabas, mungkin dari
Alexandria.
Di era ini Theologia dikembangkan sebab gereja dipaksakan oleh tantang dari luar
dan dari dalam untuk mempertanggung jawabkan imannya. Yang mempertanggung
jawabkan iman dan menjadi teolog-teolog pertama belumlah orang yang khusus
dilatih untuk itu, tetapi orang-orang yang terkemuka dijemaat karena kedudukan
(uskup-uskup) atau karena pendidikan (umpamanya ahli-ahli filsafat yang masuk
menjadi Kristen)
Tantangan dari luar datang dari filsafat Yunani, yang menganggap agama Krsiten
adalah kebodohan, dan dari agama-agama lain. Untuk membela diri terhadap kritik-
kritik dari kebudayaan Helenisme ini, gereja mulai membuktikan bahwa agama
Kristen bukanlah kebodohan, melainkan filsafat yang lebih agung danjalan yang
benar ke keselamatan yang sejati
Gereja juga dipaksa untuk membela ajaran yang ortodoks (benar) terhadap ajaran-
ajaran yang sesat atau bidat-bidat dalam gereja. Ajaran sesat yang paling mengancam
gereja adalah Gnostik.
Gnostic
Gnostic berasal dari kata Yunani Gnosis, pengetahuan yang rohani dan rahasia
mengenai kelepasan, yang adalah kelepasan dari materi atau zat, sebab materi
dianggap adalah sumber segala dosa.
Semangat ini memasuki gereja yang muda itu. hikayat-hikayat yang terang isinya dan
ajaran-ajaran Gereja yang mudah dimengerti itu kurang digemari. Mereka mencari
hikmat yang lebih dalam, lebih indah dan penuh rahasia. Oelh karena itu mereka
mulai menafsirkan Injil secara alegoris.
Dalam ajaran ini Kristus adalah guru yang mengajar tetang sumber dosa dan
kelepasan dari materi, supaya manusia dapat memperoleh keselamatan.
a. Allah yang tertinggi yang keberadaannya adalah Roh, tidak ada hubungannya
dengan dunia ini
b. Dunia diciptakan oleh suatu ilah rendah (namanya demiugos, artinya pencipta
dunia) yang dikenal dari perjanjian lama
c. Manusia mengandung sebagainkecil dari Roh Allah dengan tubunhnya yang
maya (ajaran dosetisme) untuk membebaskan bagian ilahi yang kecil itu
d. Oleh pengajaran dan teladan Kristus, roh manusia diajak untuk melepaskan
dirinya dari zat benda dan supaya kembali kepada Allah yang tinggi itu
Puncak pengaruh Gnostik terdapat kira-kira tahun 150, pusatnya di kota Alexandria.
Sungguh besar godaan aliran mistik yang patheistis ini kepada gereja, akan tetapi
gereja mengambil sikapnya bahwa Allah pencipta dunia tidak lain daripada Allah-
bapa Yesus Kristus. Hal ini berarti dunia tidak dijadikan oleh Demiurgos, dan segala
dosa dan kejahatan adalah kesalahan manusia sendiri, yang bakit melawan Tuhannya
dan merusakkan ciptaaanNya yang baik itu
Marcion
Marcion ialah seorang yang kaya di Bandar Sinope di pesisir laut Hitam, dan ada
perusahaan perkapalannya di daerah itu. tetapi ia meninggalkan kota itu untuk
menyebarkan kemana-mana di dalam Gereja pandangan-pandangannya yang baru
tentang Injil. Akan tetapi Gereja menolaknya pada tahun 144, ia dikucilkan oleh
jemaat Roma
Marcion menunjukkan ajaran Paulus, dimana Inti sari dari Injilnya adalah
pembenaran manusia oleh iman. Dengan kecewa Marcion melihat bahwa Gereja pada
zaman itu sudah melupakan satu-satunya jalan keselamatan yang benar, sehingga
terperosok ke dalam moralisme, yang menukarkan rahmat Allah dengan amal dan
usaha manusia. Sebab itu Marcion berniat menghidupkan ajaran-ajaran Paulus di
dalam gereja
Menurut Marcion, dunia diciptakan oleh Allah yang menyatakan dirinya di dalam
perjanjian lama. Allah itu tidak jahat, tetapi rendah derajatnya. Ia mau berbuat baik,
tetapi tidak sanggup melangsungkannya. Maksudnya ialah untuk memerintah dengan
adil, tetapi justru Karena itu ia menjadi keras dan bengis, karena taurat yang diberikan
kepada manusia itu terlalu berat, sehingga mustahillah manusia dapat melakukannya
Tetapi dengan demikian, ia melanggar tauratnya sendiri, karena Yesus baik sama
sekali. Sekarang ia dihukum menurut aturan pembalasannya sendiri. Ia harus
menyerahkan kepada Allah-Pembebas tiap-tiap orang yang percaya akan yesus.
Segala orang itu dibenarkan oleh karena imannya dan mewarisi keselamatan yang
kekal.
Dengan demikian percaya ialah; menyangkal Allah khlik dan menyerahkan diri
kepada kasih Allah yang mahatinggi. Penyerahan itu berarti, bahwa orang-
orangkristen patut menjauhkan diri dari dunia yang cemar ini dengan jalan bertarak
dan beraskese: menyiksa diri, menahan diri dari daging, minuman keras, bersetubuh,
dan sebagainya.
Apabila kita lihat di sini ajarannya memberikan sumbangsih kepada gereja adalah
pembenaran oleh iman, tetapi ia kurang mengerti tentang teologia Paulus, karena bagi
Paulus, Allah perjanjian Lama yang member taurat adalah sama saja dengan Allah
perjanjian Baru,, yang mangaruniakan rahmatNya, di dalam Yesus Kristus. Siapa
yang memisahkannya, ia merusakkan injil.
Sesuatu yang dapat dipelajari dari marcion ini adalah, mengenai kanon Marcion.
Untuk menentang ancaman gerekan ini, gereja mengemukakan tiga hal yang dapat
menjamin ortodoksi, yaitu ajaran yang benar : Kanon Alkitab, Pengakuan iman dan
pewarisan jabatan uskup
Kanon, berarti ukuran atau patokan sehingga kanon Alkitab adalah daftar
buku-buku ang mengandung kebenaran Kristen dan dapat menjadi sumber
iman yang benarkanaon Alkitab dapat dipergunakan untuk membedakan
buku-buku perjajian lama dan buku-buku yang berasal dar murid-murid
Yesus, perjanjian baru, dari buku-buku yang ditulis oleh guru-guru gnostic
yang seringkali memakai nama murid Yesus sebagai nama samara
Pengakuan iman (credo, bhs latin = aku percaya) adalah ringkasan pokok-
pokok iman Kristen yang menjadi ukuran untuk menilai ajaran-ajaran mana
yang benar. Pengakuan iaman diperkembangkan dari pengakuan yang
diucapkan oleh orang hendak dibaptis dan hamper bersamaan dengan
“pengakuan iman rasuli” sekarang. Dalam bagian mengenai Allah sebagai
khalik langit dan bumi diakui, umpamanya, bahwa materi adalah ciptaan
Allah, bukan sumber dosa saja seperti yang diajarkan oleh kaum gnostic
Penghambatan yang terhebat dalam sejarah gereja dilakukan oleh kaisar Diocletianus
dan penggantinya Galerius dari tahun 303 sampai 311. Untuk mencapai persatuan
agama dan politik, maka kaisar-kaisar ini mengambil tindakan-tindakan keras.
Perwira-perwiran dan pegawai Kristen dipecat, semua penduduk Kristen kehilangan
haknya, budak-budak Kristen tidak diberi kemungkinan lagi untuk mendapat
kemerdekaanya kembali, banyak gedung gereja dirusakkan, milik dan harta jemaat
disita, buku-buku gereja dan Alkitab banyak dibakar, tak terhitung abanyaknya orang
Kristen yang ditangkap, disiksa dan dibunuh. Namun gereja tidak binasa juga.
Mengenai pengajaran dan kebaktian, gereja memang banyak dipengaruhi oleh dunia,
tetapi untuk membawa korban kepada dewa-dewa Negara, ia sama sekali tidak mau.
CONSTANTINUS AGUNG
Akhirnya tibalah masanya yang baik bagi gereja ketika constantinus merebut tahta
setelah mengalahkan lawannta maxentius dekat roma pada tahun 312. Dimana
diceritakan pada waktu itu dia menghadapi pasukan yang tiga kali jauh lebih besar
jumlahnya, Konstantinus merasakan perlunya pertolongan supranatural. Dia adalh
seorang pemuja Mithra, (Dewa matahari orang Persia, dewa perang yang paling besar
diantara semua dewa). Pada malam sebelum pertempuran, Konstantinus melihat
sebuah salib berada diatas matahari ketika matahari terbenah dari barat. Ditengah-
tengah cahaya salib itu terdapat kata-kata hic signo vinces (dengan tanda ini
taklukanlah) pada hari berikutnya 28 oktober 312, pasukan Konstantinus mengalami
kemenangan besar (dijembatan Milvian)
Konstantinus merasa bahwa dia telah memenangkan pertempuran itu karena dia telah
menerima pertolongan dari yang disembah oleh orang-orang Kristen dan diapun
menjadi seorang Kristen
Di kota Milan, kontantinus pada tahun 313, mengeluarkan suatu dekrit mengenai
agama. Dekrit ini tidak menetapkan kekristenan sebgai satu-satunya agama resmi di
kekaisaran, dekrit itu jaminan toleransi terhadap agama Kristen sebagaimana
ketetapan dari Gelerius yang telah dibuat pada tahun 311. Dekrit Milan menghentikan
berbagai penganiayaan dan mengumumkan kebebasan hati nurani yang mutlak .
dekrit ini menempatkan kekristenan di atas dasar kesetaraan, berdasarkan hukum itu,
kekristenan hidup berdampingan dengan agama-agama lain di kekaisaran itu
Ada banyak sejarah yang mengubah sejarah gereja dengan mendadak, saat pertama
yang menetukan bagi gereja mula-mula adalah pengusiran orang-orang Kristen dari
Yerusalem saat terjadi perajaman terhadap stefanus. Penyebaran kekristenan melalui
kegiatan penginjilan oleh Paulus dan orang-orang Kristen lain mungkin disebut saat
menentukan yang kedua. Tahun 313 menandai saat ketiga yang peling menentukan di
dalam sejarah gereja.
Setelah agama Kristen mencapai kemenangan yang gemilang, khususnya secara tidak
langsung diakai sebagai agama Negara, maka umat Kristen banar-benar merasakan
ketenangan dan kebahagiaan. Pada masa ini sudah seharusnya gereja berbenah diri,
khususnya dari aspekpengajaran yang bersifat doctrinal. Paulus Daun dalam bukunya
sejarah Gereja, ia mengemukakan ada 3 hal di sini yang penting.
KONSILI
Menurut F.D Wellem, Konsili adalah persidangan resmi para uskup dan wakil-wakil
beberapa gereja yag diundang dengan tujuan merumuskan suatu ajaran atau disiplin
gereja.
Latar belakang diselenggarakan konsili ini adalah terjadinya pertentangan antara dua
penatua gereja yang bernama Arius dan Anthasius. Materi petentangan adalah
masalah sifat keilahian Yesus Kristus
Dua figure yang sedang bertentangan itu sangat kontras, Karena Arius yang ditentang
berusia lanjut, berpengalaman, saleh, kesaksian hidupnya sangat baik dan fasih lidah;
sedangkan yang menentang, Anthanasius berusia muda.
Pandangan Arius yang kontraversial ini, mengundang perdebatan dan pertikaian yang
berkepanjangan. Kaisar konstantinus melihat pertikaian berkepanjangan akan
membawa dampak pada stabilitas keamanan Negara, sebab itu dengan cepat ia
memprakasrasi
Konsili ini haya dihadiri lebih dari 300 orang uskup dan uskup yang hadir pada
umumnya pernah mengalami penganiayaan
Hasil konsili menyatakan ajaran Arius sebagai bidat dan harus ditoloak dan sekaligus
menyatakan bahwa Krsitsu sehakikat dengan Allah (Homoousios). Keputusan dengan
mengumpulkan semua dan wakil gereja untuk bertemu. Dalam pertemuan akbar yang
dikenal sbagai dengan konsili diselenggarakan pada 325 M di Nicea.
Hasil onsili menyatakan ajaran Arius sebagai bidat dan harus ditolak dan sekaligus
menyatakan bahwa Kristus sehakikat dengan Allah (Homoousios). Keputusan ini
kemudian dituangkan dalam bentuk pengakuan yang kemudian kita kenal dengan
sebutan :pengakuan iman Nicea”. Pengakuan ini sebelum dibakukan mengelami
beberapa perubahan dan setelah memakan waktu kurang lebih 70 tahun, barulah
diakui secara bulat oleh Gereja
Hasil konsili Nicea tidak menyelesaikan masalah, karena Arius dan para
pendukungnya mengadakan perlawan dengan menolak membubuhi tanda tangan hasil
keputusan tersebut. Disamping itu, kritikan bermunculan dengan menyatakan bahasa
yang dipakai dalam pengakuan Nicea tidak dapat mengungkapkan keyakinan secara
implisit dasar keyakinan Kristen
Pengaruh mereka panjang membuat gebrakan besar pada tahun 381 di konsili
Kontantinopel, yang meneguhkan keilahian Sang Anak dan menyatakan keilahian
Roh Kudus. Dan baik Sang Anak maupun Roh Kudus keduanya tidak ada yang lebih
rendah dari Bapa; ketiganya setara dan secara kekal berbagi esensi yang sama
Yang menjadi latar belakang diselengggarakan Konsili Efesus pada tahun 431 M,
disebabkan ajaran yang dikemukakan oleh Nestorius dan Pelagius
Nestorius yang diangkat menjadi uskup konstantinopel pada tahun 431 M, mau
memisahkan kedua sifat keilahian dan kemanusiaan Yesus Kristus. Ia mengemukakan
bahwa jika Kristus sungguh-sungguh Allah, maka itu suatu keduaan dan bukan
keesaan
Pandangn ini ditentang dengan keras oleh Kirillus, uskup Aleksandria dan Kelestinus,
uskup Roma dengan menyebutkan bahwa pandangan Nestorius yang membagi-
bagikan kedua sifat Yesus merusak keokuman Yesus Kristus
Pelagius adalah rahib Britania yang menolak doktrin manusia jatuh akibat kejatuhan
Adam dalam dosa. Sebab itu, Ia tidak mengakui “dosa asal” dan “kerusakan total”.
Manusia. Ia berpendapat bahwa manusia sejak lahir adalah baik, anak-anak tidak
berdosa. Penyebab kejatuhan mereka karena pengaruh orang-orang jahat yang berada
di sekitarnya. Pandangan ini ditentang dengan keras oleh uskup Hippo yang bernama
Agustinus
Konsili yang sudah diadakan, masih tetap tidak bisa mengungkapkan secara tuntas
keoknuman Yesus Kristus. Karena Alkitab dengan jelas menyebutkan, Yesus bukan
saja mempunyai sifat keilahian yang sempurna, tetapi juga kemanusiaan yang
senpurna
Dalam rangka menyelamatkan manusia, maka Yesus harus menjadi manusia. Sebab
itu, kemanusiaan Yesus tidak aklah penting dengan sifat keilahianNya
Pengakuan iman Nicea dan Kalsedon itu menjadi dasar penting bagi keyakinan iman
Kristen
Setelah itu konsili terus berkelanjutan, tetapi yang diakui gereja-gereja secara umum
hanyalah sampai Konsili Nicea II saja.
MONASTISISME
Monastisisme bertumbuh dan berkembang pada masa Kekaisaran Kristen pada tahun
313- 590. Masa ini dimulai dengan tampilnya Kaisar Konstantinus sebagai kaisar
Roma. Kemudian pada abad V kekaisaran Roma dibagi menjadi 2 wilayah utama,
yaitu Timur yang berpusat di Bizantium dan berbahasa Yunani dan Barat yang
berpusat di Roma dan berbahasa Latin.
Hidup monastik pada awalnya dimulai di daerah gurun pasir Mesir. Mereka hidup
menyendiri dan berpencar, hidup dalam kesederhanaan, doa dan askese. Tokohnya
antara lain Paulus dari Thebe dan Antonius Agung. Kemudian suatu kemajuan
terjadi. Mereka yang hidup terpencar-pencar mulai merasakan keinginan untuk
tinggal bersama. Banyak orang datang dan dekat pada Antonius dan mendirikan
gubug-gubug di sekitar tempatnya berdoa. Setelah menyendiri selama 20 tahun,
akhirnya Antonius menerima pengikut dan muncullah kelompok anakoreta (yang
mengundurkan diri dari dunia). Kelompok ini tidak mempunyai aturan dan ketetapan,
tatapi mereka digembleng oleh pengaruh pribadi dan perkataan pemimpinnya.
Perkembangan selanjutnya adalah munculnya senobit (hidup bersama atau
berkomunias), yang diprakarsai oleh Pachomius. Sekitar tahun 320 ia mendirikan
biara di Tabennesi berupa rumah dengan bilik-bilik kecil untuk puluhan pertapa. Dia
menetapkan sejumlah peraturan yang menentukan dengan jelas doa, latihan rohani,
pakaian, pekerjaan tangan, dan disiplin. Juga mengangkat seorang pemimpin yang
disebut abbas. Terjadilah perkembangan para pertapa ini dari hidup yang tidak teratur
kepada hidup yang teratur dan kemudian dapat melayani Gereja dan sosial.
a. Bagian Timur
b. Monastinisme di Barat
Sudah dalam abad ketiga ada cara hidup menyendiri. Mereka tinggal menyendiri di
pulau-pulau di Laut Tengah dan di pelosok-pelosok Italia dan Perancis. Hidup
menyendiri ini dimajukan menjadi hidup membiara oleh Martinus dari Tours
(316/317). Meskipun menjadi tentara Romawi, ia adalah calon kristiani, dan pada
usia 18 tahun menerima permandian. Karena dia adalah seorang kristiani yang baik,
maka dia dilantik menjadi klerikus, lalu menjadi pertapa dan ditahbiskan menjadi
uskup di Tours. Sebagai uskup ia tetap hidup sederhana dan mengenakan pakaian
pertapa, namun ia terganggu oleh orang-orang yang datang padanya. Akhirnya ia
pindah ke sebuah gua di daerah pinggiran kota dan langsung ditemani oleh orang-
orang lain, sehingga lama-kelamaan terbentuklah suatu komunitas religius. Ia
menggembalakan mereka dan membaginya dalam kelompok yang disebut paroki-
paroki.
Di Perancis terdapat suatu biara yang didirikan oleh Honoratus pada sekitar tahun 410
dan merupakan pusat ilmu pengetahuan. Beberapa waktu kemudian Kasianus
mendirikan dua biara lain di Marseille, satu untuk pria dan satu lagi untuk wanita. Dia
menjadi pemimpin dan guru. Ia menekankan bahwa tugas pokok dari seorang rahib
terletak pada perjuangannya melawan kebobrokan dunia, dan segalanya
disempurnakan dalam cinta kasih.
Hidup membiara ini kemudian disebarluaskan oleh Santo Benediktus dari Nursia
(480-547). Ia berasal dari keluarga Italia yang kaya. Kemudian ia belajar di Roma,
dan setelah menjadi pemuda ia merasa muak dengan gaya hidup korupsi para kafir
Roma. Ia meninggalkan kota Roma dan mencari suatu tempat tenang agar dapat
menyendiri bersama Tuhan. Ia menemukan sebuah gua di Subiaco dan mengasingkan
diri tiga tahun lamanya. Setelah tiga tahun, orang-orang mulai datang kepada
Benediktus. Mereka ingin belajar bagaimana menjadi kudus. Ia menjadi pemimpin
karena mereka memohonnya. Tetapi kekerasan pemimpin muda ini membuat mereka
marah, karena Benediktus meminta mereka untuk melakukan mati raga. Akhirnya ia
meletakkan jabatannya dan kembali ke gua untuk hidup di sana sampai ajalnya.
Kemudian hari, Benediktus menjadi terkenal dan banyak orang datang ke situ. Ia
menjadi bapa rohani mereka dan mengirim mereka ke dalam kelompok-kelompok.
Tiap kelompok berjumlah dua belas orang. Kemudian waktu, para rahib telah
memenuhi dua belas biara. Lalu ia pergi ke Monte Casino dan mendirikan biaranya
yang paling terkenal. Di sanalah Santo Benediktus menuliskan peraturan-peraturan
Ordo Benediktin yang mengagumkan (Regula Monachorum). Dengannya Benediktus
mau menjelaskan cara hidup rohani bagi Tuhan. Tujuan Benediktus adalah untuk
membentuk suatu persatuan yang hidup untuk ‘dinas’ Tuhan. ‘Dinas’ Tuhan itu
dilandaskan sebagai berikut:
a. dengan hidup untuk Tuhan dan dengan kepatuhan kepada peraturan asketisme,
bukan menyesah badan, melainkan terutama mengesampingkan kehendak diri dalam
ketaatan dan kerendahan hati.
Ia mewajibkan para biarawan untuk membaca kitab suci sekurang-kurangnya dua jam
perhari. Bekerja dan berdoa (ora et labora) menjadi satu kesatuan yang tidak
terpisahkan. Pedoman-pedoman dasar yang hendak diikrarkan ialah penetapan biara
(stabilitas loci), cara hidup yang murni (conversatio) dan kepatuhan (oboedentia)
kepada kekuasaan bapa abbas. Karena stabilitas loci itu, berakhirlah hilir mudik antar
biara dan dunia, biara dan keramaian, dan keluhan terhadap para rahib yang dianggap
hidup tanpa tujuan.
Persaingan menduduki posisi tertingi yang sangat mencolok antar uskup agung
(Metropolitan), pada waktu itu ada beberapa uskup agung Yerusalem, Antiokhia,
Aleksandria, Konstantinopel dan Roma. Terutama pada uskup agung Roma dan
Konstantinopel. Dengan runtuhnya kekaisaran di sebelah Barat pada tahun 476 M,
maka kaisar Konstantinopel menjadi penguasa tunggal dan tentu jabatan ketua uskup
agung diberikan kepada uskup kota Konstantinopel. Tetapi kaisar yang menganggap
diri sebagai penguasa tertinggi dibidang sekuler dan juga mau menjadi penguasa
tertinggi di bidang keagamaan, sebab itu bukan saja mau mejadi kaisar dan juga mau
menjadi Ketua Uskup Agung. Meskipun pada waktu itu, banyak rohaniawan tahu hal
tersebut tidak benar, tetapi tidak ada satupun yang berani berbicara, terkecuali Uskup
Agung Roma
Uskup agung Roma dengan beraninya menentang kemauan kaisar tersebut dan juga
banyak hal yang akan terjadi yang berkaitan hubungan gereja dan pemerintah,
menyebabkan nama uskup Roma makin hari makin popular dan akhirnya harus
diakui kharisma uskup agung Roma sbagai pemimpin lebih menonjol dari uskup
agung lainnya.
Tendensi ini yang kemudian membawa gereja pada system kepausan. Yang perlu
disimak adalah sebab musabab uskup agung Roma pada akhirnya diakui sebagai
pemimpin tertinggi gereja sebagai berikut:
Pertama, kota Roma pada waktu itu diangap sebagai pusat (Geografis, politik)
sehingga uskup agung Roma secara tidak langsung mempunya posisi yang lebih kuat
dari posisi uskup agung yang lainnya (Roma pada waktu itu menjadi ibu kota/dunia,
meskipun pusat pemerintahan kemudian bergeser ke Konstantinopel). Kesan ini
membawa orang bersikap hormat terhadap kota Roma dan kesan ini pula
menyebabkan uskup agung Roma dihormati
Kedua, setelah 100 tahun masehi, boleh dikatakan gereja di Roma adalah gereja
terbesar, kaya raya, ramah dalam menyambut tamu dan gemar menolong dan terkenal
dengan perbuatan sosialnya
Keempat, ditambah pula dengan amggapan bahwa gereja Roma mempunyai kuasa
yang posisi yang diturunkan oleh rasuli, maka kelebihan uskup agung Roma makin
menonjol dari yang lainnya.
Anggapan yang demikian ini karena Rasul Paulus sendiri pernah mengatakan dalam
suratnya bahwa iman jemaat Roma sudah diketahui oleh seluruh dunia (Rm. 1:8) dan
ia sendiri pernah tinggal bahkan mati syahid di kota ini
Pada umumnya orang-orang beranggapan bahwa rasul Petrus pernah datang dan
tinggal di Roma, bahkan pada tahun 64 M dibawah kaisar Nero, Petrus mati syahid
bagi Tuhan. Pada tahun 170 M tersebar berita Petrus pernah menjabat sebagai Uskup
pertama di Roma. Pendapat umum ini memberi tempat untuk orang-orang, baik
Kelima, Paus Leo agung (440-461 M) mengemukakan teori dana menegakkan system
kekuasaan Paus dengan dasar Alkitab yang diambil dari Mt.16:18-19; Yoh. 21:15-17;
Luk. 22:31-32). Dalam teori kepausan ini, mereka menganggap Petrus sebagai wakil
Kristus dan Paus sebagai pewaris Petrus dan sekaligus menerima wewenang rasul
Mereka menganggap Petrus adalah guru besar yang berwewenang untuk meluruskan
rasul lainnya dan wewenang lainnya juga diperoleh oleh Petrus. Dengan sendirinya
uskup agung Roma juga mempunyai wewenang seperti Petrus ini. Pandangan yang
demikian ini ditentang oleh gereja yang berada di Konstantinopel
Tahun 590 Gregorius I menjadi Paus Meskipun sudah tidak lagi menjadi ibu kota
kekaisaran, Roma masih mempunyai kehormatan. Wajar, karena kota tua itu pernah
mempunyai hubungan dengan Rasul Petrus dan Paulus Bertahun-tahun lamanya, para
Uskup Roma berupaya meningkatkan kekuasaannya. Perlahan-lahan upayanya telah
mencapai kedudukan yang lumayan melebihi keuskupan lainnya, dan uskup Roma
pun menjadi Paus.
Namun orang yang sangat berjasa dalam mendukung wibawa dan kekuasaan
kepausan tidak melakukannya demi keuntungan politik. Seorang biarawan sederhana
yang tidak berambisi memperoleh kedudukan tinggi, naik takhta kepausan, sesuatu
yang berlawanan dengan kemauannya.
Gregorius dilahirkan pada tahun 540 dalam sebuah keluarga bangsawan Romawi
yang telah mengukir sejarah dalam kedudukan politik. Ia diangkat menjadi prefect
(pejabat gereja) di Roma — jabatan sipil tertinggi. Namun ia mengundurkan diri
karena tidak ingin terpisah dari kehidupan rakyat biasa, dengan membagi-bagi
hartanya untuk mendirikan biara-biara dan ia sendiri menjadi penghuni salah satunya.
Beberapa tahun kemudian, ia menjadi kepala biara.
menyebut diri nya "pelayan para pelayan Allah", dan Peraturan Pastoralnya, yang
merupakan studi mendalam akan upaya spiritual manusia dan bagaimana biara harus
menanganinya, menjadi buku pegangan bagi biarawan pada Abad Pertengahan.
Dialogues karya Gregorius adalah upaya utama tentang hagiography, "tulisan tentang
para santo", yang menekankan kisah fantastik dan ajaib, yang akan memberi kesan
bahwa para santo adalah pahlawan sejati. Pada masa kepausannya, penghormatan
kepada anggota badan, busana, dan sebagainya milik para santo, dianjurkan. Hal itu
merupakan ciri utama kesucian Abad Pertengahan. Berabad-abad lamanya, tiada
gereja yang dapat didirikan tanpa relikwi seorang santo ditempatkan di sana.
Meskipun Gregorius tidak mengakui dirinya sebagai seorang teolog, namun beberapa
pandangannya telah menjadi pokok dalam teologi Katolik. la percaya akan tempat
penyucian jiwa sebelum memasuki surga dan mengajarkan bahwa misa yang
diadakan untuk orang yang telah meninggal dunia akan meringankan penderitaannya
di sana. Sebagai tambahan, ia juga rnembantu mempopulerkan ajaran-ajaran
Dionysius dari Areopagite, yang telah menulis tentang kategori para malaikat yang
berbeda. Setelah Gregorius mempopulerkannya, ide-ide tersebut mendapat pengakuan
yang luas. Meskipun bukan dia yang memulai Kidung Gregorian, Gregorius tertarik
dengan musik gereja, dan adanya kidung-kidung sederhana karena pengaruhnya.
Gregorius memberi kuasa bagi misi pekabaran Injil di Kent di bawah pimpinan
Augustinus, misionaris yang kemudian menjadi uskup agung pertama di Canterbury.
Meskipun kekristenan telah sampai ke Inggris, dengan misi yang dikirim di bawah
pimpinan Augustinus, Gregorius memperluas kuasa Roma atas kepulauan itu. Misi
Kristen yang berpaling pada Roma untuk kepemimpinannya sedang terwujud dengan
pasti.
Uskup Konstantinopel mengklaim gelar Patriarkh Oikumenis ("global atau
universal"). Gregorius bukan saja menolak gelar itu untuk uskup, tetapi juga menolak
untuk dirinya sendiri. Namun, semua yang dilakukannya menunjukkan bahwa
Gregorius melihat dirinya sendiri sebagai imam utama bagi Gereja di seluruh dunia.
Dalam kurun waktu empat belas tahun ia telah melakukan begitu banyak karya,
sehingga generasi selanjutnya menyebutnya Gregorius Agung. Mungkin dia menjadi
agung karena ia adalah orang sederhana.
Hampir seperti Elia di atas bukit Karmel, Bonifatius, misionaris berdarah Saxon dari
Inggris, melawan kekafiran di jantung negeri Jerman. Ia mempunyai sebuah kapak di
tangannya. Di hadapannya ada Thundering Tree (Pohon Petir) yang besar, sebuah
tanda perbatasan setempat yang dikeramatkan bagi dewa petir oleh orang-orang kafir.
Bahkan sebagian orang yang bertobat dan menjadi Kristen karena ajaran-ajaran
Bonifatius, diam-diam menyembah pohon tersebut.
Dengan berani Bonifatius menentang penyembahan sesat ini. Sebagai wakil Allah
yang sejati bagi orang-orang Kristen, ia memusnahkan lambang iblis tersebut. Ia
menebang pohon "suci" tersebut dengan kapaknya, dan Pohon Petir tersebut pun
tumbang dengan suara gemuruh.
Dilahirkan dalam keluarga Kristen di Wessex pada tahun 680, nama aslinya ialah
Winfred. Ia dilatih di Biara Benediktin dan ditahbiskan pada usia tiga puluh tahun. la
dianugerahi keterampilan untuk belajar dan memimpin. Sebenarnya ada peluang
baginya untuk berdiam di Inggris, untuk belajar, mengajar dan mungkin juga
memimpin sebuah biara, namun ia merasa sedih atas orang-orang yang belum
mengaku percaya kepada Kristus. Beribu-ribu orang Saxon di Low Countries (dataran
rendah) dan di Jerman sangat membutuhkan Injil.
Pada tahun 716, Winfred berangkat ke Frisia, tempat para misionaris Inggris telah
berupaya berpuluh-puluh tahun lamanya. Raja Frisia, Radbod, menentang
kekristenan. Tekanan di situ sangat kuat dan Winfred pun kembali ke Inggris. Inilah
kegagalan misinya yang pertama.
Jerman umumnya telah terbuka untuk kekristenan jenis apa pun, namun tidak ada
Gereja yang kuat di sana. Pada abad keempat, suku-suku Jerman terikat dengan
Arianisme yang mereka baurkan dengan takhayul mereka sendiri. Kemudian,
misionaris Celtic telah memenangkan sejumlah jiwa, tetapi mereka tidak pernah ada
di bawah naungan organisasi Gereja yang kuat. Sri Paus ingin sekali menghadirkan
Gereja yang kokoh di sana.
Ia kembali ke Roma pada tahun 723 dan diangkat sebagai uskup. Itulah saatnya ia
menerima nama barunya – Bonifatius. la juga diberikan surat perkenalan untuk
Charles Martel, raja suku Frank. Ketangkasan Charles di bidang militer sangat
terkenal (ia yang memukul mundur pasukan Islam di Tours). Perlindungannya
memberikan dukungan kuat bagi Bonifatius.
baru yang harus diperhitungkan di Jerman. Jika pohon mereka saja tidak dapat
dilindungi para dewa orang Jerman, maka mereka tidak memiliki apa pun untuk
dibandingkan dengan Allahnya Bonifatius.
Bonifatius menjadi daya tarik bagi sejumlah misionaris dari Inggris – para biarawan
dan biarawati ingin sekali melayani bersamanya. Dengan bantuan mereka, ia
mendirikan organisasi gereja yang kuat di seluruh kawasan itu.
Pada tahun 747, Bonifatius sekali lagi pergi ke Roma. Di sana ia diangkat menjadi
uskup agung Mainz dan pemimpin spiritual seluruh Jerman. Namun setelah melewati
umur tujuh puluh tahun, ia berkeinginan menyelesaikan pekerjaannya yang tertinggal.
Setelah mengundurkan diri dari jabatan uskup agungnya pada tahun 753, ia kembali
ke Frisia, tempat ia memulai karya misionarisnya. Di sana ia memanggil kembali
orang-orang yang telah ia baptis dan yang sekarang telah kembali ke kekafiran,
kemudian ia melanjutkan perjalanan ke daerahdaerah yang belum dijangkau.
Pada hari Minggu Pentakosta tahun 755, di Dackum, di sepanjang Sungai Borne, ia
merencanakan kebaktian di tempat terbuka, mengajar dan meneguhkan orang-orang
percaya baru. Ketika sedang berdiri di tepi sungai, sambil menyiapkan kebaktian,
segerombolan penjahat kafir menyerangnya. Orang-orang yang ada di pihaknya
mencoba melawan, tetapi Bonifatius berteriak: "Hentikanlah, anak-anakku, dari
pertikaian ... Jangan takut kepada mereka yang membunuh badan ini, tetapi tidak
dapat membunuh jiwa yang abadi ... Terimalah dengan tenang serangan maut sesaat
ini, agar Anda dapat hidup dan memerintah bersama-sama Kristus selama-lamanya."
Menurut saksi mata, ia mati dengan Injil di tangannya.
Akan tetapi tidak ada yang dapat meragukan kesalehan, keberanian ataupun kesetiaan
pelayanan Bonifatius. Seperti yang ditulis sejarawan Kenneth Scott Latourette,
"Tidak banyak, jika pun ada, misionaris Kristen yang telah menyajikan dengan lebih
tepat, idealisme iman mereka yang hendak disebarluaskan dengan perilaku mereka.
Rendah hati, meskipun ada kesempatan yang menggiurkan untuk mendapatkan posisi
gerejawi yang tinggi; tanpa cacat skandal; seorang yang mandiri dan tekun berdoa;
berani, mengorbankan diri sendiri, dan adil. Bonifatius adalah salah seorang panutan
yang luar biasa bagi kehidupan Kristen.
Jika bukan karena Charles Martel, kita semua mungkin, sekarang, berbicara dalam
bahasa Arab dan berlutut menghadap Mekah lima kali sehari. Di Tours, Charles
Martel dengan pasukan orang-orang Frank memukul balik pasukan-pasukan muslim
yang ganas, yang telah menyapu Afrika Utara dan sedang menuju Eropa.
Pertempuran di Tours itulah yang menyelamatkan peradaban Barat.
Perkembangan Islam yang pesat adalah gerakan luar biasa dalam sejarah. Pada tahun
622, para pengikut Muhammad hanyalah sekelompok visioner teraniaya yang
berkumpul di Mekah. Seratus tahun kemudian mereka tidak hanya menguasai Arab,
tetapi juga Afrika Utara, Palestina, Persia (Iran), Spanyol dan sebagian India. Mereka
sedang mengancam Perancis dan Konstantinopel.
Agama Muhammad berkembang di Mekah, salah satu dari dua kota besar di Arab.
Agama ini bersifat monoteistis, legalistis dan agak sederhana. Muhammad
menegaskan bahwa ia telah menerima sistem tersebut dari Allah, dan ia berkata
bahwa ia adalah rasul yang ditunjuk Allah. Warga Mekah menolak ajaran-ajaran baru
Muhammad dan mereka mempersulit kehidupan para pengikutnya. Maka pada tahun
622, rasul tersebut dengan rombongannya melarikan diri ke Madinah (kota terbesar
lain di Arab). Pelarian ini (hijriah) mengawali kalender Muslim dan sekaligus
merupakan awal ekspansi yang luar biasa.
Arab pada saat itu menjadi tempat berkumpulnya pengembara beraneka suku yang
berperang satu sama lain. Islam membawa persatuan – bukan saja dalam agama,
tetapi juga hukum, ekonomi dan politik. Ketika Muhammad wafat pada tahun 632,
timbullah pertikaian di antara pengikutnya tentang siapa yang akan menjadi
penerusnya. Namun agama tersehut tetap berkembang.
Menjelang tahun 636, orang-orang Muslim telah menguasai Suriah dan Palestina.
Mereka menguasai Alexandria pada tahun 642 dan Mesopotamia pada tahun 646.
Kartago jatuh pada tahun 697, ketika pasukan Muslim menyapu Afrika Utara,
memenangkan daerah-daerah yang sampai hari ini masih berada di tangan Muslim.
Pada tahun 711, mereka melintasi terusan Gibraltar dan masuk ke Spanyol. Mereka
segera mengokohkan penguasaan atas Semenanjung Iberia dan akhirnya bergerak
lebih jauh dari Pyrenees. Pada saat yang sama, orang-orang Muslim telah memasuki
daerah Punjab di India dan hampir memasuki Konstantinopel.
seperti Vandal, Ostrogoth dan Frank. Satu-satunya kuasa yang dipegang Roma adalah
Gereja, tetapi kuasa ini masih sedang bertumbuh. Melalui para misionaris seperti
Augustinus di Inggris dan Bonifatius di Jerman, Roma mendapat kesetiaan spiritual
dari daerah-daerah pendudukannya dahulu.
Ancaman Islam ialah menggabungkan kekuatan agama dan politik. Namun agama
Islam bukan saja menumbangkan kekuasaan politik, ia juga menobatkan warga
jajahan dengan menawarkan (atau memaksakan) sistem agama baru.
Charles Martel adalah penguasa dari kalangan kaum Frank, salah satu suku Jerman
yang menguasai kekaisaran Barat. Kaum Frank ini pernah menyerang Perancis pada
tahun 355, dan secara resmi telah bertobat ke dalam kekristenan Roma di bawah
pemerintahan Clovis I (481-511). Seperti para penguasa Frank sebelumnya, Charles
pun menggunakan Gereja untuk kepentingannya sendiri. Ia merasa senang
mendukung misionaris Roma di antara suku-suku Jerman lainnya – ini akan
menambah kekuasaan kaum Frank di Jerman. Namun, ia segera menyelewengkan
Gereja kaum Frank bagi keuntungan pribadinya. Meskipun ia menyelamatkan gereja
Roma dari kehancuran di Tours, sebenarnya ia berperang untuk melindungi daerah
Frank.
Tentunya, pertahanan di Konstantinopel pada tahun 718 juga sama pentingnya dalam
memukul penaklukan kaum Muslim. Tetapi bagi mereka yang menelusuri warisan
Eropa Barat, pertempuran Tours adalah yang menentukan. Seandainya Muslim yang
menang, mereka mungkin mundur di kemudian hari; mungkin mereka menyebar dan
menipis. Namun seperti pesatnya mereka berkembang, begitu juga mereka
Haruskah negara dan gereja menjadi satu? Dalam dunia kuno, setiap negeri
mempunyai dewa-dewanya sendiri – dan kaisar Roma adalah salah satunya. Tidak
seorang pun yang memisahkan agama dari politik. Ketika Konstantinus bertobat dan
membawa agama Kristen ke kerajaan sebagai agama yang disenangi, terjalinlah
hubungan (kerajaan) dengan gereja. Bahkan setelah kerajaan itu jatuh, banyak
kalangan berpegang pada ide bahwa seharusnya ada kekaisaran Kristen. Namun siapa
yang seharusnya memimpin? Apakah pemimpin spiritual, Sri Paus, apakah kuasa itu
harus ada di tangan seorang raja? Sepanjang Abad Pertengahan, para pemimpin
senantiasa mencari jawaban bagi pertanyaan ini.
Menjelang pertengahan abad kedelapan, kepausan telah menjadi kuat, namun masih
belum mencapai tujuannya, yaitu memulihkan ketertiban di dunia Barat. Pada tahun
754, sebuah dokumen palsu yang dikenal dengan Donation of Constantine, berupaya
melestarikan ide suatu Kekaisaran Romawi. Menurut Donation, Kaisar Roma
Konstantinus telah pindah ke Konstantinopel untuk membiarkan Sri Paus mengawasi
(wilayah) Barat. Konstantinus telah meninggalkan bagian kekaisaran itu kepada
uskup Roma.
Pada tahun 771, ketika Karel Agung naik takhta, ia memulai dengan penaklukan
selama tiga dekade. la mendorong perbatasan kerajaannya ke arah timur dan akhirnya
ia menguasai Burgundy, sebagian besar Italia, Alamania, Bavaria dan Thurginia. Di
utara ia menguasai Saxony dan Frisia. Di sebelah timur kedua daerah tersebut, ia
menciptakan daerah-daerah dengan organisasi militer khusus yang disebut marches.
Daerah-daerah itu terbentang dari Laut Baltik sampai ke Adriatik. Untuk pertama
kali, sebagian besar Eropa menikmati kepemimpinan yang stabil.
Sampai pada hari Natal tahun 800, Karel Agung memegang gelar raja. Pada hari suci
itu, Paus Leo II menobatkan dia sebagai kaisar, dan sekali lagi tampaknya Eropa
Barat mempunyai seorang kaisar yang mengikuti jejak Konstantinus.
Kaisar baru ini mempunyai perawakan yang menimbulkan rasa segan – tinggi, tegar,
tangkas berkuda, dan pahlawan yang gagah berani namun terkadang kejam. Ia tampil
di Eropa dengan figur seorang bapak yang berkuasa, tetapi juga yang berkebajikan.
Meskipun Karel Agung sedikit saja terpelajar, di bawah pemerintahannya yang damai
terwujud kebangkitan seni dan ilmu yang dikenal sebagai Carolingian Renaissance
Bukan saja sekolah Aachen yang merangsang penuntutan ilmu di seluruh kekaisaran,
Karel juga membuat aturan bahwa setiap biara harus memiliki sebuah sekolah untuk
mengajar "semua orang yang dengan pertolongan Allah sanggup belajar".
Carolingian Renaissance berhasil memelihara banyak tulisan dunia kuno. Karena para
biarawan membuat salinan-salinan karya Latin kuno – beberapa di antaranya terhias
dengan cantik – biara-biara pun menjadi "bank kebudayaan". Dalam banyak hal,
tanpa jerih-payah para biarawan ini, karya-karya kuno mungkin sudah hilang dari
jangkauan kita.
Pada masa kekacauan dan peperangan, pemerintahan Karel Agung memberi stabilitas
politik dan kebudayaan. Dia menjamin bahwa Barat akan memelihara pusaka kuno
ini, bahwa kekristenan akan tersebar di kekaisarannya, dan bahwa biara akan
mengajar elemen dasar keyakinan itu sendiri. la juga memberi Paus perlindungannya.
Akan tetapi, Karel Agung tidak punya alasan untuk memberikan kuasanya kepada
Paus. Apakah ia bukan kaisar Kristen yang loyalitas penuhnya adalah untuk Allah?
Sesungguhnya, figur yang luar biasa ini tunduk hanya kepada Dia.
Ketika Karel Agung wafat pada tahun 814, kekaisarannya sedikit demi sedikit mulai
pecah, terbagi-bagi di antara tiga orang putranya, dan perlahan-lahan Paus pun
meraup kekuasaan.
Namun Karel Agung telah mewariskan kepada Barat suatu visi yang memikat:
Seorang raja Kristen dengan otoritas tertinggi di seluruh daerah kekuasaannya.
Ratusan tahun berikutnya, para paus dan raja berupaya mendapatkan kekuasaan
semacam itu di daerahnya sendiri – dan juga di daerah lain. Gagasan ini memakan
waktu lama untuk hilang.
Menurut cerita, sang pelukis itu ialah Methodius, yang juga merupakan seorang
biarawan dan misionaris, dan sang raja itu ialah Boris dari Bulgaria. Methodius
dengan saudaranya, Cyrillus, mempunyai karir menonjol. Di antara perbuatan mereka
yang luar biasa, mereka membawa iman Kristen kepada orang-orang Slavia. Dalam
proses itu, mereka berbuat banyak untuk mengubah serta memelihara kebudayaan
Slavia. Gereja yang di kemudian hari menghasilkan Hus, Comenius dan banyak lagi
pengikut lainnya yang terjaring dalam revolusi spiritual Zinzendorf, dimulai dengan
dua bersaudara Yunani dari Tesalonika itu.
Mereka berdua adalah gerejawan yang penuh dedikasi. Methodius, saudara tua,
adalah kepala sebuah biara Yunani. Cyrillus (kemudian dikenal sebagai
Konstantinus), seorang profesor filsafat di Konstantinopel, sudah memulai misinya
pada orang-orang Arab. Pada tahun 860, mereka menggabungkan kekuatan untuk
menginjili suku Khazar, di timur laut Laut Hitam.
Kedua kakak beradik yang tiba pada tahun 863 dengan cepat mempelajari bahasa
daerah setempat dan rnulai menerjemahkan Injil serta liturgi gereja ke dalam bahasa
Slavia. Cyrillus menemukan alfabet baru yang didasarkan pada huruf Yunani. (Inilah
yang mendasari alfabet Rusia. Istilah "Cyrillic" sampai saat ini masih dipergunakan
beberapa kalangan.)
Berabad-abad sebelum Wycliffe, Hus atau Luther, ide mengadakan kebaktian dalam
bahasa selain bahasa Latin atau Yunani mengejutkan banyak kalangan. Uskup agung
Jerman dari Salzburg mempertanyakan hal itu. Mungkin ia dimotivasi oleh politik
ketimbang kesalehan. Gereja Roma tidak dapat berpangku tangan ketika daerah
Moravia ini yang ada di bawah kekuasaannya sedang ditimurkan. Cyrillus dan
Methodius berangkat ke Roma pada tahun 868 untuk mempertahankan penggunaan
bahasa daerah dalam kebaktian. Paus Adrianus II setuju dengan Cyrillus dan
Methodius, dengan mengizinkan mengadakan liturgi dalam bahasa Slavia. Mereka
berdua menjadi biarawan Roma. Pada tahun berikutnya Cyrillus meninggal dunia,
tetapi Methodius kembali ke Moravia sebagai uskup. Meskipun ia merupakan utusan
resmi Paus, biara Jerman menangkap dan memenjarakannya selama tiga tahun. Paus
berikutnya, Yohanes VIII, mengintervensi dan berpihak kepadanya dengan
memerdekakan gereja Slavia. Namun Methodius senantiasa mendapat perlawanan
dari biara Jerman hingga wafatnya pada tahun 885.
Tidak lama kemudian, liturgi Latin menggantikan liturgi Slavia, dan gereja di daerah
ini pun mulai menurun. Namun, iman Kristen yang tangguh dan bebas sudah
tertanam. Di tengah-tengah problem yang mereka hadapi, Cyrillus dan Methodius
telah menanamkan tradisi Kristen di Moravia dan di negara-negara sekitarnya, yang
telah memelihara serta mengembangkan iman tersebut ke seluruh dunia.
Pada abad kesembilan dan kesepuluh, Gereja benar-benar sakit. Pergumulan politik
telah mencabik-cabik Eropa. Para pemimpin Gereja mulai merampas tanah dan
kekuasaan. Mereka mulai menggunakan kekerasan dan penipuan, serta bersikap
amoral – sama seperti panglima-panglima perang orang kafir.
Sederet pemimpin cakap seperti Berno, Odo, Majolus, Odilo, Hugh membuat Cluny
berhasil. Dengan petunjuk mereka, biara-biara baru bertumbuh di Perancis, Italia dan
Jerman, sebagai "asuhan" Cluny. Biara-biara yang telah ada datang ke Cluny untuk
meminta bantuan. Pada zaman feodal itu, Cluny menjadi pusat dunia spiritual. Ia
mulai meluaskan kekuasaannya jauh dari tujuan asal. Tetapi, sudah waktunya suatu
gerakan perubahan, dan Cluny memimpinnya. Tempat itu merupakan gedung gereja
terbesar di dunia Kristen Barat, sampai Gereja Santo Petrus dibangun di Roma.
Hingga tahun 1100M, Cluny mungkin telah memimpin sebanyak 2.000 biara.
Gerakan biara ini berdampak bagi pembaruan gereja. Para biarawan memberi contoh
dan mengembangkan perilaku Kristen. Jabatan imam mengalami perbaikan ketika
biarawan Cluny menjadi uskup-uskup dan paus-paus. Cluny menentang keras simoni
– pembelian jabatan imam — dan Nicolaitanisme – pengambilan istri atau
pemeliharaan gundik oleh para imam.
Namun Cluny berhasil juga mengikis beberapa kebiasaan yang disenangi masyarakat
kafir. Golongan kesatria mulai mengembangkan tindakan-tindakan kesatriaan
Kristiani. Pernyataan Cluny tentang "Truce of God" – yang menyatakan bahwa
berperang dari hari Kamis malam hingga hari Minggu pagi adalah pelanggaran –
lebih kurang membatasi berbagai peperangan kecil antara kaum bangsawan,
meskipun larangan itu tidak diberlakukan ketika berperang dengan orang-orang kafir.
Karena Paus Urbanus II adalah keluaran biara Cluny, maka pengaruhnya juga
mungkin ikut bertanggung jawab atas terjadinya Perang Salib Pertama.
Pertobatan penguasa kafir yang senang berfoya-foya telah membawa agama Kristen
ke Rusia. Meskipun kekristenan sudah menembus Rusia pada awal abad kesepuluh,
tetapi agama ini tidak diterima secara umum. Pada tahun 957 Olga, puteri dari Kiev
yang menjanda, telah dibaptis. Ia meminta Raja Jerman, Otto I, agar mengirimkan
misionaris ke negerinya; tetapi mungkin tidak begitu berhasil, karena kepercayaan
kafir tetap hidup.
Vladimir, cucu Olga, adalah salah seorang dari orang-orang kafir. Ia mendirikan
sejumlah kuil kafir, ia juga terkenal akan kekejaman dan pengkhianatannya. la
mempunyai 800 selir dan lima orang istri, dan bila ia tidak berperang, ia pergi
berburu dan berpesta. Anda mungkin hampir tidak akan memilih orang ini untuk
menyebarkan agama Kristen kepada rakyatnya.
Pada tahun 988 Vladimir dibaptis, dan setahun kemudian ia menikahi Anna. Tetapi
kedua peristiwa itu tidak merupakan isyarat bahwa ia tunduk pada Kekaisaran
Byzantin.
Pilihan Vladimir dengan jelas menunjukkan bahwa gereja Rusia akan memusatkan
perhatian pada kebaktian. Gereja Ortodoks Timur selalu menekankan keindahan.
Nama agama yang dipilih oleh pangeran itu ialah Pravoslavie, yang artinya "ibadah
yang benar" atau "kemuliaan sejati". Bagi orang Rusia, kekristenan adalah liturgi.
terlalu mendalam, tetapi dengan bantuan para biarawan -- yang selalu merupakan
kekuatan utama Gereja Ortodoks Timur – agama baru ini mulai dirasakan
pengaruhnya.
Berkat Cyrillus dan Methodius, Rusia memiliki liturginya sendiri dalam bahasanya
sendiri — Slavonic. Di gereja-gereja indah yang dibangun Vladimir dan penerusnya,
rakyat dapat mengikuti liturgi indah dalam bahasa mereka sendiri.
Teologinya pun berbeda. Timur merasa kurang enak dengan ajaran purgatory (tempat
penyucian jiwa-jiwa sebelum masuk surga). Barat menggunakan istilah Latin
filioque, "dan dari Putra", dalam Pengakuan Iman Nicea, setelah anak kalimat tentang
Roh Kudus yang berbunyi bahwa Roh "datangnya dari Bapa". Bagi Timur,
penambahan tersebut merupakan ajaran sesat.
Dengan yang satu menuduh yang lain sebagai bukan Kristen sejati, kedua uskup
tersebut menciptakan skisma (perpecahan gereja). Namun bukan mereka sendiri
penyebab perpecahan itu. Kedua orang yang bertikai itu mempunyai sejarah
perbedaan pendapat. Skisma itulah aksi terakhir untuk membuktikannya.
Seperti disebutkan dalam Pengakuan Iman, kedua belah pihak percaya pada "satu
gereja Katolik yang kudus dan apostolik". Tabun 1089 Paus Urbanus mencoba
memperbaiki perpecahan itu dengan menghapuskan pengucilan terhadap patriarkh
tersebut. la juga membangkitkan Perang Salib Pertama dalam upayanya menyatukan
Timur dan Barat, namun gagal.
Meskipun perbedaan antara kedua gereja itu tidak begitu penting, namun
sesungguhnya hal itu berkaitan dengan masalah kekuasaan. Pada zaman ketika
wibawa para uskup merupakan kunci bagi stabilitas gereja, tidak ada dua orang yang
dapat menuntut wibawa yang sama. Ketika Timur dan Barat gagal sepakat, mereka
berjalan masing-masing dengan caranya sendiri.
Meskipun menjelang abad kesebelas sebagian besar Eropa memeluk agama Kristen
secara formal — setiap anak dipermandikan, hierarki gereja telah ada untuk
menempatkan setiap orang percaya di bawah bimbingan pastoral, pernikahan
dilangsungkan di Gereja, dan orang yang sekarat menerima ritual gereja terakhir —
namun Eropa tidak memperlihatkan diri sebagai Kerajaan Allah. Pertikaian selalu
bermunculan di antara pangeran-pangeran Kristen, dan peperangan antara para
bangsawan yang haus tanah membuat rakyat menderita.
Pada tahun 1088, seorang Perancis bernama Urbanus II menjadi Paus. Kepausannya
itu ditandai dengan pertikaian raja Jerman, Henry IV — kelanjutan kebijakan
pembaruan oleh Gregorius VIII yang tidak menghasilkan apa-apa. Paus yang baru ini
tidak ingin meneruskan pertikaian ini. Tetapi ia ingin menyatukan semua kerajaan
Kristen. Ketika Kaisar Alexis dari Konstantinopel meminta bantuan Paus melawan
orang-orang Muslim Turki, Urbanus melihat bahwa adanya musuh bersama ini akan
membantu mencapai tujuannya.
dan membakar." la berseru: "Pisahkanlah daerah itu dari tangan bangsa yang jahat itu
dan jadikanlah sebagai milikmu."
"Deus vult! Deus vult! (Allah menghendakinya)," teriak para peserta. Ungkapan itu
telah menjadi slogan perang pasukan Perang Salib. Ketika para utusan Paus melintasi
Eropa, merekrut para kesatria untuk pergi ke Palestina, mereka mendapatkan respons
antusias dari pejuang-pejuang Perancis dan Italia. Banyak di antaranya tersentak
karena tujuan agamawi, tetapi tidak diragukan juga bahwa yang lain berangkat untuk
keuntungan ekonomi. Ada juga yang ingin berpetualang merampas kembali tanah
peziarahan di Palestina, yang telah jatuh ke tangan Muslim.
Mungkin, para pejuang tersebut merasa bahwa membunuh seorang musuh non-
Kristen adalah kebajikan. Membabat orang-orang kafir yang telah merampas tanah
suci orang Kristen tampaknya seperti tindakan melayani Allah.
Untuk mendorong tentara Perang Salib, Urbanus dan para paus yang mengikutinya
menekankan "keuntungan" spiritual dari perang melawan orang-orang Muslim itu.
Dari sebuah halaman Alquran, Urbanus meyakinkan para pejuang itu bahwa dengan
melakukan perbuatan ini, mereka akan langsung masuk surga, atau sekurang-
kurangnya dapat memperpendek waktu di purgatory.
Dalam perjalanannya menuju tanah suci, para tentara Perang Salib berhenti di
Konstantinopel. Selama mereka ada di sana, hanya satu hal yang ditunjukkan:
Persatuan antara Timor dan Barat masih mustahil. Sang kaisar melihat para prajurit
yang berpakaian besi itu sebagai ancaman bagi takhtanya. Ketika para tentara Perang
Salib mengetahui bahwa Alexis telah membuat perjanjian dengan orang-orang Turki,
mereka merasakan bahwa "pengkhianat" ini telah menggagalkan bagian pertama misi
mereka: menghalau orang-orang Turki dari Konstantinopel.
mengikuti kemenangan mereka di Kota Suci itu. Taktik para tentara Perang Salib
ialah "tidak membawa tawanan". Seorang pengamat yang merestui tindakan tersebut
menulis bahwa para prajurit "menunggang kuda mereka dalam darah yang tingginya
mencapai tali kekang kuda".
Perang Salib pertama merupakan yang paling sukses. Meskipun agak dramatis dan
bersemangat, berbagai upaya kemiliteran ini tidak menahan orang-orang Muslim
secara efektif. Pada tahun 1291, pasukan Muslim menduduki kola Acre, yang secara
efektif mengakhiri Perang Salib.
Dalam banyak hal, Perang Salib telah meninggalkan warisan negatif. Hubungan yang
rusak antara gereja-gereja Timur dan Barat, dan kekejaman para tentara Perang Salib
hanya membuat musuh-musuh mereka lebih fanatik. Ditambah lagi, semua pelajaran
yang diterima selama peperangan, telah menjadi bagian dari strategi mereka untuk
diterapkan dalam pertempuran melawan orang-orang Kristen lain.
Lewat pertengahan abad kesepuluh, para Benediktin telah menjadi mangsa kuasa
tersebut dan membutuhkan pembaruan. Dari golongan mereka sendiri berkembanglah
Cistercian (Ordo Biarawan Pulih), yang ingin kembali ke hidup sederhana dengan
bekerja dan berdoa.
Seorang Cistercian yang paling besar — seorang yang sangat mempengaruhi Gereja
zaman pertengahan - adalah Bernardus. Ia meyakinkan tiga puluh biarawan dalam
ordonya, untuk mengikutinya ke sebuah biara baru, yang akan ia bangun di
Clairvaux. Dari biara itu, Bernardus membawa namanya ke dunia Kristen. Menjelang
kematiannya pada tahun 1153, ia telah mendirikan enam puluh lima rumah
Cistercian, mendorong orang-orang beriman teguh, menyulitkan para raja,
menghasilkan para paus dan mengkhotbahkan Perang Salib.
Sebagai seorang teolog dan penulis berinspirasi, Bernardus berkata bahwa teologi dan
pemahaman Alkitab "harus menembus hati ketimbang penjelasan kata-kata". Tidak
seperti para Skolastik yang menekankan akal budi, Bernardus berfokus pada perlunya
perubahan hidup. Ia berupaya semampunya membungkam berbagai ajaran orang-
orang seperti Petrus Abelardus, contoh sempurna dari orang yang selalu ragu-ragu
pada Abad Pertengahan.
Meskipun Bernardus berpegang teguh pada ortodoksi, ia membawa tekanan kuat pada
Maria bagi kesalehan abad pertengahan. la menolak doktrin Immaculate Conception
(Doktrin tentang Maria yang dikandung tanpa dosa). Baginya, hanya Kristus yang
tidak berdosa. Di kemudian hari, orang-orang Kristen mengembangkan ide-idenya
dan menjadikannya sistem kepercayaan Gereja.
Terkadang, orang yang berpikiran tinggi ini keras kepala dan tidak bertenggang rasa.
Keberadaannya sebagai campuran antara tokoh publik dan mistik sungguh
mengherankan. Ia tetaplah pembela kebenaran, orang yang ikut campur tangan dalam
urusan dunia, namun tetap tidak tercemari oleh urusan-urusan itu. Bernardus dari
Clairvaux mewariskan kepada orang lain tujuan tunggalnya: penyerahan sepenuhnya
kepada Allah.
Apa yang akan terjadi jika Anda berdebat dengan profesor teologi Anda –
mungkinkah Anda menang? Kemungkinannya, pada Abad Pertengahan, Anda akan
dicap sebagai seorang penganut ajaran sesat dan akan dikeluarkan dari sekolah. Hal
itulah yang terjadi pada diri Petrus Abelardus yang cerdas. Inilah salah satu sebab
berdirinya universitas.
luar biara. Guru-guru seperti ini selalu mempertanyakan dogma gereja yang resmi.
Itulah kasus Abelardus. Ia dan beberapa orang seperti dia menjalankan "praktik
privat" dan hidup dari honor yang disumbangkan para murid di tempat mereka
mengajar. Abelardus sendiri mempunyai bermacam-macam karir. Ia mendirikan
sekolahnya sendiri di St. Denis, kembali mengajar di Katedral Notre Dame, kemudian
mengajar di sekolahnya sendiri. Kesohorannya menarik murid-murid ke Paris, tetapi
Gereja tidak yakin apakah ia dapat dipercaya. Akhirnya, sekelompok guru semacam
itu, yang dipecat dari biara-biara di Notre Dame, mendirikan usaha di tepi kiri Sungai
Seine.
Ada perdebatan: apakah Bologna atau Paris yang mempunyai "universitas" pertama.
Di Bologna, guru Irnerius mendirikan sekolah hukum pada tahun 1088, yang
diizinkan oleh Kaisar Frederick Barbarossa pada tahun 1159. Tetapi istilah
"universitas" datangnya dari Paris. Pada zaman pertengahan, semua jenis usaha
diorganisasi dengan rapi. Jadi, para guru dan murid sepanjang Seine mengorganisasi
sejenis serikat sekerja, Universitas Societas Magistrorum et Scholarium (Masyarakat
Universal Pengajar dan Murid), di bawah kuasa seorang rektor. Rektor ini secara
agak longgar bertanggung jawab pada uskup Paris, dan mempunyai wewenang
memberikan surat izin mengajar.
Pada tahun 1200, Philip II dari Perancis memberikan status resmi bagi "universitas"
ini. Seperti di Bologna, para pengajar dan pelajar memiliki keistimewaan sosial dari
rohaniwan, walaupun terpisah dari mereka. Paus Innocentius III (yang telah belajar di
Paris) menguatkan status sekolah tersebut pada tahun 1208. Pengurus universitas
benar-benar mogok pada tahun 1229 — 1231 karena pertikaian dengan uskup tentang
pengawasan proses pendidikan. Paus Gregorius IX mengakhirinya dengan pengaturan
sendiri bagi sekolah tersebut.
Universitas Paris menjadi poros pendidikan bagi sebagian besar Eropa, sekurang-
kurangnya di bagian utara pegunungan Alpen. Dengan demikian, berkembanglah
empat "kebangsaan" dalam studi, dengan mengelompokkan guru dan murid dari latar
belakang yang sama: Perancis, Inggris/Jerman, Normandia, Picardia (dari dataran
rendah). Para pelajar asing membutuhkan pemondokan juga, yang telah disediakan
negara. Hal inilah yang membentuk kerangka "colleges" (perguruan-perguruan
tinggi) di bawah naungan universitas. Paris pun mengembangkan empat bidang studi:
seni, kedokteran, hukum dan teologi.
Pada tahun 1167, jauh sebelum universitas Paris menerima status resmi, Henry II
melarang pelajar Inggris belajar di Paris. Sebuah Studium Generale pun didirikan di
Oxford, yang diorganisasikan secara resmi di bawah seorang rektor, pada tahun 1215.
Abad ketiga belas merupakan masa subur pendidikan. Paris, Oxford dan Bologna
menjadi pusat-pusat teologi, filsafat dan ilmu pengetahuan. Berbagai peristiwa ini
telah membentuk tradisi pendidikan yang terpelihara sampai hari ini.
Sebelum Reformasi, beberapa kelompok orang Kristen merasa keberatan atas jalan
yang ditempuh Gereja Katolik. Salah satunya ialah kaum Waldens, yang dimulai
seorang saudagar Perancis, yang merasa kecewa terhadap gereja Abad Pertengahan.
Pada suatu hari, Peter Waldo mendengar seorang penyanyi keliling bernyanyi tentang
seorang muda yang kaya, yang meninggalkan keluarganya dan kembali setelah
bertahun-tahun lamanya. Orang muda itu kembali dengan berpakaian seperti seorang
pengemis dan menjadi begitu kurus sehingga sanak keluarganya sendiri tidak
mengenalinya. Hanya saat ia menemui ajalnya ia menampakkan identitas
sesungguhnya. Ia telah hidup di antara orang-orang miskin dan mati dengan gembira,
gembira akan menemui Allah yang selalu tersenyum kepada orang miskin.
Tergerak oleh cerita itu, Waldo segera bertindak, menyisihkan dana secukupnya
untuk istrinya, dan menempatkan kedua putrinya di asrama. Sisa kekayaannya ia
bagikan kepada orang miskin. Ia mempekerjakan dua orang imam untuk
menerjemahkan Alkitab dalam bahasa Perancis dan mulai menghafal tulisan-tulisan
panjang. Kemudian ia mulai mengajar orang-orang biasa tentang Kristus.
Meskipun para biarawan dan biarawati telah mengajar tentang kemiskinan dan
penyangkalan diri — walaupun mereka sendiri sering gagal berpegang pada sumpah
mereka — gereja melihat hal ini sebagai sesuatu yang perlu mereka praktikkan. Tidak
banyak orang berharap bahwa orang-orang biasa dapat hidup suci.
Waldo dan para pengikutnya — yang menamakan dirinya sebagai Orang-orang
Miskin dari Lyons — yakin bahwa Yesus menginginkan ajaran-Nya dijalankan
semua orang. Dengan berpasangan para Waldens mengunjungi tempat-tempat umum,
mengajarkan Perjanjian Baru kepada orang-orang awam.
Perbedaan antara Gereja dan para pengajar ini tampak jelas bagi uskup agung Lyons.
Ia memerintahkan mereka menghentikannya. Waldo menyitir Rasul Petrus: "Kita
harus lebih taat kepada Allah daripada kepada manusia" (Kis. 5:29). Meskipun uskup
agung mengucilkan Waldo, hal itu tidak menghentikan dia ataupun gerakan yang
menyandang namanya. Para Waldens mengajukan banding kepada Paus Alexander II.
Meskipun ia dapat dikejar sampai pada Persidangan Lateran Ketiga (1179), orang-
orang Waldens yang sibuk "berpasangan, berjalan tanpa alas kaki, berpakaian wol,
tanpa memiliki apa pun, dengan anggapan semua benda milik bersama seperti para
rasul", mengesankan Paus. Karena mereka hanyalah orang-orang awam belaka, walau
bagaimanapun, ia tidak dapat mengizinkan mereka mengajar tanpa persetujuan
seorang uskup — suatu hal yang tidak mungkin mereka capai.
Mengingat perkataan dalam Kisah Para Rasul, Waldo dan pengikutnya melanjutkan
pengajarannya. Ini mengakibatkan pengucilan mereka oleh Paus Lucius III pada
tahun 1184.
Kaum Waldens tidak mengajarkan ajaran sesat, walaupun Gereja menuduh mereka
demikian. Mereka bersifat ortodoks. Namun, karena mereka berada di luar struktur
gereja, para pengikut Waldo ini tidak mendapat pengakuan hierarki Gereja. Bagi
orang-orang gerejawi Abad Pertengahan, apa pun yang ada di luar Gereja adalah
ajaran sesat.
Banyak orang Kristen Perancis dan Italia, yang telah kecewa dengan Gereja yang
bersifat duniawi, berpaling ke Waldensian, yang mengajarkan imamat bagi setiap
orang percaya. Mereka menolak relikwi, ziarah dan paraphernalia seperti air suci dan
pakaian-pakaian rohaniwan, hari-hari para santo dan perayaan lainnya, serta
purgatory. Komuni bukanlah sesuatu untuk dilaksanakan setiap hari Minggu, dan
para pengkhotbah Waldens berbicara serta membacakan Injil kepada orang-orang
dalam bahasa mereka sendiri.
Pada tahun 1207, Paus Innocentius III menawarkan bahwa para Waldens akan
diterima jika mereka mau tunduk pada para pejabat Gereja Katolik. Banyak yang
kembali — tetapi yang lain tidak. Pada tahun 1214 Paus mengutuk mereka sebagai
orang-orang berhaluan ajaran sesat dan menyerukan agar mereka ditindas. Inkuisisi
(penyelidikan dan pengadilan Gereja Katolik) melaksanakan tugasnya dengan
melenyapkan mereka.
Kendati mengalami semua penindasan ini, namun kaum Waldens tidak jera, dan tetap
meneruskannya. Mereka menyebar di seluruh Eropa, dan ketika Reformasi muncul,
mereka disambut hangat oleh sebagian kaum Protestan. Sekarang mereka
menganggap dirinya sebagai orang-orang Protestan. Kaum Waldens adalah saksi
hidup bahwa pada masa-masa suram sejarah Gereja, gerakan perbaikan bate selalu
akan muncul dari dalam Gereja.
Memasuki abad ketiga belas, masa depan bagi pemuda Fransiskus Bernardone
tampak cerah. Sebagai seorang putra pedagang kain di Asisi, Italia, Fransiskus
tentunya dapat mengharapkan kehidupan seorang kesatria dan kaya.
Asisi sedang berperang dengan tetangganya Perugia, jadi Fransiskus pun berangkat
ke medan perang. Dengan pakaian besi, helm berjambul dan tombak di sisinya, ia
tampak bersinar. Karena tertangkap dalam suatu pertempuran, ia menjadi tawanan
perang selama satu tahun di Perugia. Tidak berapa lama setelah dibebaskan, ia sakit
parah. Semua pengalaman ini membuatnya bertanya-tanya apa arti harta yang
diwarisinya.
Suatu hari, ketika ia sedang berkuda, ia melihat seorang penderita lepra di jalanan.
Fransiskus sebelumnya pernah merasa mual melihat pengemis seperti ini dan mulai
melarikan kudanya dengan cepat melewati dia, tetapi orang ini beda adanya.
Penderita lepra ini berparaskan wajah Kristus. Diliputi dengan perasaan devosi
spiritual, Fransiskus turun dari kudanya dan mencium pengemis tersebut. Ia memberi
uang kepada pengemis itu, dan membawanya ke tujuannya dengan duduk di atas kuda
di belakangnya.
pengikut setia. Bagi mereka yang ingin bergabung dengannya dengan meninggalkan
harta mereka, ia menggariskan sekumpulan peraturan untuk hidup; peraturan-
peraturan dasar Ordo Fransiskan (Fransiscan Order). Ia bersama-sama tujuh orang
rekannya pergi ke Roma untuk mendapatkan persetujuan Paus bagi ordonya.
Pada puncak kemasyhurannya, pada bulan Oktober tahun 1226, Fransiskus wafat.
Dua tahun kemudian ia diangkat menjadi santo. Kata-kata terakhirnya ialah, "Saya
telah menunaikan tugas saya, semoga Kristus sekarang mengajar Saudara tugas-tugas
Saudara."
Paus yang berkuasa antara tahun 1198 dan 1216, Innocentius III, mewujudkan
kepausan yang sangat berkuasa dalam sejarah Abad Pertengahan. Orang yang susah
diajak kompromi dan yang berbakat ini berupaya membawa ketertiban dan disiplin
pada Gereja. Ia mengadakan perubahan dan memusatkan administrasi Gereja serta
terlibat juga dalam urusan-urusan politik pada zamannya.
Pada tahun 1215, pada Konsili Lateran Keempat, Gereja menyerap banyak ide-ide
innocentius. Dalam sidang yang panjang selama tiga hari, mereka menghasilkan
ratusan dekrit.
Karena Innocentius merasa peduli, bahwa setiap orang Kristen yang telah dibaptis
harus menampilkan citra kekristenan, sidang tersebut mewajibkan setiap orang
mengaku dosa kepada seorang pastor dan mengambil komuni setiap tahun.
bahwa hanya ada satu Gereja yang benar, tempat kebenaran spiritual tersimpan, telah
mewujudkan kepausan yang lebih kokoh. Setuju atau tidak dengan Gereja bukan lagi
suatu pilihan. Para pengikut ajaran sesat membahayakan bukan saja jiwa mereka
sendiri, tetapi jiwa orang lain juga. Konsili mengatur langkah agar negara
menghukum orang-orang sesat dan menyita harta mereka. Para pejabat yang enggan
melepaskan orang sesat akan dikucilkan, dan mereka yang bekerja sama dengan
Gereja akan menerima pengampunan penuh.
Sekali lagi Gereja menghadapi masalah penunjukan pejabat Gereja yang kafir. Para
penguasa yang tidak beragama ditolak untuk menetapkan para uskup di kawasannya.
Hanya paus yang dapat menetapkan atau mencopot uskup-uskup menurut Konsili.
lnnocentius menolak menerima uskup agung Canterbury yang ditetapkan raja Inggris,
John. Untuk memaksa John patuh, paus mengucilkannya. Karena takut akan
kehilangan takhtanya, raja yang keras kepala itu akhirnya mengalah.
Dalam dekrit ini dan yang lainnya, Innocentius telah menciptakan lembaga yang
sampai Reformasi mempunyai pengaruh dominan di Eropa.
Orang yang sistem teologinya di kemudian hari menjadi panduan bagi gerejanya,
dulunya dijuluki sebagai 'Dumb Ox" (sapi bisu) oleh rekan-rekan sekolahnya di
Cologne. Meskipun julukan ini mungkin cocok mengingat tubuhnya yang besar,
lamban dan sikapnya yang serius, nama ini tentunya tidak mencerminkan kecerdasan
otaknya.
Teolog terbesar Abad Pertengahan, Thomas Aquinas, dilahirkan pada tahun 1225
dalam keluarga bangsawan yang kaya. Menjelang usia lima tahun ia terkenal akan
kesalehannya, dan orangtuanya pun mengirim dia ke sekolah biara.
Pada usia empat belas tahun, ia pergi ke Universitas Naples. Di sana Thomas begitu
terkesan dengan guru Dominikannya. Ia memutuskan untuk menjadi seorang
biarawan Dominikan juga.
Pada zaman ini, filsuf-filsuf bukan Kristen mengusik otak para pemikir Kristen.
Karya-karya Aristoteles, Averroes yang Muslim dan Maimonides yang Yahudi telah
diterjemahkan ke dalam bahasa Latin. Para sarjana tertarik kepada para filsuf yang
menjelaskan seluruh jagat raya tanpa mengacu pada Kitab Suci Perjanjian Baru.
Thomas Aquinas untuk melakukan penalaran yang rumit. Pada awalnya ia ditentang.
Di Gereja, banyak yang tidak menerima penekanan kaum Skolastik pada akal. Tetapi
tidak lama kemudian, karya ini dan karya-karya lainnya, seperti Summa Contra
Gentiles, yang pada satu masa mengundang perbantahan, telah menjadi bagian
terkemuka doktrin Gereja. Ketika Gereja Katolik mengatur kekuatan melawan
kebangkitan Protestan pada Konsili Trente, mereka menggunakan karya-karya
Aquinas.
Meskipun ia telah menjadi salah seorang teolog, guru dan pengkhotbah terkemuka
gereja, keberadaan Aquinas tetap sederhana. Tiga bulan menjelang kematiannya,
pada tahun 1274, ia mengumumkan bahwa penglihatan dari surga dengan jelas
menunjukkan bahwa teologinya hanyalah "tumpukan jerami". Ia membuang tulisan-
tulisan teologis, dan Summa Theologica tidak pernah benar-benar diselesaikan.
"Seorang tokoh berperawakan tinggi dan kurus, ditutupi jubah hitam panjang dan
ringan ... kepalanya dihiasi jenggot yang bertumhuh lebat menampilkan ketampanan
yang berpandangan tajam; matanya yang jernih dan menembus, bibir tertutup rapat
sebagai tanda berpendirian teguh."
Begitulah John Wycliffe berdiri di depan uskup London pada tahun 1377, menjawab
semua pertanyaan tentang ajaran sesat yang dituduhkan kepadanya. Temannya
sekaligus pendukungnya, John Gaunt, pangeran Lancaster, melangkah dengan arogan
ke dalam gereja. Pembicaraan apakah Wycliffe harus berdiri atau duduk berubah
menjadi pertengkaran. Hal itu kemudian berubah menjadi pertikaian. John Gaunt pun
lari menyelamatkan diri. Bayangkan saja, Wycliffe adalah seorang pemberani dan
pembicara blak-blakan baik dalam teologi maupun pengetahuan. Tetapi dalam politik
ia selalu terjebak dalam pertempuran antara dua pihak.
John Wycliffe adalah orang terpelajar yang terkemuka pada zamannya. Seluruh
Inggris menghormati kebijakannya. Pendidikan di universitas masih merupakan
fenomena baru ketika itu, dan peranan Wycliffe sungguhlah besar bagi reputasi
Oxford, tempat ia belajar dan mengajar.
Inggris penuh sentimen terhadap Gereja Roma, bahkan pada tahun-tahun 1300-an.
Kepemimpinan sekuler sangat kuat di Inggris. Para pangeran — dan banyak orang
awam — menyesaalkan cara Gereja merampas kekuasaan dan harta. John Gaunt
sering memakai ide-ide dan kesohoran Wycliffe dalam berargumentasi dengan
Gereja. Sebagai imbalannya, ia memberi Wycliffe semacam perlindungan dari
hierarki.
Hal ini memberinya waktu untuk menerjemahkan Alkitab. Menurut Wycliffe, setiap
orang harus diberi keleluasaan membaca Kitab Suci dalam bahasanya sendiri. "Oleh
karena Alkitab berisikan Kristus, yang diperlukan untuk mendapatkan keselamatan,
Alkitab sangat diperlukan bagi semua orang, bukan bagi para imam saja," tulisnya.
Maka meskipun Gereja tidak setuju, ia bekerja bersama sarjana lain untuk
menerjemahkan Alkitab Inggris pertama yang lengkap. Menggunakan salinan tulisan
tangan Vulgata (Alkitab terjemahan Bahasa Latin), Wycliffe berusaha keras membuat
Kitab Suci agar dapat dimengerti oleh orang-orang sebangsanya. Edisi pertama
diterbitkan. Penerbitan kedua yang diselesaikan setelah Wycliffe meninggal,
mengalami perbaikan. Namun edisi itu dikenal sebagai "Alkitab Wycliffe", dan
dibagi-bagikan secara ilegal oleh para Lollard.
Wycliffe terkena stroke di gereja dan meninggal pada tanggal 31 Desember 1384.
Tiga puluh satu tahun kemudian, Konsili Konstanz mengucilkan dia, dan pada tahun
1428 kuburannya digali dan tulang-tulangnya dibakar, abunya disebarkan di sungai
Swift.
Tidak ada yang tahu secepat apa idenya akan tersebar di seluruh Eropa. Dampak
ajarannya pada para pemimpin di kemudian hari, seperti Yohanes Hus, memberikan
Wycliffe julukan "Bintang Fajar Reformasi". Ia sendiri berusaha tetap bertahan di
Gereja Roma sepanjang hidupnya, tetapi dalam hati dan benak para pendengarnya,
Reformasi sudah bergerak secara diam-diam.
"Kita akan memberinya kesulitan." "We'll cook his goose." Orang yang dimaksud
kata-kata tersebut ialah Yohanes Hus, yang arti nama belakangnya adalah goose
(angsa) dalam bahasanya, Ceko. Orang yang mengucapkan kata-kata di atas mengacu
pada fakta bahwa Hus dibakar di tiang pancang. Namun ketika para penguasa negara
dan gereja menghukum Hus, mereka sesungguhnya menyulut api nasionalisme dan
reformasi Gereja.
Pada tahun 1401, Yohanes ditahbiskan menjadi imam. Sebagian besar karirnya
dihabiskan dengan mengajar di Universitas Charles, di Praha dan berkhotbah di
Kapel Betlehem yang berpengaruh, yang letaknya tidak jauh dari universitas itu.
Meskipun negara John Wycliffe letaknya jauh dari Bohemia, pengaruhnya telah
tersebar di sana setelah Raja Richard II menikah dengan Anne, saudara perempuan
raja Bohemia. Anne telah membuka jalan bagi orang Bohemia belajar di Inggris,
dengan demikian tulisan-tulisan Wycliffe yang berbau reformasi telah menyusup ke
Bohemia.
Ajaran Hus menjadi populer di kalangan umum dan beberapa dari kalangan
aristokrat, termasuk sang ratu. Ketika pengaruhnya di universitas bertumbuh pada
proporsi yang besar, popularitas tulisan Wycliffe pun bertambah.
Uskup Agung Praha menolak ajaran Hus. la memerintahkan Hus untuk berhenti
berkhotbah dan meminta universitas membakar tulisan-tulisan Wycliffe. Ketika Hus
menolak perintahnya, uskup agung tersebut menghukumnya. Paus Yohanes XXIII
(salah seorang dari tiga orang paus dalam Skisma Besar) menempatkan Praha di
bawah interdict – suatu tindakan yang secara efektif mengucilkan seluruh kota itu,
karenanya tidak seorang pun yang dapat menerima sakramen gereja. Hus setuju
meninggalkan Praha, untuk membantu kota itu, tetapi ia senantiasa menarik massa,
seperti ketika ia berkhotbah di gereja dan mengadakan persekutuan-persekutuan di
clam terbuka.
Konsili telah mengambil sikap bagi Hus. Setibanya di sana, Hus langsung ditangkap.
Konsili mengutuk baik ajaran Wycliffe maupun Hus. Ketika ia diserang, ia menolak
menyangkal pernah menyatakan bahwa apabila seorang paus atau uskup berada
dalam dosa, maka ia bukan lagi paus atau uskup. Secara lisan Hus telah menyertakan
juga sang raja dalam daftar tersebut.
Sigismund memanggil Konsili itu untuk memperbaiki Skisma Besar, dan mereka
telah melakukannya. Tetapi tentunya tidak ada konsili yang mernulihkan otoritas
seorang paus akan membebaskan seorang pemberontak yang mempertanyakan hak
tersebut.
Walau terkuras karena masa penjara yang panjang, penyakit dan kurang tidur, ia tetap
menyatakan bahwa ia tidak bersalah dan menolak melepaskan "kesalahannya". Pada
Konsili ia berseru, "Meskipun ditawarkan sebuah kapel penuh dengan emas, saya
tidak akan mundur dari kebenaran."
Pada tanggal 6 Juli 1415, Gereja dengan resmi mengutuk Hus dan menyerahkannya
kepada para otoritas sekuler untuk segera dihukum. Dalam perjalanan menuju tempat
ia dieksekusi, Hus melewati halaman sebuah gereja. Di sana berkobar api unggun
yang dibuat dari buku-bukunya. Sambil tertawa ia mengatakan kepada orang-orang di
jalan agar tidak mempercayai kebohongan yang beredar tentang dia. Ketika ia tiba di
tempat ia akan dibakar di atas tiang pancang, pejabat pemerintah yang bertugas
menyarankan Hus menarik kembali pandangannya. "Allah adalah saksi saya," jawab
gerejawan tersebut, "bukti yang mereka kemukakan salah. Saya tidak pernah
mengajar atau berkhotbah kecuali dengan maksud memenangkan manusia, jika
mungkin, dari dosa mereka. Hari ini saya akan mati dengan gembira."
Selama Abad Pertengahan, tidak banyak orang memiliki Alkitab atau buku-buku apa
pun. Para biarawan menyalin teks dengan tangan di atas lembaran-lembaran papyrus
atau kertas kulit hewan. Biaya bagi bahan maupun waktu penyalinannya adalah
sesuatu yang tidak dapat dicapai orang-orang biasa, bahkan mengharapkan buku yang
mungkin dia butuhkan tersedia.
Tidak banyak orang yang dapat membaca dalam bahasanya sendiri, dan buku-buku
umumnya – termasuk Alkitab – hanya tersedia dalam bahasa Latin, bahasa yang
dimengerti hanya oleh segelintir orang. Orang-orang awam bergantung pada imam
setempat dan lukisan-lukisan atau patung-patung di gereja untuk informasi mengenai
Alkitab. Acap kali imam setempat kurang atau sama sekali tidak terlatih dalam
bahasa Latin, dan pengetahuannya tentang Alkitab sangat minim. Meskipun para
sarjana berdebat tentang Alkitab dan menulis ulasan-ulasan, namun pemikiran
mereka agak sukar ditelaah oleh orang-orang Kristen awam pada umumnya.
Salah satu perubahan besar pada abad kelima belas mempunyai dampak besar pada
keadaan ini. Pada tahun 1440-an, Johann Gutenberg bereksperimen dengan keping-
keping cetakan logam yang dapat dipindah-pindahkan. Dengan menyusun buku
dalam cetakan timah, ia dapat menghasilkan salinan dalam jumlah yang besar, dengan
jumlah dana yang jauh lebih kecil daripada salinan tangan.
Pada tahun 1456 Gutenberg — atau sekelompok orang termasuk dia — mencetak 200
salinan Alkitab Hieronimus, Vulgata. Orang biasa masih belum dapat memahami
firman Allah, tetapi ini adalah langkah pertama suatu revolusi besar.
Untuk sementara para pakar percetakan Mainz ini merahasiakan teknik Gutenberg
sebagai rahasia perusahaan. Namun menjelang tahun 1483, tatkala Martin Luther
lahir, setiap negara di Eropa memiliki sekurang-kurangnya satu percetakan. Dalam
tempo lima puluh tahun sejak pencetakan Alkitab pertama oleh Gutenberg,
percetakan-percetakan telah mencetak jauh melebihi salinan-salinan yang dihasilkan
para biarawan berabad-abad lamanya. Buku-buku bermunculan dalam sejumlah
bahasa, dan orang yang melek huruf bertambah.
Tanpa penemuan Gutenberg, mungkin tujuan Reformasi memakan waktu lebih lama
untuk dicapai. Selama hanya para rohaniwan yang dapat membaca firman Allah dan
membandingkannya dengan ajaran gereja, maka dampaknya terbatas sekali bagi
orang-orang Kristen awam.
Dengan penemuan percetakan ini, Luther dan para reformator lainnya dapat
menyampaikan firman Allah kepada "setiap bocah pembajak (ladang) dan gadis
pelayan". Luther menerjemahkan Kitab Suci ke dalam bahasa Jerman yang baik dan
mudah dibaca, yang digunakan berabad-abad lamanya. Tidak lagi seorang imam,
paus atau konsili yang menjadi perantara bagi orang percaya dan pemahaman
Alkitabnya. Meski banyak yang menyatakan bahwa tidak semua orang dapat
mengerti firman Allah tanpa dijelaskan oleh para gerejawan, orang-orang Jerman itu
mulai melakukan hal itu.
Ketika mereka membaca, orang-orang biasa ini mulai meresapi dunia Alkitab yang
dramatis. Kegiatan-kegiatan iman di rumah-rumah tangga sudah dimungkinkan.
Perlahan-lahan tembok antara pastor dan jemaat mulai runtuh. Daripada cemas akan
"Apa yang harus saya akui kepada seorang imam?," orang percaya dapat bertanya,
"Apakah hidup saya sesuai dengan ajaran Alkitab?"
Dengan penemuan alat cetak yang rumit ini, maka tersulutlah api di seluruh Eropa,
yaitu api yang menyebarkan Injil dan yang membuat orang melek huruf.
Pada mulanya, Gereja merasa amat prihatin terhadap adanya kepercayaan sesat —
bidat — dan telah mencari cara menanganinya. Acap kali langkah tersebut
merupakan sikap tawar-menawar pendapat teologis dan pengucilan badan-badan
ajaran sesat dari gereja. Namun, gereja yang baru mulai tumbuh, tidak mampu
memberlakukan sistem keyakinan apa pun pada mereka yang bersalah.
Pada tahun 1184, Paus Lucius III, yang mempedulikan iman setiap pengunjung
gereja, meminta para uskup "menyelidiki" iman dombanya masing-masing.
Seseorang yang tertangkap sebagai penganut ajaran sesat dikucilkan — dikeluarkan
dari Gereja. Namun, tak ada yang melukainya secara fisik, dan jika ia melepaskan
paham sesatnya itu, maka ia diterima kembali di Gereja. Secara teoretis Gereja
menerapkan sarana ini untuk memperbaiki dengan penuh kasih seorang saudara yang
tersesat dan melindungi yang lain dari kesalahan yang sama.
Gereja masih tidak dapat menyebabkan pertumpahan darah, sehingga semua pengajar
sesat diserahkan kepada negara untuk dieksekusi — biasanya dengan cara dibakar
hidup-hidup.
Para penguasa Spanyol pada paroh kedua abad kelima belas, Raja Ferdinand dan Ratu
Isabella, meyakini bahwa negaranya akan makmur hanya jika ia benar-benar Kristen.
Karena mereka menunjukkan pengabdian mendalam pada ajaran Katolik, mereka
menerima gelar Catholic Kings (Raja-raja Katolik) dari paus. Pada tahun 1478
mereka meminta paus mendirikan Inkuisisi di Spanyol dengan mereka sendiri sebagai
inkuisitornya.
Banyak orang Yahudi dan Muslim di Spanyol yang menjadi Kristen dengan setengah
hati, namun ketakutan masih menyelimuti mereka, karena mereka secara diam-diam
masih mempraktikkan keyakinan lama mereka. Pada tahun 1492, raja-raja Katolik
mengusir semua orang Yahudi dan Muslim dari negara mereka.
Karena Inkuisisi tersebut mempunyai kuasa menyita harta terhukum, maka ia tidak
kekurangan dana untuk melanjutkan penyiksaan dengan bermacam-macam cara.
Bahkan, Inkuisisi menjual jabatan "familiar" – seseorang yang dapat memberi
informasi tentang orang lain, sementara ia sendiri terbebas dari penangkapan.
Ketika kita menengadah ke langit-langit Kapel Sistina, figur-figur yang ada di sana
seolah-olah turun ke bawah, dengan jelas menghidupkan sembilan babak dalam Kitab
Kejadian, tujuh nabi Ibrani dan lima sibil, malaikat yang mengumumkan kedatangan
Mesias. Sepintas lalu kita dapat melihat bahwa ini adalah sesuatu yang berbeda dari
seni lukis Abad Pertengahan.
Seni lukis Abad Pertengahan yang spiritual, tetapi sering dengan gaya yang tinggi
dan tidak realistis, telah membuka jalan bagi realisme baru yang banyak
menggunakan perspektif dan pengetahuan anatomi. Namun seni lukis baru ini
mencerminkan berbagai perubahan pemikiran mendalam yang telah mengubah dunia
Kristen.
Selama abad-abad kelima belas dan keenam belas, Renaisans telah mulai menguasai
Eropa. Pujangga Kristen, Petrarch, menggali manuskrip-manuskrip Latin kuno dan
mempopulerkan studinya. Dari sini berkembanglah rasa kemanusiaan, yang memberi
dorongan untuk mempelajari sastra klasik dan menerapkan prinsip-prinsipnya dalam
kehidupan. Dengan perlahan tapi pasti, penekanan yang lebih besar sudah mulai
diterapkan pada manusia, kemampuan berpikir dan tindakannya. Meskipun
kekristenan masih sering mempunyai dampak besar pada pemikiran, namun dunia ini
perlahan-lahan beralih dari kehidupan yang berpusat pada gereja.
zamannya.
Pada tahun 1534, Michelangelo kembali ke Kapel Sistina untuk melukis tembok di
belakang altar. Last Judgement (Penghakiman Terakhir) melukiskan Yesus yang
teguh. Figur-figur masif yang diselamatkan bangkit, sementara yang terkutuk jatuh
dengan sedih, tanpa harapan untuk mengubah nasib mereka. Ketika Paus Paulus
pertama kali melihat karya ini, dengan rasa kagum ia berdoa, "Tuhan, janganlah
menghukum aku akan dosa-dosaku bila Engkau datang pada Hari Penghakiman."
Ketika manusia semakin menjadi ukuran segala sesuatu dan ketika Reformasi
menantang otoritas Gereja Katolik, pengaruh humanisme pun meningkat. Itu bermula
dari orang-orang Kristen – dan sebagian besar humanis tetap berpegang pada iman
(Kristen).
Seketika uang bergemerincing dalam peti, jiwa pun melompat dari api penyucian."
Itulah alunan Johann Tetzel, orang yang diberi kuasa menarik dana untuk
Gereja penuh korupsi. Jabatan-jabatan gerejawi dibeli kaum bangsawan yang kaya
dan dipakai untuk meraup kekayaan dan kekuasaan yang lebih besar. Seorang di
antaranya adalah Albertus dari Brandenburg yang membeli baginya jabatan uskup
agung Mainz dengan uang pinjaman, dan harus mencari jalan untuk mengembalikan
utang tersebut. Paus telah mengizinkan penjualan indulgensi di kawasan Albertus,
sejauh separo jumlah yang dipungut dapat membiayai pembangunan Basilika Santo
Petrus di Roma. Sisanya untuk Albertus. Setiap orang merasa gembira - kecuali
sejumlah orang Jerman yang saleh, di antaranya Martin Luther.
Tetzel, seorang biarawan Dominikan dan pengkhotbah populer, menjadi pejabat yang
ditunjuk untuk indulgensi. Ia mengembara dari kota ke kota, menjajakan keuntungan
indulgensi: "Dengarkanlah suara-suara keluarga dan teman-teman Anda terkasih yang
telah meninggal, yang memohon kepada Anda dengan katakata, 'Kasihanilah kami,
kasihanilah kami. Kami dalam kesakitan yang menakutkan dan kau dapat menebus
kami dengan jumlah uang yang tak seberapa.' Tidakkah Anda menginginkannya?"
yang sesuai dengan Kitab Suci. Tetzel telah hilang dari panggung (ia meninggal pada
tahun 1519), tetapi Luther melanjutkan dan memimpin revolusi agama yang
mengubah dunia Barat secara radikal.
Luther lahir pada tahun 1483 dari pasangan petani di Eisleben, di Jerman. Ayahnya,
seorang penambang, mendorongnya belajar hukum dengan mengirimkannya ke
Universitas Erfurt. Tetapi, suatu peristiwa yang nyaris menyebabkan kematiannya,
terkena halilintar, membuat Luther berubah haluan. Ia masuk biara Agustinian pada
tahun 1505, dan menjadi imam pada tahun 1507. Karena kemampuan akademisnya,
atasannya mengirim dia ke Universitas Wittenberg untuk meraih gelar dalam teologi.
Pergolakan spiritual yang menyusahkan orang Kristen lain menimpa diri Luther juga.
Ia sungguh sadar akan dosanya sendiri, akan kesucian Allah, ketidakmampuannya
dalam memperoleh belas kasih Tuhan. Pada tahun 1510, dia pergi ke Roma dan
kecewa oleh iman bersifat mekanis yang ia temui di sana. la melakukan semua yang
dapat ia lakukan untuk menegakkan kesalehannya. Ia bahkan naik tangga Pilatus,
yang dianggap pernah dilalui Kristus. Luther berdoa dan mencium setiap anak tangga
ketika ia naik, namun keraguannya belum teredam.
"Keadaan saya ialah, meskipun saya seorang biarawan yang tanpa cela, saya berdiri
di hadapan Allah sebagai orang berdosa, yang hati nuraninya kacau, dan saya tidak
mempunyai kepercayaan diri bahwa jasa saya dapat membujuk-Nya," tulis Luther.
"Siang dan malam saya merenungkannya, sehingga saya melihat hubungan antara
kebenaran Allah dan kalimat 'orang benar akan hidup oleh imannya'. Maka pahamlah
saya bahwa keadilan Allah adalah kebenaran yang melalui mana kasih karunia dan
belas kasihan Allah belaka membenarkan kita melalui iman. Maka di situlah saya
merasa bahwa saya dilahirkan kembali dan telah memasuki surga melalui pintu yang
terbuka. Seluruh Injil menampakkan arti baru ... Tulisan Paulus ini merupakan pintu
gerbang ke surga bagi saya"
Kemudian, dengan lebih yakin akan kepercayaannya sendiri, dan dengan dukungan
rekan-rekan kerjanya, Luther merasa bebas berbicara melawan korupsi. la telah
mengkritik penjualan indulgensi dan pemujaan relikwi sebelum Tetzel datang. Tetzel
hanya membawa konflik itu ke permukaan. Sembilan puluh lima dalil Luther ditahan,
mengingat bencana yang telah dibawanya. Sesungguhnya, dalil-dalil itu merupakan
undangan untuk suatu perdebatan.
la pun memasuki gelanggang debat, pertama dengan Tetzel, kemudian dengan sarjana
terkenal Johann Eck, yang menuduh Luther berajaran sesat. Tampaknya, pada
awalnya Luther mengharapkan paus setuju dengannya tentang penyalahgunaan
indulgensi. Tetapi ketika kontroversi itu berlanjut, Luther menguatkan oposisinya
sendiri terhadap kepausan. Pada tahun 1520, paus menerbitkan keputusan yang
mengutuk pandangan Luther, dan Luther membakarnya. Pada tahun 1521, Diet
(persidangan) di Worms memerintahkan Luther menarik kembali pandangannya yang
telah diterbitkan. Di sana, menurut legenda, Luther menyatakan, "Di sini saya berdiri.
Saya tidak dapat melakukan yang lain. Tuhan tolong saya. Amin."
Namun, pertempuran baru dimulai. Karena berani menentang paus, Luther menyulut
perasaan kemerdekaan pada diri para bangsawan dan para petani Jerman. Jerman pun
bagaikan sehelai selimut yang terbuat dari potongan kain perca, karena sebagian
golongan menawarkan diri untuk membantu Luther dan yang lain masih setia pada
Roma. Reformasi juga bergerak di Swiss, yang dipimpin oleh Ulrich Zwingli.
Perhatian Gereja dan Kekaisaran Romawi disibukkan oleh pergumulan politik
sepanjang tahun 1520-an. Ketika mereka ingin menindak para reformator, keadaan
sudah terlambat.
Pertemuan di Augsburg pada tahun 1530 hampir saja membawa kembali maksud atau
cita-cita Lutheran di bawah naungan Roma. Rekan sekerja Luther, Philip
Melanchthon memprakarsai pernyataan damai tentang pandangan Luther dengan
menampilkan posisi mereka sebagai yang benar bagi Katolisisme historis. Tetapi
konsili Katolik itu menuntut konsesi-konsesi, hal yang tidak dapat dilakukan oleh
Luther, maka perpecahan pun menjadi final.
Dalam sepuluh tahun pelayanannya sebagai pastor paroki di Glarus, Swiss, Zwingli
dua kali bekerja sebagai pastor para tentara bayaran Swiss. Apa yang ia lihat
membuatnya tidak menyetujui tindakan anak-anak muda yang menjual jasa sebagai
tentara bayaran, dan ia menyuarakan hal itu. Tindakan tersebut merupakan awal karir
Pada hari pertama tahun 1519, Zwingli menjadi pastor pada gereja utama di Zurich.
Setibanya di sana, ia mengumumkan bahwa ia akan berkhotbah dari Injil Matius dan
bukan dari teks yang sudah ditentukan. Tindakan itu merupakan pemberontakan
terhadap Gereja, meskipun pada tahap ini ia tidak bermaksud memisahkan diri dari
Roma.
Pada tahun yang sama, wabah pes berjangkit di Zurich, dan hampir sepertiga
penduduk kota itu menjadi korban. Zwingli berusaha keras melayani warganya,
hingga ia sendiri menjadi korban penyakit itu. Selama tiga bulan masa
penyembuhannya telah mengajarkan kepadanya tentang perubahan jalan hidup dalam
penyerahan kepada Allah.
Zwingli melanjutkan khotbahnya tentang apa yang ada dalam Alkitab meskipun ada
yang berbeda dari ritual dan doktrin gereja. Kesadaran muncul pada tahun 1522,
ketika beberapa orang parokinya mulai menentang peraturan gereja tentang pantang
makan daging selama Prapaskah - dan Zwingli mendukung mereka dalam
khotbahnya tentang kebebasan.
Pemerintah sipil Zurich mengajak damai, tetapi dalam melakukannya, mereka secara
efektif telah menguasai Gereja. Pada awal tahun berikutnya, mereka mengadakan
perdebatan terbuka tentang hal yang menjadi pertengkaran mengenai masalah iman
dan doktrin, dan pandangan Zwinglilah yang menang. Pada tang-gal 29 Januari 1523,
dewan memutuskan: "Bahwa Tuan Ulrich Zwingli melanjutkan dan berpegang seperti
semula dalam 'menyiarkan' Injil dan Kitab Suci sesuai dengan kemampuannya."
Dalam kurun waktu dua tahun, perdebatan-perdebatan berlanjut dan reformasi pun
meluas. Para imam dan biarawati menikah, patung-patung Katolik diangkat dari
gereja-gereja, dan perpecahan terakhir dengan Gereja Katolik ialah misa diganti
dengan kebaktian sederhana yang mengutamakan khotbah.
Zwingli bukan saja dihadapkan dengan oposisi Gereja Katolik, tetapi dengan kaum
Anabaptis - kelompok reformasi yang lebih radikal - yang menginginkan reformasi
di Zurich terjadi secara lebih cepat. Meskipun banyak reformator setuju bahwa
mereka lebih menginginkan iman alkitabiah, namun mereka selalu berbeda mengenai
apa yang dimaksud dan bagaimana harus rnencapainya.
Pada tahun 1529, Philip, pangeran Hesse, mempersatukan Luther dan Zwingli. Philip
ingin menyatukan gerakan Reformasi tersebut secara militer, politik dan spiritual.
Untuk tujuan ini, ia membawa kedua orang tersebut ke Marburg. Dari lima belas isu
doktrinal yang dibahas, Zwingli dan Luther setuju dengan empat belas isu tersebut.
Ekaristi menjadi titik pisah mereka. Zwingli melihatnya sebagai resepsi "spiritual"
tubuh Kristus, sementara Luther melihatnya sebagai hubungan yang lebih konkret.
Pertemuan yang diadakan dengan tujuan mempersatukan kedua lembaga Protestan itu
berakhir dengan perpecahan yang lebih besar.
Ini hanya sebagian dari sederet peperangan agamawi yang akan berkecamuk dalam
seratus tahun berikutnya.
Gerakan Reformasi Lutheran dan Swiss pada awalnya memiliki hubungan dengan
sistem politik. Dalam kasus Luther, Elector Fredrick si Bijak melindunginya dan juga
para pangeran Jerman yang mencari kebebasan politik mulai mendukung
perjuangannya. Zurich berpihak pada Zwingli dalam melawan perlawanan pihak
Katolik.
Isu yang memicu konflik ialah baptisan anak. Kelompok yang menentang ini
mengemukakan bahwa Alkitab menunjukkan baptis dewasa dan ingin berpegang
pada itu. Pada tanggal 21 Januari 1525, pertemuan Zurich memerintahkan para
pemimpin berhenti berdebat. Tetapi kelompok radikal melihat hal itu sebagai
tindakan kekuasaan politik lain yang hendak berkuasa atas kehidupan spiritual
mereka. Pada malam bersalju itu, di sebuah desa terdekat, mereka bertemu dan
membaptis satu sama lain – di kemudian hari mereka dijuluki Anabaptis, "pembaptis
ulang", oleh orang-orang yang tidak senang kepada mereka.
Para Anabaptis ingin berbuat lebih banyak daripada hanya mereformasi Gereja –
mereka ingin kembali pada keadaan yang digambarkan di dalam Alkitab. Bukannya
suatu lembaga yang berkuasa, mereka menginginkan persekutuan, sebuah keluarga
beriman, yang diciptakan Allah, yang bekerja dalam hati manusia.
Para Anabaptis menyarankan perpisahan Gereja dan negara, karena mereka melihat
Gereja sebagai sesuatu yang berbeda dari masyarakat umum – bahkan masyarakat
"Kristen". Mereka tidak ingin kekuasaan politik memaksa nurani orang percaya.
Mereka juga tidak senang dengan birokrasi gereja. Sebagai orang-orang yang pertama
mempraktikkan demokrasi dalam gereja, mereka percaya bahwa Allah berbicara
bukan saja melalui para uskup dan konsili-konsili, tetapi melalui jemaat-jemaat juga.
Ketika orang-orang Turki Muslim berada di ambang pintu Eropa, para Anabaptis
mengkhotbahkan doktrin damai (pacifism) yang tidak populer itu. Janggalnya,
petunjuk ini tidak dihiraukan oleh banyak pengikutnya. Nama Anabaptis menjadi
sinonim dari "perpecahan". Para pengkhotbah Protestan yang masih baru sering
diganggu orang-orang Anabaptis ketika mereka berkhotbah, dan beberapa yang
radikal memicu kerusuhan. Selain itu, peristiwa-peristiwa praktik poligami dan
pengakuan bahwa mereka menerima wahyu dari Allah, membuat baik orang-orang
Katolik maupun Protestan percaya bahwa mereka harus membersihkan dunia dari
kelompok-kelompok kurang waras ini. Maka penganiayaan pun timbul, dan banyak
pengikut Anabaptis dibunuh dengan cara dibakar atau ditenggelamkan.
Tidak ada satu orang yang mengikat gereja-gereja yang berbeda ini menjadi satu;
namun, orang yang terkenal di antara para pemimpin Anabaptis ini ialah Menno
Simons (1496-1559), yang namanya diabadikan pada kelompok Mennonite.
Sumbangsih Anabaptis bagi dunia ialah ide bahwa gereja harus terpisah dari negara.
Bagi para penerusnya, termasuk gereja-gereja Mennonite dan Brethren, pacifism
(paham cinta damai) masih merupakan doktrin penting.
Tidak seperti Reformasi Jerman, Reformasi Inggris tidak terpicu karena satu orang
tertentu yang ingin mengetahui lebih dalam akan Allah. Reformasi Inggris muncul
dari perpaduan keinginan pribadi, keuntungan politik dan dorongan spiritual secara
nasional.
Suasana di Inggris mulai berpaling dari Gereja Katolik. John Colet, dekan St. Paul,
menuntut reformasi kaum rohaniwan dan kembali ke pemahaman Alkitab. Di
Universitas Cambridge, sekelompok sarjana yang terpengaruh ajaran Luther dikenal
sebagai "Little Germany" (Jerman Kecil). Peringatan kaum rohaniwan tidak dapat
membendung meluasnya reformasi.
Namun Raja Inggris, Henry VIII, tidak tertarik pada perubahan spiritual. Pada tahun
1521 ia pernah menyerang pandangan Luther tentang sakramen dan meraih gelar
Defender of the Faith (Pembela lman) dari paus. Perhatiannya pada hal-hal spiritual
sangat minim.
Paus, yang takut akan amarah Kaisar Roma, Charles V, yang adalah keponakan
Catherine, mencegah raja Inggris tersebut. Henry yang tidak sabar, menunjuk Thomas
Cranmer sebagai uskup agung Canterbury. Uskup agung baru tersebut memberi izin
perceraian bagi sang raja. Segera Henry menikahi Anne, dan pada tahun yang sama –
1533 – ia melahirkan seorang putri, Elizabeth.
Akan tetapi, Henry benar-benar menekan biara-biara yang telah menjadi simbol
hedonisme dan amoral. Raja tersebut tidak begitu merasakan kepedulian serius orang-
orang Kristen tentang hal ini — malah ia mengambil tanah-tanah gereja. Ia menyita
harta biara yang ia tutup dan uangnya ia masukkan ke dalam kas negara. Tanahnya ia
bagikan kepada para bangsawan untuk mendapatkan kesetiaan mereka.
"Tiada sebatang rumput, tiada warna apa pun di dunia ini yang tidak dimaksudkan
untuk membuat kita gembira", demikian tulis seorang yang dituduh telah
membangkitkan kekristenan yang suram. Mereka yang telah mengenalnya dengan
baik, menghormati kesalehannya, namun tidak mengejutkan sama sekali bahwa
kegembiraan itu datang dari penanya sendiri.
Dalam satu "pertobatan yang mendadak" sekitar tahun 1533, Calvin berkata, "Allah
telah menaklukkan dan menjinakkan hati saya." Agaknya ia pernah mengenal tulisan-
tulisan Luther. Ia pun memisahkan diri dari Katolisisme, meninggalkan negaranya,
Perancis, dan bermukim di Swiss sebagai orang dalam pengasingan.
Pada tahun 1536, Calvin yang berusia dua puluh tujuh tahun menerbitkan edisi
pertama Institutio: Pengajaran Againa Kristen, teologi sistematis yang dengan jelas
membela ajaran-ajaran Reformasi. Terkesan oleh tulisan-tulisan Calvin, reformator
Jenewa, Guillaume Farel, membujuknya untuk membantu reformasi. Di sana Calvin
memangku pekerjaan berat. Ia menjadi pastor gereja St. Pierre, berkhotbah tiga kali
sehari dan membuat ulasan bagi hampir semua kitab yang ada di Alkitab, serta
menulis lembaran-lembaran pengabdian doktrinal. Sementara itu, ia juga harus
bergumul dengan beberapa jenis penyakit, termasuk migrain.
Untuk mencapai tujuannya membuat Jenewa sebagai kerajaan Allah di atas bumi,
banyak yang harus dilakukannya. Terkenal dengan moral mereka yang bejat, warga
kota tersebut menentangnya ketika ia mencoba mengubah gaya hidup mereka.
Namun, pengaruh Calvin menyebar di seluruh Jenewa. la mempunyai pengaruh yang
ampuh di sekolah-sekolah. Tak seorang pun dapat mengelakkan reformasinya karena
Calvin mengucilkan mereka yang hidupnya tidak mencapai standar kitab suci — dan
setiap warga Jenewa harus merasa terikat pada pengakuan iman Calvin.
Jenewa. Karya-karya tulisnya - baik dalam bahasa Latin maupun bahasa Perancis -
telah memberi kekuatan unik bagi Protestanisme.
Bukunya diawali dengan Pengakuan Iman Rasuli, dengan mengambil empat poin:
"Aku percaya akan Allah, Bapa ... Yesus Kristus ... Roh Kudus ... gereja katolik yang
kudus." Semuanya itu menjadi empat bagian bukunya. Dalam setiap bagian, Calvin
bukan saja berusaha menyatakan teologinya, tetapi juga penerapannya dalam
kehidupan Kristen.
Buku III dari Institutio yang berisikan doktrin predestinasi telah menarik perhatian
banyak orang. Anehnya, meskipun Calvin yang menyatakannya, namun konsepnya
bukanlah miliknya sendiri. Luther dan banyak lagi reformator mempercayainya.
Giatnya Calvin menyatakan ide tersebut yang menghubungkan ajaran itu dengan
namanya.
Calvin memberi perhatian besar pada kedaulatan Allah. Ia membenci cara Gereja
Katolik yang telah terjerumus dalam teologi keselamatan oleh perbuatan. Sang
reformator ini senantiasa mengulangi: Anda tidak dapat memanipulasi Allah atau
memaksa-Nya. Ia yang menyelamatkan Anda; Anda tidak dapat melakukannya
sendiri.
Allah memilih orang-orang yang akan diselamatkan, dan hanya Ia sendiri yang tahu
siapa yang harus diselamatkan, demikian reformator itu menjelaskan. Hidup bermoral
dapat menunjukkan bahwa seseorang mungkin adalah orang pilihan Allah. Namun
Calvin, orang yang energik dan bermoral tinggi, mengingatkan para pengikutnya
bahwa mereka harus menunjukkan keselamatan mereka dengan berjuang untuk itu. Ia
mewariskan pada Calvinisme tentang pentingnya orang-orang Kristen mengubah
dunia yang berdosa.
Dalam Buku IV dari Institutio, Calvin menciptakan tata tertib gereja berdasarkan apa
yang dilihatnya di dalam Kitab Suci. Jemaat harus memilih orang-orang bermoral –
para penatua – yang akan menuntun mereka. Dia juga mengadakan peraturan bagi
para pastor, doktor (guru-guru) dan para syamas. Doktrin dan kebijakan Reformasi
yang diwujudkannya tersebar di Skotlandia, Polandia, Belanda dan Amerika.
Kontrareformasi bukan berarti bahwa Gereja Katolik telah berpaling pada pemikiran
Protestan. Tetapi ia berupaya mengubah beberapa penyimpangan yang merupakan
pelanggaran yang tidak dapat diterima sekalipun oleh mereka yang ada di Gereja
Katolik dan merespons efektifitas Protestan dalam memenangkan jiwa-jiwa baru.
Seperti pada masa lampau, sebuah ordo baru muncul dengan menekankan pengabdian
dan penyangkalan diri. Pendirinya, Ignatius dari Loyola, adalah seorang serdadu
Spanyol, yang kakinya terluka oleh sebuah peluru meriam. Dalam masa
penyembuhannya, ia membaca sebuah buku tentang para santo dan memulai proses
penelitian diri yang panjang. Dari sini ia muncul sebagai perpaduan tentara, mistik
dan biarawan.
Spiritual Excercises, buku petunjuk devosi yang ia tulis ketika ia sakit, bukan saja
mendorong para pembacanya beriman, tetapi juga menegaskan kepatuhan pada
gereja. Kesemuanya itulah yang menjadi kunci bagi Serikat Yesus – atau Yesuit. Para
pemuda Loyola yang berkumpul di sekelilingnya berikrar akan berada di bawah
perintah paus dan akan berbuat segala sesuatu untuk memperluas serta memelihara
Gereja Katolik. Dalam prinsipnya tercakup (sifat) kemiliteran, tidak mempertanyakan
(apa pun), baik kepatuhan total kepada paus maupun ikrar tradisional akan
kemiskinan, kesucian dan kepatuhan.
Paus Paulus III melihat potensi para Yesuit dalam membendung gelombang pasang
Protestan. Atas instruksinya, mereka bekerja untuk mengembalikan setiap penguasa
Eropa pada Katolikisme. Kepemimpinan politik menentukan agama suatu daerah, dan
warga mengikuti para raja dan ke gereja pilihan mereka.
Selain itu, untuk mengembalikan mereka yang tersesat ke pangkuan Katolik, para
Yesuit menjalankan program misi yang luas. Sementara orang Protestan
memfokuskan kedudukan mereka di Eropa dan bekerja dengan teologi mereka, para
Yesuit pergi keluar. Spanyol dan Portugis, yang adalah Katolik, meluaskan daerah
(jajahannya), dan para Yesuit pergi bersama-sama untuk mengabarkan Injil.
Menjelang kematian Loyola pada tahun 1556, mereka bukan saja telah menyentuh
setiap negara di Eropa tetapi meluas ke Jepang, Brasil, Etiopia dan Afrika Tengah.
Fransiskus Xaverius mengembangkannya lebih jauh ke Jepang dan ke India,
Malaysia dan Vietnam; ia meninggal dalam upayanya membawa Injil ke China.
Para Yesuit adalah orang-orang muda terbaik di zaman mereka. Meskipun komunitas
Yesuit ini harus disiplin dan bekerja keras, mereka bergabung dengan ordo ini dalam
jumlah yang besar. Sukar untuk tidak mengagumi kesediaan mereka berkorban pada
masa-masa sulit.
Meskipun Konsili yang diundang Paulus dimulai pada tahun 1545, konsili itu
bertemu secara berkala hingga tahun 1563 dalam tiga sesi utama dengan kehadiran
yang memprihatinkan. Persaingan politik telah menjadi penyebabnya. Namun Konsili
tersebut telah membawa beberapa perubahan.
Takut akan apa yang terjadi jika setiap orang dapat membaca sendiri Kitab Suci,
Konsili mengatakan gerejalah yang mampu menafsirkan Kitab Suci dan menolak
penggunaan Alkitab dalam bahasa-bahasa umum. Vulgata berbahasa Latin itulah
yang diharuskan bagi pembacaan di muka umum dan untuk tulisantulisan doktrinal.
Reformasi dalam Konsili Trente telah memisahkan lebih jauh lagi pandangan-
pandangan Katolik dan Protestan. Meskipun Gereja Katolik mengubah apa yang
dianggap golongan Protestan sebagai isu-isu sepele, tidak ada perubahan apa pun
yang terjadi, dalam arti bahwa tradisi dan Kitab Suci masih berlaku dalam
menentukan kegiatan-kegiatan gereja. Berbagai perbedaan doktrinal tetap belum
berubah.
Selama Henry menjadi raja, Cranmer tidak dapat mengadakan banyak perubahan di
dalam gereja Inggris. Dengan kematian Henry, putranya yang berucnur sembilan
tahun, Edward VI, menjadi raja. Cranmer merupakan salah seorang wali kuasanya.
Dengan dukungan Nicholas Ridley yang terpelajar dan pengkhotbah Hugh Latimer,
Namun bentuk kebaktian masih harus mengalami perubahan. Misa masih dijalankan
dalam bahasa Latin, dan orang-orang mulai mengadakan huru-hara tentang hal itu.
Cranmer sangat menguasai bahasa Inggris, di samping wawasannya yang luas dan
nalar yang mantap tentang apa yang baik bagi kebaktian. Dalam keadaan politik dan
agama yang tidak menentu di Inggris, uskup agung ini harus mengetuai panitia yang
dapat menciptakan liturgi yang dapat diterima keduanya, Protestan dan Katolik.
Kompromi yang ditampilkan dalam Buku Doa Umum itu menggunakan ritual-ritual
yang sungguh mengesankan namun telah menghilangkan unsur-unsur Katolik yang
menyinggung banyak orang Protestan. Akta Penyeragaman, yang menjadi undang-
undang pada tahun 1549, tahun buku tersebut diterbitkan, mengharuskan gereja-
gereja menggunakan liturgi tersebut.
Buku Doa Umum telah memberi gereja sastra klasik dan bentuk kebaktian yang
mengambil jalan tengah, tetapi banyak yang mengeluh bahwa buku tersebut kurang
mencerminkan paham Protestan. Pada tahun 1529, versi yang telah direvisi dan
dengan lebih banyak kandungan Protestan, diterbitkan.
Selain itu, Cranmer mengeluarkan Empat Puluh Dua Artikel, pengakuan iman yang
ditandatangani sang raja muda. Seperti Buku Doa Umum, Empat Puluh Dua Artikel
ini pun mengikat seluruh kaum rohaniwan.
Ketika raja muda tersebut mangkat, puteri sulung Henry, Mary, menjadi ratu. la
berupaya membawa Inggris kembali ke Katolisisme, dalam kekuasaannya yang
pendek dan keras, yang membuatnya dijuluki Bloody Mary. Di bawah tekanan,
Cranmer tunduk pada tuntutan Mary agar ia kembali pada iman Katolik dan
menandatangani pernyataan-pernyataan yang menarik kembali kepercayaan-
kepercayaan Protestan. Tetapi pada persidangan (pengadilan) terakhir, ia menegaskan
kepercayaannya di muka umum dan membatalkan pernyataan yang
ditandatanganinya. Seperti para pemimpin Protestan lainnya – termasuk Ridley dan
Latimer, yang telah dibakar pada tahun sebelumnya – ia pun dihukum. Di dalam api,
Cranmer mengulurkan tangannya yang telah menandatangani pernyataan itu, agar
tangan tersebut menjadi bagian badannya yang pertama menjadi abu.
Buku yang ditulis oleh martir Cranmer akan kembali berperan di bawah adik
perempuan Mary, Elizabeth, putri kedua Henry, yang membawa Inggris kembali pada
Reformasi.
Abad keenam belas adalah masa bergejolak bagi Skotlandia yang kecil, miskin dan
tercabik karena perang. Para bangsawan yang berkuasa mendukung Inggris atau
Perancis. Pergolakan di dalam dan ancaman luar telah menciptakan kerancuan politik
yang mengharapkan perubahan.
Dari sudut agama, reformasi telah ditindas habis-habisan. Pendeta Lutheran, Patrick
Hamilton, mati dibakar pada tahun 1528. Disusul George Wishart pada tahun 1548.
Salah seorang pendukung Wishart, Pendeta John Knox yang dulu tidak pernah begitu
dikenal mengambil alih reformasi tersebut, tetapi tidak lama.
Knox ditangkap pasukan Perancis yang dikirim untuk mengatasi para pemberontak
yang telah membalas kematian Wishart dengan membunuh Kardinal Beaton, yang
telah memerintahkan menghukum Wishart. Knox menjadi budak pada sebuah perahu
selama sembilan belas bulan. Ketika ia dibebaskan, ia pergi ke Inggris yang
Protestan, tempat ia berdiam hingga Mary naik takhta. Kemudian ia lari ke Eropa,
bersama-sama dengan orang-orang Protestan lainnya. Di Jenewa, ia menjadi salah
seorang pengikut Calvin yang mengagumkan dan terbenam dalam teologi Reformasi.
Ketika Knox berada di luar negeri, Skotlandia menjadi mitra Perancis melalui
perkawinan Mary Stuart, ratu Skotlandia, dengan pewaris takhta Perancis. Banyak di
antara orang-orang Skotlandia takut akan pemerintahan Perancis yang Katolik.
Perpaduan antara rasa nasionalisme dan ketidakpuasan agama bangkit untuk
menciptakan iklim reformasi.
Knox kembali ke negaranya pada tahun 1559 untuk memberi dukungan. Pertempuran
antara pasukan sang ratu dan orang-orang Protestan pun usai, dengan kemenangan
bagi pihak Protestan. Pada tahun 1560, parlemen menganut iman Calvinisme, yang
disusun oleh Knox dan yang lainnya. Parlemen juga menyatakan bahwa paus tidak
mempunyai hak di Skotlandia dan melarang misa.
Untuk menggantikan tata tertib Katolik, Knox dan para pengikutnya menulis Buku
Disiplin yang menjelaskan pemerintahan Gereja Presbiterian yang sudah
dimodifikasi. Buku itu juga memberikan pendidikan yang komprehensif, termasuk
universitas. Karya itu juga menjadi tanda batas negeri itu, yang membantu
perkembangan kebebasan yang mandiri dan semangat demokrasi.
Untuk menuntun kebaktian Gereja Presbiterian, Knox menulis Buku Tata Ibadah
Umum, yang mengacu pada Calvin dan reformator Swiss lainnya. John Knox dan
sang ratu sering bertengkar. Keadaan di istana ratu yang Katolik itu secara moral
memang longgar. Dari mimbarnya di St. Giles, Edinburgh, Knox mencela ratu
tersebut. Meskipun sang ratu tidak berupaya mempertohatkan kembali orang-orang
Skotlandia, ia menjalankan kepercayaannya di kapel pribadinya — sesuatu yang tidak
disetujui Knox.
Meskipun Mary orangnya cantik, dia tidak bijak dalam urusan politik dan pribadi.
Setelah kematian suami Perancisnya itu, ia menikah dengan saudara sepupunya, Lord
Darnley. Setelah kematian suaminya yang cukup mencurigakan, ia buru-buru
menikahi Pangeran Bothwell. Pada tahap itu orang-orang Katolik pun membencinya.
Para bangsawan Skotlandia mendesaknya turun takhta, sehingga terbukalah jalan bagi
sebuah negeri Skotlandia yang Protestan. Putranya, James, yang akan mewarisi takhta
Inggris, bukanlah Katolik, dan Knox memperlihatkan persetujuannya dengan
berkhotbah pada penobatan bocah itu pada tahun 1567.
Pada dekade pertama abad ketujuh belas, dua rombongan melarikan diri ke Belanda,
karena penyiksaan Anglikan. Salah satu dari rombongan ini menjadi kaum Pilgrim,
yang lain menjadi kaum Baptis.
Masa itu adalah masa yang tidak menentu bagi sernua orang Kristen di Inggris. Ratu
Elisabeth telah menstabilkan Reformasi Anglikan melalui jalur moderat – yakni
melalui Gereja Anglikan yang mirip Katolik. Ia telah menghindari perang saudara
berdarah yang telah menghancurkan Eropa. Tetapi keputusannya mengganggu pikiran
banyak orang Protestan yang radikal. Beberapa di antaranya ingin "menyucikan"
Gereja dari dalam (kaum Puritan), tetapi yang lain memutuskan berpisah dari Gereja
yang sudah ada (kaum Separatis). Namun, masih berbahaya mengadakan pertemuan-
pertemuan keagamaan secara sendiri-sendiri.
Ketika James I naik takhta pada tahun 1603, tak seorang pun tahu apa yang harus
diharapkan. Para Puritan dan Separatis merasa gembira dengan fakta bahwa ia
dibesarkan di Skotlandia yang Presbiterian. Fakta itu mungkin akan membelokkannya
ke kepentingan mereka. Orang-orang Katolik senang dengan fakta bahwa ibu James,
Mary, ratu orang Skotlandia, adalah Katolik sejati. Tetapi kenyataannya, James
seorang Anglikan sejati dan menyulitkan orang-orang yang tidak sepaham dengan
gereja resmi.
John Smyth, lulusan Universitas Cambridge, adalah seorang pengkhotbah dan dosen
di lingkungan Gereja Anglikan pada pergantian abad ketujuh betas. Pada usia tiga
Para Mennonite mengambil nama itu dari Menno Simon, mantan imam yang telah
mengembangkan komunitas Anabaptis yang kokoh di Belanda. Para Anabaptis
adalah orang-orang radikal dalam reformasi, yang menentang gereja-negara jenis apa
pun dan menegaskan bahwa hanya orang-orang percaya yang boleh dibaptis.
Smyth yakin bahwa baptis anak tidak sesuai dengan Alkitab dan tidak logis, serta
meyakinkan sekitar empat puluh anggota jemaatnya. Ia mulai membaptis ulang
dirinya sendiri dan anggota-anggotanya.
Boleh dikatakan bahwa inilah awal mula Gereja Baptis. Namun, hal ini tidak terjadi
begitu Baja. Kelahiran Gereja Baptis didasari oleh sebuah tradisi Baptis lain –
perpecahan gereja. Pada tahun 1610, Smyth meragukan keabsahan pembaptisan
independen yang ia pimpin, dan mengupayakan jemaatnya bergabung dengan Gereja
Mennonite. Sepuluh orang anggota gereja menentang keras penggabungan tersebut.
Mereka menentang Smyth dan meminta para Mennonite tidak menerima kelompok
ini. (Para Mennonite sesungguhnya mengulur-ulur waktu dan menunggu hingga
tahun 1615 untuk menerima para anggota baru tersebut – tiga tahun setelah Smyth
meninggal akibat penyakit TBC.)
Sementara itu, kelompok pecahan, yang dipimpin Thomas Helwys, kembali ke
negaranya. Di sana, dekat London, mereka mendirikan Gereja Baptis Inggris.
Helwys, orang desa yang terhormat, yang telah belajar hukum, menjadi orang yang
vokal menyarankan kebebasan beragama dengan inenerbitkan buku A Short
Declaration of the Mystery of Iniquity (Deklarasi Pendek tentang Misteri
Ketidakadilan). Dengan lancang ia mengirim salinan yang ditandatanganinya kepada
Raja James dengan catatan: "Sang Raja adalah manusia yang bisa mati (mortal) dan
ia bukan Allah, karenanya tidak berkuasa atas jiwa abadi rakyatnya, untuk membuat
undang-undang bagi mereka dan untuk menentukan para pemimpin spiritual bagi
mereka."
Helwys ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara Newgate – dan tidak terdengar
lagi berita tentang dia. Namun gerakan Baptis bertumbuh. Gereja-gereja ini dikenal
sebagai Baptis Umum karena pandangan mereka tentang penebusan dosa. Smyth
telah meniru teologi Arminian dari para Mennonite, bahwa Kristus mati bagi seluruh
manusia, bukan hanya bagi yang terpilih saja. Kelompok yang dikenal sebagai Baptis
Khusus bangkit pada tahun 1638-1640. Mereka adalah para Puritan yang menganut
ajaran baptis orang percaya, namun tidak melepas teologi Calvin. Mereka juga
mempraktikkan baptis selam, yang segera diikuti Baptis Umum. Sampai saat itu, para
pengikut Smyth membaptis dengan menuang (air). Menjelang 1644, terdapat empat
puluh tujuh jemaat Baptis Umum di Inggris dan tujuh Baptis Khusus.
Dari awal, titik tolak kedua aliran Baptis terbesar itu telah nyata – baptis orang
percaya dan kebebasan dari negara (ikrar yang mereka pegang bersama dengan
Anabaptis). Hal ini berlanjut berabad-abad lamanya. Kebebasan itu telah
mengakibatkan penganiayaan, perpecahan, namun telah membawa juga pencapaian
individu yang besar.
"Kepada yang mahatinggi dan berkuasa Pangeran James dengan Anugerah Allah ..."
Pangeran tersebut adalah putra Mary, ratu Skotlandia, dan sumber ungkapan di atas
adalah persembahan dalam Alkitab yang diterjemahkan atas petunjuknya.
Ketika Ratu Elisabeth, penguasa Inggris wafat tanpa meninggalkan keturunan, James
VI dari Skotlandia juga menjadi James I dari Inggris. Pada peristiwa itu, para
Calvinis mengharapkan bahwa latar belakang Presbiterian pada dirinya akan
menguntungkan, sedangkan gereja Inggris masih harus dikompromikan. Meskipun
gereja (Inggris) telah membuang banyak ajaran Katolik yang tidak disukai gereja-
gereja reformasi; ia tidak seprotestan gereja-gereja Lutheran dan Calvinis di Eropa.
Sebagian orang Anglikan, dengan sandaran reformasi yang kuat, belum
meninggalkan gereja negara, tetapi mereka ingin "menyucikan" Gereja – karenanya
mereka disebut kaum Puritan.
Bagi James, kekuasaan mutlak ada di tangan seorang raja – ia percaya bahwa ia
mempunyai "hak ilahi" untuk memerintah, sementara hierarki Anglikan dan gelar
penguasa, yaitu Pembela Iman, sangat menarik baginya. la meremehkan ajaran
Presbiterian, yang mengajarkan kebebasan yang tidak sepaham dengan hak ilahi
seorang raja.
Bahkan sebelum James tiba di London, para Puritan sudah mengemukakan Petisi
Millenary, yang diduga didukung oleh seribu orang. Mereka meminta perubahan
moderat dalam Gereja Inggris. James tidak berniat menyerah pada tekanan para
Puritan, namun karena jumlah mereka begitu besar, ia tidak bisa memandang sebelah
mata. Maka pada Januari 1604, melalui sebuah konferensi, para uskup dan kaum
Puritan bertemu di Hampton Court. Secara keseluruhan, pada pertemuan tersebut, di
mana James telah mengancam akan "mengusir mereka ke luar negeri", merupakan
kekalahan bagi kaum Puritan. Kemenangan tunggal mereka adalah bahwa James
setuju dengan terjemahan baru Alkitab.
Sang raja membayangkan dirinya sebagai seorang terpelajar dan mungkin berpikir
bahwa karya tersebut merupakan sesuatu yang berharga. Tetapi ia pun ingin
melepaskan Alkitab Jenewa – versi populer, yang diterbitkan pada tahun 1560, yang
cenderung Calvinis. Alkitab Para Uskup versi 1568 yang dimaksudkan untuk
menggantikan Alkitab Jenewa telah diterima untuk dipakai di gereja, namun orang
awam tidak pernah memilikinya. Jelaslah, terjemahan yang mendukung hak seorang
raja dan diterima sebagai Alkitab yang dibaca umum, akan menguntungkan James.
Ia menunjuk lima puluh empat orang terpelajar, dibagi atas kelompok yang terdiri
atas tujuh atau delapan orang, yang dapat bekerja sendiri-sendiri atau bersama-sama.
Untuk mewujudkan Alkitab baru, mereka mengacu pada teks asli dan terjemahan-
terjemahan sebelumnya. Alkitab Tyndale, misalnya, berdampak besar atas karya
mereka.
Terjemahan tersebut berlangsung dari tahun 1607 sampai tahun 1611. Meskipun
"versi yang berwibawa" atau Alkitab Versi Raja James tidak mendapat pengakuan
resmi dari James, namun lambat-laun Alkitab tersebut menggantikan Alkitab Jenewa.
Terjemahannya yang terpelajar dan akurat bertahan berabad-abad lamanya.
Bagi sekelompok orang, inilah Alkitabnya.
Yang memimpin mereka dalam pembuangan itu ialah pastor, penulis sekaligus guru,
Jan Amos Comenius. Ia berhenti menoleh ke belakang melihat negeri tercintanya, dan
memimpin warganya dalam doa, meminta agar Allah memelihara "benih terpendam"
dalam diri warganya, suatu kelompok yang akan tumbuh dan menghasilkan buah.
Comenius tidak akan pernah melihat negerinya lagi.
Perang tiga puluh tahun telah menyita pusat kehidupan Comenius. Ketika perang
dimulai pada tahun 1618, ia adalah seorang pastor baru dan kepala sekolah pada
golongan Unity of Brethren (Unitas Fratrum), pewaris ajaran Protestan dari Yohanes
Hus.
Ketika itu Eropa terdiri dari kawasan-kawasan Katolik, Lutheran dan Calvinis.
Bohemia, kawasan Protestan, tidak senang menjadi bagian dari kekaisaran Romawi
yang suci, maka mereka selalu memberontak. Pada tanggal 23 Mel 1618, sejumlah
pemberontak Protestan menyerang istana kerajaan di Praha dan melemparkan para
gubernurnya ke luar jendela. Menurut laporan, orang-orang yang terlempar itu
mendarat di atas tumpukan kotoran hewan dan tidak terbunuh; namun dengan
Defenestration of Prague, revolusi sedang berlangsung.
Perang tiga puluh tahun merebak terus. Kaum Protestan Denmark menyerang
kawasan Katolik, tetapi terpukul balik. Raja Swedia, Gustavus Adolphus, memasuki
pergolakan ini dengan berpihak pada Protestan. Ia memperoleh beberapa
kemenangan, namun ia meninggal pada tahun 1632.
Sementara itu, Comenius tetap meraih reputasi sebagai seorang terpelajar dan
pendidik. Ia menulis The Way of Light (Jalan Terang) dengan harapan bahwa
pendidikan yang benar akan meningkatkan perdamaian. Pada tahun 1641, Parlemen
Inggris mengundangnya untuk mempraktikkan teorinya dengan mendirikan
perguruan "pansophic" (aneka pengetahuan) di Inggris. Sekali lagi perang saudara
merebak, yang memaksa Comenius lari. Untuk sementara waktu ia bermukim di
Prusia. Dari sana ia pergi ke Swedia sebagai konsultan pendidikan bagi Perdana
Menteri, Axel Oxenstierna. Ia juga meminta perdana menteri agar tidak melupakan
perihal Brethren ketika perang hampir usai.
Anehnya, Perancis mengubah arah dalam perang itu. Meskipun merupakan negara
Katolik, Perancis melihat kesempatan melumpuhkan kekuatan dinasti Hapsburg dan
memenangkan beberapa kawasan baginya sendiri. Pasukan Perancis memasuki
kancah perang pada tahun 1635, dan perang terus berlanjut. Pada tahun 1648,
Perdamaian Westphalia membagi-bagi rampasan perang yang telah menguras Eropa.
Kekaisaran Roma porak-poranda dan ada yang menafsirkan bahwa Jerman telah
kehilangan setengah penduduknya dalam peperangan itu. Perancis 'memenangkan
kawasan-kawasan baru. Kaum Calvinis dan Lutheran meraih keuntungan dengan
pencapaian toleransi kaum Calvinis.
Namun, kaum Brethren tidak menerima baik hak kembali ke Bohemia maupun
daerah permukiman baru. Comenius melanjutkan pengembaraannya sepanjang sisa
hidupnya. Selama dua puluh dua tahun ia berkelana, melayani kaum Brethren yang
terbuang jauh. Ketika rumahnya di Polandia dihakar, ia kehilangan sebagian besar
Comenius dihargai dan dihormati, namun ia jarang didengar. Pada usia tujuh puluh
lima tahun ia muncul di sebuah persidangan untuk memohon perdamaian antara
Inggris dan Negeri Belanda – tetapi mereka meremehkan sarannya. la mempunyai
visi pendidikan yang akan membawa kesempurnaan spiritual dan perdamaian dunia.
Meski tujuan pertama menarik beberapa negara, tak satu pun ingin mencoba tujuan
kedua.
Walaupun ia dengan tepat dapat dikatakan sebagai salah seorang Bapa Oikumene,
Comenius sering tidak dihiraukan. Ia lehih dihargai dunia sekular daripada oleh
Gereja, dan ia sering dielukan sebagai Bapa Pendidikan Modern.
Tidak semua orang di Inggris menerima gereja negara. Dari awal, banyak yang telah
melihat Anglikanisme sebagai sistem yang tidak menjangkau doktrin-doktrin
Reformasi. Ratu Elisabeth I telah menyetujui Tiga Puluh Sembilan Pasal pada tahun
1563, yang mendirikan Gereja Inggris episkopal. Dari awal, kaum Puritan telah
mendesak terbentuknya pemerintahan Presbiterian dan kebaktian-kebaktian yang
kurang ritual, namun permintaan mereka tidak diacuhkan.
Para raja Stuart – James I dan putranya, Charles I – telah berupaya meningkatkan
kekuatan sistem episkopal. Charles yang menginginkan keselarasan di Skotlandia dan
Charles I mempunyai sejarah pertikaian panjang dengan parlemen. Pada musim semi
tahun 1640, ia membentuk parlemen yang menentangnya dengan keras. Serta-merta
ia membubarkannya dan membentuk parlemen lain pada musim gugur tahun yang
sama. Parlemen berunsurkan Puritan yang bertahan lama inilah yang menjadi
penyebab kejatuhannya.
Dua tahun kemudian, pada parlemen yang sama, raja mencoba menangkap sejumlah
anggota dewan yang menentangnya. Tuduhannya bahwa orang-orang tersebut telah
berkhianat, memicu perang yang membawa Inggris menganut Puritanisme untuk
beberapa waktu lamanya.
Pada awal tahun 1643, parlemen telah menghilangkan sistem episkopal. Untuk
mendirikan sebuah Gereja Presbiterian sebagai gantinya, mereka mengadakan
pertemuan di Westminster Abbey. Seratus dua puluh satu pendeta dan tiga puluh
orang awam — beberapa dari mereka adalah orang-orang Skotlandia — berhimpun
untuk membangun kembali gereja Inggris.
Dalam bahasa aslinya, kitab suci "diinspirasikan (diilhami) Tuhan, dan ... dipelihara
kesuciannya sepanjang masa". Namun, jaminan akan otoritas ilahi berasal "dari karya
Roh Kudus dari dalam". Pengakuan Iman Westminster menyertakan juga doktrin
takdir – sebuah topik yang tidak digubris Tiga Puluh Sembilan Pasal. Pengakuan
Iman itu menyatakan, "Sebagian manusia dan malaikat ditakdirkan untuk hidup
abadi, dan yang lain ditetapkan untuk kematian abadi." Namun, "Allah bukan
pencipta dosa, dan bukan juga kekerasan yang ditawarkan bagi kehendak makhluk".
Lebih lanjut, Pengakuan Iman itu menekankan hubungan Allah dengan ciptaan-Nya
melalui perjanjian. Penebusan umat manusia merupakan perimbangan antara
kedaulatan Allah dan pertanggungjawaban manusia.
Pengakuan Iman ditetapkan oleh para penatua, bukan oleh pastor dan uskup, serta
tidak memberi tempat (seperti yang dilakukan oleh Tiga Puluh Sembilan Pasal) bagi
transsubstansiasi. Pengakuan Iman itu juga mengikat orang percaya pada hari Sabat,
hari yang dikhususkan untuk berdoa secara pribadi dan ibadah umum.
Namun Puritanisme di Inggris tidak bertahan lama. Pada tahun 1658, dengan
kematian Oliver Cromwell, tidak ada pemimpin kuat yang muncul dari pihak Puritan.
Meskipun putra Cromwell, Richard, telah menggantikan kedudukan ayahnya sebagai
Pelindung Inggris, ia tidak memiliki kemampuan memimpin seperti ayahnya. Richard
mengundurkan diri secara terhormat, dan Inggris kembali menjadi kerajaan di bawah
Charles II, putra Charles I. Di Inggris, raja baru ini dengan sukses memulihkan sistem
episkopal. Namun orang-orang Skotlandia berpegang erat pada Pengakuan Iman
Westminster, dengan mengikatnya pada gereja Skotlandia. Melalui Skotlandia,
Pengakuan Iman Westminster telah menjadi julukan bagi "Calvinisme yang
bersejarah".
Abad ketujuh belas adalah masa perubahan agama dan kebebasan yang sedikit demi
sedikit meningkat. Dalam satu gereja "universal", bertumbuh banyak aliran.
Reformasi telah mengajarkan bahwa hanya Alkitab yang mendasari iman. Namun
pertanyaannya, interpretasi apa yang harus diterima orang Kristen? Perbedaan pun
merebak – semuanya atas nama Kitab Suci.
Kaum Puritan menentang Gereja Inggris yang tidak sepaham dengan mereka tentang
Kitab Suci. Tetapi, meskipun mereka tidak menyukai sistem imamat Anglikan,
mereka tidak memutuskan hubungan sama sekali dengan kaum rohaniwan.
George Fox, yang mendirikan Society of Friends-atau Quakers –Seperti yang
lainnya, George Fox tidak me-rasa nyaman dengan agama-agama formal pada
zamannya. Juga kelompok-kelompok pembangkang seperti Presbiterian dan
Independen, bagi Fox, mempunyai amat banyak formalitas. Ia percaya bahwa mereka
menyerah pada berbagai tekanan pemerintah. Gereja telah menjadi pelayan umum
dan telah menjauhkan diri dari Allah.
Ajaran-ajaran Fox yang sederhana tetapi juga keras menarik banyak peminat. Para
sahabat (Friends), sebutan bagi mereka, meninggalkan tradisi bersumpah, berpakaian
sederhana, makan hati-hati dan bicara dengan jujur. Mereka menentang keterlibatan
dalam peperangan. Meskipun ditentang pemerintah, mereka memprotes segala
formalitas kebaktian, mereka menolak mengangkat topi bagi siapa pun, mereka tidak
membayar persepuluhan (merupakan pajak penghasilan, di Inggris) pada gereja
negara.
Banyak Society of Friends bermunculan di Inggris, selama George Fox yang berani
itu berkhotbah. Di rumah-rumah tempat mereka mengadakan berbagai pertemuan,
para aristokrat dan orang biasa bersama-sama mengikuti kebaktian. Tidak ada
rohaniwan yang istimewa. Pria dan wanita dapat berbicara karena mereka merasa
bahwa mereka dituntun Rob.
Dalam sebuah kelompok yang bergantung pada dorongan Roh secara pribadi,
terdapat juga penyimpangan – dan ini membuat banyak orang yang sebenarnya
toleran berhalik menentang Friends. Penekanan Friends pada kebebasan juga
mengundang oposisi pemerintah.
Fox dipenjarakan karena ajarannya. Ketika ia berhadapan dengan seorang hakim yang
mencela kepercayaan kelompoknya, Fox memperingatkannya untuk "gentar pada
firman Allah".
"Kalianlah para pembuat gentar, quakers," jawab hakim tersebut. Nama itu menjadi
abadi.
Di bawah pemerintahan Oliver Cromwell, toleransi menjadi peraturan umum bagi
berbagai aliran yang berbeda, yang menyusun bala tentara dan kesatuan politiknya.
Meskipun Cromwell kagum pada kejujuran dan integritas para Quaker, ia tidak
memperluas toleransi terhadap mereka. Meskipun penganiayaan sudah berkurang
dibanding pada masa pemerintahan raja-raja, iman yang mencari kebebasan
individual seperti itu tidak dapat diterima oleh seorang pemimpin sekaliber
Cromwell.
Salah satu karya klasik Kristen terbesar muncul bukan dari aula-aula universitas,
tetapi dari sebuah sel penjara. Orang yang menulis itu bukanlah orang terpelajar,
tetapi seorang guru agama berpendidikan rendah.
John Bunyan dilahirkan di Elston, Bedfordshire, pada tahun 1628. Rumahnya adalah
gubuk kecil, dan ayahnya seorang tukang solder, yang setiap hari mendorong
keretanya di sepanjang jalan, berhenti di rumah-rumah untuk menambal panci-panci.
Pada tahun 1651, Bunyan mulai menghadiri pertemuan Independen di Bedford, dan
telah tergerak oleh khotbah alkitabiah yang dibawakan seorang pastor. la mulai
merenungkan Kitab Suci, hingga konflik dalam dirinya berakhir dengan jaminan
anugerah. Keselamatan telah datang kepadanya. la bergabung dengan jemaat Bedford
dan mulai berkhotbah. Di sana ia membuat orang kagum akan kebolehan seorang
tukang solder itu.
Pada tahun 1675 Bunyan sekali lagi dipenjarakan, dan ia memulai karya agungnya:
The Pilgrim's Progress (Perjalanan Seorang Safir). Alegori tentang keselamatan dan
perjalanan Kristen ini telah menghasilkan ungkapan-ungkapan indah seperti "Vanity
Fair", "The Slough of Despond", "House Beautiful", "Muckraking" dan "Hanging is
too good for him". Menyimpulkan hanya dari pengalamannya sendiri dan Alkitab,
pengajar agama yang tidak terpelajar ini menciptakan sastra yang mempesona bagi
mereka yang mengadakan perjalanan atau yang akan mengadakan perjalanan – ziarah
dari Kota Kehancuran ke Kota Surgawi.
Mungkin, karena begitu banyak pembaca yang mengalami perjalanan ziarah yang
sama dalam hidup mereka, The Pilgrim's Progress menjadi buku devosional Kristen
terlaris di dunia. Bunyan menggambarkan keadaan paling intim jiwa-jiwa Kristen.
Kesadarannya akan anugerah Allah yang mendalam kepada dirinya sendiri
memberikan Bunyan kesanggupan berbicara kepada banyak orang, bahkan berbagai
generasi, tentang keadaan spiritual mereka sendiri.
Karya-karya Bunyan lain seperti Grace Abounding to the Chief of Sinners, The Life
and Death of Mr. Badman dan The Holy War tidak mencapai popularitas seperti The
Pilgrim's Progress. Namun, buku yang ditulis secara sederhana ini telah menyentuh
ribuan orang dan telah menjadi buku yang klasik.
Tahun 1707 Penerbitan Hymns and Spritual Songs Karya Isaac Watts
Para Anglikan memiliki Buku Doa Umum, tetapi liturginya tidak menyertakan musik.
Pada tahun 1562, jemaat-jemaat dapat menggunakan koleksi Mazmur berirama, yang
lambatlaun disebut Versi Lama dan pada tahun 1696, Nahum Tate dan Nicholas
Brady menampilkan Versi Baru yang dapat dinyanyikan. Namun, apa pun yang ada
di luar Mazmur dicurigai. Seorang uskup mungkin menulis sebuah kidung yang
kadang-kadang dipakai di kapel perguruan tinggi. Para pujangga seperti John Milton
dan George Herbert menulis karangan-karangan suci, namun tidaklah untuk
dinyanyikan. George Wither mericoba menciptakan buku kidung yang luas pada
tahun 1623, namun karyanya tidak begitu sukses.
Pada tahun 1709 Watts menerbitkan Hymns and Spiritual Songs. Koleksi-koleksi
lainnya menyusul kemudian, termasuk Psalms of David Imitated in the Language of
the New Testament (Mazmur Daud Ditirukan dalam Bahasa Perjanjian Baru). Dalam
karya ini Watts mengatakan bahwa ia membuat Daud "berbicara seperti seorang
Kristen". Semuanya ia kutip hanya dari Mazmur – "Jesus Shall Reign Where'er the
Sun" berdasarkan Mazmur 72, dan "Joy to the World" dari Mazmur 98.
I. ebih dari 600 kidung ciptaan Watts – di antaranya "When I Survey the Wondrous
Cross", "O God Our Help in Ages Past", "I Sing the Mighty Power of God" dan
"There Is a Land of Pure Delight" – telah membuatnya mendapatkan gelar Bapa
Kidung di Inggris. Rohaniwan ini dengan cermat merefleksikan pujian, keheranan
dan penyembahan orang-orang Kris-ten terhadap Tuhan. Meskipun ia mungkin telah
Ini hanyalah kebaktian pengukuhan bagi dua orang gadis. Para Moravian Brethren
yang tinggal di pertanahan Pangeran Nicolaus von Zinzendorf mengadakan
pertemuan seperti biasa pada tanggal 13 Agustus 1727. Namun, gelora spiritual telah
berkobar sejak beberapa minggu sebelumnya. Selama itu Pula telah berlangsung doa
semalam suntuk, pengakuan dosa, pemahaman Alkitab dengan sungguh-sungguh dan
pengharapan.
Semuanya meledak pada hari itu. Setelah berkat pengukuhan dinyatakan kepada
kedua gadis tersebut, gereja itu pun dilanda keharuan yang dahsyat. Ada yang
menangis, ada yang menyanyi, banyak yang berdoa. Tidak ada keraguan di benak
mereka tentang apa yang sedang terjadi. Mereka sedang dilawat Roh Allah. Mereka
telah mendirikan sebuah "badan" di sini, di Herrnhut, namun saat itu mereka adalah
satu dalam roh.
besarnya yang terkenal karena keilmuwannya, Jan Amos Comenius, tidak dapat
mencarikan tempat bagi mereka. Maka mereka pun bubar.
Pengumpulan kembali berawal pada tahun 1722, ketika Christian David muncul di
depan pintu tempat kediaman Pangeran Zinzendorf di Dresden. Zinzendorf adalah
Lutheran yang saleh dari keluarga kaya, dan ia sangat berminat melayani Tuhan
dengan kemampuannya. Sebenarnya ia pernah berpikir untuk mewujudkan sebuah
komunitas yang akan mempraktikkan kesucian kristiani. Sekarang, berdiri pula
seorang Moravian di ambang pintunya, dengan permintaan agar kelompok
tertindasnya itu dapat tinggal di pertanahan Zinzendorf. Pangeran tersebut
mengizinkannya.
Dalam gelora spiritual ini, berdoa dua puluh empat jam sehari telah ditetapkan. Hal
ini berlanjut lebih dari satu abad. Kebaktian-kebaktian Kristen di tempat-tempat lain
dijelajahi. Hubungan dengan para Moravian di seluruh dunia diadakan, dan mereka
mengembangkan sistem yang melibatkan kebersamaan dan korespondensi. Para
pemimpin dilatih mengunjungi kelompok-kelompok lain, dan mengadakan sharing
dengan mereka tentang apa yang sedang berlangsung di Herrnhut.
Pada tahun 1732, para Moravian berkembang ke dalam misi-misi di luar negeri
dengan mengirimkan Leonard Dober dan David Nitschmann ke Hindia Barat. Pada
tahun berikutnya, tiga misionaris Moravian pergi ke Greenland. Pada tahun 1734,
beberapa yang lainnya pergi ke Lapland dan Georgia, dan 17 relawan bergabung
dengan Dober di St. Thomas. Menjelang 1742, lebih dari 70 Moravian meninggalkan
komunitas Herrnhut yang terdiri dari 600 orang, untuk pelayanan misi. Ladang misi
tersebut mencakup Suriname, Afrika Selatan, Guyana, Aljazair, Sri Langka dan
Rumania.
Zinzendorf, sementara itu, berupaya mendirikan basis yang sah bagi Gereja Moravian
di Saxony. Dalam penyelidikannya, ia menemukan konstitusi kuno bagi Unitas
Fratrum, asal Gereja Moravian. Ini menunjukkan bahwa para Moravian mempunyai
pendahulu historis sama seperti kaum Lutheran, dan itu harus diberi pengakuan.
Tetapi, musuh-musuh Zinzendorf menyebabkan dia terbuang dari Saxony pada tahun
1736. Ini mengawali kurun waktu perjalanan bagi sang pangeran dan pemimpin
Moravian lainnya. Perjalanan tersebut membawanya ke Amerika tempat ia
mendirikan Bethlehem, Pennsylvania, sebagai basis karya misinya di antara para
Indian. Di kemudian hari, ia menjadikan London sebagai pusat kegiatan Moravian.
Menjelang kematiannya pada tahun 1760, 226 misionaris dikirim keluar oleh para
Moravian. Mereka telah membaptis lebih dari 3.000 orang yang bertobat. Ketika ia
sekarat, Zinzendorf berkomentar kepada rekannya, "Sungguh suatu khafilah hebat
dari gereja kita yang mengelilingi Anak Domba itu!" Hal itu memang benar sampai
hari ini.
Gereja Brethren berlanjut hingga hari ini, namun warisannya dapat juga dilihat pada
denominasi lain. John Wesley sangat dipengaruhi kaum Moravian dan
menggabungkan beberapa perhatian mereka pada gerakan Methodis. William Carey,
yang dihormati sebagai orang yang merintis gerakan misi Protestan modern,
sesungguhnya mengikuti jejak para misionaris Moravian. "Lihatlah apa yang telah
dilakukan para Moravian ini," tuturnya pada suatu kesempatan. "Apakah kita tidak
dapat mengikuti contoh mereka dalam kepatuhan kepada Guru Surgawi kita, pergi ke
tengah-tengah dunia dan mengabarkan Injil kepada orang-orang kafir?"
Pada tahun 1630, sepuluh tahun setelah serombongan kecil kaum Peziarah
mendirikan permukiman di Plymouth, sebuah migrasi kaum Puritan yang besar mulai
mendirikan persemakmuran Kristen di Massachusetts. Lebih makmur dalam harta
duniawi daripada Pilgrim Fathers (kaum Puritan pertama di Amerika), kaum Puritan
ini juga berbeda dalam tujuannya mendatangi rimba Amerika. Mereka berharap
mendirikan masyarakat berdasarkan Alkitab, yang akan menjadi contoh bagi Inggris
untuk mengikuti reformasi dan pembaruan. Seperti yang ditulis gubernur mereka,
John Winthrop, "Kita harus beranggapan bahwa kita merupakan sebuah kota di atas
bukit, dan semua mata menatap kita." Ketika koloni Puritan tersebut bertumbuh dan
Mereka yang setia hanya memperhatikan, dan ada yang meratapi perkembangan-
perkembangan tersebut. Ide kaum Puritan bahwa negeri baru akan merupakan tempat
yang cocok untuk mengembangkan persemakmuran suci lambat-laun memudar.
Mereka yang setia tidak meragukan bahwa meskipun Inggris secara spiritual sakit —
ataupun coati — koloni-koloni dapat atau harus memperlihatkan spiritualitas yang
mendalam.
Jonathan Edwards — jiwa yang sejati dan berharga, yang masuk ke Perguruan Yale
pada usia tiga belas tahun — yakin akan hal ini. Untuk sementara waktu, di bawah
kakeknya, orang yang berkuasa dan berpengaruh, Solomon Stoddard, Edwards
menjadi pastor pendamping di sebuah gereja di Northampton, Massachusetts. Ketika
Stoddard meninggal pada tahun 1729, Edwards bertugas sebagai pastor tunggal.
Dengan menggali dari kedala man Calvinisme, Edwards percaya pada doktrin
pemilihan. Meskipun ia mengakui bahwa Allah memilih siapa yang akan
diselamatkan-Nya dan siapa yang tidak, Edwards menginginkan setiap orang menjadi
yang terpilih. Ia tahu hal ini tidak mungkin, namun ia mendesak bahwa para pastor
harus mengajar tentang beratnya dosa dan perlunya hati untuk berpaling kepada
Tuhan. Jika tidak, katanya, para pastor gagal dalam tugasnya, dan ia cukup melihat
kaum rohaniwan di New England yang tidak mempunyai semangat hidup sebagai
contohnya. Ketika ia mengkhotbahkan "God Glorified in Man's Dependence" (Allah
Dimuliakan dalam Ketergantungan Manusia) pada tahun 1731, kepada pengunjung di
Boston, ia tahu bahwa banyak pendengarnya tertawa sinis karena tekanannya akan
dosa yang berakar dan pentingnya perubahan dari dalam.
Selama enam puluh tahun pelayanannya, Solomon Stoddard telah melihat lima
"panen", masa-masa peningkatan tekad spiritual, yang menghasilkan kehidupan yang
berubah dan peningkatan ketakwaan. Pada tahun 1730-an, Jonathan Edwards berdoa
untuk panen. Ia melihat moral yang bejat dan merasakan bahwa penerimaan
Arminianisme yang semakin meningkat akan menyebabkan suatu masa
ketergantungan spiritual. Ia mulai mengkhotbahkan hal itu.
Pada musim dingin tahun 1734 dan sepanjang tahun berikutnya, perubahan dialami
Northampton. Edwards berkata, "Roh Allah dengan luar biasa mulai bekerja."
Gerejanya penuh dengan pendengar, banyak di antaranya mencari kepastian
keselamatan. "Kota ini tampaknya penuh dengan kehadiran Allah. Tidak pernah ia
begitu penuh dengan kasih ataupun kegembiraan, namun ia penuh dengan kecemasan
seperti dulu." Pertengkaran dan gosip lenyap karena hampir seluruh kota
mengunjungi gereja.
Namun, orang yang telah mendoakan dan berkhotbah untuk kehidupan kotanya tidak
memiliki teknik berkhotbah yang penuh dengan kata-kata indah. Khotbahnya
berfokus pada pembenaran oleh iman saja dan menunjukkan kegemaran
intelektualnya. Meskipun ia tidak menggunakan metode-metode yang akan
membangkitkan emosi, namun ia menerima responsrespons beremosi. Para kritikus
mengolok-olok saat-saat ratapan pembungkukan badan yang kadang-kadang
mengikuti khotbah kebangunan rohani. Di kemudian hari, ketika ia menulis tentang
Kebangunan Rohani Besar, Edwards mengakui bahwa tulisan itu membawa ekses-
ekses emosional. Tetapi secara keseluruhan, hal itu adalah bukti bahwa Roh Allah
bekerja dalam hati manusia.
Edwards tidak seorang diri dalam berkhotbah yang membawa ke kebangunan rohani.
Seorang pastor Jerman di New Jersey, Theodore Freylinghuysen, telah bekerja
dengan Jemaat Reformasi Belanda sejak tahun 1720. Berita Injilnya yang berkobar-
kobar telah membawa basil — dan juga perselisihan. Ia juga membantu Gilbert
Tennant, seorang pastor Presbiterian, yang datang ke New Jersey dari gereja dan
sekolah ayahnya di Pennsylvania. Gilbert dan saudara-saudaranya — William, Jr.,
John dan Charles — semuanya telah menjadi pastor-pastor pekabar Injil yang ampuh
di New Jersey.
Orang yang mengikat kedua masa kebangkitan ialah George Whitefield seorang
pendeta Anglikan — dan temannya John Wesley — yang mulai mengajar di Amerika
pada tahun 1738. Dengan tidak menghiraukan ikatan denominasi, dan karena
semuanya untuk Kristus, dengan tidak mengenal rasa lelah ia melintasi berbagai
negara bagian, mengajarkan berita pertobatan. Di bawah pengaruhnya, seluruh
bangsa itu mengalami kebangunan rohani.
Sebagai anak berumur lima tahun, John Wesley hampir saja menemui ajalnya dalam
kebakaran yang telah menyapu pastoran ayahnya. Sungguh ia adalah "api yang
dipetik dari kebakaran itu", seorang yang akan dipakai Allah untuk menyulut iman
pada ribuan orang.
Akan tetapi ketika John pergi ke Oxford untuk belajar menjadi pendeta dan kemudian
membantu jemaat Anglikan ayahnya selama beberapa tahun, keresahan pun mulai
meliputi dia. Meskipun ia tahu doktrin-doktrin keselamatan, namun semuanya itu
belum menyenangkan hatinya.
Pada tahun 1729 John kembali ke Oxford. Adiknya, Charles telah memulai "Holy
Club" (Klub Suci), yang tidak lama kemudian dipimpin John. Mereka dijuluki
Methodis oleh orangorang yang ingin mencemarkan mereka, karena mereka
Pada tahun 1735, John dan Charles pergi ke Georgia dalam suatu perjalanan
misioner. Ketika melintasi Samudra Atlantik, John terkesan dengan beberapa orang
Moravian. Ketika kapal mereka dihantam badai, John gemetar karena takut,
sementara para Moravian dengan tenang menyanyikan pujian.
Charles hanya berdiam selama satu tahun di Georgia. Ia pulang karena kesehatannya.
Meskipun John tinggal, namun pelayanannya tidak berjalan mulus. Ia mengikuti jejak
saudaranya kembali ke Inggris menjelang tahun 1738. Ia diundang pada pertemuan
Moravian di Aldersgate Street, London, dan pada tanggal 24 Mei ia menghadirinya
dengan "setengah hati". Pada pertemuan tersebut, ketika seorang membacakan
tafsiran Luther tentang Surat Rasul Paulus kepada Jemaat di Roma, Wesley berkata,
"Kira-kira pukul sembilan kurang lima belas, ketika ia sedang menggambarkan
perubahan yang diadakan Allah dalam hati melalui iman kepada Kristus, aku
merasakan kehangatan dalam hati. Aku merasakan bahwa aku benar-benar percaya
kepada Kristus, hanya Kristuslah keselamatan; dan suatu jaminan telah diberikan
kepadaku bahwa Ia telah menyingkirkan dosa-dosaku, dan telah menyelamatkan daku
dari hukum dosa dan maut."
Wesley dan saudaranya, Charles, yang telah bertobat tiga hari sebelumnya, membawa
berita anugerah baru ini dan mengajarkannya di mana saja. Seorang lagi anggota
Holy Club, George Whitefield, menerima Kristus pada waktu yang bersamaan.
Bersama-sama mereka akan menuntun Inggris dan Amerika menuju kebangkitan
kembali.
Ketika Gereja-gereja Anglikan yang bermusuhan menutup pintu bagi berita ini, anak-
anak muda tadi berbicara di mana saja, tempat-tempat umum atau lapangan terbuka.
Tidak seperti Gereja Anglikan, yang hanya melayani kaum aristokrat, pendengar
mereka adalah kaum miskin di Inggris, yang kelaparan akan harapan. Orang-orang
mengelilingi mereka ketika mereka berkhotbah.
Wesley tanpa merasa letih mengadakan perjalanan sejauh 250.000 mil dengan
menunggang kuda, mengajar di seluruh Inggris dan Skotlandia. la membentuk
perkumpulan orang-orang percaya di setiap kawasan, dan ketika gerakan tersebut
bertumbuh, ia menunjuk para pengajar lain dengan menempatkan seorang bagi satu
distrik. Perkumpulan-perkumpulan tersebut, lebih lanjut, dipecah menjadi kelas-kelas
rekanan dan kelompok-kelompok doa. Organisasi rumit yang dicap Methodis ini
membantu gerakan itu bertahan.
Meskipun berada di bawah bayang-bayang kakaknya, Charles pun punya andil yang
cukup besar dalam Methodisme. Ia sangat dikenal akan kidungnya, termasuk "O for a
Thousand Tongues", "And Can It Be?" dan "Hark the Herald Angels Sing". Tidak
seperti gereja Anglikan yang selalu terikat pada Mazmur, dari awal para Methodis
merupakan gerakan bernyanyi — sebagian besar karena Charles yang berbakat dalam
menyusun kata-kata.
orang Methodis karena tidak memicu revolusi berdarah seperti yang dialami orang
Perancis pada akhir abad kedelapan betas.
Ny. Meredith tidak sanggup menanganinya. Atas permintaan seorang editor Surat
kabar yang baik, Robert Raikes, ia menerima segerombolan anak jalanan ke dapur
rumahnya di Sooty Alley. Raikes bahkan membayar Ny. Meredith satu shilling setiap
hari Minggu untuk mengajar anak-anak berpakaian compang-camping ini membaca
Alkitab dan mengulanginya di luar kepala. Tetapi anak-anak ini luar biasa bandel.
Terkungkung di sebuah pabrik yang basah dan gelap di Gloucester, Inggris, selama
enam hari dalam satu minggu, mereka hanya dapat kesempatan bergembira ria pada
hari Minggu, dan pada hari-hari Minggu itulah mereka menjadi liar. Setiap Minggu
para petani dan pemilik toko merasa takut pada kenakalan anak-anak ini. Robert
Raikes berharap bahwa "Sekolah Minggu" ini akan mengubah hidup mereka, namun
mereka membawa kebiasaan mereka yang menjijikkan dan mengerikan itu ke dapur
Ny. Meredith.
Hal ini bukanlah upaya pertama Raikes bagi pembaruan masyarakat. Sebagai seorang
editor Gloucester -Journal yang berpikiran liberal, ia sangat sadar akan roda
kemiskinan dan kriminalitas. Orang-orang yang tidak dapat membayar utang
dipenjarakan, dan bila mereka keluar, tidak ada kehidupan bagi mereka. Maka
mereka terdorong berbuat kejahatan. Selama bertahun-tahun Raikes berupaya bekerja
bersama mantan napi, untuk membantu mereka agar tidak berbuat kejahatan, namun
sia-sia.
"Dunia bergerak maju di atas kaki anak-anak kecil." Kalimat yang berasal dari Raikes
itu mengungkapkan pemikiran sekolah Minggu ini. Para orang dewasa telah berjalan
terlalu jauh, tetapi anak-anak baru memulainya.
Jadi, eksperimen itu berawal dari Sooty Alley. Lambat-laun ide ini bertumbuh. Pada
tahun 1783, dengan kepercayaan diri bahwa eksperimennya telah berhasil, Raikes
mulai mengumumkannya dalam hariannya. Dengan hati-hati ia melaporkan alasan
dan hasilnya. ide tersebut menjadi populer.
Kemasyhuran membawa pertentangan juga dari para konservatif yang takut akan
terganggunya hari Sabat oleh para pedagang, yang khawatir akan kehilangan bisnis
pada hari Minggu. Ada beberapa teman Raikes yang mengejeknya "Bobby Wild
Goose (pengajar sesuatu yang tidak mungkin tercapai) dan Resimen Gembelnya".
Namun, hingga tahun 1787, ada seperempat juta anak-anak menghadiri sekolah
Minggu di Inggris. Lima puluh tahun kemudian, ada 1,5 juta anak di seluruh dunia
yang dididik oleh 160.000 tenaga pengajar. Yang menggembirakan ialah
perkembangan Manchester pada tahun 1835. Sekolah Minggu tersebut terdiri dari 120
tenaga pengajar, yang 117 di antara mereka adalah mantan murid-murid sekolah-
sekolah Minggu itu sendiri.
Dua perubahan besar telah terjadi pada tahun-tahun berikutnya. Pada awalnya, guru-
guru di sana dibayar, tetapi lambat-laun hal itu telah menjadi aktivitas sukarela. Pada
awalnya, kurikulum terdiri dari membaca, menulis dan berhitung — dengan Alkitab
dipakai sebagai teks yang tersedia. Ketika sekolah Minggu mendapat dana yang
lumayan, mereka dapat mengadakan buku-buku teks lain. Tetapi, ketika pendidikan
umum berkembang, sekolah-sekolah Minggu memusatkan perhatiannya pada
pelajaran Alkitab saja.
Gerakan sekolah Minggu merupakan fenomena besar di Inggris dan Amerika, dengan
implikasi religius maupun sekular. Hal ini terjadi di tengah-tengah kebangkitan
rohani yang membalikkan Gereja dari kelesuan dan mungkin juga dapat
menyelamatkan Inggris dari bencana revolusi yang dahsyat. Perlahan-lahan, orang-
orang Kristen yang kaya mulai sadar akan tanggung jawab mereka terhadap kaum
miskin. Gerakan sekolah Minggu telah menanamkan benih pendidikan umum dan
merevolusi pendidikan agama, khususnya ketika menghidupkan pencetakan materi-
materi agama. Pada akhir tahun 1800-an, gerakan sekolah Minggu memberikan
Gereja puluhan kidung baru.
Hasil paling besar adalah anak-anak muda yang tak terhitung jumlahnya, yang telah
tergerak oleh interaksi sederhana dan pendidikan sekolah Minggu.
Sebuah kapal menaikkan layarnya melawan angin bulan April dan bergerak di sungai
Thames menuju Terusan Inggris. Kapal ini herlayar menuju India membawa William
Carey (1761 - 1834), seorang tukang sepatu yang menjadi pengkhotbah gigih dan
rekan misionarisnya dr. John Thomas.
Namun, laut yang ganas dan peperangan yang berbahaya antara Inggris dan Perancis
mengakhiri persiapan Carey – perjalanan dibatalkan. Tanpa dapat dihalangi, Carey –
yang menyebut dirinya "orang yang lamban" tetapi sesungguhnya adalah visioner
yang tak kenal lelah maju dengan susah payah menembus segala kesulitan untuk
menyelesaikan pekerjaannya.
Pada usia tujuh belas tahun, ia memasuki sebuah gereja pembangkang dengan
seorang teman dan berjanji kepada Kristus. Ia tinggalkan Gereja Anglikan yang
membesarkannya, dengan mengabaikan nasihat ayahnya, dan kian hari kian aktif
dengan para pembangkang itu. Ia menikah dan mulai berkhotbah di gereja. Ia berjalan
kaki sejauh delapan mil setiap hari Minggu untuk berkhotbah di gereja yang miskin
di sebuah kota tetangga. Ia mempelajari Perjanjian Baru dan Bahasa Yunani dengan
tekun, serta menyulap sekaligus tiga pekerjaan – tukang sepatu, guru sekolah dan
pendeta.
Pada rapat-rapat para pendeta di kawasan itu, ia menguraikan secara khusus bahwa
orang-orang Kristen harus menyebarkan Injil ke negeri-negeri yang jauh. Ia
senantiasa ditolak. "Jika Allah hendak menyelamatkan orang-orang kafir itu, Ia akan
berbuat demikian tanpa kau dan saya," jawab mereka kepadanya. Ia meneruskan,
dengan menerbitkan sebuah uraian, "An Enquiry into the Obligation of Chistians to
Use Means for the Conversion of the Heathen" ("Sebuah Penyelidikan akan
Kewajiban Orang-orang Kristen untuk Memberdayakan Segala Upaya Pertobatan
Orang-orang Kafir"), yang menyebabkan panggilan bagi misi-misi luar negeri. Suatu
karya yang amat baik, tetapi tidak ditanggapi dengan baik.
Sesuatu telah terjadi. Pada pertemuan berikutnya sebuah perkumpulan misi telah
terbentuk. Seorang dokter Kristen, John Thomas, rela melayani di India dan ia
membutuhkan seorang rekan. Carey merelakan diri untuk pergi bersamanya.
Situasinya tampak agak janggal. Carey mempunyai tiga orang anak kecil dan istrinya
sedang hamil. Dapatkah ia sendiri menanggung beban-beban tersebut? Tetapi ini
adalah puncak impiannya. Carey terus maju melalui tur pengumpulan dana secara
cepat, berita bahwa dr. Thomas dicari-cari para kreditor yang belum dibayar,
penolakan istrinya untuk bergabung dengannya, dan terlambatnya pelayaran kapal.
Penundaan itu memberi dia kesempatan pulang dan meyakinkan istrinya, Dorothy,
untuk bergabung dengan dia.
Tidak lama kemudian mereka berangkat lagi dan mendarat di Calcutta pada bulan
November 1793. Namun kesulitan berlanjut. Keadaan sangat memprihatinkan,
kesehatan mereka sangat buruk, Thomas berutang lagi, dan tak seorang pun bertobat.
Anak mereka yang paling kecil meninggal, dan dua lainnya menjadi liar.
Kesuksesan misi selama tiga dekade baru berawal. Menjelang kematiannya pada
tahun 1834, Carey menerjemahkan Alkitab dalam empat puluh empat bahasa atau
dialek dan membuka beberapa sekolah. Berbagai pusat misi dengan aktif menginjili
India dan sekitarnya, Burma dan Bhutan. Tetapi jauh di atas statistik itu, Carey telah
mengembangkan filsafat misi yang hidup dan mempraktikkannya.
Di samping semua pencapaiannya, ia juga adalah pemain tim yang hebat. Dari
pengalaman, ia telah belajar bahwa tim misi lebih kuat daripada keterlibatan secara
perorangan. Carey juga cepat mengakui peranan para wanita sebagai bagian dari tim
ini.
Seringkali kita mendapatkan ide yang keliru bahwa ia seorang diri membawa gereja
ke era misi, namun ia sebenarnya salah seorang dari sejumlah orang Kristen di Barat
yang meminta dukungan bagi misi luar negeri. Suaranya merupakan salah satu dari
yang paling nyaring, dan ia menunjang kata-katanya dengan hidupnya sendiri.
Ironisnya, kebangkitan itu berakibat juga pada perpecahan, dan kebangunan di barat
sama sekali berbeda dengan yang di timur. Di timur umpamanya, ada Jonathan
Edwards yang terpelajar, yang dengan saksama mengulas amarah Allah dan perlunya
berdamai. Di barat, hanya ada sekelompok pengkhotbah dengan sedikit pendidikan
seminari, yang berdiri di atas kereta dan membujuk orang-orang berdosa berbaikan
dengan Tuhan. Ini adalah suatu perbedaan gaya, tetapi sebenarnya juga perbedaan
teologi. Kebangkitan di timur lebih Presbiterian, di barat lebih Methodis. Timur lebih
condong ke Calvinis, barat lebih condong ke Arminian. Timur berpaling pada gereja,
barat lebih individual.
bergerak ke arah itu. Bagi Campbell, arah itu bersifat alkitabiah dan sederhana.
Mottonya ialah "Di mana Kitab Suci berbicara, kita berbicara, di mana Kitab Suci
bungkam, kita pun bungkam".
Putra Thomas, Alexander Campbell, yang tiba dari Irlandia pada tahun 1809, segera
bergabung dengan ayahnya dalam proyek baru ini. la baru berumur dua puluh tiga
tahun, tetapi dianugerahi bakat berbicara yang bail( dan merupakan pendebat yang
tangkas. Mereka berdua rnendirikan Gereja Brush Run pada tahun 1811 (setelah
dilarang masuk oleh kaum Presbiterian). Setelah mempelajari Kitab Suci, kedua
Campbell tersebut menentukan bahwa membaptis orang percaya dengan cara
selamlah yang benar, bukan membaptis anak seperti yang selama ini mereka lakukan.
Jadi, mereka mulai membaptis ulang anggota gerejanya.
Dalam hal ini, mereka pada dasarnya termasuk kaum Baptis, maka mereka berafiliasi
dengan Redstone Baptist Association pada tahun 1812. Alexander Campbell menjadi
frgur terkemuka di Gereja Baptis itu dengan mengadakan pernbicaraan secara luas
dan menerbitkan majalah berkala, The Christian Baptist. Ia juga mendirikan sebuah
seminari di Bethany, di barat Virginia. Campbell menulis serentetan artikel bagi
majalahnya: "A Restoration of the Ancient Order of Things" ("Suatu Pemulihan Hal-
hal Tatanan Kuno").
Tidak semua anggota Baptis menyukai hal Campbell berpikir bahwa banyak ajaran
Baptis masih terlampau Calvinistik, dan ia selalu menyerang mereka. la juga tidak
setuju dengan pengertian kaum Baptis tentang pembaptisan. Kaum Baptis
melihatnya sebagai peraturan yang menggambarkan keselamatan yang pernah terjadi
sebelumnya. Tetapi, Campbell mengambil dari berbagai kutipan mengenai "bertobat
dan dibaptislah" di Perjanjian Baru untuk menegaskan bahwa hal itu adalah syarat
mutlak bagi pengampunan. Campbell juga menolak upaya-upaya penjelasan tentang
Tritunggal di luar Kitab Suci.
Menjelang akhir tahun 1820-an, ketegangan mulai marak. Para pengikut Campbell
menarik diri dari asosiasi Baptis dan bergabung pada tahun 1832 dengan Christian
Church of Barton Stone. (Campbell dan Stone menginginkan nama alkitabiah
sederhana bagi kelompok mereka, untuk menghindari aliran denominasional. Sejak
itu, istilah-istilah Christian dan Disciples of Christ dipakai secara bergantian bagi
gerakan yang telah bergabung itu.) Sampai di situ, telah ada 25.000 anggota.
Pertumbuhan gerakan itu juga disebabkan oleh perluasan perbatasan bagian barat.
Para Disciples mempunyai Injil yang sederhana, untuk waktu yang sederhana.
Alexander Campbell juga dari semula anti-perbudakan, namun bukanlah pendukung
penghapusan perbudakan yang keras. Jadi, gereja tidak terpecah oleh perang saudara.
Menjelang pergantian abad kedua puluhan, terdapat lebih dari satu juta Disciples of
Christ.
Pentingnya Campbell bukan raja terletak pada didirikannya denominasi yang kuat,
tetapi juga pada dukungan mereka akan iman alkitabiah yang sederhana.
Sejarah Gereja dipenuhi dengan ketegangan antara agama formal dan iman yang
sederhana. Para Campbell membawa banyak orang dari tekanan formalitas ke dalam
iman yang lebih pribadi. Menetas dan dipupuk di perbatasan suatu negeri yang
sedang bertumbuh, para Disciples telah menjadi contoh utama kekristenan Amerika
pada zaman itu. Mereka membantu menyediakan medan bagi gerakan-gerakan
kebangunan rohani dan fundamentalis.
Kebangunan rohani telah melanda selatan dan timur New England, sampai ke
perbatasan barat Tennesee dan Kentucky menjelang tahun 1800. Sementara bergerak
ke barat, kebangkitan itu semakin dikenal karena emosionalitas mereka yang
bertobat.
Ia tertarik pada Alkitab karena menemui banyak acuan ke Alkitab dalam buku-buku
hukum. Finney mulai membaca firman Allah dan menghadiri kebaktian. Setelah
pergumulan keras beberapa waktu lamanya, pada tahun 1821 ia bertobat. "Aku telah,"
katanya, "dibayar Tuhan Yesus Kristus untuk membela perkaraNya." Segera pula ia
mulai berkhotbah.
Finney bergabung dengan Gereja Presbiterian dan ditahbiskan pada tahun 1824,
setelah ia belajar dari pendetanya. Dengan menunggang kuda ia keluar masuk
kampung, sambil mengumpulkan massa. Pengkhotbah yang berperawakan tinggi
mempesona dan lantang ini berbicara kepada mereka dengan gaya langsung dan
sederhana, seperti ia berhadapan dengan para juri.
bertindak sebelum mereka tertarik." Dengan bekerja soma dengan Roh Kudus, ia
berupaya menyampaikan firman Tuhan kepada orang banyak.
Pada tahun 1830, Finney memimpin kebangunan rohani yang meraih sukses hebat di
Rochester, New York. Sejak itu, kebangunan rohani menjadi ciri kehidupan
perkotaan Amerika.
Pada tahun 1832, Finney pindah ke Gereja Presbiterian Kedua di New York City.
Tetapi ia selalu keberatan dengan Presbiterian bermuatan Calvinisme yang tinggi, dan
pada tahun 1834 pindah lagi ke Gereja Kongregasional, Broadway Tabernacle, yang
dibangun khusus untuknya.
Sebelum Finney mengunjungi sebuah kota, ia merekrut para pendeta dan orang-orang
awam dari gereja-gereja setempat. Mereka mengorganisasi pertemuan-pertemuan
doa, dan setelah pertemuan kebangunan rohani, mereka dapat bekerja dengan para
petobat baru dengan mengunjungi dan mengundang tnereka ke gereja. Jika gereja-
gereja setempat tidak bersedia terlibat dalam tindak lanjutnya, Finney tidak akan
berkhotbah di tempat tersebut. Itu merupakan peraturan penting.
Meskipun harus berhadapan &ngan oposisi, namun tenaga, tekad dan kecerdasan
Finney – dan sukses langkah-langkah barunya – menjadikan ide-idenya populer.
Kebangunan rohani modern telah dimulai.
Metode Finney diterima dengan baik oleh sebuah negara yang telah mengembangkan
pandangan yang tinggi akan nilai manusia biasa di bawah demokrasi model Jackson.
Para revivalis telah membuat orang biasa sebagai partisipan dalam drama religius
yang agung, dan mengajak mereka agar yakin bahwa tiap pribadi dapat membuat
pilihan yang tepat bagi Tuhan. Dengan berfokus pada kemampuan tiap orang untuk
menilai dirinya sendiri, ia sependapat dengan ide orang Amerika bahwa seorang
pegawai atau bocah peladang mempunyai rasio yang sama nilainya dengan pemilik
perkebunan.
Pada tahun 1835, Finney pergi ke Oberlin College untuk mengajar teologi. Enam
tahun kemudian ia menjadi ketua perguruan tersebut. Ia mengadakan kebangunan
rohani terus-menerus sampai is wafat pada tahun 1875.
Tak seorang pun tahu ia datang. Hudson Taylor turun dari kapal di Shanghai setelah
melalui perjalanan meletihkan, dan tak seorang pun menyambut dia. Karier
misionernya yang cemerlang baru dimulai, namun ia tidak mempunyai tempat untuk
menginap. Ia tidak dapat berbahasa China dan orang-orang China yang dapat
berbahasa Inggris sangat sedikit. Di atas semuanya ini, perang saudara sedang
berlangsung – tidak jauh dari kota itu.
Hal ini bukanlah seperti yang diidamidamkan Taylor. Dibesarkan dalam keluarga
Methodis, ia telah mendengar cerita tentang negeri China dari ayahnya yang adalah
seorang pengkhotbah. Ia belajar tentang Robert Morrison, seorang Presbiterian
Skotlandia yang memulai pelayanan di Guangzhou pada tahun 1807, melakukan
penerjemahan bagi para pedagang dan berkhotbah tentang Yesus. Ketika Hudson
muda menjadi Kristen, pada usianya yang ketujuh belas, hampir pada saat yang sama
ia mengalami panggilannya. Ia mempelajari kedokteran dan teologi, dan mencari tahu
tentang daratan China yang luas.
Ketika pemberontakan Taiping pecah pada tahun 1850, mula-mula hal itu tampaknya
merupakan kabar baik bagi para misionaris. Pemimpin pemberontak telah
dipengaruhi traktat Kristen. Ia bermaksud menghapus penyembahan berhala dan
korupsi di China. Ia menamakan gerakannya Taiping, "perdamaian besar". (la juga
yakin bahwa ia adalah adik Yesus Kristus, namun keeksentrikan seperti itu pada
awalnya tidak jelas.)
Seluruh Inggris menaruh perhatian baru pada China. Suatu badan misi baru, China
Evangelization Society (Perkumpulan Evangelisasi China), menerbitkan seruan bagi
Para pekerja. Taylor yang tidak disenangi London Missionary Society menawarkan
jasanya. Mereka menjemput dia dari sekolah. la berumur dua puluh dua tahun ketika
ia mendarat di Shanghai.
Para misionaris datang ke negeri tertutup ini, membuntuti kesuksesan para pedagang
dan prajurit. Sejak Morrison menjadi penerjemah bagi East India Trading Company
(Perusahaan Dagang India Timur), hubungannya sudah dapat diterka. Ketika Inggris
Raya melancarkan perang candu yang memalukan - sesungguhnya berperang untuk
mempertahankan hak perdagangan candu bagi sutra China - perjanjianperjanjian
sepihak menyertakan juga ketetapan istimewa bagi para misionaris. Pesannya cukup
jelas: Peradaban kuno China telah dilecehkan oleh mesin-mesin perang modern Eropa
- dan orang Eropa membawa serta agama Kristen bersamanya. China justru sedang
dijadikan satu lagi koloni bagi kerajaan "Kristen" Inggris.
Dalam tugas enam tahun pertamanya, Taylor bekerja di Shanghai, Swatow dan
Ningpo, dengan mempelajari bahasanya, menerjemahkan Alkitab, serta menjalankan
sebuah rumah sakit. Ketika itu, ia telah mengundurkan diri dari masyarakat misi dan
bekerja secara independen.
Sekembalinya ke Inggris pada tahun 1860, ia mulai antusias dengan misi China. la
menulis sebuah buku tentang kebutuhan misi di sana dan dengan rajin mencari
misionaris-misionaris baru. Taylor mendirikan China Inland Mission (Misi
Pedalaman China) — dan ia bertekad tidak akan berbuat kesalahan-kesalahan seperti
badan misi terdahulu. CIM tidak akan mengadakan permohonan langsung untuk
dana, tidak akan menjamin gaji bagi pekerja-pekerjanya, namun akan membagi
semua pendapatan secara merata. C1M akan mempekerjakan orangorang dari
berbagai negara dan dari denominasi yang berbeda, dan juga memberi tugas-tugas
misionaris penuh bagi wanita, baik yang sudah bersuami atau belum. Pada waktu itu,
hal seperti ini merupakan sesuatu yang radikal. Taylor juga memaksakan agar
misionaris CIM mengikuti praktiknya dengan berpakaian China.
Enam bolas misionaris kembali ke Gina bersama-sama Taylor pada tahun 1866.
Mereka memulai pekerjaan di daerah-daerah baru, memberitakan Injil kepada mereka
yang belum pernah mendengarnya. Dalam waktu singkat, CIM menjadi badan misi
terkemuka di China. Menjelang wafatnya Taylor pada tahun 1905, terdapat 205
pangkalan misi, 849 misionaris dan kira-kira 125.000 orang Kristen China.
DAFTAR PUSTAKA