Toleransi Antarumat Beragama Dalam Masyarakat Di Indonesia
Toleransi Antarumat Beragama Dalam Masyarakat Di Indonesia
INDONESIA
ABSTRAK
Perumahan terkini yang anggota masyarakatnya terdiri berdasarkan penganut kepercayaan yang tidak
sama sangat rentan terhadap perseteruan. Namun dalam warga masyarakat Perumahan Penambongan
yang dikaji pada penelitian ini, disparitas latar belakang keagamaan tidak menciptakan mereka
berkonflik. Hal ini ditimbulkan oleh adanya toleransi antar umat beragama yang tinggi & interakasi
sosial yang berkembang baik pada Perumahan Penambongan. Toleransi yang tinggi antar umat
beragama terlihat tidak pernah terjadi perseteruan terbuka antarumat beragama, bahkan diantara
mereka terjadi kerjasama antara grup kepercayaan yang satu menggunakan grup yang lainnya. Mereka
berpandangan bahwa kepercayaan & keyakinan adalah urusan eksklusif masing-masing dimana masih
ada pencerahan buat saling menghormati & adanya konvensi agar tidak mengganggu keyakinan orang
lain
Kata kunci : Perumahan , toleransi , konflik.
ABSTRACT
Modern housing where members of the community are based on different faiths are particularly
vulnerable to conflict. However, in the residents of the Penambangan Housing community studied in
this study, the disparity in religious background does not create conflict between them. This is caused
by the existence of high tolerance between religious communities & well-developed social interaction
in the Penembongan Housing. High tolerance between religious communities is seen that there has
never been an open conflict between religious people, even between them there has been cooperation
between one belief group using another group. They are of the view that trust and belief are each
other's exclusive business where there is still enlightenment for mutual respect and conventions so as
not to interfere with other people's beliefs.
Konflik yang terjadi pada komunitas keagamaan selama ini karena adanya ke
salahpahaman atau kurangnya kesadaran beragama sehingga menyebabkan banyak terjadi
konflik antar umat beragama. Sebagai contoh, kasus yang terjadi di Yogyakarta dimana
terjadi ketegangan Warga Islam Pragolan dengan pendatang Kristen, dimana suasana
pedesaan yang sebelumnya relatif kuat dengan kehadiran para pendatang Kristen secara
bertahap mengalami perubahan layaknya suasana masyarakat perkotaan yang cenderung
individualistik dan lebih banyak disibukkan oleh orientasi ekonomis daripada kehidupan
sosial bermasyarakat (Hartono 2002:133-134).
PENDAHULUAN
Perlawanan yang tegas sangat mendasar dalam aktivitas publik, terutama untuk
budaya yang pluralistik, misalnya di kompleks Penginapan Penambongan dimana wilayah
setempat pada umumnya terdiri dari dua agama yang unik. Untuk membuat kerukunan antar
penghuni penginapan, setiap penghuni menjaga kualitas.
Resistensi menggabungkan ketahanan yang ketat. Perlawanan ketat yang terjadi
antara umat Islam dan Kristen, Katolik dan Protestan di Penginapan Penebongan tercermin
ketika penduduk Muslim merayakan hari raya yang ketat, khususnya merayakan Idul Fitri,
Kristen yang berbeda, dua Katolik dan Protestan biasanya ketika mereka bertemu
mengucapkan selamat Natal. Dengan asumsi umat Kristen tidak berkesempatan untuk
bertemu dengan penghuni Muslim, mereka sengaja datang ke rumah penduduk yang
merayakan Idul Fitri untuk memuji dan penghuni Kristen diperlakukan seperti individu
Muslim yang sedang berkunjung.
Begitu juga sebaliknya, ketika warga Kristen merayakan Natal, penghuni Muslim
memuji mereka untuk penghuni yang merayakannya, tidak memisahkan antara Katolik dan
Protestan.
Umumnya ketika setiap penduduk bertemu satu sama lain mereka melakukan kontak
sosial di mana setiap penduduk memiliki perhatian untuk tersenyum dan saling menyambut
yang diakui untuk memulai korespondensi. Jadi jangan kaget jika masing-masing dari mereka
dapat berbaur satu sama lain dengan sedikit memperhatikan kontras yang ketat. Warga
masyarakat dari berbagai agama di Penginapan Penambongan juga melakukan proses
komunikasi yang baik dan ramah, khususnya interaksi afiliasi yang muncul sebagai
partisipasi melalui kerjasama bersama dan latihan administrasi wilayah yang dilakukan oleh
penghuni pada hari Minggu.
Perbedaan agama tidak menjadi penghalang bagi penduduk untuk memiliki pilihan
untuk berhubungan karena penghuninya saat ini memiliki kemampuan yang tinggi untuk
melahirkan orang-orang yang berbeda agama. Sehingga dari sini tidak ada perkumpulan
warga yang bersekutu baik dari umat Islam maupun dari umat Nasrani, perkumpulan tersebut
hanya terdapat pada amalan-amalan batin setiap agama, kecuali dalam hal-hal di luar amalan
yang ketat para penghuni dapat berkumpul dan tidak mempermasalahkan persoalan yang
agama.
Menurut latar belakang dari masyarakat-masyarakat Pembongan yang berbeda dalam
bidang agama , pluralisme ketat harus dirasakan oleh setiap daerah yang ketat dengan tujuan
bahwa gaya hidup yang lebih unggul, lebih aman, tenteram, menyenangkan, rukun dan sehat.
Akan dibuat dengan menggabungkan rasa hormat dan pemahaman bersama menghormati
antar agama.
SIMPULAN
Melihat gambaran di atas, dapat ditarik simpulan bahwa jenis-jenis toleransi yang
dilakukan oleh warga Muslim dan Kristen Katolik dan Protestan adalah sebagai ketahanan
ketat dan ketahanan sosial. Ketahanan yang ketat dilakukan dengan memperhatikan toleransi
yang ketat dari setiap warga. Salah satunya adalah bertegur sapa satu sama lain ketika satu
daerah yang merayakan acara yang sakral. Padahal ketangguhan yang bersahabat ditunjukkan
dalam kaitannya dengan kepentingan umum, misalnya melalui latihan yang bermanfaat,
misalnya administrasi wilayah dan latihan partisipasi bersama. Unsur-unsur yang
mempengaruhi resistensi di kalangan Muslim dan Kristen, Katolik dan Protestan terdiri dari
variabel pendorong, khususnya kepatuhan terhadap pedoman kerukunan, standar
penghormatan dan ketabahan yang tinggi di antara warga, dan faktor penghambat antara lain
adanya perjuangan sebagai kontes. lebih jauh lagi keraguan terhadap agama yang berbeda.
Ketahanan yang ada di antara umat Islam dan Katolik dan Protestan telah mendorong
kolaborasi sosial yang besar antara penduduk. Hal ini ditunjukkan melalui dua jenis agama,
yaitu toleransi perkataan dan toleransi perbuatan. Benar-benar menarik, ilustrasi yang kami
ambil dari rumah Penambongan adalah bahwa setiap acara kemasyarkatan berakhir dengan
kumpul-kumpul yang mendorong ketahanan bersama.
DAFTAR PUSTAKA
Attabik dan Sumiarti. 2008. Pluralisme Agama: Studi Tentang Kearifan Lokal di Desa
Karangbenda Kecamatan Adipala Kabupaten Cilacap. Jurnal Peneltian Agama.Vol.9 Jul-Des:271-
291.
Hartono, Y. 2002. Agama dan Relasi Sosial. Yogyakarta: LKiS
Lisfiyani, T. 2011. Partisipasi Masyarakat Sekitar dalam Ritual di Kelenteng Bang Eng Bio
Kecamatan Adierna. Jurnal Komunitas. 3(2):5-8
Maliki, Z. 2000. Agama Rakyat Agama Penguasa. Yogyakarta: Galang Press.
Setiawan, D. 2012. Interaksi Sosial Antar Etnis di Pasar Gang Baru Pecinan Semarang dalam
Perspektif Multikultural. Journal of Educational Social Studies. JESS.1 (1). 2012.
Sofyan, A dan Atiqa S. 2011.Persepsi Mahasiswa Terhadap Kata Toleransi Kehidupan Beragama.
Jurnal Penelitian Humaniora, Vol.12 No.2, Agustus 2011: 182-200.
Revida, E.2006. Interkasi Sosial Masyarakat Etnis Cina dengan Pribumi di Kota Medan Sumatra
Utara. Jurnal Harmoni Sosial. Vo.1 N.1. September 2006.
Wasino. 2006. Wong Jawa dan Wong Cina. Semarang: Unnes Press
Ika Fatmawati.2013. Toleransi antarumat beragama masyarakat perumahan: Journal Unnes