Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULAN
1.1 Latar Belakang
Interferometer adalah alat yang dipergunakan untuk mengetahui pola-pola
interferensi suatu gelombang. Salah satu jenis interferometer tersebut
adalah Interferometer Michelson. Percobaan Interferometer Michelson pertama kali
dilakukan pada akhir abad ke-19 oleh Michelson dan Morley untuk
membuktikankeberadaan eter yang saat itu diduga sebagai medium perambatan
gelombangcahaya. Dari eksperimen yang didasarkan pada prinsip resultan kecepatan
cahayatersebut didapati bahwa keberadaan eter ternyata tidak ada.Percobaan
Interferometer Michelson dilakukan dengan meletakkansecara tegak lurus (sudut
90°) posisi Movable mirror  dan adjustable mirror  yang ditengahi oleh split.
Dengan posisi demikian, akan terjadi perbedaan lintasan yangdiakibatkan oleh
pola reflektansi dan tranmisivitas split dari cahaya yang masuk melewati lens 1,8
nm. Selanjutnya, perbedaan lintasan ini akan menyebabkanadanya beda fase dan
penguatan fase (yang biasa disebut sebagai interferensi)yang selanjutnya
menyebabkan munculnya pola-pola pada frinji. Interferensi merupakan sifat
cahaya yang dapat diamati ketika perbedaan gelombang cahaya dicampur
bersamaan. Contoh interferensi adalah pelangi yang kamu lihat dalam gelembung
sabun, spektrum warna opal, dan kilauan warna dari beberapa bulu burung.
Di sebagian area pola interferensi, gelombang cahaya berada dalam fase,
dengan bukit dan lembah saling menguatkan, membentuk daerah yang berkilau.
Di daeah lain, di luar fase, dengan bukit dan lembah yang berlawanan,
membentuk daerah yang suram. Terdapat berbagai variasi cara untuk
memperagakan interferensi, pada bagian daerah yang terang maupun daerah
suram, dan perbedaan warna menggambarkan perbedaan panjang gelombang
cahaya. Interferensi menghasilkan gelombang yang berhimpit. Ketika dua bukit
(titik tertinggi) gelombang bertemu, mereka bergabung menjadi gelombang yang
lebih besar. Ketika bukit sebuah gelombang dan lembah (titik terendah)
gelombang bertemu, gelombang saling mengapuskan satu sama lain. Dengan
ditemukannya sinar laser yang mempunyai sifat koheren, maka Interferometer
dapat menjadi perangkat yang sangat berguna dalam industri.
Aplikasi yang paling terkenal dari interferometer Michelson adalah
percobaan Michelson-Morley yang memberikan bukti untuk relativitas khusus.
Namun interferometer Michelson dapat pula digunakan untuk berbagai macam
aplikasi yang berbeda. Interferometer Michelson telah digunakan untuk
mendeteksi gelombang gravitasi sebagai inti spektroskopi transformasi Fourier.
Ada pula beberapa aplikasi menarik sebagai instrumen "nulling" yang digunakan
untuk mendeteksi planet di sekitar bintang-bintang terdekat. Sebuah aplikasi lebih
lanjut untuk menghasilkan interferometer delay line yang mengubah modulasi
fase ke modulasi amplitudo di jaringan DWDM. Interferometri astronomi pada
prinsipnya menggunakan interferometer Michelson (dan kadang-kadang jenis
lain). Aplikasi lain dari interferometer Michelson adalah pada OCT (optical
coherence tomography) yang merupakan teknik pencitraan medis.
Dalam perkembangan selanjutnya, Interferometer Michelson tidak
hanyadapat digunakan untuk membuktikan ada tidaknya eter, akan tetapi dapat
puladigunakan dalam penentuan sifat-sifat gelombang lebih lanjut, misalnya
dalampenentuan panjang gelombang cahaya tertentu, pola penguatan interferensi
yangterjadi, dan sebagainya. Sehingga, mengingat nilai guna dari eksperimen ini
yangsedemikian luasnya, maka percobaan  Interferensi Michelson ini menjadi
pentinguntuk dilakukan.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah:
1. Demontrasi prinsip kerja Interferometer Michelson.
2. Mengukur panjang gelombang cahaya dari cahaya laser.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Interferensi gelombang merupakan perpaduan antara dua gelombang
ataulebih pada suatu daerah tertentu pada saat yang bersamaan. Interferensi
duagelombang yag mempunyai frekuensi, amplitude, dan arah getaran sama
yangmerambat menurut garis lurus dengan kecepatan yang sama tetapi
berlawananarahnya, menghasilkan gelombang stasioner atau gelombang diam.
Interferensi desdruktif (saling meniadakan) terjadi bila gelombang-gelombang
yangmengambil bagian dalam interferensi memiliki fase berlawanan. Sedangkan
interferensi konstruktif  (saling menguatkan) terjadi jika gelombang-
gelombangyang mengambil bagian dalam interferensi memiliki fase yang
sama. Interferensikonstruktif biasa disebut juga dengan superposisi gelombang
(Bahrudin, 200-6:140).
Salah satu alat yang dapat dipergunakan untuk mengidentifikasi
polainterferensi tersebut adalah interferometer. Alat ini dapat dipegunakan
untuk mengukur panjang gelombang atau perubahan panjang gelombang dengan ketelitian
sangat tinggi berdasarkan penentuan garis-garis interferensi. Walaupun pada awal
mula dibuatnya alat ini dipergunakan untuk membuktikan ada tidaknya eter.
(Halliday, 1994:715). Dalam interferometer ini, kedua gelombang yang
berinterferensi diperoleh dengan jalan membagi intensitas gelombang semula.
Contohnya adalah intreferometer Michelson yang menghasilkan kesimpulan
negatif tentang adanya eter, interferometer ini juga sangat berguna dalam
pengukuran indeks bias dan jarak. Prinsip kerja dari percobaan yang dilakukan
oleh A.A Michelson telahmenghasilkan beberapa variasi konfigurasi. Agar pola
interferensi yang misalnyaberwujud lingkaran-lingkaran gelap-terang dapat
terjadi, hubungan fase antara gelombang-gelombang di sembarang titik pada pola
interferensi haruslah koheren (Tjia, 1994: 181). Pada percobaan interferometer
Michelson ini menggunakan sebuah interferometer, dimana interferometer itu
sendiri berasal dari kata interferensi danmeter yang berarti suatu alat yang
digunakan unutuk mengukur panjang atauperubahan panjang dengan ketelitian
yang sangat tinggi berdasarkan penentuan garis-garis interferensi (Halliday,
1994 : 715).
Prinsip reflektansi dan transmisivitas pada eksperimen
InterferometerMichelson ini dapat dijelaskan sebagai berikut: sinar dikirim
mundur majumelalui gas beberapa kali oleh sepasang cermin sejajar, sehingga
sepertimerangsang emisi berdasarkan sebanyak mungkin atom yang tereksitasi.
Salahsatu cermin itu adalh tembus cahaya sebagian, sehingga sebagian dari berkas
sinaritu muncul sebagai berkas sinar ke luar (Zemansky, 1994 : 1087-1088).
Dengan menggerakkan micrometer secara perlahan-lahan sehinggapada
jarak dm tertentu serta menghitung jumlah lingkaran N, berapa kali pola frinji
kembali pada pola awal, maka panjang gelombang cahaya (λ) akan dapat ditentukan dengan
menggunakan persamaan:
2⋅d m
λ=
N

I =kd m

Dimana k  adalah tetapan kesebandingan (kalibrasi) yang dapat dicari


dengan persamaan :
N⋅λ
k =2d
m

Dengan kalibrasi ini maka interferometer dapat digunakan untuk


mengukur panjang gelombang (Hariharan, 2007: 47).
Sehingga dapat diketahui bahwa interferensi satu berkas cahayan dapat
dipandang sebagai sebuah gelombang dari medan listrik-magnetik yang
berosilasi.Yaitu yang diperoleh dengan menjumlahkan gelombang-gelombang
tersebut. Hasil penjumlahan itu akan memberikan intensitas yang maksimum
disuatu titik,apabila di titik tersebut gelombang-gelombang itu selalu sefase. Agar
pola interferensi yang misalnya berwujud lingkaran-lingkaran gelap-terang dapat
terjadi, hubungan fase antara gelombang-gelombang di sembarang titik pada
polainterferensi haruslaah tetap sepanjang waktu, atau dengan kata lain
gelombang-gelombang itu harus koheren. Syarat koheren tidak terpenuhi jika
gelombang-gelombang itu berasal dari sumber-sumber cahaya yang berlainan,
sebab setiap sumber cahaya biasa tidak memancarkan gelombang cahaya secara
kontinu,melainkan terputus-putus, gelombang elektromagnetik cahaya
dipancarkansewaktu terjadi dieksitasi atom (Soedojo, 1992 : 78).
Fenomena interferensi selalu berkaitan dengan teori gelombang cahaya.
Pada hakekatnya cahaya mempunyai besaran amplitudo, panjang gelombang, fase
serta kecepatan. Apabila cahaya melewati suatu medium maka kecepatannya akan
mengalami perubahan. Jika perubahan tersebut diukur, maka dapat di peroleh
informasi tentang keadaan objek/medium yang bersangkutan misal indeks
bias,tebal medium dari bahan yang dilewatinya dan panjang gelombang
sumbernya. Pengukuran panjang gelombang cahaya dapat dilakukan dengan cara
interferensi. Untuk mendapatkan pola interferensi ada berbagai metode, antara
lain dengan interforemeter Michelson, interferometer Fabry Perot dan
interferometer Twymen Green. Interferometer yang dikembangkan oleh A.A.
Michelson pada tahun 1881 menggunakan prinsip membagi amplitudo gelombang
cahaya menjadi dua bagian yang berintensitas sama. Pembelahan amplitudo
gelombang menjadi dua bagian dilakukan dengan menggunakan pemecah sinar
(beam splitter). Pola interferensi yang terbentuk pada interferometer Michelson
lebih tajam, lebih jelas dan jarak antar frinjinya lebih sempit dibanding
interferometer yang lain, baik interferometer Fabry Perot maupun Twymen Green
(Halliday, 1999).
Interferensi adalah penggabungan superposisi dua gelombang atau lebih
yang bertemu pada satu titik ruang. Hasil interfrensi yang berupa pola-pola cincin
dapat digunakan untuk menentukan beberapa besaran fisis yang berkaitan dengan
interferensi, misalnya panjang gelombang suatu sumber cahaya, indeks bias, dan
ketebalan bahan.Untuk memahami fenomena interferensi harus berdasar pada
prinsip optika fisis, yaitu cahaya dipandang sebagai perambatan gelombang yang
tiba pada suatu titik yang bergantung pada fase dan amplitude gelombang
tersebut. Untuk memperoleh pola-pola interferensi cahaya haruslah bersifat
koheren, yaitu gelombang-gelombang harus bersalah dari satu sumber cahaya
yang sama. Koherensi dalam optika sering dicapai dengan membagi cahaya dari
sumber celah tunggal menjadi dua berkas atau lebih, yang kemudian dapat
digabungkan untuk menghasilkan pola interferensi. Pada interferensi, apabila dua
gelombang yang berfrekuensi dan berpanjang gelombang sama tapi berbeda fase
bergabung, maka gelombang yang dihasilkan merupakan gelombang yang
amplitudonya tergantung pada perbedaan fase (Tipler, 1991).
Perbedaan fase antara dua gelombang sering disebabkan oleh adanya
perbedaan panjang lintasan yang ditempuh oleh kedua gelombang. Perbedaan
lintasan satu panjang gelombang menghasilkan perbedaan fase 3-60o, yang
ekivalen dengan tidak ada perbedaan fase sama sekali. Perbedaan lintasan
setengah panjang gelombang menghasilkan perbedaan fase 180o. Umumnya,
perbedaan lintasan yang sama dengan Δd menyumbang suatu perbedaan fase δ
yang diberikan oleh :
Δd Δd
δ= 2 π= 360∘
λ λ
Suatu alat yang dirancang untuk menghasilkan interferensi dan pola-
polanya yang dihasilkan dari perbedaan panjang lintasan disebut interferometer
optik. Interferometer dibagi menjadi 2 jenis, yaitu interferometer pembagi muka
gelombang dan terferometer pembagi amplitude. Pada pembagi muka gelombang,
muka gelombang pada berkas cahaya pertama dibagi menjadi dua, sehingga
menghasilkan dua buah berkas sinar baru yang koheren, dan ketika jatuh di layar
akan membentuk pola interferensi yang berwujud cincin gelap terang berselang-
seling. Pola terang terjadi apabila gelombang-gelombng dari kedua berkas sinar
sefase sewaktu tiba di layar. Sebaliknya, pola gelap terjadi apabila gelombang-
gelombang dari kedua berkas sinar berlawanan fase sewaktu tiba di layar. Agar
pola interferensi nyata, tempat garis-garis gelap terang itu harus tetap sepanjang
waktu yang berarti beda fase antara gelombang-gelombang dari kedua celah harus
tidak berubah-ubah dan hal ini hanya mungkin apabila kedua gelombang tersebut
koheren, yaitu identik bentuknya (Solihin, 2010).
Untuk interferometer pembagi amplitudo, diumpamakan sebuah
gelombang cahaya jatuh pada suatu lempeng kaca yang tipis. Sebagian dari
gelombang akan diteruskan dan sebagian lagi akan dipantulkan. Kedua
gelombang tersebut tentu saja mempunyai amplitudo gelombang yang lebih kecil
dari gelombang sebelumnya. Ini dapat dikatakan bahwa amplitudo telah terbagi.
Jika kedua gelombang tersebut bisa disatukan kembali pada sebuah layar, maka
akan dihasilkan pola interferensi.

Gambar 1. Skema Interferometer Michelson dengan 1. laser, 2. cermin 1,


3. cermin 2, 4. Layar
Gambar di atas merupakan diagram skematik interferometer Michelson.
Oleh permukaan beam splitter (pembagi berkas) cahaya laser, sebagian
dipantulkan ke M1 dan sisanya ditransmisikan ke M2. Bagian yang dipantulkan ke
M1 akan dipantulkan kembali ke beam splitter yang kemudian menuju ke layar.
Adapun bagian yang ditransmisikan oleh M2 juga akan dipantulkan kembali ke
beam splitter, kemudian bersatu dengan cahaya dari M1 menuju layar, sehingga
kedua sinar akan berinterferensi yang ditunjukkan dengan adanya pola-pola cincin
gelap terang (Oktavia, 200-6).
Pengukuran jarak yang tepat dapat diperoleh dengan menggerakkan M 2
pada interferometer Michelson dan menghitung cincin yang bergerak atau
berpindah, dengan acuan suatu titik pusat. Sehingga diperoleh jarak pergeseran
yang berhubungan dengan perubahan cincin :
ΔNλ
Δd=
2
Dengan :
λ = panjang gelombang sumber cahaya
ΔN = perubahan jumlah cincin
Δd = perubah n lintasan optik
Koherensi adalah salah satu sifat gelombang yang dapat menunjukkan
interferensi, yaitu gelombang tersebut selalu sama baik fase maupun arah
penjalarannya. Untuk menghasilkan cincin-cincin interferensi, sangat diperlukan
syarat-syarat agar gelombang-gelombang yang berinterferensi tersebut tetap
koheren selama priode waktu tertentu. Jika salah satu gelombang berubah fasenya,
cincin akan berubah menurut waktu (Falah, 2008).
Interferensi gelombang adalah perpaduan dua gelombang atau lebih pada
suatu daerah tertentu pada saat yang bersamaan. Salah satu alat yang digunakan
untuk mengindentifikasi pola interferensi tersebut adalah interferometer. Salah
satu jenis interferometer tersebut adalah Interferometer Michelson. Pada
percobaan Interferometer Michelson dilakukan dengan meletakkan secara tegak
lurus posisi Movable Mirror dan Adjustable Mirror yang ditengahi oleh split.
Dengan posisi demikian, akan terjadi perbedaan lintasan yang diakibatkan oleh
pola reflektansi dan tranmisivitas split dari cahaya yang masuk melewati lensa 1,8
nm. Selanjutnya, perbedaan lintasan ini akan menyebabkan adanya beda fase dan
penguatan fase (yang biasa disebut sebagai interferensi) yang selanjutnya
menyebabkan munculnya pola-pola pada cincin.
Interferensi gelombang adalah perpaduan dua gelombang atau lebih pada
suatu daerah tertentu pada saat yang bersamaan. Salah satu alat yang digunakan
untuk mengindentifikasi pola interferensi tersebut adalah interferometer. Salah
satu jenis interferometer tersebut adalah Interferometer Michelson. Pada
percobaan Interferometer Michelson dilakukan dengan meletakkan secara tegak
lurus posisi Movable Mirror dan Adjustable Mirror yang ditengahi oleh split.
Dengan posisi demikian, akan terjadi perbedaan lintasan yang diakibatkan oleh
pola reflektansi dan tranmisivitas split dari cahaya yang masuk melewati lensa 1,8
nm. Selanjutnya, perbedaan lintasan ini akan menyebabkan adanya beda fase dan
penguatan fase (yang biasa disebut sebagai interferensi) yang selanjutnya
menyebabkan munculnya pola-pola pada cincin.
Langkah pertama yang harus dilakukan dalam penelitian ini adalah
mengkalibrasi interferometer Michelson dengan cara mengatur posisi laser, beam
splitter, kedua cermin dan lensa agar sinar laser yang melewati semua peralatan
tersebut tepat segaris. Kemudian mencari pola interferensi dengan cara
menggeser-geser salah satu cermin sampai dihasilkan pola gelap terang (cincin)
pada layar. Kalibrasi mikrometer ini bertujuan untuk menentukan nilai 1 skala
micrometer (d) pada alat belum tentu sama dengan pergeseran cermin (movable
mirror) sebesar 1μm. Kalibrasi mikrometer dilakukan dengan menggeser movable
mirror tiap 1mm, hingga mencapai 25 pergeseran skala mikrometer. Akibat
pergeseran skala mikrometer maka pada layar akan nampak perubahan jumlah
cincin. Sehingga dari transisi cincin yang terhitung dapat ditentukan nilai tiap
skala mikrometer dengan menganggap nilai panjang gelombang laser He-Ne
adalah -632,8nm. Hasil dari kalibrasi micrometer tersebut kemudian digunakan
sebagai nilai patokan untuk perhitungan selanjutnya yaitu penentuan nilai panjang
gelombang laser (Wahyu, dkk, 201-6).
Fenomena gelombang yang terjadi bila dua atau lebih gelombang
bertumpang tindihdaerah ruang yang sama dikelompokkan dalam interferensi.
Bila dua gelombangberfrekuensi sama merambat dalam arah yang sama dengan
beda fasa yang tetap waktu, maka akan terjadi keadaan dimana energi tidak
disubtitusikan secara merata dalamruang, melainkan pada titik-titik tertentu terjadi
energi maksimum dan padatitik lainnyaterjadi minimum. Peristiwa ini disebut
interferensi.Interferensi adalahinteraksi antar gelombang di dalam suatu
daerah.Interferensidapat bersifat membangun dan merusak. Bersifat membangun
jika beda fase keduagelombang sama sehingga gelombang baru yang terbentuk
adalah penjumlahan dari keduagelombang tersebut. Bersifat merusak jika beda
fasenya adalah 180º, sehingga keduagelombang saling menghilangkan (Tipler,
1998).
Menurut Tim Penyusun (2018), interferometer Michelson adalah salah
satu jenis interferometer yang digunakan untuk menghasilkan suatu pola
interferensi. Sebuah pola interferensi dihasilkan dengan membagi berkas cahaya
menggunakan sebuah alat yang bernama pembagi sinar beam splitter.Beam
splitter memisahkan sumber cahaya maka fasa awalnya sama. Fasa relatif terjadi
ketika kedua cahaya itu bertemu pada setiap titik pada layar. Oleh karena itu,
tegantung pada perbedaan panjang lintasan optik kedua berkas dalam mencapai
titik tersebut. Dengan bergeraknya M1, panjang lintasan berkas bervariasi. Cahaya
akan melintasi jalur antara M1 dan splitter  sebanyak dua kali, jarak lintasan M1 ¼
panjang gelombang (Tim Penyusun, 2018).
BAB III
PROSEDUR KERJA
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
1. Interferometer Michelson lengkap dengan teropong bergaris silang
atau micrometer eyepiece
a. Beam splitter sebagai pemisah berkas cahaya menjadi dua
bagian.Sebagian menuju Movable mirror (M1) dan sebagian lagi
menujuAdjustable mirror (M2).
b. Compensator memilki fungsi menyamakan fasa gelombang
yang berasal dari suber cahaya (laser He-Ne).
c. Movable mirror (M1) berfungsi sebagai transmisi berkas
menujupemisah bekas dan dari pemisah berkas, sebagian dari
berkascahaya tersebut akan direfleksikan oleh pemisah berkas
menuju layar pengamatan dengan posisinya yang berubah-ubah.
d. Adjustable mirror (M2) berfungsi sebagai pereflaksi berkas
menujupemisah bekas dan dari pemisah berkas, sebagian dari
berkascahaya tersebut akan ditransmisikan oleh pemisah berkas
menujulayar pengamatan dengan posisinya yang tetap.
e. Convex lens 18 nm memiliki fungsi sebagai pemfokus serta
penyebar berkas cahaya yang berasal dari sumber cahaya (laser
He-Ne).
2. Sumber cahaya laser He-Ne Sumber laser He-Ne (OS-9171)
berfungsi sebagai sumber cahaya yangakan digunakan dalam
eksperimen interferometer Michelson.
3. Filter cahaya yang sesuai dengan Lase He-Ne berfungsi sebagai
cahaya sumber.
4. Tabung gas beserta barometer.

3.2 Cara Kerja


1. Di rangkai alat sepeti gambar.
2. Dihidupkan laser.
3. Diatur laser agar tepat melewati lensa sehingga terfokus ke beam spliter.
4. Ditutup M2, dan diatur posisi M1 sehingga sinar pantul dapat dilihat di
layar.
5. Diatur posisi M2 sehingga cahaya dari M2 berhimpit dengan cahaya dari
M1 di layar.
6. Dihitung jumlah frinji sebagai titik acuan perhitungan jumlah frinji awal.
7. Diputar sekrup M2 berlawanan dengan arah jarum sehingga pola
interferensi dapat dilihat.
8. Dihitung jumlah frinji sebanyak 25 kkali.
9. Dicatat perubahan lintasan optis.
10. Diulangi semua langkah di atas dengan variasi sumber cahaya.
3.3 Gambar Alat
1. Interferometer Michelson
.
1
2

5
-6

Keterangan :
1. Adjustable mirror (Cermin M2)
2. Mikrometer Sekrup
3. Beam Splitter
4. Movable mirror (Cermin M1)
5. Meja
6. Cermin Laser
2. Laser He-Ne

Keterangan :
1. Badan Laser
2. Sumber cahaya
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Menentukan panjang gelombnag cahaya :
No. N ∆N dm(m) ∆dm(m) λ ( μm)
1. 20 20 7 x 10-6 7 x 10-6 700
2. 40 20 14 x 10-6 7 x 10-6 700
3. 60 20 20 x 10-6 6 x 10-6 600
4. 80 20 26 x 10-6 6 x 10-6 600
5. 100 20 32 x 10-6 6 x 10-6 600
6. 120 20 38, 50x 10-6 6,50 x 10-6 650
7. 140 20 44, 50 x 10-6 6 x 10-6 600
8. 160 20 50,50 x 10-6 6 x 10-6 600
9. 180 20 57,50 x 10-6 7 x 10-6 700
10. 200 20 63 x 10-6 5,50 x 10-6 550
4.2 Perhitungan
Menghitung Panjang Gelombang (λ)
2 Δd m 2⋅7×10−6 m
λ1 = = =700 μm
ΔN 20
2 Δd m 2⋅7×10−6 m
λ2 = = =700 μm
ΔN 20
2 Δd m 2⋅6×10−6 m
λ3 = = =600 μm
ΔN 20
2 Δd m 2⋅6×10−6 m
λ 4= = =600 μm
ΔN 20
2 Δd m 2⋅6×10−6 m
λ5 = = =600 nμm
ΔN 20
2 Δd m 2⋅6 ,50×10−6 m
λ6 = = =650 μm
ΔN 20
2 Δd m 2⋅6×10−6 m
λ7 = = =600 nμm
ΔN 20
2 Δd m 2⋅6×10−6 m
λ8 = = =600 μm
ΔN 20
2 Δd m 2⋅7×10−6 m
λ 9= = =700 μm
ΔN 20
2 Δd m 2⋅5 , 50×10−6 m
λ10 = = =550 μm
ΔN 20
4.3 Ralat
X X- X (X- X )2
700 70 4900
700 70 900
600 -30 900
600 -30 900
600 -30 400
650 20 900
600 -30 900
600 -30 4900
700 70 6400
550 -80 0
X =¿630 ∑(X- X )2= 21100

RM = √ ∑ ( X−X )2
n−1

= √
21100
9
= 48,4194

RM
×100 %
RN = X
48, 4194
×100 %
= 630
=7,6856%

4.4 Pembahasan
Interferensi gelombang adalah perpaduan dua gelombang atau lebih pada
suatu daerah tertentu pada saat yang bersamaan. Salah satu alat yang digunakan
untuk mengindentifikasi pola interferensi tersebut adalah interferometer. Salah
satu jenis interferometer tersebut adalah Interferometer Michelson.
Prinsip dari percobaan interferometer Michelson yang telah dilakukan,
yaitu seberkas cahaya monokromatik yang dipisahkan di suatu titik tertentu
sehingga masing-masing berkas dibuat melewati dua panjang lintasan yang
berbeda, dan kemudian disatukan kembali melalui pantulan dari dua cermin yang
letaknya saling tegak lurus dengan titik pembagi berkas tersebut. Setelah berkas
cahaya monokromatik tersebut disatukan maka akan didapat pola interferensi
akibat penggabungan dua gelombang cahaya tersebut. Pola interferensi itu terjadi
karena adanya perbedaan panjang lintasan yang ditempuh dua berkas gelombang
cahaya yang telah disatukan tersebut. Jika panjang lintasan dirubah dengan
diperpanjang maka yang akan terjadi adalah pola-pola cincin akan masuk ke pusat
pola. Jarak lintasan yang lebih panjang akan mempengaruhi fase gelombang yang
jatuh ke layar. Bila pergeseran beda panjang lintasan gelombang cahaya
mencapai λ maka akan terjadi interferensi konstruktif yaitu terlihat pola terang,
namun bila pergeserannya hanya sejauh λ/4 yang sama artinya dengan berkas
menempuh lintasan λ/2 maka akan terlihat pola gelap.
Langkah pertama yang harus dilakukan dalam penelitian ini adalah
mengkalibrasi interferometer Michelson dengan cara mengatur posisi laser, beam
splitter, kedua cermin dan lensa agar sinar laser yang melewati semua peralatan
tersebut tepat segaris. Kemudian mencari pola interferensi dengan cara
menggeser-geser salah satu cermin sampai dihasilkan pola gelap terang (cincin)
pada layar. Kalibrasi mikrometer ini bertujuan untuk menentukan nilai 1 skala
micrometer (d) pada alat belum tentu sama dengan pergeseran cermin (movable
mirror) sebesar 1μm. Kalibrasi mikrometer dilakukan dengan menggeser movable
mirror tiap 1mm, hingga mencapai 25 pergeseran skala mikrometer. Akibat
pergeseran skala mikrometer maka pada layar akan nampak perubahan jumlah
cincin. Sehingga dari transisi cincin yang terhitung dapat ditentukan nilai tiap
skala mikrometer dengan menganggap nilai panjang gelombang laser He-Ne
adalah 632,8 μm. Hasil dari kalibrasi micrometer tersebut kemudian digunakan
sebagai nilai patokan untuk perhitungan selanjutnya yaitu penentuan nilai panjang
gelombang laser.
Pada percobaan Interferometer Michelson ini di gunakan alat dan bahan
laser, cermin, dan layar (kertas). Laser adalah singkatan dari Light Amplification
by Stimulated Emission of Radiation atau cahaya yang dikuatkan dari stimulus
emisi/pancaran radiasi. Laser adalah sebuah alat yang menghasilkan pancaran
cahaya radiasi elektromagnetik yang koheren, intensitas tinggi, mudah diarahkan,
dan mempunyai lintasan lurus. Cahaya yang koheren berarti sinar-sinarnya
menghasilkan bukit dan lembah secara bersamaan setiap waktu (sama fasa).
Pembentukan laser terjadi jika suatu atom yang berada pada tingkat eksitasi
disinari dengan foton tertentu yang sesuai sehingga terangsang dan turun ke
tingkat energi yang lebih rendah dengan memancarkan foton cahaya tertentu pula.
Cahaya radiasi ini bisa berasal dari sinar inframerah, cahaya tampak, atau
ultraviolet. Manfaat laser sangat banyak, salah satunya adalah dalam bidang
kesehatan/kedokteran. Sedangkan pada percobaan ini sinar laser di gunakan
sebagai berkas cahaya yang akan di pisah menjadi dua oleh splitter. Sedangkan
layar(kertas) digunakan untuk melihat hasil dua set spot dari laser. Hal yang perlu
di lakukan pada percobaan ini yang pertama adalah menyatukan berkas sinar dari
laser dengan cara menghidupkan laser kemudian dari laser tersebut sinar akan
lansung menuju ke cermin cembung dimana cermin cembung ini di gunakan
sebagai pengumpul cahaya setelah itu sinar akan menuju pemisah berkas (Spliter)
cahaya yang dipisahkan akan masing-masing menuju ke cermin bergerak dan
cermin tetap dari dua cermin tersebut sinar laser akan kembali lagi ke pemisah
berkas yang kemudian menuju ke layar maka akan terlihat di layar cincin-cincin
lingkaran terang dan gelap. Apabila kedua sinar tersebut saling menguatkan maka
akan terlihat terang pada bagian tengah apabila kedua sinar tersebut saling
melemahkan maka akan menghasilkan sinar gelap pada bagian tengahnya.
Langkah selanjutnya adalah menyatukan dua berkas cahaya yang terlihat pada
layar dengan cara memutar tombol alignment screw pastikan dua berkas cahaya
tersebut bertumpuk.
Interferometer Michelson adalah salah satu jenis dari interferometer, yaitu
suatu alat yang digunakan untuk menghasilkan suatu pola interferensi.
Interferometer Michelson merupakan alat yang paling umum digunakan dalam
mengukur pola interferensi untuk bidang optik yang ditemukan oleh Albert
Abraham Michelson. Interferometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur
panjang atau perubahan panjang dengan ketelitian yang sangat tinggi berdasarkan
penentuan garis-garis interferensi yang ditemukan oleh Michelson pada tahun
1881. Sebuah pola interferensi dihasilkan dengan membagi seberkas cahaya
menggunakan sebuah alat yang bernama pembagi sinar (beam splitter).
Interferensi terjadi ketika dua buah cahaya yang telah dibagi digabungkan
kembali. Seperti halnya celah ganda Young, interferometer Michelson mengambil
cahaya monokromatik yang berasal dari sebuah sumber tunggal dan membaginya
ke dalam dua gelombang yang mengikuti lintasan-lintasan yang berbeda.
Interferometer ini digunakan oleh Michelson untuk percobaan Michelson-Morley
bersama dengan Edward Morley. Dalam satu versi percobaan Michelson-Morley,
interferometer menggunakan cahaya bintang sebagai sumber cahaya. Cahaya
bintang adalah cahaya yang memiliki koherensi temporal, namun titik sumber
cahaya itu memiliki koherensi spasial dan akan menghasilkan sebuah pola
interferensi.
Metode yang digunakan dalam percobaan ini adalah sinar laser HeNe
diteruskan pada sebuah basic interferometer yang mengenai cermin dua yang
terfokus dan dikembalikan lagi kesumber cahaya kemudian menggunakan lensa
convex yang diletakkan diantara sumber cahaya dan beam splitter dimana beam
splitter digeser sejauh 45o dari posisi semula untuk membagi berkas sinar dari
sumber cermin pertama sehingga akan terbentuk sebuah pola gelap terang
berbentuk cincin atau frinji. Hal ini dilakukan untuk mengukur panjang
gelombang dari frinji yang terbentuk dengan cara menggerakan knope kekiri atau
kekanan serta memutar micrometer yang dilakukan sebanyak 10 kali agar dapat
ditentukan fringe untuk masing-masing titik terang pusat fringe.
Berdasarkan hasil percobaan, diperoleh panjang gelombang secara
berturut-turut dengan beda lintasan optik (dm) 700 μm, 700 μm, 600 μm, 600 μm,
600 μm, 650 μm, 600 μm, 600 μm, 700 μm, 550 μm. Dari hasil tersebut dapat
dilihat bahwa semakin besar beda lintasan optik maka semakin besar pula panjang
gelombang atau berbanding lurus. Jika hasil tersebut dibandingkan dengan
literatur menurut Zemansky (1994), belum sesuai karena panjang gelombang yang
dihasilkan melebihi dari nilai yang terdapat pada literatur tersebut yakni 700 μm
yang seharusnya panjang gelombang dari laser adalah 632,8 μm dengan presentasi
kesalahan 7,7 %. Hal ini disebabkan karena sinar laser yang dipantulkan tidak
sejajar dengan basic interferometer, sehingga cahaya laser kurang terfokus pada
saat mengenai cermin pertama (M1) maupun cermin kedua (M2). Selain itu,
disebabkan karena kurangnya ketelitian pada saat pengambilan data seperti
pembacaan skala pada micrometer maupun kesalahan pada saat menghitung
jumlah fringe yang terdapat dilayar, sehingga  menyebabkan hasil yang diperoleh
belum sesuai dengan literatur. Fenomena interferensi selalu berkaitan dengan teori
gelombang cahaya. Pada hakekatnya cahaya mempunyai besaran amplitudo,
panjang gelombang, fase serta kecepatan. Apabila cahaya melewati sebuah
medium maka kecepatannya akan menglami perubahan. Jika perubahan tersebut
diukur, maka dapat diperoleh informasi tentang keadaan objek / medium yang
bersangkutan missal indeks bias, tebal medium dari bahan yang dilewatinya dan
panjang gelombang sumbernya.
Pengukuran panjang gelombang cahaya dapat dilakukan dengan cara
interferensi. Untuk mendapatkan pola interferensi ada berbagai metode, antara
lain dengan interferometer Michelson, interferometer Fabry Perol dan
interferometer Twymen Green. Interferometer yang dikembangkan oleh A.A
Michelson pada tahun 1881 menggunakan prinsip membagi amplitude gelombang
cahaya menjadi dua bagian yang beridentitas sama.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari percobaan yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Prinsip dari percobaan interferometer Michelson yang telah dilakukan,
yaitu seberkas cahaya monokromatik yang dipisahkan di suatu titik
tertentu sehingga masing-masing berkas dibuat melewati dua panjang
lintasan yang berbeda, dan kemudian disatukan kembali melalui pantulan
dari dua cermin yang letaknya saling tegak lurus dengan titik pembagi
berkas tersebut, didapat pola interferensi akibat penggabungan dua
gelombang cahaya tersebut. Bila pergeseran beda panjang lintasan
gelombang cahaya mencapai λ maka akan terjadi interferensi konstruktif
yaitu terlihat pola terang, namun bila pergeserannya hanya sejauh λ/4 yang
sama artinya dengan berkas menempuh lintasan λ/2 maka akan terlihat
pola gelap.
2. Perbandingan panjang gelombang laser He-Ne pada literature dengan
panjang gelombang laser He-Ne pada saat percobaan : Panjang gelombang
pada literature: λ = 632,8 μm. Panjang gelombang saat percobaan: λ1 =
700 μm; λ2 = 700 μm; λ3 = 600 μm; λ4 = 600 μm; λ5 = 600 μm, λ6= 650
λ7= 600 μm, λ8=600 μm, λ9=700 μm, λ10=550 μm.
5.2 Saran
Diharapkan pada saat pengambilan data seperti pembacaan skala pada
micrometer maupun pada saat menghitung jumlah fringe yang terdapat dilayar,
praktikan harus lebih teliti lagi. Agar tidak terjadi kesalahan dalam pengambilan
data.
DAFTAR PUSTAKA
Bahrudin, Drs. MM. 200-6. Kamus Fisika Plus. Bandung: Epsilon Group.
Falah, M. 2008. Analisis Pola Interferensi pada Interferometer Michelson Untuk
Menentukan Panjang Gelombang Sumber Cahaya. Semarang : Skripsi S1
FMIPA UNDIP.
Halliday, D. dan Resnick, R. 1999. Physics(terjemahan Pantur Silaban dan Erwin
Sucipto). Jilid 2. Edisi 3. Penerbit Erlangga: Jakarta
Halliday, D. Dan Resnick, R.198-6. Fisika jilid 2 edisi ketiga. Jakarta: Erlangga
Hariharan, P. 2007. Basic Of Interferometry. Sydney: Academic Press
Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Jember. 200-6. Buku Panduan Eksperimen Fisika II (MAF 325). Jember:
Universitas Jember.
Oktavia, A. 200-6. Penggunaan Interferometer Michelson Untuk Menentukan
Panjang Gelombang Laser Dioda dan Indeks Bias Bahan Transparan.
Semarang : Skripsi S1 FMIPA UNDIP.
Setyaningsih, A. 2009. Penentuan Nilai Panjang Koherensi Laser Menggunakan
Interferometer Michelson. Semarang : Skripsi S1 FMIPA UNDIP.
Soedojo, P. 1992. Azas-azas Ilmu Fisika Jilid 3 Optika. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
Solihin, A. 2010. Eksperimen Interferometer Michelson Laporan Eksperimen
Fisika II. Jember : Laboraturium Optoelektronika dan Fisika Modern
Jurusan Fisika Universitas Negeri Jember.
Tim Penyusun. 2018. Penuntun Praktikum Eksprimen Fisika Modern. Palu:
UNTAD
Tippler, P.A. 1991. Fisika Untuk Sains dan Teknik Jilid 2. Jakarta : Erlangga.
Tjia, M.O. 1994. Dasar-dasar Fisika Modern. Bandung: ITB.
Wahyu, M., A. Romadhon., Z. Abidin., B. Richy., Karnaji. 201-6. Analisis Pola
Interferensi Pada Interferometer Michelson untuk Menentukan Panjang
Gelombang Sumber Cahaya Laser He-Ne. Semarang : Universitas
Diponegoro.
Zemansky, Sears. 1994. Fisika untuk Universitas 3 Optika Fisika Modern.
Bandung: Bina cipta.

Anda mungkin juga menyukai