Anda di halaman 1dari 7

Industri 4.

0 Ciptakan Efisiensi Produksi dan Profesi Baru

Senin, 16 April 2018

Implementasi Industri 4.0 akan membawa beberapa perubahan paradigma, baik itu cara
bekerja, proses manufaktur, keterampilan sumber daya manusia yang dibutuhkan, maupun
cara konsumsi. Untuk itu, melalui peta jalan Making Indonesia 4.0, Indonesia telah menetapkan
sejumlah strategi agar siap dan mampu menghadapi dampak dari revolusi industri keempat
tersebut.

“Pada prinsipnya, memasuki era revolusi industri keempat, perubahan yang dibawa adalah
peningkatan efisiensi yang setinggi-tingginya di tiap tahapan rantai nilai proses industri,” kata
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto ketika menjadi narasumber pada diskusi Forum
Merdeka Barat 9 di Jakarta, Senin (16/4).

Menurut Menperin, setiap tahapan manufaktur di era digital saat ini, harus menghasilkan nilai
tambah yang tinggi. “Jika tidak, maka tahapan tersebut harus dihilangkan. Sehingga di era
Industri 4.0 memiliki rantai nilai yang seramping-rampingnya dengan peningkatan nilai tambah
produk yang setinggi-tingginya dan dengan kualitas yang lebih baik,” tuturnya.

Dalam setiap tahapan revolusi indutri mulai dari yang pertama hingga saat ini memiliki
tantangan dan dampak berbeda. Revolusi industri pertama pada abad ke-18, ditandai dengan
penemuan mesin uap untuk upaya peningkatkan produktivitas yang bernilai tambah tinggi.
Misalnya di Inggris, saat itu, perusahaan tenun menggunakan mesin uap untuk menghasilkan
produk tekstil.

“Tetapi di Indonesia, saat ini masih ada yang menggunakan alat tenun bukan mesin (ATBM).
Selain itu, di perusahaan rokok kretek, masih menggunakan mesin lintingan tangan. Jadi, semua
itu menggunakan teknologiyang bersifat padat karya. Pemerintah mempunyai keberpihakan
untuk melindungi teknologi tersebut, terutama untuk menyerap tenaga kerja,” paparnya.

Pada revolusi industri kedua pada tahun 1900-an, ditandai dengan ditemukannya tenaga listrik.
Menurut Menperin, pada fase ekonomi ini, beberapa industri di Indonesia mengalami
pertumbuhan yang cukup signfikan, seperti sektor agro dan pertambangan. Jadi, revolusi yang
kedua ini terkait dengan teknologi di lini produksi,” jelasnya.

Kemudian, di era revolusi industri ketiga, saat otomatisasi dilakukan pada tahun 1970 atau
1990-an hingga saat ini karena sebagian masih berjalan. “Jadi pada saat memasuki revolusi
industri ketiga, memang penyerapan tenaga kerja masing-masing di industri sudah berbeda.
Sehingga, ini kita bedakan ada yang kelompok industri labour intensive,” ujar Airlangga.

Pada revolusi industri keempat, Menperin menyampaikan, efisiensi mesin dan manusia sudah
mulai terkonektivitas dengan internet of things. “Hari ini kita berbicara otomatisasi yang
berbasis pada data dan internet, dan ini yang dilakukan di era Industri 4.0. “Kalau dahulu, di
dalam manufaktur, produsen dan konsumen terpisah. Tetapi saat ini, memungkinkan adanya
co-creation antara pembeli dan produsen yang dapat menumbuhkan mikromanufaktur,”
imbuhnya.

Airlangga juga menjelaskan, perbedaan penerapan Industri 3.0 dengan Industri 4.0 adalah dari
faktor penggeraknya. Industri 3.0 digerakkan oleh profit, sedangkan 4.0 lebih didorong oleh
harga dan biaya. “Bedanya Industri 3.0 dengan 4.0 adalah value chain-nya. Banyak produk-
produk yang dari cost itu tentunya berujung pada value added dan supply chain," terangnya.

Di samping itu, hasil studi yang dilakukan oleh Boston Consulting Group terhadap industri yang
ada di Jerman, yakni bahwa permintaan tenaga kerja akan meningkat secara signifikan pada
segmen R&D dan pengembangan software hingga 96 persen.

Kemudian, akan muncul permintaan jenis pekerjaan baru yang kompatibel dengan system
Industri 4.0, di antaranya adalah profesi industrial data scientist dan masih banyak lagi,”
ungkapnya. Diproyeksi, beberapa pekerjaan baru yang terkait dengan pengembangan internet
of things, antara lain professional triber, cloud architect, industrial network engineer, machine
learning scientist, platform developer, virtual reality design, remote health care, robotics
specialist, dan cyber security analyst.

Pentingnya inovasi dan vokasi


Menperin mengatakan, salah satu pendorong keberhasilan dalam upaya mengimplementasikan
Industri 4.0 adalah inovasi yang dihasilkan. Saat ini, tingkat inovasi Indonesia masih berada
pada level 0.3 persen, sedangkan agar bisa unggul dalam bersaing dibutuhkan tingkat inovasi 2
persen.

“Ini akan ditingkatkan dengan cara memperkuat peran perguruan tinggi. Dari sanalah
diharapkan tercipta inovasi yang akan mendorong efektivitas industri," tuturnya. Menurut
Airlangga, faktor inovasi menjadi penting dalam rangka memaksimalkan nilai tambah pada
setiap tahapan rantai industri.

Langkah lain yang juga penting diupayakan adalah produktivitas pekerja. Hal ini akan dibenahi
dengan meningkatkan program pendidikan vokasi. “Industri 4.0 akan membuat kontribusi
manufaktur akan mencapai 25 persen pada 2030 dan menyumbangkan peningkatan
pertumbuhan hingga 1-2 persen," tandasnya.

Hal senada disampaikan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI)
Kemenperin Ngakan Timur Antara, bahwa Pemerintah mendorong kegiatan program vokasi
oleh industri dengan memberikan insentif penggurangan pajak hingga 300 persen.

Ngakan menambahkan, inovasi juga menjadi penting dilakukan melalui kegiatan penelitian dan
pengembangan (litbang). “Di mana industri yang melakukan litbang akan mendapat insentif
berupa penggurangan pajak hingga 200 persen 300 persen,” katanya.

Lebih jauh, Ngakan mengatakan, pemerintah tengah menggagas agar belanja riset dapat
ditingkatkan menjadi 2 persen dari PDB. “Kalau itu bisa dilakukan hingga tahun 2030, maka
aktivitas riset dipandang sudah bisa mendukung revolusi industri 4.0,” tegasnya.

Di samping itu, dalam upaya memasuki Industri 4.0, pemerintah pun aktif menarik investasi
baru dan mendorong industri berekspansi. “Sejauh ini memang sudah ada kajian investasi yang
dibutuhkan untuk menghadapi Industri 4.0, yakni dengan menguraikan sektor-sektor industri
mana yang diunggulkan. investasi menjadi agenda semua pihak demi mengejar daya saing dan
peningkatan ekspor,” paparnya.
Berdasarkan peta jalan Making Indonesia 4.0, terdapat lima sektor industri yang akan menjadi
pendorong dan percontohan dalam penerapan Industri 4.0. Lima sektor tersebut adalah
industri makanan dan minuman, kimia, tekstil, elektronik, dan otomotif.

Salah satu, perusahaan teknologi multinasional Apple Inc akan menambah pusat risetnya di
Indonesia. Setelah di BSD Tangerang, Banten, Apple bakal membangun tiga pusat inovasinya di
Indonesia. Pusat inovasi di Indonesia ini sebagai lokasi pertama di Asia dan yang ketiga sesudah
Brasil dan Italia.

Masuknya Apple ke Indonesia merupakan salah satu langkah pemerintah untuk menjadikan
Indonesia sebagai pemain dalam Revolusi Industri 4.0. Bahkan, dengan masuknya perusahaan
teknologi digital tersebut, akan mampu membuka lapangan pekerjaan yang terkait Revolusi
Industri 4.0, terutama di sektor teknologi digital. Selain itu, melalui pusat inovasi Apple,
pemerintah akan mendorong Indonesia menjadi the next digital economy hub.

Ngakan menyatakan, tidak hanya Apple yang akan membuka pusat inovasiya di Indonesia,
melainkan ada beberapa perusahaan di bidang yang sama akan melakun hal serupa seperti
Apple. "Ya nantinya juga akan ada Samsung, Qualcomm, dan lainnya," sebutnya.

Libatkan pesantren

Pada kesempatan yang sama, Menperin mengaku siap melibatkan kalangan pesantren agar siap
menyongsong era revolusi industri 4.0. Program yang digulirkan itu dinamakan Santripreneur.
Upaya yang dilakukan nantinya, yakni para santri di seluruh Indonesia akan dilibatkan dalam
pelatihan industri berbasis ekonomi digital.

"Nanti yang kami dorong terus adalah program Santripreneur dan digitalisasi ekonomi ke
pesantren-pesantren," ujarnya.Airlangga juga menuturkan, pondok pesantren memiliki peran
penting untuk mewujudkan kemandirian industri nasional.

Lebih lanjut, langkah strategis dalam pelaksanaan program Santripreneur tersebut adalah
berbasis pada Business Process Outsourcing (BPO), Joint Operation, dan Capacity
Building. Realisasi dari program Santripreneur ini juga adanya kerja sama dengan pelaku
industri dan perbankan.

“Program Santripreneur ini, diproyeksikan bisa mendorong Industri Kecil Menengah (IKM) di
dalam negeri. Sektor IKM ini dominan dalam populasi industri di Indonesia,” paparnya. Apalagi,
IKM turut mendorong visi pemerintah menciptakan pemerataan ekonomi dan kesejahteraan
masyarakat.

Saat ini, jumlah IKM nasional tumbuh sangat cepat. Pada tahun, 2016, pertumbuhannya
mencapai 165.983 unit usaha,atau meningkat 4,5 persen dibandingkan tahun 2015. Pada 2017,
jumlah IKM ditargetkan mencapai 182 ribu unit usaha dengan menyerap tenaga kerja sebanyak
400 ribu orang.

Dengan berbagai program strategis tersebut, Kemenperin akan mendorong penumbuhan


wirausaha baru sebanyak 5.000 unit dan pengembangan 1.200 sentra IKM pada 2017.
Kemudian pada 2019, ditargetkan akan mencapai 20.000 wirausaha baru.

Tak hanya itu, IKM  juga terus meningkatkan nilai tambah di dalam negeri yang cukup signifikan
setiap tahunnya. Hal tersebut, terlihat dari capaian pada 2016 sebesar Rp520 triliun atau
meningkat 18,3 persen dibandingkan pada 2015.  Nilai tambah IKM pada 2014 tahun sekitar
Rp373 triliun menjadi Rp439 triliun pada 2015 atau naik 17,6 persen.

Demikian Siaran Pers ini untuk disebarluaskan.


Penerapan Industri 4.0 Mampu Tingkatkan
Efisiensi Manajemen Operasi
Selasa, 22 Januari 2019 | 21:45 WIB
Oleh : Siprianus Edi Hardum / EHD

Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto. (Foto: )

Jakarta - Menteri Perindustrian (Kemperin), Airlangga Hartarto, melakukan kunjungan kerja ke


Davos, Swiss selama empat hari, 22-25 Januari 2019. Agenda mewakili pemerintah Indonesia ini
dalam rangka menghadiri dan menjadi narasumber pada 2019 World Economic Forum Annual
Meeting.

“Bagi Indonesia, tentunya WEF merupakan kegiatan penting karena bisa menjadi sarana dan
wahana bertukar pikiran sekaligus menyesuaikan kembali strategi globalisasi ekonomi ke
depan,” kata Airlangga, sesuai keterangannya yang diterima di Jakarta, Selasa (22/1).

Menurut Airlangga, setiap penyelenggaraan WEF, umumnya para peserta bisa melihat sejumlah
indikasi terhadap perkembangan ekonomi dan teknologi terkini secara global dan khususnya di
negara-negara maju. Dalam hal ini juga terkait dengan upaya memacu sektor industri.

“Makanya selalu dilakukan setiap awal tahun, karena menjadi penting untuk menavigasi
perubahan-perubahan pada 2019. Jadi, tidak hanya bisa dimanfaatkan oleh pihak pemerintah,
para corporate yang hadir pun dapat mengambil peluang guna menetapkan kebijakan atau langah
strategis mereka ke depan,” paparnya.

Ajang WEF merupakan kesempatan untuk mengetahui berbagai perkembangan isu mengenai
implementasi industri 4.0. “Kita harus lihat kisi-kisi ke depannya oleh para pelaku ekonomi agar
tidak ketinggalan di dalam penerapan industri 4.0. Isu kali ini adalah globalisasi revolusi industri
4.0. Jadi bagaimana kita siap menghadapinya,” kata Airlangga.

Apalagi Indonesia telah menyatakan kesiapannya memasuki era industri 4.0 melalui peluncuran
peta jalan Making Indonesia 4.0. “Ini menjadi wujud komitmen pemerintah untuk semakin
mendongrak daya saing industri manufaktur nasional di kancah global,” kata dia.

Berdasarkan hasil riset McKinsey, penerapan industri 4.0 mampu meningkatkan efisiensi
manajemen operasi berkisar 5-12,5%. Selain itu, penerapan industri 4.0 dinilai dapat menekan
pengeluaran untuk perawatan mesin hingga 10-40% dan meningkatkan daya tahan mesin 3-5%.

“Revolusi industri 4.0 adalah satu-satunya revolusi industri yang terantisipasi. Pada tahun ini,
kita akan meluncurkan INDI 4.0 sebagai bagian tahapan implementasiya. Untuk itu, kami
meminta pelaku industri untuk melakukan self assessment dalam kesiapan memasuki industri
4.0,” tuturnya.
Di sela perhelatan WEF 2019, Airlangga akan dijadwalkan melakukan pertemuan dengan
beberapa menteri dan pelaku industri. Misalnya, Menteri Ekonomi dan Perencanaan Arab Saudi,
Mohammed al-Tuwaijri serta Menteri Perindustrian dan Perdagangan Qatar, Ali bin Ahmed al-
Kuwari.

Selanjutnya, dengan pelaku industri, antara lain dari Apple, Coca-Cola, Abbott, Novartis, dan
AT&T. Airlangga pun menekankan bahwa Indonesia ingin terus menjalin kerangka kerja sama
ekonomi yang komprehensif dengan sejumlah negara potensial.

WEF Annual Meeting merupakan satu-satunya pertemuan tahunan terbuka dan inklusif untuk
mengumpulkan para pemimpin masyarakat global. Forum ini melibatkan 100 pimpinan dan
jajaran pemerintahan, eksekutif dari 1.000 perusahaan global serta pemimpin organisasi
internasional dan organisasi non-pemerintah yang relevan.

Anda mungkin juga menyukai