Anda di halaman 1dari 30

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN

HIPOTESIS

2.1. Kajian Pustaka

2.1.1. Landasan Empiris

Landasan empiris merupakan suatu referensi yang didasarkan pada

penelitian sebelumnya oleh peneliti lain dan pada jenis penelitian yang sama yang

akan dijadikan sebagai sebuah acuan dan pandangan lain dalam penyusunan

penelitian ini. Landasan empiris yang digunakan dalam penyusunan penelitian ini

diantaranya adalah sebagai berikut :

Tabel II.1

Penelitian Terdahulu

No Nama/Universitas/Tahun Judul Penelitian Metode Hasil Penelitian


Penelitian
1 C.N. Krishna Naik, Sri Krishna Service Quality Kuantitatif Customers have
Devaraya University, 2010 (Servqual) and it’s highest expectations
effect on customer on the
satisfaction in promptness of
retailing service, accuracy
of
transactions,securit
y issues and
concerns; the
customer’s lowest
expectations are
cleanliness,
ambience, etc.
Lanjutan Tabel II.1

No Nama, Universitas, Tahun Judul Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian


2 Prabha Ramseook Munhurrun, Service Quality in Kuantitatif According to
University of Technology The Public customer opinion,
Mauritius, 2010 Service the second largest
gap existed in the
responsiveness
dimension, and
even for
employees this
dimension has
resulted in
negative gaps.
Among the four
items in the
responsiveness
dimension, both
customers and
FLE indicated the
greatest gap was
related to whether
the item ‘Offers
prompt services to
customers’.
3 Tanja Lautiainen, Saimaa Factor affecting kuantitatif The result shows
University,2015 consumer’s that people are the
buying decision most important
the selection of factors that affect
coffee brand on decision
making when
selecting coffee
brand. In addition,
consumers can
also base their
selection on
beliefs and
attitudes of
psychological
factor.

Sumber : Pengolahan Data dari berbagai literatur 2017


Berdasarkan tabel II.1 terlihat beberapa hasil penelitian terdahulu yang

berhubungan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti saat ini, dalam

penelitian yang dilakukan oleh C.N. Krishna Naik dengan judul “Service Quality

(Servqual) and it’s effect on customer satisfaction in retailing” mendapatkan hasil

yaitu : pelanggan memiliki ekspektasi tertinggi terhadap ketepatan pelayanan,

keakuratan transaksi, masalah keamanan dan kekhawatiran sementara harapan

terendah pelanggan adalah kebersihan dan suasana, hal ini berarti bahwa

pengunjung di setiap destinasi wisata memiliki sebuah ekspektasi tinggi terhadap

ketepatan pelayanan, masalah kemanan dalam suatu kunjungan ke destinasi

wisata. Sebuah destinasi wisata diharapkan memberikan pelayanan yang

maksimal kepada setiap pengunjung agar meminimalisir kekhawatiran yang

dimiliki oleh setiap pengunjung yang datang. Berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh Tanja Lautiainen dengan judul Factor affecting consumer’s buying

decision the selection of coffee brand mendapatkan hasil berupa keputusan

pembelian dari seorang pembeli mayoritas didasarkan pada pengaruh orang-orang

sekitar pembeli itu sendiri semantara hasil lainnya adalah keputusan pembelian

dari seorang pembeli juga dipengaruhi oleh faktor psikologi dari pembeli itu

sendiri. Apabila hasil penelitian ini dikaitkan dengan penelitian ini maka, seorang

pengunjung memilih suatu destinasi wisata untuk di kunjungi dipengaruhi oleh

dua faktor yaitu : faktor saran orang-orang terdekat dan faktor psikologis dari

pengunjung itu sendiri.


2.1.2. Landasan Teoritis

2.1.2.1. Pariwisata

Pariwisata dalam arti luas, pariwisata adalah kegiatan rekreasi di luar

domisili untuk melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau mencari suasana lain

(Damanik dan Weber, 2006). Wisata merupakan suatu bentuk pemanfaatan

sumberdaya alam yang mengandalkan jasa alam untuk kepuasan manusia.

Berdasarkan pengertian tersebut maka, pariwisata adalah suatu kegiatan yang

dilakukan oleh individu maupun suatu kelompok untuk berkunjung ke sebuah

tempat baru dalam rangka menikmati suatu destinasi wisata untuk berlibur

maupun untuk melepaskan kepenatan kerja.

2.1.2.2. Kualitas Pelayanan

Quality (Kualitas) adalah sebuah standarisasi yang harus dijaga dan

ditingkatkan maupun diterapkan oleh setiap perusahaan maupun destinasi wisata,

agar sebuah perusahaan maupun destinasi wisata tersebut tetap bertahan dalam

persaingan antar destinasi wisata. Wisatawan saat ini lebih selektif dalam

menentukan pilihan barang atau jasa yang akan dipilihnya karena wisatawan

beranggapan bahwa barang atau jasa yang diperoleh atau dirasakan harus sesuai

dengan keinginan dari wisatawan. Dalam hal ini suatu destinasi wisata haruslah

dapat mempertahankan atau meningkatan kualitas yang dimiliki khususnya

kualitas dalam memberikan sebuah pelayanan bagi para wisatawan yang

berkunjung ke sebuah destinasi wisata.

Menurut Brigitta (2015:12) Kata Quality (Kualitas) memiliki banyak

definisi yang berbeda-beda dan bervariasi. Perusahaan jasa dan pelayanan lebih

menekankan pada kualitas proses, karena konsumen umumnya terlibat langsung


dalam proses tersebut. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Quality

(kualitas) merupakan tingkat baik atau buruknya sesuatu sedangkan menurut

International Standards Organization (ISO) Quality (Kualitas) adalah “totalitas

fitur-fitur dan karakteristik-karakteristik dari produk atau layanan yang

berpengaruh pada kemampuan untuk memenuhi kebutuhan tertentu atau

kebutuhan yang tersirat”.

Berdasarkan pernyataan di atas saat ini Museum Geologi Bandung telah

memiliki ISO : 9001, di dalam ISO tersebut Museum Geologi Bandung memiliki

maklumat pelayanan yang memiliki arti akan memberikan pelayanan yang

maksimal bagi wisatawan dan apabila Museum Geologi Bandung tidak

melaksanakan pelayanan yang terbaik maka Museum Geologi Bandung siap

menerima sanksi sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

Menurut Brigitta (2015:13) secara umum Service (jasa) adalah setiap

tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain

dimana jika produk itu berupa produk fisik yang didalam tahapannya akan

mengalami perubahan bentuk sehingga dapat memuaskan keinginan wisatawan

yang diharapkan ketika membeli atau menggunakan produk ini. Maksud

ungkapan ini menurut peneliti adalah Service merupakan suatu sikap atau

tindakan yang dilakukan oleh individu ke individu atau individu ke kelompok

untuk bertujuan memberikan sebuah kepuasan bagi pengunjung atau wisatawan

yang datang ke sebuah objek wisata maupun ke sebuah perusahaan.

Menurut Raza (2012:789) menyatakan bahwa Service adalah “Service are

different from physical products. Because services are intangible, cannot be


stored. But the purpose of both are same, to satisfy human needs and wants.

Services are part of our life from long time but difference between services and

commodities”.

Pengertian Service menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

menyatakan bahwa Service (jasa) adalah suatu kegiatan yang menyediakan segala

sesuatu yang dibutuhkan oleh orang lain pada saat tersebut, dalam hal ini subjek

yang dimaksud adalah wisatawan, hal ini senada dengan yang dikemukakan oleh

Kotler dan Amstrong (2012:224) yaitu Service is an activity, a benefit, or a

satisfaction which offered for sale that is an essentially intangible things and does

not a result in the ownership of anything.

Service (Jasa) memiliki beberapa karakteristik yang membedakan dengan

faktor lainnya, menurut Tjiptono (2011:34) mengungkapkan bahwa Service

memiliki empat karakteristik yang unik dengan faktor lainnya khususnya dalam

hal strategi pengelolaannya serta dalam memasarkannya, empat faktor tersebut

yaitu : Intangibility, Heterogenity, Inseparability, dan Perishability. Menurut

Lovelock dalam buku Tijptono (2011:21) menyatakan bahwa secara garis besar

klasifikasi jasa dapat dilakukan berdasarkan 7 aspek kriteria pokok yaitu :

1. Segmen Pasar

Berdasarkan segmen pasar, faktor jasa dapat dibedakan menjadi faktor

jasa yang ditunjukan oleh konsumen. Dalam hal ini jasa memiliki kriteria

spesifik terhadap target konsumen yang ingin dipilihnya baik di karenakan

alasan kemampuan finansial maupun berdasarkan alasan lainnya.

2. Tingkat Keberwujudan
Dalam hal ini, jasa memiliki hubungan dengan keterlibatan suatu

tingkat produk fisik dengan konsumen yang ingin menggunakannya.

Berdasarkan kriteria ini, jasa terbagi menjadi tiga macam yaitu : Rented-

Goods Service, Owned-Goods Service dan Non-Goods Service.

3. Keterampilan Penyediaan Jasa

Penyediaan Jasa memiliki tingkat keterampilan yang berbeda, dalam

hal ini terdapat dua tipe pokok penyedia jasa yaitu : Professional Service

dan Non-professional Service.

4. Tujuan Organisasi Jasa

Berdasarkan sebuah tujuan organisasi, jasa dapat diklasifikasikan

menjadi 2 aspek yaitu Commercial Services atau Profit Service dan Non-

Profit Service.

5. Regulasi

Regulasi merupakan suatu kesepakatan aturan yang harus ditaati. Jasa

dibagi menjadi Regulated Service dan Non-regulated Service.

6. Tingkat Intensitas Karyawan

Jasa dapat dikelompokkan menjadi dua macam yaitu : Equipment

Based Service dan People Based Service.

7. Tingkat Kontak Jasa dan Pelanggan

Jasa dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu High Contact Service dan

Low Contact Service.


Menurut Rahmayanty (2010:25) pelayanan dan kepuasan pelanggan

merupakan tujuan utama dalam perusahaan, karena tanpa pelanggan perusahaan

tidak akan ada. Aset perusahaan sangat kecil nilainya tanpa keberadaan

pelanggan. Karena itu tugas utama perusahaan adalah penarik dan

mempertahankan pelanggan. Pelanggan ditarik dengan tawaran yang lebih

kompetitif dan dipertahankan dengan memberikan kepuasan.

Pengertian “S.E.R.V.I.C.E” istilah tersebut menurut Barata (2003:18)

yaitu : 1. Self Awareness adalah menanamkan kesaran diri dan menanamkan

pelayanan dengan benar, 2. Enthusiasm adalah pelayanan dengan penuh gairah, 3.

Reform adalah memperbaiki kinerja pelayanan, 4. Value adalah pelayanan dengan

nilai tambah, 5. Impressiver adalah penampilan yang menarik, 6. Care adalah

perhatian atau kepedulian yang optimal dan 7. Evaluation adalah mengevaluasi

layanan yang diberikan.

Sebagian besar perusahaan khususnya yang bergerak di bidang akomodasi

maupun di bidang pariwisata sangat bergantung kepada Service yang berkualitas.

Destinasi wisata merupakan salah satu bagian penting dari pariwisata karena

destinasi wisata berperan sebagai lokasi atau tujuan wisatawan datang berkunjung

ke sebuah negara atau ke sebuah kota dalam rangka berlibur dari segala kepenatan

aktifitas yang telah dilakukan. Oleh karena itu sebuah perusahaan diharuskan

memberikan sebuah Service yang baik dan cepat kepada setiap konsumen yang

datang.

Kualitas Pelayanan berfokus pada pemenuhan setiap kebutuhan wisatawan

akan sebuah pelayanan serta penyampaiannya harus sesuai atau melebihi dari
harapan wisatawan yang diinginkan hal ini sejalan dengan pernyataan Tjiptono

(2011:260) yaitu Kualitas Pelayanan merupakan suatu tingkat keunggulan yang

diharapkan dan pengendalian atas keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan

konsumen”. Menurut Lovelock (2011:203) Kualitas Pelayanan merupakan sebuah

tingkat keunggulan (Excellence) yang diharapkan oleh konsumen atau pengunjung

dan suatu pengendalian atas sebuah keunggulan dalam memenuhi setiap keinginan

pelanggan”.

Saat ini banyak tenaga pelayanan baik itu di dalam sebuah destinasi wisata

maupun sektor pariwisata lainnya mengganggap bahwa pelayanan hanya

diberikan kepada wisatawan ataupun pengunjung apabila hanya dalam kondisi

sedang membeli saja sedangkan setelah proses membeli terjadi konsumen dengan

mudahmya dilupakan begitu saja. Oleh karena itu, pada perkembangan zaman saat

ini pola pikir tersebut harus dihilangkan, hal ini senada dengan pernyataan

Hermawan (2011:5) dalam bukunya yang berjudul WOW Service Is Care

mengatakan bahwa WOW adalah “sebuah ekspresi yang diungkapkan oleh

konsumen apabila konsumen tersebut merasa sangat kagum terhadap pengalaman

yang konsumen alami”. Berikut ini adalah 3 karakter utama WOW dalam buku

WOW Service Is Care :

1. WOW itu ungkapan ekspresi yang mewujudkan, WOW akan tercipta

apabila seseorang sudah memiliki ekspektasi tertentu tetapi

mendapatkan sebuah kenyataan yang tidak sesuai harapan.


2. WOW itu sebuah pribadi, seringkali momen WOW dipicu oleh sebuah

situasi khusus. Arti khusus disini karena lebih spesifik kepada sebuah

kebutuhan pribadi seseorang.

3. WOW itu suatu hal yang menular, konsumen yang mengalami momen

WOW akan menyebarluaskan suatu kabar baik kepada pengunjung

atau wisatawan lain.

Berdasarkan pernyataan di atas, pada perkembangan zaman sekarang

peranan seorang tenaga pelayanan dalam menjadikan suatu destinasi wisata agar

lebih mampu berkompetisi dengan destinasi wisata lain dan menciptakan daya

saing yang tinggi sehingga dapat memberikan efek kepuasan bagi wisatawan. Hal

ini menjadi suatu acuan bagi wisatawan untuk menentukan objek wisata mana

yang akan mereka kunjungi.

2.1.2.2.1. Dimensi Kualitas Pelayanan

Dimensi Kualitas Pelayanan menurut Lovelock (2012:442) menemukan

sebuah dimensi mengenai Kualitas Pelayanan, yaitu :

1. Reabilitas (Reability)

Dimensi ini berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk memberikan

suatu layanan yang maksimal sejak pertama kali tanpa membuat kesalahan apapun

dan menyampaikan jasa sesuai dengan waktu yang disepakati sejak awal baik

dengan wisatawan maupun dengan perusahaan jasa lainnya.


2. Daya Tangkap (Responsiveness)

Dimensi ini berkaitan dengan kesediaan dan kemampuan para karyawan

khususnya dalam bidang pariwisata untuk membantu setiap wisatawan dan

merespon dengan cepat permintaan wisatawan serta menginformasikan kepada

wisatawan kapan sebuah pelayanan jasa diberikan dan kemudian memberikan

pelayanan jasa secara cepat dan tanggap.

3. Jaminan (Assurance)

Dimensi ini berkaitan dengan perilaku karyawan yang mampu

menumbuhkan sebuah kepercayaan wisatawan terhadap suatu perusahaan ataupun

sebuah destinasi wisata dapat menciptakan rasa aman dan nyaman bagi wisatawan

yang berkunjung.

4. Empati (Empathy)

Dimensi ini berkaitan dengan sebuah tindakan suatu destinasi wisata

dalam memahami masalah yang dihadapi oleh wisatawan dan akan bertindak

demi kepentingan wisatawan serta akan memberikan sebuah perhatian personal

kepada para wisatawan yang berkunjung.

5. Bukti Fisik (Tangibles)

Dimensi ini berkaitan dengan sebuah daya tarik berupa fasilitas fisik,
perlengkapan sebuah destinasi wisata dan sebuah material yang digunakan oleh
sebuah destinasi wisata serta penampilan yang ditampilkan oleh karyawan pada
wisatawan.
2.1.2.2.2. Pengukuran Kualitas Pelayanan

Model suatu Kualitas Pelayanan didasarkan pada sebuah asumsi bahwa

seorang konsumen akan membandingkan kualitas jasa pada suatu atribut yang

relevan dengan sebuah standarisasi dari setiap dimensi Kualitas Pelayanan.

Pengukuran Kualitas Pelayanan didasarkan pada skala multi Item yang

dirancang untuk mengukur sebuah persepsi dan harapan dari seorang konsumen

serta Gap diantara keduanya pada lima dimensi utama dari sebuah Kualitas

Pelayanan. Evaluasi Kualitas Pelayanan menggunakan model kualitas mencakup

perhitungan suatu perbedaan di antara nilai yang diberikan oleh seorang

konsumen.

2.1.2.2.3. Hubungan Antara Variabel Kualitas Pelayanan Dan Keputusan

Berkunjung

Variabel Kualitas Pelayanan merupakan suatu tolak ukur dalam hal

pelayanan yang dimiliki oleh sebuah destinasi wisata. Pada umumnya variabel ini

berperan dalam menentukan kepuasan wisatawan karena apabila konsumen

merasa puas akan suatu pelayanan yang diberikan oleh sebuah destinasi pada

mereka maka wisatawan tersebut secata otomatis akan merekomendasikan

destinasi wisata tersebut kepada wisatawan lain serta dapat dipastikan wisatawan

tersebut akan memilih untuk mengunjungi destinasi wisata tersebut.

2.1.2.3. Keputusan Berkunjung

Menurut Kanuk (2008:485) keputusan pembelian adalah proses

penyeleksian terhadap dua pilihan alternatif atau lebih yang menghasilkan

keputusan untuk membeli atau tidak membeli. Pilihan alternatif harus


tersedia ketika konsumen akan mengambil keputusan. Proses pengambilan

keputusan pembelian membutuhkan pencarian atau penerimaan informasi yang

berbeda.

Keputusan pembelian adalah proses dimana konsumen memutuskan

merek mana yang akan dibeli. Konsumen akan membeli merek yang

paling disukai, tetapi dapat dipengaruhi oleh dua faktor yang berada antara

niat pembelian dan keputusan pembelian yaitu sikap orang lain dan situasi yang

tidak diharapkan. Niat pembelian dapat berubah apabila situasi yang

dihadapi konsumen menghambat atau memaksa untuk membatalkan

pembelian atau beralih kepada alternatif pilihan yang lain. Preferensi dan

niat membeli tidak selalu menghasilkan pembelian yang aktual (Kotler,

2008:181).

Menurut Suryani (2008:15) keputusan pembelian adalah sutau

sistem yang terdiri dari masukan, proses dan keluaran. Proses pengambilan

keputusan pembelian akan melalui tiga tahap yaitu pengakuan

terhadap kebutuhan (konsumen merasakan adanya kebutuhan) dan

penilaian terhadap alternatif. Proses tersebut dipengaruhi oleh usaha yang

dilakukan oleh pemasar dan lingkungan sosio-kultur serta kondisi psikologis

konsumen.

Dari beberapa pengertian keputusan pembelian dapat disimpulkan

bahwa keputusan pembelian adalah proses pengintegrasian pengetahuan

untuk menyeleksi dan mengevaluasi dua atau lebih perilaku alternatif

sehingga menghasilkan suatu pilihan sebagai keinginan untuk memilih salah

satu alternatif pilihan yang ada atau menghasilkan keputusan untuk


membeli atau tidak membeli serta memutuskan merek mana yang akan

dibeli.

2.1.2.3.1. Tahap-tahap Keputusan Pembelian

Menurut Sunyoto (2013:85) keputusan pembelian yang dilakukan oleh

konsumen memiliki struktur. Struktur keputusan pembelian antara lain:

1. Keputusan tentang jenis produk : Konsumen dapat mengambil

keputusan untuk membeli suatu produk. Konsumen memiliki minat

untuk membeli sebuah produk dan mempertimbangkan alternatif produk

lain.

2. Keputusan tentang bentuk produk : Konsumen akan mempertibangkan

suatu ukuran, mutu, corak dan sebagainya. Perusahaan harus

memperhatikan kesukaan konsumen terhadap produk yang bersangkutan

agar dapat memaksimumkan daya merek produk.

3. Keputusan tentang penjual : Konsumen akan memutuskan dimana produk

tersebut dimana produk tersebut akan dibeli sehingga perusahaan harus

memperhatikan bagaimana konsumen memilih penjual tertentu.

4. Keputusan tentang jumlah produk : Konsumen dapat mengambil

keputusan mengenai berapa banyak produk yang harus dibeli pada suatu

waktu. Perusahaan perlu mempersiapkan jumlah produk sesuai dengan

keinginan konsumen yang berbeda-beda.

5. Keputusan tentang waktu pembelia : konsumen dapat mengambil

keputusan tentang kapan produk harus dibeli sehingga perusahaan harus


mengetahui faktor yang mempengaruhi keputusan konsumsi dalam waktu

pembelian.

Menurut Suryani (2008:13) konsumen melalui proses dalam keputusan

pembelian sebelum konsumen memutuskan untuk membeli suatu produk. Suatu

proses pembelian tidak hanya sekedar mengetahui berbagai faktor yang akan

mempengaruhi, tetapi berdasarkan peranan dalam pembelian dan keputusan

untuk membeli. Terdapat lima peran yang terjadi dalam keputusan

membeli, antara lain:

1. Pencetus (Initiator). Pencetus adalah orang yang pertama-

tama menyarankan atau memikirkan gagasan membeli produk atau jasa

tertentu.

2. Pemberi Pengaruh (Influencer) adalah seseorang yang

memberikan pengaruh adalah orang yang pandangannya atau nasihatnya

diperhitungkan dalam membuat keputusan akhir.

3. Pembuat Keputusan (Decider). Pembuat keputusan merupakan

seseorang yang pada akhirnya menentukan sebagian besar atau

keseluruhan keputusan membeli, terlaksananya pembelian, apa

yang dibeli saat pembelian, bagaimana proses pembeliannya atau

tempat membeli.

4. Pembeli (Buyer) : merupakan seseorang yang melakukan pembelian

yang sebenarnya.

5. Pemakai (User) : Pemakai merupakan seseorang atau beberapa orang

yang menikmati atau memakai produk atau jasa. Sebuah perusahaan


perlu mengenali peranan-peranan tersebut karen hal tersebut

mempengaruhi dalam kaitan merancang produk, menentukan peran dan

mengalokasikan biaya anggaran promosi. Apabila pemasar

menyelaraskan program pemasaran yang tepat dengan pembeli.

Menurut Sunyoto (2013:86) memberikan pendapat yang berbeda. Tahap

awal yang dilalui konsumen adalah kesadaran kebutuhan (need recognition), lalu

pencarian informasi (information search), kemudian evaluasi alternatif

menjelang pembelian (pre-purchase alternative evaluation), setelah itu

dilakukan pembelian (purchase), lalu kegiatan mengkonsumsi (consumption)

dan pada tahap akhir pembeli akan menunjukkan kepuasan (satisfaction) atau

ketidakpuasan (dissatisfaction).

Suasana hati merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi keputusan

pembelian karena suasana hati digambarkan sebagai keadaan perasaan

atau jiwa. Suasana hati berbeda denga emosi karena lebih merupakan keadaan

yang sudah ada sebelumnya dan tidak terfokus serta sudah ada ketika konsumen

melihat merek, toko atau iklan. Konsumen yang memiliki suasana hati yang

positif dapat mengingat lebih banyak informasi mengenai produk dibanding

konsumen yang berada dalam suasana hati yang negatif (Kanuk, 2008:491).

Menurut Kanuk (2008:492) terdapat mode keputusan pembelian yang

meliputi masukan, proses dan keluaran. Tahapan model keputusan pembelian

antara lain:

1. Masukan : Komponen masukan dalam model pengambilan

keputusan pembelian mempunyai berbagai pengaruh luar yang berlaku


sebagai sumber informasi mengenai produk tertentu dan mempengaruhi

nilai-nilai, sikap, dan perilaku konsumen yang berkaitan dengan

produk. Masukan sebagai sumber informasi dibagi menjadi dua

sumber, yaitu :

a. Masukan Pemasaran : Masukan pemasaran adalah berupa strategi

bauran pemasaran khusus yang terdiri produk (kemasan, ukuran,

jaminan), iklan, pemasaran langsung, penjualan personal, promosi

penjualan, kebijakan harga, pemilihan saluran distribusi

b. Masukan Sosiobudaya : Lingkungan sosiobudaya mempunyai

pengaruh besar terhadap keputusan konsumen. Masukan sosiobudaya

terdiri dari berbagai macam pengaruh atau sumber informasi

nonkomersial, seperti komentar teman, editorial di surat kabar,

pemakaian oleh anggota keluarga, artikel majalah atau pandangan

orang yang berpengalaman tentang produk. Pengaruh kelas sosial,

budaya, subbudaya merupakan faktor penting yang dihayati dan

diserap sehingga mempengaruhi penilaian konsumen untuk menerima

atau menolak produk. Aturan tingkah laku yang tidak tertulis yang

disampaikan budaya dengan halus menyatakan perilaku konsumsi

mana yang benar atau salah pada waktu tertentu. Dampak kumulatif

usaha pemasaran setiap perusahaan adalah pengaruh keluarga,

teman-teman, para tetangga dan aturan perilaku masyarakat yang ada

merupakan semua masukan yang mungkin mempengaruhi apa yang

dibeli konsumen dan bagaimana konsumen menggunakan apa yang

dibeli (Kanuk, 2008:492).


2. Proses :

Menurut Kotler (2007) keputusan pembelian adalah tahap dalam

proses pengambilan keputusan pembeli dimana konsumen benar-benar akan

membeli. Proses tersebut merupakan sebuah penyelesaian masalah harga yang

terdiri dari lima tahap. Konsumen akan melalui lima tahap dalam proses

pembelian yaitu pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi

alternatif, keputusan pembelian dana prilaku setelah pembelian. Tahapan

tersebut menekankan bahwa proses pembelian bermula sebelum pembelian dan

berakibat setelah pembelian. Setiap pembeli akan melewati tahap-tahap tersebut

untuk setiap pembelian yang konsumen buat. Lima tahap proses keputusan

pembelian tersebut adalah sebagai berikut:

Pengenalan Pencarian Penilaian


Masalah Informasi Alternatif

Perilaku Keputusan
Pembelian Pembelian

Sumber : Kotler 2007

Gambar II.1

A. Pengenalan Masalah

Merupakan tahap pertama di proses keputusan pembelian dimana konsumen

mengenali masalah atau kebutuhan.


B. Pencarian Informasi

Pada tahap ini konsumen digerakkan untuk mencari lebih banyak informasi,

konsumen bisa lebih mudah melakukan pencarian informasi aktif, ketika lebih

banyak informasi diperoleh maka kesadaran dan pengetahuan konsumen tentang

barang atau jasa akan semakin meningkat.

C. Penilaian Alternatif

Konsumen menggunakan informasi untuk mengevaluasi merek-merek alternatif

dalam himpunan pikiran

D. Keputusan Pembelian

Keputusan seorang konsumen untuk mengubah, menangguhkan, atau

membatalkan keputusan-membeli, banyak dipengaruhi oleh pandangan risiko

seseorang. Besar kecilnya risiko yang ditanggapi seseorang adalah berbeda-beda

sesuai dengan besar uang yang dibelanjakan, banyak cirri yang tidak pasti,

dan tingkat kepercayaan diri konsumen. Seorang konsumen mengembangkan

kebiasaan tertentu untuk mengurangi risiko, seperti membatalkan keputusan,

menghimpun informasi dari teman-teman, dan memilih sebuah merek nasional

dan memiliki jaminan.

E. Perilaku Setelah Pembelian

Setelah pembelian produk, konsumen akan mengalami suatu tingkat kepuasan

atau ketidakpuasan tertentu. Jika produk sesuai harapan maka konsumen

akan puas. Jika melebihi harapa, maka konsumen sangat puas. Jika kurang

memenuhi harapan maka konsumen tidak puas. Kepuasan atau ketidakpuasan


konsumen dengan suatu produk akan mempengaruhiperilaku selanjutnya. Bila

konsumen puas, dia akan menunjukkan probabilitas yang lebih tinggi untuk

membeli produk itu lagi.

2.1.2.4. Brand Image

Menurut Kotler (2009:332) Merek (Brand) merupakan nama, istilah,

tanda, simbol, atau rancangan, atau kombinasi dari semuanya yang dimaksudkan

untuk mendiferensiasikannya (membedakan) dari barang atau jasa pesaing.

Demikian, sebuah merek adalah produk atau jasa penambahan dimensi yang

dengan cara tertentu mendifrensiasikannya dari produk atau jasa lain yang di

rancang untuk memuaskan kebutuhan yang sama.

Menurut Keller (2008) nilai pada sebuah merek merupakan suatu arahan

dalam mencapai masa depan merek yang diinginkan. Para pemasaran

membangun merek dengan sebuah konsep yang matang dan digunakan secara

maksimal dalam tindakan suatu tindakan pemasaran. Salah satu cara untuk

membuat merek yang kuat adalah dengan pembentukan citra merek yang baik.

2.1.2.4.1. Dimensi Brand Image

Brand Image adalah produk atau jasa yang dimensinya mendiferensiasikan

merek tersebut dengan beberapa cara dari produk atau jasa lainnya yang

dirancang untuk memuaskan kebutuhan yang sama. Perbedaan ini dapat

melalui perbedaan fungsional. Rasional, atau nyata berhubungan dengan

kinerja produk dari merek (Kotler dan Keller 2009). Dimensinya diantara lain

adalah :

1. Brand Association
2. Favourability of Brand Association

3. Strenght of Brand Association

4. Uniqueness of Brand Association

Favoribility of brand association, konsumen dapat membuat asosiasi merek

berdasarkan harga, desain, manfaat, pengalaman, dan keseluruhan evaluasi atau

sikapnya terhadap merek (Keller dalam Ferrinadewi 2009:166). Strength of

brand association, adanya keinginan dan keyakinan dalam benak konsumen

bahwa brand tertentu dapat memenuhi keininginannya (Keller dalam

Ferrinadewi 2008:166). Dan Uniqueness of brand association, kekuatan asosiasi

merek ditentukan dari pengalaman langsung konsumen dengan merek, pesan-

pesan yang bersifat non komersial maupun komersial (Keller dalam Ferrinadewi

2009:166).

2.1.2.4.2. Indikator Brand Image

Menurut Aaker dan Biel (2009:71) Indikator-indikator yang membentuk

Brand Image adalah :

a. Citra pembuat (Corporate Image), yaitu sekumpulan asosiasi yang

dipersepsikan konsumen terhadap perusahaan yang membuat suatu

barang atau jasa.

b. Citra Produk (Product Image), yaitu sekumpulan asosiasi yang

dipersepsikan konsumen terhadap suatu barang atau jasa.


c. Citra pemakai (User Image),yaitu sekumpulan asosiasi yang

dipersepsikan konsumen terhadap pemakai yang menggunakan suatu

barang atau jasa.

Menurut Kartajaya (2010:62), mendefinisikan merek sebagai : “Aset

yang menciptakan nilai bagi pelanggan dengan meningkatkan

keputusan dan menghargai kualitas.”

2.1.2.4.3. Kriteria Merek

Menurut Kotler (2009:269) terdapat enam pilihan kriteria merek,

diantaranya adalah :

a. Dapat diingat

Merek harus dapat diingat dan dikenali dengan mudah oleh konsumen.

b. Berarti

Merek harus kredibel dan mencirikan karakter yang sesuai,serta

menyiratkan sesuatu tentang bahan atau tipe orang yang mungkin

menggunakan merek.

c. Dapat disukai

Seberapa menarik estetika dari merek dan dapat disukai secara visual,

verval, dan lainnya.


d. Dapat dipindahkan

Merek dapat digunakan untuk memperkenalkan produk baru dalam

kategori yang sama atau berbeda dengan melintasi batas geografis dan

segmen pasar.

e. Dapat disesuaikan

Merek harus dengan mudah dapat disesuaikan atau diperbarui sesuai

dengan kebutuhan pasar.

f. Dapat dilindungi

Merek harus dapat dipatenkan atau dapat dilegalkan secara hukum,

sehingga tidak mudah ditiru oleh pesaing.

Menurut Kotler (2009:259) bahwa merek memiliki peranan dilihat dari sudut

pandang produsen, dimana merek memiliki peranan serta kegunaan sebagai

berikut :

1. Merek memudahkan proses pemesanan dan penelusuran produk.

2. Merek membantu mengatur catatan persediaan dan catatan akuntansi.

3. Merek menawarkan perlindungan hukum atas ciri dari keunikan produk yang

dimiliki.

4. Merek menandakan tingkat kualitas tertentu sehingga pembeli yang puas akan

melakukan pembelian berulang (loyalitas konsumen).

5. Merek dapat menjadi alat berguna untuk mengamankan keunggulan

kompetitif.
Suatu merek harus memiliki strategi yang baik dan kuat dalam mengenalkan

dan memasarkan produk sesuai dengan nilai jual merek yang telah ditentukan.

Hal ini akan membangun citra merek (brand image) dan kepercayaan di mata

konsumen.

2.1.2.4.4. Kriteria Merek

Menurut Rangkuti (2008:38) terdapat beberapa strategi merek, sebagai

berikut :

a. Merek Baru (New Brand)

Perusahaan dapat menciptakan nama atau merek baru ketika ingin

memasarkan produk baru. Hal ini dikarenakan nama atau merek sebelumnya

tidak sesuai dengan konsep produk baru yang akan ditawarkan di pasar.

b. Multi Merek (Multi Brand)

Perusahaan mengelola berbagai nama merek tambahan dala kategori produk

yang sama. Hal tersebut untuk memberikan fungsi dan manfaat yang sesuai

dengan motif pembelian konsumen terhadapt produk.

c. Perluasan Merek (Brand Extension)

Menggunakan nama atau merek sebelumnya yang telah berhasil untuk

meluncurkan produk baru.


d. Perluasan Lini (Lini Extension)

Strategi perluasan ini dilakukan dengan cara memperkenalkan berbagai

macam atribut tambahan atau variasi terhadap kategori produk yang sudah

ada dengan nama atau merek yang sama.

2.1.2.4.5. Elemen Citra Merek

Berdasarkan Sandy (2010:22) Citra Merek memiliki empat elemen

yaitu :

a. Ketahanan (Tenacity)

Berkaitan dengan kualitas dan citra merek produk itu sendiri.

1. Kualitas Produk

Produk yang dipasarkan dan dijual harus memiliki jaminan atau

kualitas yang dimiliki.

2. Bahan- bahan yang digunakan

Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan produk harus

merupakan bahan-bahan yang sesuai atau bermutu dengan ketentuan yang

telah ditetapkan oleh sebuah perusahaan terhadap produk dari merek tersebut.

b. Kesesuaian (Congruence)

Berkaitan dengan kesesuaian antara karakteristik merek dengan citra

merek itu sendiri yang ingin ditonjolkan dari sebuah produk.


c. Keseksamaan (Precision)

Sejauh mana brand image secara akurat dan konsisten yang ingin

ditampilkan.

1. Rasa

Rasa dari sebuah produk harus konsisten dan akurat. Hal ini dapat

mempengaruhi keputusan konsumen dalam melakukan pembelian berulang.

2. Harga

Harga merupakan faktor utama yang dilihat oleh konsumen. Harga

yang ditawarkan di setiap tempat harus konsisten atau sama.

d. Konotasi (Connotation)

Konotasi merupakan pendapat konsumen dari kepribadian produk yaitu

dari semua karakteristik merek produk sejenis yang diterima, konsumen

menemukan merek produk yang satu berbeda dari merek produk lainnya.

Menurut Hapsari (2008:22) mengambil beberapa kesimpulan tentang

brand image sebagai berikut :

1. Brand Image mempengaruhi pola pikir dan pandangan konsumen

mengenai merek secara keseluruhan.

2. Brand Image bukan hanya merupakan sebuah pemberian nama yang baik

melainkan bagaimana cara mengenalkan produk kepada konsumen agar

menjadi memori bagi konsumen dalam membentuk suatu persepsi akan

sebuah produk.
3. Brand Image memegang kepercayaan, pemahaman, dan persepsi

konsumen terhadap suatu merek.

4. Brand Image merupakan asosiasi yang muncul dalam benak konsumen

dalam bentuk pemikiran atau citra tertentu terhadap suatu merek.

5. Brand Image yang baik dapat meningkatkan penjualan produsen serta

menghambat kegiatan pemasaran pesaing.

6. Brand Image merupakan faktor penting dalam keputusan pembelian

konsumen hingga konsumen menjadi loyal terhadap merek tertentu.

2.2. Kerangka Pemikiran

Kerangkan pemikiran termasuk dalam proses penelitian yang dimana peneliti

harus memahami teori dan variabel yang akan diteliti. Menurut Prof. Dr.

Sugiyono dalam bukunya Metode Penelitian Bisnis (2008:88)

mengungkapkan “Kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang

bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah

diidentifikasi sebagai masalah yang penting”. Sedangkan menurut Uma yang

dikutip oleh Prof. Dr. Sugiyono (2008:92) mengemukakan bahwa kerangka

pemikiran yang baik, memuat hal-hal sebagai berikut :

1. Variabel-variabel yang akan diteliti harus dijelaskan.

2. Diskusi dalam berpikir harus dapat menunjukkan dan menjelaskan

pertautan atau hubungan antar variabel yang diteliti dan ada teori yang

mendasari.
3. Kerangka pemikiran tersebut selanjutnya perlu di nyatakan dalam bentuk

diagram (paradigma penelitian) sehingga pihak lain dapat memahami

kerangka pikir yang dikemukakan dalam penelitian.

Berkaitan dengan kerangka pemikiran peneliti akan menjelaskan bahwa

dimensi yang akan digunakan dalam kerangka pemikiran ini adalah tiga variabel.

Variabel (X) adalah Kualitas Pelayanan, Variabel (Y) adalah Brand Image dan

Variabel (Z) adalah Keputusan Berkunjung.

Dimensi (X) Kualitas Pelayanan menurut Lovelock (2012:442) kualitas

pelayanan menjadi 5 yaitu : Reability, Responsiveness, Assurance, Empath dan

Tangibles. Jika semua dimensi ini terpenuhi pengunjung akan merasa puas

terhadap pelayanan yang sudah diberikan saat datang kesebuah destinasi wisata.

Dimensi selanjutnya adalah Brand Image (Y) terdapat lima dimensi yaitu :

Brand Association, Favorability f brand image, Strenght of brand association,

dan Uniqueness of brand image. Brand Image adalah produk atau jasa yang

dimensinya mendiferensiasikan merek tersebut dengen beberapa cara dari produk

atau jasa lainnya yang dirancang untuk memuaskan kebutuhan yang sama.

Dan dimensi yang terakhir adalah Keputusan Berkunjung (Z) terdapat lima

tahap proses keputusan pembelian yaitu : Pengenalan masalah, Pencarian

Informasi, Penilaian alternatif, Perilaku pembelian, dan Keputusan pembelian.

Menurut Kotler (2007) keputusan pembelian adalah tahap dalam proses

pengambilan keputusan pembeli dimana konsumen benar-benar akan membeli.

Dari penjelasaan diatas dapat digambarkan kerangka pemikiran dengan tiga


variabel dan menggunakan dimensi diatas. Dan dapat dilihat pada Gambar II.2

berikut ini :

Kualitas Pelayanan Brand Image

1. Reabilitas (Reability) 1. Brand Association

2. Daya Tangkap (Responsiveness) 2. Favorability of brand

association
3. Jaminan (Assurance)

3. Strenght of brand association


4. Empati (Empathy)

4. Uniqueness of brand
5. Bukti Fisik (Tangibles)
association

Keputusan Berkunjung

1. Pengenalan Masalah

2. Pencarian Informasi

3. Penilaian alternatif

4. Perilaku pembelian

5. Keputusan Berkunjung

Gambar II.2
Kerangka Pemikiran
2.3. Hipotensis

Hipotensis merupakan suatu anggapan atau anggapan yang mungkin

benar dan sering digunakan untuk dasar keputuan pemecahan persoalan

ataupun untuk dasar penelitian lebih lanjut. Dalam penelitian ini peneliti

merumuskan hipotensis sebagai berikut :

1. H1 : Kualitas Pelayanan berpengaruh terhadap Keputusan Berkunjung

di Museum Geologi Bandung.

2. H2 : Brand Image berpengaruh terhadap Keputusan Berkunjung di

Museum Geologi.

3. H3 : Kualitas Pelayanan dan Brand Image berpengaruh terhadap

Keputusan Berkunjung di Museum Geologi.

Anda mungkin juga menyukai