Knowledge Management Sebagai Keunggulan
Knowledge Management Sebagai Keunggulan
Oleh :
E-mail :
ikhlash_kautsar@yahoo.com / ikhlas.35e@mma.ipb.ac.id
Blog :
Kautsar35e.blogstudent.mma.ipb.ac.id
PENDAHULUAN :
Usaha Kecil Menengah (UKM) telah berperan aktif dalam berbagai peningkatan
perekonomian dalam sebuah negara, tidak hanya di Indonesia, akan tetapi juga di
negara-negara sedang berkembang. UKM telah membantu masyarakat menjadi
sejahtera melalui penyediaan lapangan pekerjaan, transaksi perdagangan, penciptaan
nilai tambah bagi konsumen rumah tangga serta berkontribusi dalam meningkatkan
pendapatan daerah melalui yang dibayarkan.
Oleh sebab itu diperlukan solusi yang dapat diimplementasi dengan sederhana untuk
menghadapi tantangan ini. Salah satu caranya adalah menciptakan daya saing melalui
implementasi Knowledge Management pada UKM. Menurut Kosasih dan Budiani, hal
ini seiring dengan pendapat Priambada bahwa Knowledge Management dapat
meningkatkan kinerja suatu perusahaan melalui budaya saling berbagi pengetahuan.
TINJAUAN PUSTAKA :
Manajemen
Griffin dalam Wikipedia mendefinisikan bahwa manajemen adalah suatu proses
perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian dan pengkontrolan sumber daya
untuk mencapai sasaran (goal) secara efektif dan efisien. Selanjutnya dijelaskan bahwa
efektif berarti tujuan dicapai sesuai dengan rencana yang telah dibuat, sedangkan efisien
berarti tugas yang ada dilakukan secara benar, terorganisir dan sesuai dengan jadwal.
Knowledge / Pengetahuan
Menurut Hendrik (2003) pengetahuan merupakan data dan informasi yang digabung
dengan kemampuan, intuisi, pengalaman, gagasan serta motivasi dari sumber yang
kompeten. Terdapat 2 (dua) tipe pengetahuan, yaitu tacit knowledge dan explicit
knowledge, tacit knowledge adalah sesuatu yang tersimpan dalam otak manusia,
sedangkan explicit knowledge adalah sesuatu yang terdapat dalam dokumen atau tempat
penyimpanan lain selain di otak manusia (Uriarte, 2008).
Knowledge Management
Maimunah et al (2008:80-90) berpandangan bahwa Knowledge Management
merupakan aktifitas merencanakan, mengumpulkan dan mengorganisir, memimpin dan
mengendalikan data dan informasi yang telah dimiliki oleh sebuah perusahaan yang
kemudian digabungkan dengan berbagai pemikiran dan analisa dari berbagai macam
sumber yang kompeten. Knowledge Management dapat dilihat sebagai sebuah
pendekatan yang menyeluruh dalam mencapai tujuan perusahaan dengan memfokuskan
pada pengetahuan (Bornemann et al, 2003).
Priambada (2010) menjelaskan bahwa menurut SECI model, suatu transfer pengetahuan
berlangsung berulang-ulang dan membentuk suatu siklus yang menyebabkan
pengetahuan menjadi berkembang. Seperti yang ditunjukkan pada gambar 2, dimana
terjadi 4 (empat) proses dalam transfer pengetahuan, yaitu socialization, externalization,
combination dan internalization.
Gambar 2. Transfer pengetahuan menurut SECI model (Priambada, 2010)
Menurut Ramzy (2011), hal yang paling berpengaruh kuat dalam implementasi
Knowledge Management dalam organisasi adalah budaya (culture). Disamping itu,
penerapan Knowledge Management juga harus diikuti antara pengetahuan yang dimiliki
oleh intangible asset, yaitu setiap individu atau karyawan dalam suatu perusahaan dan
tangible asset seperti teknologi yang dimiliki oleh perusahaan (Kosasih dan Budiani,
2007 : 80-88)
Sejalan dengan itu, Ramzy (2011) menambahkan bahwa kesulitan untuk saling berbagi
disebabkan oleh beberapa factor, seperti (1) disamping sulit ditemukannya alat yang
dapat digunakan untuk saling berbagai pengetahuan juga belum semua orang bisa
menggunakannya, (2) sebagian orang beranggapan bahwa ilmu pengetahuan
memerlukan banyak biaya dan resources, (3) kultur organisasi yang belum sepenuhnya
sadar tentang pentingnya berbagi pengetahuan. (4) terdapat kompetisi dalam suatu
komunitas. Pada akhir tahun 1999, terdapat suatu survey yang membuktikan bahwa
tantangan terbesar (sekitar 56%) dalam penerapan Knowledge Management adalah
mengubah perilaku anggota organisasi/karyawan untuk mendukung konsep ini.
UKM : Peran dan permasalahan
Usaha Kecil Menengah telah memberikan kontribusi yang cukup besar bagi
kesejahteraan masyarakat Indonesia dan penyediaan lapangan pekerjaan, seperti yang
terjadi di Kabupaten Boyolali, dimana UKM telah mempengaruhi peningkatan PDRB
kabupaten sebesar 4,22% dari total PDRB serta berimplikasi pada penyerapan tenaga
kerja sebesar 2.532 tenaga kerja (al habib et al, 2007). Disamping itu, Partomo (2004)
menyebutkan bahwa Industri kecil menyumbang pembangunan dengan berbagai jalan,
menciptakan kesempatan kerja, untuk perluasan angakatan kerja bagi urbanisasi, dan
menyediakan fleksibilitas kebutuhan serta inovasi dalam perekonomian secara
keseluruhan.
Akan tetapi sebagian besar UKM, khususnya Usaha Kecil di Indonesia sama sekali
tidak menerapkan sistem organisasi dan manajemen yang umum diterapkan di dalam
dunia bisnis modern. Banyak Usaha Kecil di mana pengusaha mengerjakan semua
kegiatan: produksi, pengadaan bahan baku, pemasaran, dan administrasi, dan tidak
menerapkan pembukuan, atau melakukannya dengan cara yang primitif (Tambunan,
2010). Oleh sebab itu, timbulah berbagai permasalahan yang dihadapi oleh UKM.
Hafsah (2004) menyebutkan bahwa pada umumnya permasalahan yang dihadapi oleh
UKM terdiri dari factor internal seperti (1) kurangnya permodalan, (2) SDM yang
terbatas, dan (3) lemahnya jaringan usaha, dan factor eksternal seperti (1) iklim usaha
yang belum sepenuhnya kondusif, (2) terbatasnya sarana dan prasarana usaha, (3)
Implikasi otonomi daerah, (4) implikasi perdagangan bebas, (5) produk dengan umur
yang pendek dan (6) terbatasnya akses pasar.
Pada dasarnya berbagai permasalahan yang dihadapi oleh UKM cenderung berulang
dari tahun ke tahun, dari periode ke periode, namun demikian masih banyak UKM yang
pada akhirnya harus gulung tikar karena tidak mampu menghadapi kondisi ini.
Permasalahanpun semakin kompleks dan rumit ketika UKM harus berhadapan tidak
hanya dengan masalah yang datangnya dari luar, tetapi juga masalah internal, seperti
minimnya tingkat pendidikan pemilik usaha, kurangnya modal, terbatasnya jaringan
distribusi dan pemasaran, produk dan pelayanan yang kalah bersaing, hingga
manajemen internal yang terbatas, baik dalam hal pengetahuan maupun pengalaman.
Menghadapi era perdagangan yang semakin bebas dan terbuka, UKM harus dengan
segera berbenah dan memperbaiki diri sehingga mampu bersaing tidak hanya dengan
UKM dari negara maju tetapi juga perusahaan-perusahaan multinasional yang telah
melakukan ekspansi hingga ke berbagai negara. UKM dari negara maju telah
melakukan ekspor yang cukup signifikan ke Indonesia, seperti China, India, Jepang,
Korea dan negara maju lainnya.
Tanpa disadari, setiap hari semakin mudah menemukan berbagai produk dari negara
luar di setiap pusat perbelanjaan, baik modern maupun tradisional. Usaha Kecil dan
Menengah tidak bisa tinggal diam menunggu uluran tangan dari pemerintah ataupun
lembaga besar lainnya, akan tetapi harus mampu bertindak proaktif untuk menghadapi
tantangan ini.
Seperti yang disyaratkan oleh Priambada, bahwa 4 (empat) aspek yang diperlukan
dalam merancang suatu system Knowledge Management, yaitu (1) manusia, (2) proses,
(3) teknologi dan (4) isi (content). Aspek-aspek yang disyaratkan tersebut pada
umumnya telah tersedia dalam sebuah organisasi UKM, khususnya aspek manusia,
proses dan teknologi. Namun, aspek isi (content) dalam sebuah UKM masih berupa
tacit knowledge yang harus digali dari setiap individu dan kemudian didistribusikan.
Aspek manusia yang dimaksud dalam sebuah organisasi UKM adalah individu-individu
yang terlibat dalam organisasi UKM, baik di lingkungan internal maupun eksternal
perusahaan. Dalam internal perusahaan, individu dapat berarti seluruh staff atau
karyawan dalam seluruh level jabatan dan divisi yang secara aktif bekerja dalam sebuah
UKM. Meliputi pemilik usaha, manager, supervisor, kepala bagian, staff bagian, hingga
karyawan honorer. Sedangkan dalam ektsternal perusahaan meliputi pelanggan,
supplier, distributor, dinas UKM kota / daerah, dan pihak-pihak luar perusahaan yang
terkait dengan aktivitas UKM.
Aspek proses dalam sebuah organisasi UKM adalah proses-proses yang terjadi dalam
aktivitas kerja. Aspek proses meliputi berbagai proses yang terdapat pada UKM seperti
pada bagian produksi, pelayanan, penjualan dan pemasaran, administrasi, keuangan dan
lain sebagainya. Aspek proses merupakan suatu kasus yang dapat dijadikan dasar dalam
penggalian tacit knowledge. Sedangkan teknologi adalah metode atau tools yang
digunakan untuk membantu agar proses-proses yang terjadi dalam UKM berjalan
dengan lebih mudah, lebih cepat dan lebih baik.
Pada tahapan pengumpulan informasi, suatu UKM harus mendefinisikan terlebih dahulu
goal atau tujuan yang ingin dicapai, apakah meningkatkan kapasitas produksi,
meningkatkan kinerja karyawan, meningkatkan penjualan, memperbaiki pelaporan dan
lain sebagainya. Penetapan goal ini sangat penting karena akan mengarahkan knowledge
yang dimiliki untuk dirancang menjadi sebuah solusi yang dapat menyelesaikan
permasalahan yang terjadi.
Pada tahapan ini, setiap individu dalam perusahaan dapat berperan dalam memberikan
informasi ataupun mengeluarkan tacit knowledge yang dimiliki. Tacit knowledge yang
ada terkait dengan tujuan ataupun goal terdapat pada individu-individu yang berperan
aktif dalam pekerjaannya. Sebagai contoh, tujuan UKM adalah meningkatkan efisiensi
produksi, maka tacit knowledge yang dimiliki terdapat pada seluruh staff produksi,
penyelia hingga manager.
Pengumpulan informasi dapat dilakukan melalui berbagai forum, seperti diskusi, rapat,
atau bahkan sekedar komunikasi dan tukar pikiran dengan atau diantara seluruh
karyawan yang terlibat. Pengumpulan informasi dapat dilakukan oleh manager ataupun
tim yang berwenang melaksanakan knowledge management, disamping harus segera
didokumentasikan secara tertulis dalam sebuah dokumen.
Setelah seluruh informasi yang berupa knowledge ataupun berbagai uraian tentang
pekerjaan terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah melakukan analisa terhadap
informasi tersebut. Analisa dilakukan dengan tujuan untuk menentukan apakah
informasi yang berhasil dikumpulkan dapat diterima atau tidak. Sesuai dengan goal
yang telah ditetapkan, maka seharusnya analisa yang dilakukan mengarah kepada
pencapaian goal atau tujuan awal. Analisa dapat dilakukan dengan sederhana melalui
diskusi atau rapat terbatas yang dihadiri oleh manager serta individu yang memiliki
kemampuan analisa yang lebih. Keterbatasan kualitas sumber daya UKM dalam
melakukan analisa dapat ditangani melalui peran pihak ketiga yang dapat mengarahkan
dan membimbing, seperti dinas UKM kota atau daerah, lembaga yang focus pada
pengembangan UKM dan lain sebagainya.
Langkah ketiga adalah merancang (design) yang berarti menemukan solusi dan
mengimplementasikan-nya di lapangan. Hasil analisa informasi akan mengarahkan
informasi-informasi yang didapat untuk dipilih yang selanjutnya akan mengarahkan
kepada jawaban atas goal atau tujuan yang ingin dicapai. Pilihan-pilihan informasi
tersebut selanjutnya dapat menjadi sebuah solusi atau menjadi dasar ditemukannya
solusi baru yang dikembangkan setelah melalui tahapan analisa. Informasi berupa solusi
ini kemudian diimplementasikan di lapangan sesuai dengan kebutuhan organisasi atau
perusahaan, dalam hal ini adalah UKM.
Faktor penting dalam menerapkan Knowledge Management dalam sebuah UKM adalah
Knowledge Sharing atau berbagi pengetahuan, seperti yang disebutkan oleh Priambada
bahwa dalam melakukan berbagi pengetahuan setidaknya dibutuhkan 6 (enam) tahapan,
yaitu menciptakan, menangkap, menjaring, menyimpan, mengolah, serta
mendistribusikan knowledge.
Seluruh pengetahuan yang telah diciptakan, ditangkap dan dijaring, kemudian disimpan
dalam sebuah media penyimpanan yang tersusun dengan baik dan rapih. Pengetahuan
yang disimpan dapat berbentuk dokumen, baik yang dapat diakses langsung ataupun
harus menggunakan piranti lunak untuk mengaksesnya. Penyimpanan ini dilakukan
sebagai bank data pengetahuan yang kemudian dapat diakses oleh setiap individu yang
terdapat dalam organisasi.
Seluruh pengetahuan yang dimiliki dalam sebuah perusahaan (UKM) tidak akan
bermanfaat jika tidak mampu disebarkan atau didistribusikan kepada seluruh individu
yang ada dalam perusahaan. Uriarte menjelaskan bahwa yang menjadi permasalahan
dalam implementasi Knowledge Managament adalah factor budaya dan manusia,
dimana yang dimaksud budaya disini adalah budaya untuk saling berbagi tacit
knowledge. Distribusi pengetahuan dapat dilakukan melalui 2 (dua) cara, yaitu (1) direct
atau langsung dari individu ke individu baik melalui cara yang disengaja ataupun tidak
disengaja, (2) central atau terpusat dari individu kepada organisasi yang kemudian
didistribusikan kepada seluruh individu yang berada dalam organisasi.
Seperti yang dijelaskan oleh Priambada melalui SECI model, dimana suatu knowledge
transfer yang berulang-ulang dan membentuk suatu siklus akan menyebabkan
pengetahuan menjadi berkembang melalui 4 (empat) proses, yaitu socialization,
externalization, combination dan internalization. Secara tidak langsung, hal tersebut
dilakukan oleh UKM dengan cara yang sederhana. Dimana pemilik usaha ataupun
individu yang memiliki tacit knowledge seperti metode atau proses tertentu secara
langsung mendistribusikan tacit knowledge yang dimiliki kepada individu lain sesuai
dengan kebutuhan. Suatu tacit knowledge yang dimiliki oleh UKM tidak pernah
diproses menjadi explicit knowledge sehingga menyebabkan knowledge transfer
menjadi tidak terstandarkan.
Seperti yang telah disebutkan oleh Ramzy, bahwa salah satu factor yang membuat
sulitnya untuk berbagi pengetahuan adalah sulit ditemukannya alat yang dapat
digunakan untuk saling berbagi, disamping itu belum semua orang bisa
menggunakannya. Sarana dan prasarana yang dimaksud disini alat tools (alat) tersebut
yang dapat digunakan secara standar oleh pelaku usaha atau UKM.
Istilah Knowledge Management bisa dikatakan sebagai sesuatu yang baru bagi UKM,
oleh karena itu ketidaktersediaan tools yang memadai memungkinkan UKM kesulitan
untuk mengimplementasikannya. Disamping itu juga perlu adanya pengetahuan dan
pemahaman terlebih dahulu mengenai Knowledge Management itu sendiri.
Suatu metode atau pengetahuan yang baru biasanya identik dengan biaya, dengan kata
lain dibutuhkan biaya yang cukup besar untuk mendapatkan pengetahuan yang
dibutuhkan. Biaya tersebut dibutuhkan baik untuk mengikuti pelatihan, seminar,
program short course maupun melalui pendidikan formal. Oleh karena kertebatasan
dana, maka pengetahuan menjadi sulit didapatkan untuk digunakan ataupun
dikembangkan dalam perusahaan.
Hambatan lainnya adalah kualitas sumber daya manusia pada UKM yang terbatas,
menyebabkan kurangnya penguasaan pengetahuan sehingga relative sulit untuk
menerima suatu metode baru seperti Knowledge Management. Seperti yang disebutkan
oleh Tambunan, bahwa jumlah pengusaha UKM yang memiliki gelar diploma dari
universitas hanya berjumlah sekitar 2,20%.
Keterbatasan ini secara langsung menimbulkan permasalahan tidak hanya pada saat
implementasi Knowledge Management, namun juga pada saat belum dilaksanakan.
Keterbatasan penguasaan pengetahuan menyebabkan UKM menjadi terhambat dalam
mengimplementasikan teknologi-teknologi atau metode-metode yang secara umum
dilaksanakan. Sebelum di-implementasikan-nya Knowledge Management, UKM sudah
disibukkan terlebih dahulu oleh permasalahan internal yang dapat menghambat dan
mengganggu laju pertumbuhan dan perkembangan usaha.
Saran yang dapat diberikan terkait dengan implementasi Knowledge Management pada
UKM adalah perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai tools yang dapat
digunakan secara sederhana serta pengaruh implementasi Knowledge Management pada
UKM. Agar suatu UKM dapat mengimplementasikan Knowledge Management, maka
ada beberapa hal yang perlu dilakukan, yaitu :
DAFTAR PUSTAKA
Al Habib, Ismail, Jacom, Harry, dan Riyanto, Hendro. Kebijakan Ekonomi Mikro Kab.
Boyolali 2006, Lambaga Kajian untuk Transformasi Sosial, 2007, Boyolali, Jawa
Tengah
Hafsah, Upaya Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah, Buletin Infokop nomor 25
tahun XX, 2004
Partomo, S Tiktik, Usaha Kecil Menengah dan Koperasi, Working Paper Series No. 9,
Pusat Studi Industri dan UKM, Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti, 2004
Tambunan, Tulus, Ukuran Daya Saing Koperasi dan UKM, Backgound studi RPJM
Nasional 2010 – 2014, Bidang Pemberdayaan Koperasi dan UKM, Bappenas,
2010
Wijaya Marcel, Knowledge dan Implementasinya yang tidak tanpa kendala, diakses dari
http://marcelwijayacc.wordpress.com/2010/10/17/knowledge-management-dan-
implemetasinya-yang-tidak-tanpa-kendala/ pada Januari, 18, 2011