Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

a. Latar Belakang
Kita sebagai umat islam, haruslah mengerti bahwa dalam islam ada beberapa
halyang harus diperhatikan oleh setiap muslim. Sebagai agama yang menjaga
kesucian,islam telah mengatur segala hal hal yang berkaitan dengan masalah tersebut,
dalam Islamistilah bersuci ini dikenal dengan istilah Thaharah. Islam menganjurkan
untuk selalumenjaga kebersihan badani selain rohani. Kebersihan badani tercermin
dengan bagaimana umat muslim selalu bersuci sebelum mereka melakukan ibadah
menghadapAllah SWT. Pada hakikatnya tujuan bersuci adalah agar umat muslim
terhindari darikotoran atau debu yang menempel di badan sehingga secara sadar atau
tidak sengajamembatalkan rangkaian ibadah kita kepada Allah SWT. Namun, yang
terjadi sekarangadalah, banyak umat muslim hanya tahu saja bahwa bersuci itu sebatas
membasuh badandengan air tanpa mengamalkan rukun-rukun bersuci lainnya sesuai
syariat Islam. Bersuciatau istilah dalam istilah Islam yaitu “Thaharah”
mempunyai makna yang luas tidakhanya berwudhu saja.Pengertian thaharah adalah
mensucikan diri, pakaian, dan tempat sholat dari hadasdan najis menurut syariat islam.
Bersuci dari hadas dan najis adalah syarat syahnyaseorang muslim dalam mengerjakan
ibadah tertentu. Berdasarkan pengertian tersebutsebenarnya banyak sekali manfaat yang
bisa kita ambil dari fungsi thaharah. Taharahsebagai bukti bahwa Islam amat
mementingkan kebersihan dan kesucianBerdasarkan latar belakang masalah diatas,
maka penulis bermaksud untukmemaparkan penjelasan lebih rinci tentang thaharah,
menjelaskan bagaimana fungsithaharah dalam menjalan ibadah kepada Allah, serta
menjelaskan manfaat thaharah yangdapat umat muslim peroleh. Dengan demikian umat
muslim akan lebih tahu makna bersuci dan mulai mengamalkannya untuk peningkatan
kualitas ibadah yang lebih baik.

1
BAB II
PEMBAHASAN

1. TAHARAH

A.  Pengertian Taharah

Taharah menurut bahasa artinya  bersuci atau  bersih. Menurut istilah adalah


bersuci dari hadas, baik hadas besar maupun hadas kecil dn bersuci dari najis yang
meliputi badan, pakaian, tempat, dan benda-benda yang terbawa di badan.

Taharah terbagi menjadi dua bagian yaitu lahir dan batin. Taharah lahir adalah
taharah / suci dari najis dan hadas yang dapat hilang dicuci dengan air mutlak (suci
menyucikan) dengan wudu, mandi, dan tayamun. Taharah batin adalah
membersihkan jiwa dari pengaruh-pengaruh dosa dan maksiat, seperti dengki, iri,
penipu, sombong, ujub, dan ria.

Dalam hal ini banyak ayat Al qur`an dan hadist Nabi Muhammad saw,
menganjurkan agar kita senantiasa menjaga kebersihan lahir dan batin.

Firman Allah Swt :                      

ِ ‫يض قُلْ هُ َو َأ ًذى فَا ْعتَ ِزلُوا النِّ َسا َء فِي ْال َم ِح‬
‫يض‬ ِ ‫ك َع ِن ْال َم ِح‬ َ َ‫َويَ ْسَألُون‬
ُ ‫ْأتُوهُ َّن ِم ْن َحي‬OOOَ‫ِإ َذا تَطَهَّرْ َن ف‬OOOَ‫رْ َن ف‬OOOُ‫طه‬
‫ْث‬ ْ َ‫وهُ َّن َحتَّى ي‬OOOُ‫َوال تَ ْق َرب‬
)٢٢٢( ‫ين‬ َ ‫ين َوي ُِحبُّ ْال ُمتَطَه ِِّر‬ َ ِ‫َأ َم َر ُك ُم هَّللا ُ ِإ َّن هَّللا َ ي ُِحبُّ التَّ َّواب‬
    Artinya: “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertobat dan mencintai
orang-orang yang suci lagi bersih”. (QS Al Baqarh:222)
Selain ayat al qur`an tersebut, Nabi Muhammad SAW bersabda.
)‫النظافة من االيمان (رواه مسلم‬
 
Artinya : “Kebersihan itu adalah sebagian dari iman.”(HR.Muslim)

B. Dasar Hukum Thaharah

Dalam Al-Qur'an maupun Hadits banyak sekali penjelasan-penjelasan maupun


perintah-perintah, agar umat islam senantiasa bersih dan suci. adapun dalil yang
menjelaskan tentang disyariatkannya Thaharah dalam Islam adalah sebagai berikut:

    "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka
basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan
(basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka
mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat
buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka
bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu

2
dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak
membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu
bersyukur." (Al-Maidah :6 )

Ayat diatas dipandang sebagai dalil yang paling mewakili untuk membahas
seputar thaharah. Hal ini disebabkan, karena kandungan ayat ini memuat tiga
persoalan yang termasuk masalah tharah yaitu, Wudlu, Mandi Janabah dan
Tayamum.

C. Alat Thaharah

Allah selalu memudahkan hambanya dalam melakukan sesuatu. Untuk bersuci


misalnya, kita tidak hanya bisa menggunakan air, tetapi  kita juga bisa menggunakan
tanah, batu, kayu dan benda-benda padat lain yang suci untuk menggantikan air jika
sedang kesulitan mendapatkan air atau tidak menemukan air setelah berusaha
mencarinya.
Dalam bersuci menggunakan air, kita juga harus memperhatikan air yang boleh
dan tidak boleh digunakan untuk bersuci.

D . Macam-macam air yang dapat digunakan untuk bersuci

1.   Air mutlak

Air mutlak  yang mensucikan, terdapat tujuh jenis air mutlak yaitu :  

    Air hujan,  Air sumur,  Air laut,  Air sungai/danau/telaga, Air mata air,  Air salju
dan Air embun.

2.   Air yang suci tetapi tidak dapat mensucikan

    yaitu air yang halal untuk diminum tapi tidak dapat digunakan untuk bersuci
seperti air teh, kopi, sirup, air kelapa dll.

3.   Air musyammas

      yaitu air yang terjemur oleh matahari dalam bejana selain emas dan perak. Air ini
makruh digunakan untuk bersuci.

4.   Air mustakmal

     yaitu air yang telah digunakan untuk bersuci. Air ini tidak boleh digunakan untuk
bersuci walaupun tidak berubah rasa, bau maupun warnanya.

5.   Air mutanajjis      

    yaitu air yang sudah terkena najis. Baik yang sudah berubah rasa, warna dan
baunya maupun yang tidak berubah dalam jumlah yang sedikit yaitu kurang dari
dua kullah (270 liter menurut ulama kontemporer)

3
E. Makna Mandi Besar Serta Dalilnya.

Mandi menurut arti bahasa adalah : mengalirkan air secara mutlak terhadap sesuatu.
Menurut arti syara’ adalah: sampainya air yang suci keseluruh badan dengan cara tertentu.
Sedangkan menurut ulama’ bermadzhab Sayafi’I mendefisikan mandi yaitu: mengalirkan
air keseluruh badan disertai dengan niat.

Bismillahirrohmanirrohim Nawaitul Ghusla Lirof’il Hadatsil Akbari


Fardol Lillahi Ta’ala.

‫ضا ِهللِ تَ َعالَى‬ ِ ‫س َل لِ َر ْف ِع ا ْل َح َد‬


ً ‫ث ْاالَ ْكبَ ِر فَ ْر‬ ْ ‫نَ َو ْيتُ ا ْل ُغ‬
Artinya:  “Sengaja aku mandi untuk membersihkan hadats besar
dari seluruh tubuhku fardhu karena Allah ta ‘ala”

 Jika seseorang mandi wajib karena haid maka niat mandi


wajibnya adalah :
Bismillahirrohmanirrohim Nawaitul Ghusla Lirof’il Hadatsil Haydi
Fardol Lillahi Ta’ala.
Artinya: “Sengaja Aku Mandi Untuk Mengangkat Hadats Haydh
( Haid ) Fardhu karena Alloh Ta’ala”

 Jika seseorang mandi wajib dikarenakan nifas, maka niat mandi


wajibnya adalah :
Bismillahirrohmanirrohim Nawaitul Ghusla Lirof’il
Hadatsil Nifasi Fardol Lillahi Ta’ala
Artinya: “Sengaja Aku mandi untuk mengangkat hadats nifas
fardhu karena Alloh Ta’ala”

 Jika seseorang mandi wajib dikarenakan wiladah maksudnya


mandi setelah bayi lahir, maka niat mandi wajibnya adalah :
Bismillahirrohmanirrohim Nawaitul Ghusla Lirof’il
Hadatsil Wiladati Fardol Lillahi Ta’ala
Artinya: “Sengaja Aku mandi untuk mengangkat hadats
wailadah fardhu karena Alloh Ta’ala”

4
BAB III

PEMBAHASAN

A. Syarat Memandikan

a. Jenazah Syarat Orang Yang Dapat Memandikan Jenazah


 Beragama Islam, baligh, berakal atau sehat mental.
 Berniat memandikan jenazah.
 Mengetahui hukum memandikan jenazah
 Amanah dan mampu menutupi aib jenazah.
b. Syarat Jenazah yang Dimandikan
 Beragama Islam
 Ada sebagian tubuhnya, meski sedikit yang bisa dimandikan
 Jenazah tidak mati syahid
 Bukan bayi yang meninggal karena keguguran
 Jika bayi lahir sudah meninggal, tidak wajib dimandikan
c. Memandikan Jenazah
 Orang yang paling utama memandikan dan mengafani jenazah laki-laki
adalah orang yang diberi wasiat, kemudian bapaknya, kakeknya, keluarga
kandungnya, keluarga terdekatnya yang laki-laki, dan istrinya.
 Orang yang paling utama memandikan dan mengafani jenazah perempuan
adalah ibunya, neneknya, keluarga terdekat dari pihak wanita serta suaminya.
 Yang memandikan jenazah anak laki-laki boleh perempuan, sebaliknya
untuk jenazah anak perempuan boleh laki-laki yang memandikanya.
 Jika seorang perempuan meninggal, sedangkan yang masih hidup semuanya
hanya laki-laki dan dia tidak mempunyai suami. Atau sebaliknya, seorang
laki-laki meninggal sementara yang masih hidup hanya perempuan saja dan
tidak mempunyai istri, jenazah tersebut tidak dimandikan, tetapi cukup
ditayamumkan oleh seorang dari mereka dengan memakai sarung tangan.
Perlengkapan wajib untuk memandikan:
 Air bersih untuk memandikan jenazah.
 Sabun, air yang diberi bubuk kapur barus dan wangi-wangian tanpa
alkohol.
 Sarung tangan untuk memandikan jenazah
 Sedikit kapas
 Potongan atau gulungan kain kecil
 Handuk dan kain khusus basahan
d. Langkah-langkah memandikan jenazah
1. Meletakkan jenazah dengan posisi kepala agak tinggi.
2. Orang yang memandikan jenazah hendaknya memakai sarung tangan.

5
3. Ambil kain penutup dari jenazah dan ganti dengan kain basahan agar
auratnya tidak terlihat.
4. Setelah itu bersihkan dengan menggosok lembut giginya, lubang hidung,
lubang telinga, celah ketiaknya, celah jari tangan dan kaki serta rambutnya.
5. Bersihkan kotoran jenazah baik yang keluar dari depan maupun dari
belakang terlebih dahulu. Caranya, tekan perutnya perlahan-lahan supaya
kotoran yang ada di dalamnya keluar.
6. Siram atau basuh seluruh anggota tubuh jenazah dengan air sabun.
7. Siram atau basuh dari kepala hingga ujung kaki dengan air bersih. Siram
sebelah kanan dahulu, lalu kiri masing-masing tiga kali.
8. Memiringkan jenazah ke kiri, basuh bagian lambung kanan sebelah
belakang. Memiringkan jenazah ke kanan, basuh bagian lambung kirinya
sebelah belakang.
9. Bilas lagi dengan air bersih dari kepala hingga ujung kaki.
10. Siram dengan air kapur barus.
11. Jenazah kemudian diwudukan seperti orang yang berwudu sebelum salat.
12. Pastikan memperlakukan jenazah dengan lembut saat membalik dan
menggosok anggota tubuhnya.
13. Jika keluar dari jenazah itu najis setelah dimandikan dan mengenai
badannya, wajib dibuang dan dimandikan lagi. Jika keluar najis setelah di
atas kafan, tidak perlu diulangi mandinya, cukup hanya dengan membuang
najis tersebut.
14. Bagi jenazah wanita, sanggul rambutnya harus dilepas dan dibiarkan terurai
ke belakang. Setelah disiram dan dibersihkan, lalu dikeringkan dengan
handuk dan dikepang.
15. Keringkan tubuh jenazah setelah dimandikan dengan handuk sehingga tidak
membasahi kain kafannya.
16. Selesai memandikan jenazah, berilah wangi-wangian yang tidak
mengandung alkohol sebelum dikafani, biasanya menggunakan air kapur
barus. (OL-6

B. CARA MENGKAFANI JENAZAH


Berikut adalah tata cara mengkafani jenazah dikutip dari buku Panduan Praktis
Shalat Jenazah dan Perawatan Jenazah oleh Siti Nur Aidah.

1. Bentangkan tali-tali pengikat kafan secukupnya. Tidak ada jumlah tali yang
ditentukan syariat, perkaranya longgar.
2. Bentangkan kain kafan lapis pertama di atas tali-tali tersebut.
3. Beri bukhur pada kain lapis pertama, atau jika tidak ada bukhur bisa diganti
dengan wangian lainnya.
4. Bentangkan kain kafan lapis kedua di atas lapis pertama.
5. Beri bukhur atau minyak wangi pada kain lapis kedua.
6. Bentangkan kain kafan lapis ketiga di atas lapis kedua.
7. Beri Bukhur atau minyak wangi pada kain lapis ketiga.

6
Kain kafan yang digunakan untuk membungkus jenazah pun memiliki kriteria khusus.
Masih dikutip dari buku yang sama, berikut kriteria kain kafan yang dibutuhkan:

1. Kain kafan yang digunakan lebih utama dibeli menggunakan harta orang yang
sudah meninggal. Serta semua harta jenazah saat masih hidup diprioritaskan
untuk biaya pengurusan jenazah dibanding untuk membayar hutangnya.
2. Memakai kain kafan warna putih hukumnya sunnah, sesuai sabda Rasulullah
SAW: “Pakailah pakaian yang berwarna putih dan kafanilah mayat dengan
kain warna putih. Karena itu adalah sebaik-baik pakaian kalian”. (HR Abu
Daud)
3. Kain kafan yang digunakan harus bagus, bersih, dan mampu menutupi seluruh
tubuh
4. Sebelum kain kafan digunakan, harus diberi wangi-wangian terlebih dahulu.

C. CARA MENYOLATKAN JENAZAH

 Niat
 Berdiri bagi yang mampu
 Empat kali takbir
 Mengangkat tangan pada takbir pertama
 Membaca surat Al-Fatihah
 Membaca sholawat
 Berdoa untuk jenazah
 Salam

Niat sebenarnya bisa diucapkan hanya di dalam hati saja dan tidak ada keharusan
untuk melafadzkannya sebelum sholat. Namun ada sebagaian ulama yang
berpendapat bahwa sunnah melafadzkan niat, terutama dari kalangan madzhab
Syafi’i.

D. TATA CARA MENGUBURKAN JENAZAH


1. Disunnahkan membawa jenazah dengan tarbi’ (dibawa empat orang laki-laki). Pejalan
kaki boleh berada di depan atau di belakangnya. Sedangkan pengendara sebaiknya
berada di belakang
2. Kuburan harus digali dalam, luas dan bagus  Pada bagian kanan jenazah yang mengarah
kiblat dibuat lahat (galian di pojok kanan bawah memanjang dari bagian kepala ke
kaki). Lahd lebih baik daripada syaq (galian yang sama namun letaknya ditengah bukan
di pojok kanan)
3. Arah masuk jenazah sebaiknya dari arah kaki kemudian terus maju ke arah kepalanya
4. Membaca Doa saat Memasukkan Jenazah ke Liang Lahat

ِ ‫علَى ِملَّ ِة َرسُو ِل هَّللا‬


َ ‫بِس ِْم هَّللا ِ َو‬
Bismillaah wa ‘alaa millati rasuulillaah.
Artinya, “Dengan nama Allah dan atas agama rasul-Nya.”

7
BAB IV

PENBAHASAN

A. BAHAYANYA PACARAN

1. Pacaran hanyalah kerjaan terong yang dicabein untuk dilahap saat itu juga artinya
berpacaran dimasa sekolah murni cinta monyet dari seseorang yang merindukan kasih
sayang yang selama ini hampa.
2. Beresiko – membuatmu semakin menjauh dari Tuhan padahal Dialah yang selama ini
mengisi lubang dihatimu sehingga kamu berbahagia.
3. Pacaran itu mengikat kehidupan mudamu. Kamu mau hidup terikat!
4. Berpotensi - Hubungan dengan orang tua jadi renggang - Begini nich kalau pacar
nyungsep dalam kehidupan kita.
5. Tanpa disadari dan memang secara tidak langsung buat selisih paham dengan ortu.
Kedekatan jadi renggang, komunikasi sudah tidak lancar lagi.
6. Beresiko lebih terluka dan galau - Siapa sih yang tidak pernah sedih, dengan pacaran
secara tidak langsung kamu telah menambah resiko untuk lebih terluka dan bersedih -
mana ada pacaran yang mulus-mulus aja.
7. Pergaulan tidak berkembang - pasangan tentu tidak suka kamu lirik sana-sini bicara
ini itu sama orang lain terutama lawan jenis
8. Teman itu-itu aja - otomatis kamu cuma punya sedikit teman karena waktu sebagian
besar diberikan untuk bercengkrama dengan pasangan.
9. Waktu belajar tidak maksimal - otomatis waktu belajarmu terganggu, belajar tidak
fokus, deg-degan terus, ingat dia terus, dikit-dikit si SMS-in atau di telpon-i
10. Pengetahuan dan wawasanmu tidak berkembang - Kebanyakan bergaulnya dengan
orang itu-itu aja (pacar), mau jalan kemana-mana juga temannya itu-itu aja (pacar) :
kalau begini terus bagaimana bisa berkembang kepribadiannya.
11. Lebih boros - Udah pake uang orang tua, dibawa foya-foya pulak dengan pacar :
Hidup begini apanya yang bisa dibanggain?.
12. Kita dipaksa mengertikan seseorang - Pasti butuh proses panjang menyakitkan dan
berliku-liku untuk melakukannya padahal masih banyak hal yang lebih penting untuk
ditekuni.
13. Ketergantungan sosial - Namanya juga pacaran, pasti pengen lagi - pengen lagi :
ketemuan lagi, jalan lagi, curhat lagi. Pas mentok putus aja pasti ogah banget tuh
untuk jomblo lagi. Hasratnya harus cari yang baru lagi. Mulai lagi deh dari nol.
14. Pikiran yang masih sempit bercabang-cabang - Fokus menggapai cita dan asa jadi
kabur karena yang ada dalam pikiran bagaimana caranya untuk menyenangkan sidia
lagi.
15. Perjuangan untuk mempertahankan kemesraan padahal ada ketidak cocokan dimana-
mana beresiko menimbulkan stress.
16. Kebutuhan akan kemesraan (kemesraan murni hawa nafsu) terus meningkat. Dari
sekedar jalan berbarengan kemudian pegangan tangan lalu berpelukan lagi-lagi
dielus-elus akhirnya berciuman ujung-ujungnya buka-bukaan sampai gitu-gituan.
Sadarilah bahwa pacaran itu syarat dengan hawa nafsu. Berdua-duaan dengan pacar

8
sama artinya dengan manas-manasin nafsu seks. Ujung-ujungnya terbakar nafsu
libido karena tiupan angin sepoi-sepoi yang meningkatkan syahwat.
17. Saya kasih tahu sebuah rahasia : hidup bersama dengan orang lain penuh dengan
ketidak cocokan dan pertentangan disana-sini apalagi umur tidak jauh beda juga tidak
ada yang mau mengalah satu sama lain. Oleh karena itulah dibutuhkan seks untuk
menyelesaikannya. Lah orang pacaran cuma membebani hidup dengan memaksakan
diri untuk berusaha mengerti satu sama lain.

B. PERNIKAHAN
Menurut istilah, pernikahan merupakan suatu ikatan lahir dan batin antara seorang
laik-laki dengan perempuan yang bukan muhrim.

Selain itu, pernikahan adalah upacara pengikatan janji nikah yang dirayakan atau
dilaksanakan oleh dua orang dengan maksud meresmikan ikatan perkawinan secara
norma agama, norma hukum, dan norma sosial.

C. HUKUM NIKAH

a. Wajib
Hukum nikah menjadi wajib apabila seseorang telah mampu untuk membangun
berumah tangga, baik secara fisik, mental maupun finansial. Selain itu,  menikah bisa
membantu seseorang terhindar dari perbuatan zina yang dilarang dalam Islam.
Sementara itu, hukum menikah bagi perempuan adalah wajib menurut Ibnu Arafah.
Hal tersebut dikatakan wajib apabila seorang perempuan tidak mampu mencari nafkah
bagi dirinya sendiri dan jalan satu-satunya, yakni dengan menikah.
b. Sunah
Menikah bisa dianjurkan atau disunahkan, termasuk bagi orang-orang yang memilih
untuk tidak melakukannya. Hukum tersebut berlaku bagi seseorang yang sudah mampu
menikah, namun tidak mampu menafkahi istri secara finansial. 
Dalam kondisi seperti ini, orang tersebut sebaiknya meminta petunjuk Allah dengan
berikhtiar, beribadah dan berpuasa. Selain itu, bisa berdoa sampai Allah SWT memberi
kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya.
Meskipun demikian, agama Islam selalu menganjurkan umatnya untukmenikah jika
memang mampu sebab pernikahan termasuk salah satu ibadah. 
c. Makruh
Selanjutnya, hukum nikah bisa makruh apabila terjadi pada seseorang akan menikah,
tetapi tidak berniat memiliki anak. Hal ini bisa terjadi karena faktor penyakit ataupun
wataknya.
Dia juga tidak memiliki kemampuan untuk menafkahi istri dan keluarganya. Apabila
jika dipaksakan untuk menikah, maka akan dikhawatirkan ia tak bisa memenuhi hak
dan kewajibannya dalam menjalani kehidupan rumah tangga. 

9
d. Mubah
Menikah hukumnya mubah atau boleh dilakukan. Artinya seseorang yang menikah
dengan tujuan hanya sekedar sekedar untuk memenuhi syahwatnya saja atau bersenang-
senang,
Ia tidak berniat untuk membina rumah tangga sesuai syariat agama Islam, memiliki
keturunan atau melindungi diri dari maksiat.
e. Haram
Hukum nikah juga bisa menjadi haram apabila seseorang tidak memiliki
kemampuan untuk menafkahi istrinya secara lahir batin. Contohnya saja tidak memiliki
penghasilan dan tidak dapat melakukan hubungan seksual karena suatu alasan. 
Begitu juga pernikahan yang dilakukan dengan maksud untuk menganiaya,
menyakiti dan menelantarkan pasangannya. Selain itu, pernikahan juga bisa
diharamkan jika syarat sah dan kewajiban tidak terpenuhi bahkan dilanggar. 
Nah, itulah beberapa hukum nikah dalam agama Islam yang wajib diketahui.
Semoga jadi informasi yang bermanfaat untuk orang terdekat Mama yang akan segera
melangsungkan pernikahan.

D. HIKMAH PERNIKAHAN DALAM ISLAM


Hikmah pernikahan sangat erat kaitannya dengan tujuan diciptakannya manusia di
muka bumi. Allah menciptakan manusia dengan tujuan memakmurkan bumi, di mana
segala isi dan ketentuan di dalamnya diciptakan untuk kepentingan manusia itu sendiri.
Ada begitu banyak hikmah pernikahan yang dapat digali, baik secara naqliyah maupun
aqliyah. Di antara hikmah-hikmah tersebut adalah sebagai berikut:
1. Memenuhi Tuntutan Fitrah
Manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan rasa tertarik kepada lawan jenisnya.
Laki-laki tertarik dengan wanita, begitu pun sebaliknya. Ketertarikan ini merupakan
fitrah yang telah Allah tetapkan kepada manusia.
Oleh karena itu, pernikahan disyari’atkan dalam Islam dengan tujuan memenuhi
fitrah tersebut. Islam tidak menghalangi dan menutupi keinginan ini, bahkan melarang
kehidupan umat Muslim yang menolak pernikahan ataupun bertahallul (membujang).
2. Menghindari Perusakan Moral
Allah telah menganugerahi manusia dengan berbagai nikmat, salah satunya adalah
fitrah untuk berhubungan seksual. Namun, fitrah ini akan berakibat negatif jika tidak
diberi batasan yang dibenarkan dalam syariat.
Nafsunya akan berusaha untuk memenuhi fitrah tersebut dengan berbagai cara yang
dilarang agama. Hal ini bisa menimbulkan perusakan moral dan perilaku menyimpang
lainnya seperti perzinaan, kumpul kebo, dan lain-lain.
Islam hadir memberikan solusi melalui pernikahan. Ini menjadi salah satu hikmah
pernikahan yang bermanfaat bagi kemaslahatan umat.

10
Hal serupa juga disampaikan oleh Ustadz Muharrar, Lc. Dalam ceramah singkatnya
di Chanel Youtube Yuvid TV, beliau mengatakan:

“Di antara maslahat dan hikmah menikah adalah menjaga (himayah) masyarakat dari
tersebarnya perilaku-perilaku buruk, perilaku-perilaku menyimpang seperti zina,
perselingkuhan, dan lain sebagainya.”
3. Mewujudkan Ketenangan Jiwa
Mengutip jurnal berjudul "Pernikahan dan Hikmahnya Perspektif Hukum Islam"
oleh Ahmad Atabik, dkk., salah satu hikmah pernikahan yang terpenting adalah
ketenangan jiwa karena terciptanya perasaan-perasaan cinta dan kasih.
Dengan melakukan perkawinan, manusia akan mendapatkan kepuasan jasmaniah
dan rohaniah berupa kasih sayang, ketenangan, ketenteraman, dan kebahagiaan hidup.
Allah SWT berfirman:
ٍ ‫ق لَ ُك ْم ِّم ْن اَ ْنفُ ِس ُك ْم اَ ْز َواجًا لِّتَ ْس ُكنُ ْٓوا اِلَ ْيهَا َو َج َع َل بَ ْينَ ُك ْم َّم َو َّدةً َّو َرحْ َمةً ۗاِ َّن فِ ْي ٰذلِكَ اَل ٰ ٰي‬
َ‫ت لِّقَوْ ٍم يَّتَفَ َّكرُوْ ن‬ َ َ‫َو ِم ْن ٰا ٰيتِ ٖ ٓه اَ ْن خَ ل‬
Artinya: Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-
pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada
yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum
yang berpikir. (QS. Ar-Rum: 21)
4. Menyambung Keturunan
Hikmah menikah adalah melahirkan anak-anak yang shalih, beriman dan bertakwa.
Anak yang cerdas secara emosional dan intelektual juga dibutuhkan untuk melanjutkan
syiar agama yang dibawa orangtuanya.
Dengan menikah, semua hal itu dapat terwujud. Sehingga keturunan dan generasi
Islam yang unggul pun dapat terus ada dan berkelanjutan.

11
BAB V
PEMBAHASAN

A. SUMBER HUKUM ISLAM

1. Alqur’an

Al Quran adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW.
Tulisannya berbahasa Arab dengan perantaraan Malaikat Jibril.
Al Quran juga merupakan hujjah atau argumentasi kuat bagi Nabi Muhammad
SAW dalam menyampaikan risalah kerasulan dan pedoman hidup bagi manusia
serta hukum-hukum yang wajib dilaksanakan. Hal ini untuk mewujudkan
kebahagian hidup di dunia dan akhirat serta untuk mendekatkan diri kepada Allah
SWT.
Al Quran sebagai kalam Allah SWT dapat dibuktikan dengan ketidaksanggupan
atau kelemahan yang dimiliki oleh manusia untuk membuatnya sebagai tandingan,
walaupun manusia itu adalah orang pintar.
Dalam surat Al Isra ayat 88, Allah berfirman:

‫ْض‬ ُ ‫ت ااْل ِ ْنسُ َو ْال ِج ُّن ع َٰلٓى اَ ْن يَّْأتُوْ ا بِ ِم ْث ِل ٰه َذا ْالقُرْ ٰا ِن اَل يَْأتُوْ نَ بِ ِم ْثلِ ٖه َولَوْ َكانَ بَ ْع‬
ٍ ‫ضهُ ْم لِبَع‬ ِ ‫قُلْ لَّ ِٕى ِن اجْ تَ َم َع‬
‫ظَ ِه ْيرًا‬
Katakanlah, "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang
serupa (dengan) Al-Qur'an ini, mereka tidak akan dapat membuat yang serupa
dengannya, sekalipun mereka saling membantu satu sama lain."

2. Hadits
Seluruh umat Islam telah sepakat dan berpendapat serta mengakui bahwa sabda,
perbuatan dan persetujuam Rasulullah Muhammad SAW tersebut adalah sumber
hukum Islam yang kedua sesudah Al Quran. Banyak ayat-ayat di dalam Al Quran
yang memerintahkan untuk mentaati Rasulullah SAW seperti firman Allah SWT
dalam Q.S Ali Imran ayat 32:

٣٢ - َ‫قُلْ اَ ِط ْيعُوا هّٰللا َ َوال َّرسُوْ َل ۚ فَا ِ ْن تَ َولَّوْ ا فَا ِ َّن هّٰللا َ اَل يُ ِحبُّ ْال ٰكفِ ِر ْين‬
Katakanlah (Muhammad), "Taatilah Allah dan Rasul. Jika kamu berpaling,
ketahuilah bahwa Allah tidak menyukai orang-orang kafir."
Al Hadits sebagai sumber hukum yang kedua berfungsi sebagai penguat, sebagai
pemberi keterangan, sebagai pentakhshis keumuman, dan membuat hukum baru
yang ketentuannya tidak ada di dalam Al Quran. Hukum-hukum yang ditetapkan

12
oleh Rasulullah Muhammad SAW ada kalanya atas petunjuk (ilham) dari Allah
SWT, dan adakalanya berasal dari ijtihad.

Imam Syafi'i memandang ijma sebagai sumber hukum setelah Al Quran dan sunah
Rasul. Dalam moraref atau portal akademik Kementerian Agama bertajuk Pandangan
Imam Syafi'i tentang Ijma sebagai Sumber Penetapan Hukum Islam dan Relevansinya
dengan perkembangan Hukum Islam Dewasa Ini karya Sitty Fauzia Tunai, Ijma' adalah
salah satu metode dalam menetapkan hukum atas segala permasalahan yang tidak
didapatkan di dalam Al-Quran dan Sunnah. Sumber hukum Islam ini melihat berbagai
masalah yang timbul di era globalisasi dan teknologi modern3. Ijma
.
Jumhur ulama ushul fiqh yang lain seperti Abu Zahra dan Wahab Khallaf,
merumuskan ijma dengan kesepakatan atau konsensus para mujtahid dari umat
Muhammad pada suatu masa setelah wafatnya Rasulullah SAW terhadap suatu
hukum syara' mengenai suatu kasus atau peristiwa.
Ijma dapat dibagi menjadi dua bentuk yaitu ijma sharih dan ijma sukuti. Ijma
sharih atau lafzhi adalah kesepakatan para mujtahid baik melalui pendapat maupun
perbuatan terhadap hukum masalah tertentu. Ijma sharih ini juga sangat langka
terjadi, bahkan jangankan yang dilakukan dalam suatu majelis, pertemuan tidak
dalam forum pun sulit dilakukan.
Bentuk ijma yang kedua dalah ijma sukuti yaitu kesepakatan ulama melalui cara
seorang mujtahid atau lebih mengemukakan pendapatanya tentang hukum satu
masalah dalam masa tertentu kemudian pendapat itu tersebar luas serta diketahui
orang banyak. Tidak ada seorangpun di antara mujtahid lain yang menggungkapkan
perbedaan pendapat atau menyanggah pendapat itu setelah meneliti pendapat itu.

4. Qiyas
Sumber hukum Islam selanjutnya yakni qiyas (analogi). Qiyas adalah bentuk
sistematis dan yang telah berkembang fari ra'yu yang memainkan peran yang amat
penting. Sebelumnya dalam kerangka teori hukum Islam Al- Syafi'i, qiyas
menduduki tempat terakhir karena ia memandang qiyas lebih lemah dari pada ijma.

13
BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan

Thaharah adalah bersih dari kotoran atau mensucikan diriShalat adalah ibadah yang
terdiri atas beberapa ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan takbiryang diakhiri
dengan salam Puasa adalah menahan dengan niat ibadah dari makanan, minuman,
hubungan suami istri dansemua hal yang membatalkan puasa

B. Saran

Agama Islam sangat memperhatikan masalah thararah karena dalam ilmu fiqih poin
pertamayang dijumpai adalah masalah thaharah. Shalat, adalah tiang agama karena
tanpa shalat berartikita sama saja meruntuhkan agama. Ibarat rumah, kalau tidak ada
tiangnya tentu akan runtuh.Puasa adalah menahan nafsu. Islam mengajak kita berpuasa
agar menahan nafsu. Semoga makalahini sangat bermanfaat bagi kita semua. Jika
terdapat kesalahan harap dimaklumi, karena manusiatidak pernah luput dari kesalahan.

14

Anda mungkin juga menyukai