Anda di halaman 1dari 85

Wakaf Produktif Untuk Kesejahteraan Sosial Dalam Perspektif Hukum Islam Di Indonesia

Yang terhormat,
Rektor dan para Wakil Rektor Universitas Indonesia
Ketua dan para anggota Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia
Ketua dan para anggota Senat Akademik Universitas Indonesia
Ketua dan para anggota Dewan Guru Besar Universitas Indonesia
Dekan dan para Wakil Dekan di lingkungan Universitas Indonesia
Dekan dan para Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Ketua dan para anggota Dewan Guru Besar Fakultas Hukum
Universitas Indonesia
Ketua dan para anggota Senat Akademik Fakultas Hukum
Universitas Indonesia
Para Pejabat Negara
Para pengajar, mahasiswa, dan karyawan Universitas Indonesia
Para undangan dan hadirin sekalian yang saya muliakan

Assalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuh,

Pertama-tama, izinkanlah saya memanjatkan puji syukur


ke hadirat Ilahi Rabbi yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga pada hari ini, yang
masih dalam suasana memperingati hari Kartini kita dapat
berkumpul di Balai Sidang Universitas Indonesia. Seperti kita
ketahui Kartini dan tokoh-tokoh perempuan lainnya seperti H. R.
Rasuna Said, Dewi Sartika, Tjut Nyak Dhien telah memperjuangkan
emansipasi perempuan di Indonesia. Mudah-mudahan kita
khususnya kaum perempuan dapat meneruskan perjuangan dan
cita-cita mereka. Saya juga menyampaikan terima kasih yang amat
dalam dan tulus kepada seluruh hadirin yang telah meluangkan
waktu untuk menghadiri acara pengukuhan saya sebagai Guru

1
USWATUN HASANAH

Besar Universitas Indonesia dalam bidang Ilmu Hukum Islam


yang telah dipercayakan kepada saya.

Hadirin yang saya muliakan,

Suatu kehormatan bagi saya bahwa pada hari ini


diperkenankan berdiri di hadapan Senat Guru Besar Universitas
Indonesia dan disaksikan oleh para hadirin yang saya muliakan
untuk menyampaikan pertanggungjawaban saya sebagai pengajar
dan pertanggungjawaban saya terhadap ilmu yang selama ini saya
tekuni, yaitu ilmu Hukum Islam. Dalam kesempatan ini saya akan
membahas salah satu bagian dari hukum Islam yang pada
awalnya kurang mendapat perhatian, baik dari pemerintah
maupun para ilmuwan di Indonesia, yaitu hukum wakaf.
Alhamdulillah pada akhir-akhir ini, wakaf yang hampir dilupakan
itu, sekarang justru sebaliknya, cukup banyak pihak dan lembaga
yang mengkajinya, termasuk beberapa perguruan tinggi yang
memasukkan wakaf dalam kurikulumnya. Bahkan tidak sedikit
lembaga keuangan yang menjadikan wakaf sebagai salah satu
produknya. Hal ini menunjukkan bahwa wakaf merupakan salah
satu lembaga ekonomi Islam yang sangat potensial untuk
dikembangkan. Sebelum menguraikan “Wakaf dalam Peraturan
perundang-undangan di Indonesia dan Peranannya dalam
Mewujudkan Kesejahteraan Sosial,” saya akan membahas sekilas
hukum Islam di Indonesia.

Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dan menjadi


bagian dari agama Islam. Jika kita membicarakan hukum, yang
terlintas dalam pikiran kita adalah peraturan-peraturan atau
seperangkat norma yang mengatur tingkah laku manusia dalam
suatu masyarakat, baik peraturan atau norma yang tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat maupun peraturan atau norma
yang dibuat dengan cara tertentu dan ditegakkan oleh penguasa.

2
Wakaf Produktif Untuk Kesejahteraan Sosial Dalam Perspektif Hukum Islam Di Indonesia

Bentuk peraturan atau norma dapat berupa hukum yang tidak


tertulis, seperti hukum Adat dan dapat juga berupa hukum
tertulis dalam peraturan perundang-undangan, seperti hukum
Barat. Hukum dalam konsepsi seperti hukum Barat ini adalah
hukum yang sengaja dibuat oleh manusia untuk mengatur
hubungan antara manusia dengan manusia, dan manusia dengan
benda dalam masyarakat. Adapun konsepsi hukum Islam, dasar
dan kerangka hukumnya ditetapkan oleh Allah. Hukum tersebut
tidak hanya mengatur hubungan antara manusia dengan manusia,
dan manusia dengan benda dalam masyarakat, melainkan juga
hubungan antara manusia dan Tuhan, hubungan antara manusia
dan dirinya sendiri, hubungan antarmanusia dalam masyarakat,
dan hubungan antara manusia dan alam sekitarnya.1

Berbeda dengan sistem hukum Adat dan hukum Barat


yang hanya berorientasi pada urusan duniawi, tujuan hukum
Islam berorientasi pada urusan dunia dan akhirat, yaitu untuk
mencegah kerusakan pada manusia dan mendatangkan maslahat
(hal yang berguna bagi hidup dan kehidupan manusia),
mengarahkan manusia pada kebenaran untuk mencapai
kebahagiaan hidup manusia di dunia dan akhirat kelak, dengan
mengambil segala yang bermanfaat dan mencegah atau menolak
yang mudlarat (hal yang tidak berguna bagi hidup dan kehidupan
manusia). Abu Ishaq al-Shatibi merumuskan lima tujuan hukum
Islam, yaitu memelihara (1) agama, (2) jiwa, (3) akal, (4)
keturunan, dan (5) harta.2 Kelima tujuan ini kemudian disepakati
oleh para ahli hukum Islam. Untuk dapat dipahami dengan baik
dan benar masing-masing tujuan hukum Islam tersebut, berikut
ini akan dijelaskan satu persatu:3

1
Mohammad Daud Ali, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum di Indonesia (Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 1990 ), hlm. 43.
2
Wahbah az-Zuhailiy, Ushul al-Fiqh al-Islamy, Cetakan ke 3 (Damaskus: Dar al-Fikr,
2001), hlm. 1048.
3
Ibid., hlm. 1049-1050. Lihat Mohammad Daud Ali, op.cit., hlm. 63-64

3
USWATUN HASANAH

(1) Memelihara Agama


Agama adalah sesuatu yang harus dimiliki oleh setiap
manusia supaya martabatnya dapat terangkat lebih tinggi dari
martabat makhluk lain, dan memenuhi kebutuhan jiwanya.
Beragama merupakan kebutuhan manusia yang harus dipenuhi,
karena agamalah yang dapat menyentuh nurani manusia. Agama
Islam harus terpelihara dari ancaman pihak-pihak yang akan
merusak akidah, syariah dan akhlak atau mencampuradukkan
ajaran agama Islam dengan paham atau aliran yang bathil (sia-sia).
Agama Islam memberi perlindungan kepada pemeluk agama lain
untuk menjalankan agama sesuai dengan keyakinannya. Agama
Islam tidak memaksakan pemeluk agama lain meninggalkan
agamanya untuk memeluk agama Islam. Hal ini sesuai dengan al-
Qur’an surat al-Baqarah, ayat 256, yang artinya “Tidak ada
paksaan untuk memasuki (agama) Islam”.

(2) Memelihara Jiwa


Menurut hukum Islam, jiwa harus dilindungi. Untuk itu
hukum Islam wajib memelihara hak manusia untuk hidup dan
mempertahankan hidupnya. Hukum Islam melarang
pembunuhan sebagai upaya menghilangkan jiwa manusia dan
melindungi berbagai sarana yang dipergunakan oleh manusia
untuk mempertahankan kemaslahatan hidupnya.

(3) Memelihara Akal


Menurut hukum Islam, seseorang wajib memelihara
akalnya karena akal berperan penting dalam hidup dan
kehidupan manusia. Dengan menggunakan akalnya, manusia
dapat memahami wahyu Allah baik yang terdapat dalam al-
Qur’an maupun alam (ayat-ayat kauniyah). Seseorang tidak akan
mampu menjalankan hukum Islam dengan baik dan benar tanpa
menggunakan akal sehat. Oleh karena itu, pemeliharaan akal
merupakan salah satu tujuan hukum Islam. Untuk itu, hukum

4
Wakaf Produktif Untuk Kesejahteraan Sosial Dalam Perspektif Hukum Islam Di Indonesia

Islam melarang orang meminum minuman yang memabukkan


yang disebut “khamr” dan memberi hukuman pada perbuatan
orang yang merusak akal. Larangan minum khamr ini dengan jelas
disebutkan dalam al-Qur’an surat al-Maidah, ayat 90.

(4) Memelihara Keturunan


Menurut hukum Islam, memelihara keturunan adalah hal
yang sangat penting. Sehubungan dengan hal itu, jika seseorang
ingin meneruskan keturunan maka harus melalui perkawinan
yang sah menurut ketentuan-ketentuan yang ada dalam al-Qur’an
dan al-Sunnah serta dilarang melakukan perbuatan zina. Hukum
kekeluargaan dan hukum kewarisan Islam yang ada dalam al-
Qur’an merupakan hukum yang erat kaitannya dengan
pemurnian keturunan dan pemeliharaan keturunan. Dalam al-
Qur’an, hukum-hukum yang berkenaan dengan masalah
perkawinan dan kewarisan disebutkan secara tegas dan rinci,
seperti larangan-larangan perkawinan yang terdapat dalam surat
an-Nisa’, ayat 23 dan larangan berzina dalam surat al-Isra’, ayat 32.

(5) Memelihara Harta


Menurut hukum Islam, harta merupakan pemberian Allah
kepada manusia untuk melangsungkan hidup dan kehidupannya.
Untuk itu, manusia sebagai khalifah (makhluk yang diberi amanah
Allah untuk mengelola alam ini sesuai kemampuan yang
dimilikinya) di bumi wajib dilindungi haknya untuk memperoleh
harta melalui cara-cara yang halal, dalam arti sah menurut hukum
dan benar menurut ukuran moral. Pada prinsipnya hukum Islam
tidak mengakui hak milik seseorang atas sesuatu benda secara
mutlak karena pemilikan atas suatu benda hanya ada pada Allah.
Akan tetapi diperlukan adanya kepastian hukum dalam
masyarakat untuk menjamin kedamaian dalam kehidupan
bersama. Dengan demikian, hak milik seseorang atas suatu benda

5
USWATUN HASANAH

diakui dengan pengertian hak milik itu harus diperoleh secara


halal dan berfungsi sosial.4

Jika diperhatikan dengan sungguh-sungguh, hukum Islam


yang ditetapkan oleh Allah adalah untuk kepentingan manusia itu
sendiri dalam memenuhi kebutuhan primer, sekunder, dan tersier.
Jika hukum Islam tersebut dijalankan dengan baik dan benar
maka hak-hak manusia akan terpenuhi. Oleh karena hukum Islam
adalah hukum yang melindungi hak-hak asasi manusia.

Hukum Islam di Indonesia adalah hukum yang hidup


dalam masyarakat pemeluk agama Islam. Hal ini berarti meskipun
hukum Islam itu belum atau tidak diangkat menjadi kaidah
hukum positif, dalam praktik akan dipatuhi secara sukarela.5 Oleh
karena itu, hukum Islam yang berlaku di Indonesia ada yang
berlaku secara normatif dan yuridis formal. Yang berlaku secara
normatif adalah bagian dari hukum Islam yang mempunyai sanksi
kemasyarakatan apabila norma-normanya dilanggar. Kuat
tidaknya sanksi kemasyarakatan itu bergantung pada kuat
tidaknya kesadaran umat Islam akan norma-norma hukum Islam
yang bersifat normatif itu. Hukum Islam yang berlaku secara
normatif di Indonesia, antara lain berkenaan dengan pelaksanaan
ibadah shalat, puasa, dan haji. Hampir semua ibadah yang
mengatur hubungan manusia dengan Tuhan bersifat normatif.

Dipatuhi atau tidak, hukum Islam yang berlaku secara


normatif dalam masyarakat muslim di Indonesia sangat
bergantung pada kesadaran umat Islam sendiri dan
pelaksanaannya pun diserahkan kepada umat Islam yang
bersangkutan. Adapun hukum Islam yang berlaku secara yuridis
formal adalah bagian hukum Islam yang mengatur hubungan

4
Anwar Haryono, Hukum Islam Keluasan dan Keadilannya (Jakarta: Bulan Bintang, 1969),
hlm. 140.
5
Ramly Hutabarat, Kedudukan Hukum Islam dalam Konstitusi-Konstitusi Indonesia dan
Peranannya dalam Pembinaan Hukum Nasional (Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara
FHUI, 2005), hlm. 142.

6
Wakaf Produktif Untuk Kesejahteraan Sosial Dalam Perspektif Hukum Islam Di Indonesia

manusia dengan manusia lain dan benda dalam masyarakat.


Bagian hukum Islam ini menjadi hukum positif berdasarkan hal-
hal yang ditunjuk oleh peraturan perundang-undangan, seperti
hukum perkawinan, hukum zakat, hukum wakaf, dan perbankan
syariah. Untuk menegakkan hukum Islam yang telah menjadi
bagian hukum positif itu, sejak tahun 1882 Pemerintah Hindia
Belanda telah mendirikan Pengadilan Agama di Jawa dan Madura
yang lahir dengan nama Priesterraad di setiap tempat yang
terdapat Pengadilan Negeri atau Landraad. Wewenangnya tidak
ditentukan secara jelas dalam Staatsblad 1882 nomor 152 yang
menjadi dasar eksistensinya. Oleh karena itu, Pengadilan Agama
sendirilah yang menentukan perkara-perkara yang menurutnya
termasuk dalam lingkungan kekuasaannya, seperti perkara-
perkara yang berhubungan dengan pernikahan, segala jenis
perceraian, maskawin, nafkah, sah tidaknya anak, perwalian,
kewarisan, hibah, sedekah, baitul mal dan wakaf.6 Dalam sistem
peradilan di Indonesia, kedudukan peradilan agama ini semakin
kokoh terutama setelah Undang-Undang Republik Indonesia No.
1 tahun 1974 tentang perkawinan berlaku. Dalam Pasal 1, ayat (2)
Undang-Undang ini dinyatakan bahwa perkawinan adalah sah
jika dilakukan menurut agama masing-masing dan
kepercayaannya itu. Inilah pasal kunci yang menegaskan
kedudukan hukum Islam dan sekaligus menentukan peranannya
dalam pembinaan hukum nasional di masa-masa selanjutnya,
meskipun pasal itu hanya berhubungan dengan keabsahan
perkawinan. Kewajiban pencatatan perkawinan yang disebut
dalam Undang-Undang ini memperkuat kedudukan dan fungsi
Kantor Urusan Agama yang banyak berhubungan dengan umat
Islam. Dalam Undang-Undang Perkawinan itu disebutkan bahwa
pengadilan yang berwenang untuk memeriksa perkara-perkara
yang berhubungan dengan perkawinan adalah Pengadilan
Agama. Hal ini lebih mempertegas fungsi Pengadilan Agama

6
Moh. Daud Ali, Op.cit., hlm. 240-241. Lihat juga, Notosoesanto, Organisasi dan
Jurisprudensi Peradilan Agama di Indonesia (Yogyakarta: Penerbit Gajah Mada, 1963), hlm. 10.

7
USWATUN HASANAH

sebagai rincian Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 yang


sudah ada sebelumnya.7

Untuk menyempurnakan susunan perlengkapan peradilan


agama dan melaksanakan ketentuan-ketentuan pokok Kekuasaan
Kehakiman yang termuat dalam Undang-Undang No. 14 tahun
1970, pada bulan Januari 1989 pemerintah menyampaikan RUU
Peradilan Agama kepada DPR RI untuk disetujui. Pada tanggal 29
Desember 1989 RUU-PA itu disahkan oleh Presiden menjadi
Undang-Undang Peradilan Agama, dengan Undang-Undang No.
7 tahun 1989.8 Keberadaan hukum Islam di Indonesia lebih jelas
lagi setelah disahkannya Undang-Undang RI Nomor 38 Tahun
1999 tentang Pengelolaan Zakat, Undang-Undang RI Nomor 17
Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Haji, yang sudah
diamandemen menjadi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008
tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, Undang-Undang RI Nomor
41 Tahun 2004 tentang Wakaf, Peraturan Pemerintah Nomor 42
Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41
Tahun 2004 tentang Wakaf, Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun
2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara, Undang-Undang RI
Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

Setelah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang


Kekuasaan Kehakiman disahkan, keberadaan hukum Islam benar-
benar sudah lebih kuat dibanding sebelumnya karena Peradilan
Agama di samping sudah sejajar dan sederajat dengan Peradilan
Umum, Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara, juga
sudah satu atap di bawah Mahkamah Agung. Sehubungan adanya
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tersebut, saat ini Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1989 sudah diadakan perubahan menjadi
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
Dalam Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 disebutkan

7
Ramly Hutabarat, op.cit., hlm. 153.
8
Mohammad Daud Ali, op.cit., hlm. 5-6

8
Wakaf Produktif Untuk Kesejahteraan Sosial Dalam Perspektif Hukum Islam Di Indonesia

bahwa Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa,


memutuskan, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama di
antara para pemeluk agama Islam, meliputi bidang perkawinan,
warisan, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infak, sedekah, dan ekonomi
syariah.9

Sebagai hukum yang tumbuh dan berkembang dalam


masyarakat, hukum Islam telah menjadi bagian dari kehidupan
bangsa Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Sebagai salah
satu sumber hukum dan bahan baku bagi pembentukan hukum
nasional10, sesuai dengan tujuannya, keberadaan hukum Islam di
Indonesia diharapkan mampu menyumbangkan nilai-nilainya
dalam rangka kemajuan, keteraturan, ketenteraman dan
kesejahteraan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.11

Hukum Islam adalah hukum yang sangat menekankan


pada urusan kesejahteraan dan keadilan. Keadilan dalam hal ini
tidak hanya di bidang hukum melainkan juga keadilan di bidang
sosial dan ekonomi. Jika hukum Islam dipahami dengan baik dan
benar sebagaimana dikemukakan oleh Abu Ishaq al-Shatibi,
jelaslah bahwa hukum Islam adalah hukum yang melindungi hak
asasi manusia, terutama hak atas kesejahteraan, baik laki-laki

9
Menurut penjelasan 49 huruf 1 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006, yang dimaksud
ekonomi Syariah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip
syariah, antara lain meliputi: a. bank syariah; b. lembaga keuangan mikro syariah; c.
asuransi syariah; d. reasuransi syariah; e. reksa dana syariah; f. obligasi syariah dan surat
berjangka menengah syariah; g. sekuritas syariah; h. pembiayaan syariah; i. pegadaian
syariah; j. dana pension lembaga keuangan syariah; dan k. bisnis syariah.
10
Dalam pidato pengarahan Menteri Kehakiman Ali Said pada upacara Pempukaan
Simposium Pembaruan Hukum Perdata Nasional di Yogyakarta tanggal 21 Desember 1981,
beliau menyatakan bahwa di samping hukum Adat dan hukum eks-Barat, hukum Islam
yang merupakan salah satu komponen tata hukum Indonesia, menjadi salah satu sumber
bahan bagi pembentukan hukum nasional. Kata-kata Menteri Kehakiman Ali Said ini
kemudian dijelaskan secara rinci oleh penggantinya, yakni Menteri Kehakiman Ismail Salih
pada tahun 1989. Lihat, Ismail Saleh, “Wawasan Pembangunan Hukum Nasional”,
Kompas, 1, 2, 3, Juni 1989. Lihat juga, Mohammad Daud Ali, op.cit., hlm. 268.
11
A. Qodri Azizy, Eklektisisme Hukum Nasional, Kompetisi antara Hukum Islam dan Hukum
Umum, (Yogyakarta: Gama Media, 2002), hlm. 176-177.

9
USWATUN HASANAH

maupun perempuan.12 Hal ini perlu saya sampaikan, karena ada


sebagian orang menganggap bahwa, hukum Islam adalah hukum
yang kurang berpihak kepada kaum perempuan. Pendapat
tersebut tidaklah benar karena cukup banyak ayat al-Qur’an yang
mengisyaratkan bahwa hak kaum laki-laki dengan hak kaum
perempuan pada prinsipnya adalah sama. Salah satu di antaranya
terdapat dalam surat an-Nahl, ayat 97:

“Barang siapa mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun


perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan
kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan
sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan
pahala yang lebih baik dari apa yang telah dikerjakan”.

Mahmud Syaltut mantan Syekh (pemimpin tertinggi)


lembaga-lembaga al-Azhar Mesir, sebagaimana dikutip oleh
Quraish Shihab menyatakan:13

12
Ada sebagian orang menganggap bahwa, hukum Islam adalah hukum yang kurang
berpihak kepada kaum perempuan. Pendapat tersebut tentu tidak benar, karena cukup
banyak ayat al-Qur’an yang mengisyaratkan bahwa hak kaum laki-laki dengan hak kaum
perempuan pada prinsipnya adalah sama, apalagi dalam hlm mencari ilmu pengetahuan.
Tidak sedikit wanita yang sangat menonjol pengetahuannya dalam berbagai bidang ilmu
pengetahuan yang menjadi rujukan sekian banyak tokoh lelaki. Isteri Nabi Muhammad
saw, yakni ‘Aisyah r.a. adalah seorang wanita yang sangat dalam pengetahuannya dan
dikenal sangat kritis. Demikian juga as-Sayyidah Sakinah, puteri al-Husain bin Ali bin Abi
Thlmib. Asy-Syaikhah Zuhrah yang mendapat gelar Fakhr an-Nisa’ (Kebanggaan
Perempuan) adalah salah seorang guru Imam Syafi’i, tokoh mazhab Hukum Islam yang
pandangan-pandangannya menjadi anutan umat Islam di seluruh dunia) termasuk umat
Islam di Indonesia. Hanya orang-orang yang belum memahami hukum Islam dengan baik
dan benarlah yang menganggap bahwa hukum Islam adalah hukum yang bersifat
diskriminatif terhadap perempuan. Dari data yang sudah dikemukakan jelas bahwa jauh
sebelum Ibu Kartini memperjuangkan hak-hak perempuan, sejarah Islam telah
menunjukkan adanya tokoh-tokoh Islam dalam berbagai bidang, termasuk di bidang ilmu
pengetahuan. Sebagai Negara yang penduduknya mayoritas beragama Islam, sudah
seharusnya perempuan-perempuan Indonesia memacu diri untuk mengembangkan dirinya
sebagaimana yang sudah dilakukan Siti ‘Aisyah atau tokoh-tokoh perempuan Islam
lainnya. Hal ini perlu saya sampaikan karena kemarin kita baru saja memperingati hari
Kartini dan kebetulan pada hari ini yang menyampaikan pidato pengukuhan perempuan
semuanya.
13
Muhammad Quraish Shihab, Konsep Wanita Menurut Qur’an, Hadis, dan Sumber-
sumber Ajaran Islam, di dalam Lies M. Marcoes-Natsir dan Johan Hendrik Meuleman,
Wanita Islam Indonesia dalam Kajian Tekstual dan Kontekstual (Jakarta: INIS, 1993), hlm. 3-4.
Lihat juga: Mahmud Syaltut, Min Taujihat al-Islam (Kairo: Dar al-Hilal, 1959), hlm. 193.

10
Wakaf Produktif Untuk Kesejahteraan Sosial Dalam Perspektif Hukum Islam Di Indonesia

“Tabiat kemanusiaan antara lelaki dan perempuan hampir dapat


(dikatakan) sama, Allah telah menganugerahkan kepada
perempuan sebagaimana menganugerahkan kepada lelaki,
kepada mereka berdua dianugerahkan Tuhan potensi dan
kemampuan yang cukup untuk memikul tanggungjawab dan
yang menjadikan kedua jenis kelamin ini dapat melaksanakan
aktivitas-aktivitas yang bersifat umum maupun khusus. Karena
itu hukum-hukum syariatpun meletakkan keduanya dalam satu
kerangka, yang ini (lelaki) menjual dan membeli, mengawinkan
dan kawin, melanggar dan dihukum, menuntut dan
menyaksikan, dan yang itu (perempuan) juga demikian, dapat
menjual dan membeli, mengawinkan dan kawin, melanggar dan
dihukum serta menuntut dan menyaksikan”.

Dari ayat al-Qur’an dan pendapat Mahmud Syaltut


tersebut dapat disimpulkan bahwa menurut hukum Islam, hak
bagi kaum lelaki dengan hak kaum perempuan adalah sama,
termasuk hak atas kesejahteraan.

Di negara Republik Indonesia, kesejahteraan seluruh


rakyat merupakan sesuatu yang dicita-citakan. Dalam Pembukaan
UUD 1945 disebutkan bahwa salah satu tujuan nasional adalah
memajukan kesejahteraan umum, dan dalam Batang Tubuh UUD
1945 kesejahteraan sosial juga ditempatkan dalam bab tersendiri,
yaitu bab XIV. Dilihat dari Pembukaan UUD 1945 dan Batang
Tubuh UUD 1945 jelas bahwa pembangunan yang dilaksanakan di
Indonesia ini tidak lain salah satu tujuannya adalah mewujudkan
kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kemerdekaan
yang diperjuangkan dengan berat diharapkan mampu
meningkatkan kesejahteraan setiap warga negaranya dan mampu
membebaskan mereka dari keterbelakangan, kemiskinan dan
kebodohan. Untuk mewujudkan kesejahteraan sosial itu,
pembangunan dilaksanakan secara menyeluruh, terarah dan
terpadu. Salah satu lembaga Islam yang erat kaitannya dengan
kesejahteraan sosial adalah wakaf.

Islam memandang umat manusia sebagai satu keluarga


karena setiap manusia sama derajatnya di hadapan Allah. Untuk

11
USWATUN HASANAH

merealisasikan kekeluargaan dan kebersamaan tersebut, harus ada


kerjasama dan tolong-menolong di antara umat manusia. Konsep
persaudaraan dan perlakuan sama di depan hukum, tidaklah
bermakna jika tidak disertai dengan keadilan ekonomi yang
memungkinkan setiap orang memperoleh hak atas sumbangannya
terhadap masyarakat. Dengan komitmen Islam yang khas dan
mendalam terhadap persaudaraan, keadilan sosial, dan ekonomi
maka ketidakadilan dalam pendapatan dan kekayaan akan
bertentangan dengan hukum Islam. Akan tetapi konsep keadilan
Islam dalam distribusi pendapatan dan kekayaan serta
konsepsinya tentang keadilan sosial, tidaklah menuntut bahwa
semua orang harus mendapat upah yang sama tanpa memandang
konstribusinya kepada masyarakat. Islam mentolerisasi perbedaan
pendapatan sampai tingkat tertentu karena setiap orang tidak
memiliki kesamaan sifat, kemampuan, dan pelayanannya dalam
masyarakat. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surat al-
Nahl, ayat 71 yang artinya “Dan Allah melebihkan sebagian kamu
dari sebagian yang lain dalam hal rezeki”.14 Adanya perbedaan
dalam kemampuan dan kesempatan diduga sebagai menjadi
penyebab dari perbedaan rezeki yang mereka terima. Akibatnya
lahirlah golongan kaya dan golongan miskin dalam masyarakat.15
Dalam al-Qur’an terdapat petunjuk dan pedoman bagi seseorang
untuk membelanjakan hartanya, baik untuk kepentingan dirinya

14
Muhammad Umar Chapra “ Tujuan Tata Ekonomi Islam” di dalam Khursid Ahmad (ed.),
Pesan Islam, diterjemahkan oleh Achsin Muhammad , (Bandung : Pustaka, 1983), h. 230.
Dalam sistem ekonomi Indonesia yang berdasarkan pasal 33 UUD 1945, perekonomian
(orde ekonomi) harus disusun (imperatif) sedemikian rupa sehingga terwujudlah dasar –
dasar kebersamaan dan kekeluargaan sebagai asas koperatif di dalam orde ekonomi.
Pengutamaan hajat hidup rakyat dan orientasi pokok kepada rakyat banyak dalam
penggunaan bumi dan air dan kekayaan alam pemberian tuhan lebih mengarah kepada
penyebaran dan bukan konsentrasi penguasaan rezeki dan sumber – sumbernya. Disinilah
letak demokrasi ekonomi, semua untuk semua secara sama, tidak seorangpun berhak lebih
dari sesamanya yang lain atas ciptaannya. Hak milikpun berfungsi sosial. Prinsip – prinsip
ekonomi Indonesia itu adalah sesuai dengan nilai – nilai dasar Islam sebagaimana yang
telah dikemukakan. Menurut Sri – Edi Swasono, ada kemungkinan perumusan ekonomi
Indonesia itu ditarik dari nilai – nilai Islam oleh kearifan dari perumusnya. Lihat Sri – Edi
Swasono, Pandangan Islam Dalam Sistem Ekonomi Indonesia (Jakarta : UI Press, 1987), hlm.16.
15
Ahmad M. Saefudin, Ekonomi dan Masyarakat Dalam Perspektif Islam (Jakarta: Rajawali
Press, 1987), hlm. 48

12
Wakaf Produktif Untuk Kesejahteraan Sosial Dalam Perspektif Hukum Islam Di Indonesia

sendiri maupun untuk kepentingan orang lain dalam masyarakat.


Petunjuk itu antara lain terdapat dalam surat al-Isra’, ayat 26, yang
artinya “Dan berikanlah bagi keluarga-keluarga yang dekat akan
haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan,
dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara
boros”.

Wakaf adalah salah satu lembaga Islam yang mendapat


pengaturan secara khusus dalam peraturan perundang-undangan
di Indonesia. Dengan demikian, wakaf merupakan salah satu
lembaga hukum Islam yang telah menjadi hukum positif di
Indonesia. Sebagai suatu lembaga keagamaan, di samping
berfungsi sebagai ibadah kepada Allah, wakaf juga berfungsi
sosial. Dalam fungsinya sebagai ibadah, wakaf diharapkan
menjadi bekal bagi kehidupan wakif (orang yang berwakaf) di
hari akhirat karena pahalanya akan terus menerus mengalir
selama harta wakaf itu dimanfaatkan. Adapun dalam fungsi
sosialnya, wakaf merupakan aset yang sangat bernilai dalam
pembangunan. Wakaf selain sebagai upaya pembentuk watak dan
kepribadian seseorang muslim untuk merelakan sebagian
hartanya bagi kepentingan orang lain, juga merupakan investasi
pembangunan yang bernilai tinggi tanpa memperhitungkan
jangka waktu dan keuntungan materi bagi orang yang
mewakafkan. Peranannya dalam pemerataan kesejahteraan di
kalangan umat dan penanggulangan kemiskinan merupakan salah
satu sasaran wakaf.16

Dengan demikian, jika wakaf dikelola dengan baik maka


akan sangat menunjang pembangunan, baik di bidang ekonomi,
agama, sosial budaya, politik maupun pertahanan keamanan.
Menurut Rachmat Djatnika, dalam bidang ekonomi, wakaf
memegang peranan semacam per shockbreaker dalam
keseimbangan kehidupan masyarakat karena dapat menutupi

16
Satria Effendi M. Zein, “Analisis Yurisprudensi : Tentang Perwakafan”, dalam Mimbar
Hukum, Nomor 4 Tahun II, 1991, H. 38

13
USWATUN HASANAH

kebutuhan vital bagi masyarakat.17 Pendapat di atas dapat


diterima karena wakaf yang ada dapat digunakan untuk
mendirikan tempat-tempat ibadah (mesjid, langgar, dan
mushalla), pemenuhan sarana kesehatan (poliklinik, BKIA, dan
rumah sakit), rumah yatim piatu, madrasah, sekolah, pesantren,
pasar, pertanian, jalan, lumbung desa, memberdayakan ekonomi
masyarakat, dan sebagainya. Untuk pemeliharaan wakaf yang
bersifat konsumtif, nazhir (pengelola wakaf) dapat mengelola
sebagian tanah wakaf yang mungkin dikelola secara produktif,
baik untuk tanah pertanian maupun untuk mendirikan bangunan-
bangunan yang kemudian disewakan sehingga, menghasilkan
dana yang diperlukan untuk pemeliharaan harta wakaf yang lain.
Dengan demikian, wakaf tidak hanya memiliki peranan dan
fungsi keagamaan, melainkan juga memiliki fungsi sentral sebagai
suatu benih yang dapat menghasilkan, dan instrumen untuk
keseimbangan sosial, ekonomi, dan politik.

Pada umumnya masyarakat Indonesia menganggap bahwa


wakaf hanyalah ibadah yang tidak terkait dengan masalah
perekonomian. Hal ini disebabkan sebagian besar harta benda
yang diwakafkan oleh umat Islam di Indonesia adalah benda tidak
bergerak yang berupa tanah dan peruntukannya pun terbatas
pada kepentingan umum dan sarana ibadah. Bahkan benda wakaf
yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977
hanya terbatas pada tanah milik. Padahal salah maksud
disyariatkannya wakaf adalah untuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat. Hal ini terlihat pada Hadits yang diiriwayatkan oleh
Jama’ah:

Dari Ibnu Umar bahwa sesungguhnya Umar mendapatkan tanah di


Khaibar, kemudian Umar berkata: Ya Rasullulah, aku telah
mendapatkan tanah di Khaibar, dan aku belum pernah mendapatkan
harta yang lebih berharga dari tanah tersebut, maka apakah yang
Engkau perintahkan padaku (Ya Rasullulah) ? Kemudian Rasulullah

17
Rachmat Djatnika, Wakaf Tanah (Surabaya : Al Ikhlas t.t.), hlm. 78

14
Wakaf Produktif Untuk Kesejahteraan Sosial Dalam Perspektif Hukum Islam Di Indonesia

bersabda: “Jika engkau mau tahanlah asalnya dan sedekahkan (man-


faatnya)”, maka Umar menyedekahkannya, untuk itu tanah tersebut
tidak dijual, tidak dihibahkan dan tidak diwariskan. Sedekah tersebut
diperuntukkan bagi orang-orang fakir keluarga dekat, memerdekakan
budak, untuk menjamu tamu dan untuk orang yang kehabisan bekal
dalam perjalanan, tidak mengapa orang yang menguasainya
(nazirnya) makan sebagian dari padanya dengan baik dan memberi
makan (kepada keluarganya) dengan syarat tidak dijadikan sebagai hak
milik (Hadis diriwayatkan oleh Jama'ah). 18

Hadits tersebut menunjukkan bahwa sebenarnya


peruntukan wakaf tidak hanya terbatas pada sarana peribadatan,
melainkan juga untuk membantu mereka yang kesulitan di bidang
ekonomi. Perbuatan Umar bin Khattab ini kemudian diikuti oleh
para sahabat dan generasi berikutnya sampai sekarang. Bahkan di
berbagai negara yang perwakafannya sudah berkembang dengan
baik, wakaf merupakan salah satu pilar ekonomi yang dapat
dipergunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Negara yang sangat berpengalaman dalam mengembangkan
wakaf, antara lain Mesir dan Turki.

Mesir adalah salah satu negara yang memiliki harta wakaf


cukup banyak karena sejak masuknya Islam di Mesir,
pemerintahnya selalu mengembangkan harta wakaf. Salah satu di
antara harta wakaf yang sangat besar dan cukup dikenal di dunia
Islam adalah Universitas al-Azhar yang sampai sekarang masih
diminati oleh mahasiswa dari seluruh dunia. Universitas ini
didirikan pada masa Khilafah Fathimiyyah.19 Perkembangan
pengelolaan wakaf di Mesir sejak awal memang sangat
mengagumkan, bahkan keberhasilannya dijadikan contoh bagi
pengembangan wakaf di negara-negara lain. Wakaf di Mesir
dikelola oleh Badan Wakaf Mesir yang berada di bawah Wizaratul
Auqaf (Kementerian Wakaf). Salah satu di antara kemajuan yang

18
Muhammad bin Ali bin Muhammad asy-Syaukany, Nail al-Authar, Jilid IV (Mesir:
Musthafa al-Babi al-Hlmaby, t.t.), hlm. 127.
19
Hasan Ibrahim Hasan, Tarikh al-Daulah al-Islamiyyah, Cet. II (Lajnah al-Ta’lif wa al-
Tarjamah wa al-Nasyr, 1958) hlm. 524-540.

15
USWATUN HASANAH

telah dicapai oleh Badan Wakaf Mesir adalah berperannya harta


wakaf dalam meningkatkan ekonomi masyarakat. Hal ini
disebabkan benda yang diwakafkan beragam, baik berupa benda
tidak bergerak maupun benda bergerak, yang dikelola secara baik
dan benar. Pengelolaannya dilakukan dengan cara
menginvestasikan harta wakaf di bank Islam (jika berupa uang)
dan berbagai perusahaan, seperti perusahan besi dan baja.20 Untuk
menyempurnakan pengembangan wakaf, Badan Wakaf membeli
saham dan obligasi dari perusahaan-perusahaan penting. Hasil
pengembangan wakaf yang ditanamkan di berbagai perusahaan
tersebut di samping untuk mendirikan tempat-tempat ibadah dan
lembaga-lembaga pendidikan, juga dimanfaatkan untuk
membantu kehidupan masyarakat (fakir miskin, anak yatim, dan
para pedagang kecil), kesehatan masyarakat (mendirikan rumah
sakit dan menyediakan obat-obatan bagi masyarakat), pengem-
bangan ilmu pengetahuan dalam berbagai bidang, dan berbagai
pelatihan.21 Dengan dikembangkannya wakaf secara produktif,
wakaf di Mesir dapat dijadikan salah satu lembaga yang
diandalkan pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan umat.
Di samping Mesir, masih ada beberapa negara yang mengelola
wakaf secara produktif, salah satunya adalah Turki. Di Turki,
wakaf dikelola oleh Direktorat Jenderal Wakaf. Dalam
mengembangkan wakaf, pengelola melakukan investasi di
berbagai perusahaan, antara lain: Ayvalik and Aydem Olive Oil
Corporation; Tasdelen Healthy Water Corporation; Auqaf Guraba
Hospital; Taksim Hotel (Sheraton); Turkish Is Bank; Aydin Textile
Industry; Black Sea Copper Industry; Contruction and Export/Import
Corporation; Turkish Auqaf Bank.22 Hasil pengelolaan wakaf itu

20
Hasan Abdullah al-Amin (Ed.), Idarah wa Tasmir Mumtalakat al-Auqaf (Jeddah: Ma'had
al-Islamy li al-Buhus wa at-Tadrib al-Bank al-Islamy li at-Tanmiyyah,1989), h. 344
21
Ibid.
22
Ibid., hlm. 117 Turkish Auqaf Bank didirikan oleh Direktorat Jenderal 1954. Direktorat
memiliki saham di Bank tersebut sebanyak 75%. Bank ini merupakan salah satu bank besar
di Turki dengan modal 17 Milyar TL (USD 45 juta), bank ini mempunyai 300 cabang di
seluruh Turki. Laba yang dibukukan pada tahun 1983, berjumlah 2 milyar TL (USD 5 juta).
Pendapatan dari bank tersebut dipergunakan untuk manajemen, perbaikan dan berbagai
keperluan wakaf properti.

16
Wakaf Produktif Untuk Kesejahteraan Sosial Dalam Perspektif Hukum Islam Di Indonesia

kemudian dimanfaatkan untuk kepentingan pendidikan,


kesehatan, pemberdayaan ekonomi rakyat, dan kepentingan sosial
lainnya.23

Sementara di Indonesia, saat ini kemiskinan dan


pengangguran masih menjadi masalah yang belum terselesaikan.
Memang tidak mudah untuk mengatasi masalah kemiskinan
karena kemiskinan di Indonesia memiliki riwayat yang cukup
panjang. Sejak zaman sebelum Indonesia merdeka, Indonesia
sudah dihadapkan pada masalah kemiskinan, kebodohan, dan
keterbelakangan. Walaupun pemerintah telah menerapkan
berbagai kebijakan, namun kebijakan pemerintah itu belum
mampu mengentaskan kemiskinan. Dengan demikian,
kesejahteraan umum yang diamanatkan dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 masih jauh dari harapan rakyat
karena kemiskinan masih terjadi di berbagai daerah. Padahal
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945,
Pasal 34, ayat (1) disebutkan bahwa ”Fakir miskin dan anak-anak
yang terlantar dipelihara oleh negara”. Hal ini berarti bahwa kita
sebagai bangsa Indonesia berkewajiban untuk mencari solusi
dalam mengatasi masalah kemiskinan tersebut. Jika solusi
pengentasan kemiskinan yang tepat belum ditemukan maka
kemiskinan tetap akan menjadi masalah bagi bangsa Indonesia.
Bahkan mungkin akan lebih berat lagi karena akhir-akhir ini
Indonesia sering dilanda berbagai bencana, mulai dari bencana
banjir, tanah longsor, gempa bumi, sampai tanggul jebol yang
belum lama terjadi di Situ Gintung.

Kemiskinan merupakan persoalan yang menakutkan, yang


dapat merajalela dan berpengaruh kepada sistem kehidupan yang
lebih makro, sehingga tidak ada jalan lain kecuali harus
dilenyapkan.24 Kemiskinan yang terjadi dalam masyarakat
23
Hasmet Basar (Ed), Management and Development of Awqaf Properties (Jeddah: Islamic
Research and Training Institute Islamic Development Bank, 1987), hlm. 117
24
Owin Jamasy, Keadilan, Pemberdayaan, dan Penanggulangan Kemiskinan (Jakarta:
Belantika, 2004), hlm. 32

17
USWATUN HASANAH

sebenarnya tidak sepenuhnya menjadi tanggung jawab


pemerintah, tetapi merupakan tanggungjawab bersama antara
pemerintah dan masyarakat. Untuk menghadapi masalah
kemiskinan tersebut, sebenarnya dalam Islam ada beberapa
lembaga yang potensial untuk dikembangkan untuk mengatasi
kemiskinan, salah satu di antaranya adalah wakaf.

Di kalangan umat Islam Indonesia, wakaf bukanlah


lembaga Islam yang asing karena lembaga tersebut sudah
diamalkan umat Islam sejak masuknya Islam di Indonesia.
Lembaga wakaf tersebut mudah diterima umat Islam di Indonesia,
karena sebelum Islam masuk di Indonesia sudah ada lembaga-
lembaga sejenis yang dikembangkan di Nusantara, seperti Huma
Serang di masyarakat suku Badui di Cibeo, Banten Selatan, dan
Tanah Preman di Lombok.25 Akan tetapi, wakaf yang dikenal
umat Islam Indonesia, umumnya adalah wakaf benda tidak
bergerak, seperti tanah, kebun, sawah, mesjid, mushalla, gedung
sekolahan, dan makam. Padahal sebenarnya, benda yang boleh
diwakafkan tidak hanya terbatas pada benda tidak bergerak,
melainkan juga benda bergerak termasuk uang, saham, dan logam
mulia. Meskipun wakaf uang sudah dikenal pada masa Imam
Mazhab, namun baru akhir-akhir ini wakaf uang mendapat
perhatian para ilmuwan dan menjadi bahan kajian yang intensif
baik di negara-negara Islam maupun di negara-negara Barat,
seperti Amerika. Sebagai contoh, pada bulan Oktober 1999 Harvard
Islamic Finance Information Program Center for Middle Eastern Studies
telah menyelenggarakan Third Harvard University Forum on Islamic
Finance. Dalam acara tersebut yang dibahas adalah masalah
”Applying Waqf Formula on Global Basis” (Khaled R. Al-Hajeri and
Abdulkader Thomas), ”Cash-Waqf Certificate: Global Oppportunities
for Developing the Social Capital Market in 21 st-Century Voluntary-
sector Banking (M.A. Mannan). Pada tanggal 6—7
Maret 2007 di Singapura juga diselenggarakan ”Singapore

25
Mohammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam (Jakarta: UI Press, 1988), hlm. 79

18
Wakaf Produktif Untuk Kesejahteraan Sosial Dalam Perspektif Hukum Islam Di Indonesia

International Waqf Conference 2007”. Dalam konferensi tersebut


salah satu pembicaranya adalah Mr. Goh Chok Tong. Pada tahun
berikutnya di Singapura juga diselenggarakan Singapore
International Awqaf Training Workshop 2008. Yang menjadi
pertanyaan berikutnya adalah ”bagaimana kegiatan perwakafan
di Indonesia?”

Sebagaimana sudah dikemukakan, bahwa wakaf sudah


dikenal sejak lama, jauh sebelum Indonesia merdeka. Namun baru
mendapat perhatian secara khusus sekitar tahun 2001, yakni pada
waktu dibentuknya Direktorat Zakat dan Wakaf Departemen
Agama RI. Hal ini tidak berarti bahwa sebelum itu wakaf tidak
diurus oleh Pemerintah. Bahkan pada masa pemerintahan Hindia
Belanda pun, perwakafan sudah mendapat perhatian. Hal ini
ditandai dengan adanya beberapa peraturan yang berkenaan
dengan wakaf, seperti pada waktu Priesterraad (Pengadilan
Agama) didirikan berdasarkan Staatsblad No. 152 Tahun 1882,
salah satu yang menjadi wewenangnya adalah menyelesaikan
masalah wakaf. Oleh karena itu, pada masa Pemerintahan Hindia
Belanda telah dikeluarkan beberapa peraturan yang berkenaan
dengan perwakafan. Peraturan-peraturan tersebut antara lain
adalah Surat Edaran Sekretaris Gubernemen pertama tanggal 31
Januari 1905, No. 435, sebagaimana termuat di dalam Bijblad 1905
No. 6196, tentang Toezicht op den bouw van Mohammedaansche
bedehuizen26; Surat Edaran Sekretaris Gubernemen tanggal 4 Juni
1931 No. 1361/A, sebagaimana termuat di dalam Bijblad 1931 No.
125/3, tentang Toezich Van de Regeering op Mohammedaansche
bedehuizen, Vrijdagdiensten en wakafs27; Kemudian Pemerintah
Kolonial Belanda mengeluarkan surat edaran lagi, yakni Edaran
Gubernemen tanggal 24 Desember 1934 No. 3088/A sebagaimana
termuat di dalam Bijblad tahun 1934 No. 13390 tentang Toezicht
Van de Regeering op Mohammedaansche bedehuizen, Vrijdagdiensten en
Wakafs. Surat edaran ini sifatnya hanya mempertegas apa yang
26
Abdurrahman, op.cit., h. 20-21
27
Imam Suhadi, loc.cit.

19
USWATUN HASANAH

disebutkan dalam surat edaran sebelumnya28; Surat Edaran


Sekretaris Gubernement tanggal 27 Mei 1935 No. 1273/A seperti
yang termuat dalam Bijblad 1935 No. 13480 tentang Toezicht Van de
Regeering op Mohammedaansche Bedehuizen en wakaps. Dalam surat
edaran ini diberikan beberapa penegasan tentang prosedur
perwakafan. Di samping itu, dalam surat edaran ini juga
disebutkan bahwa setiap perwakafan harus diberitahukan kepada
bupati dengan maksud supaya bupati dapat mempertimbangkan
atau meneliti peraturan umum atau peraturan setempat yang
dilanggar agar bupati dapat mendaftarkan wakaf itu dalam daftar
yang disediakan untuk itu.29

Peraturan-peraturan tersebut pada zaman kemerdekaan


masih tetap diberlakukan terus karena belum dibuat peraturan
perwakafan yang baru. Pemerintah Republik Indonesia juga tetap
mengakui hukum agama mengenai soal wakaf, namun campur
tangan terhadap wakaf itu hanya bersifat menyelidiki,
menentukan, mendaftar, dan mengawasi pemeliharaan benda-
benda wakaf agar sesuai dengan maksud dan tujuan wakaf.
Pemerintah sama sekali tidak bermaksud mencampuri,
menguasai, atau menjadikan barang-barang wakaf menjadi tanah
milik negara. Dasar hukum, kompetensi, dan tugas kementerian
agama mengurus soal-soal wakaf ialah Peraturan Pemerintah
No. 33 Tahun 1949 jo. Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1980,
serta berdasarkan Peraturan Menteri Agama No. 9 dan No. 10
Tahun 1952.30 Menurut peraturan tersebut perwakafan tanah
menjadi wewenang Menteri Agama yang dalam pelaksanaannya
dilimpahkan kepada Kepala Kantor Urusan Agama Kabupaten.
Tugas Menteri Agama/Pejabat yang ditunjuk adalah mengawasi,
meneliti, dan mencatat perwakafan tanah agar sesuai dengan
maksud dan tujuan perwakafan menurut agama Islam. Untuk
keperluan perwakafan yang telah ada sebelum berlakunya

28
Abdurrahman, op.cit, h. 22
29
Ibid., h. 21-22
30
Ibid., h. 8

20
Wakaf Produktif Untuk Kesejahteraan Sosial Dalam Perspektif Hukum Islam Di Indonesia

Peraturan Pemerintah tersebut, dapat dibuatkan surat-surat bukti


baru berdasarkan kesaksian-kesaksian yang ada. Sebagai langkah
penertiban, Kantor Pusat Jawatan Agama mengeluarkan Surat
Edaran tanggal 31 Desember 1956, No. 5. Surat Edaran ini antara
lain memuat anjuran agar perwakafan tanah dibuat dengan cara
tertulis. Sehubungan dengan adanya Surat Keputusan Bersama
antara Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agraria tertanggal 5
Maret 1959 No.Pem.19/22/23/7; SK/62/Ka/59 P. maka
pengesahan perwakafan tanah milik yang semula menjadi
wewenang bupati dialihkan kepada Kepala Pengawas Agraria.
Pelaksanaan selanjutnya diatur dengan Surat Pusat Jawatan
Agraria kepada Pusat Jawatan Agama tanggal 13 Februari 1960
No. Pda. 2351/34/II.31

Peraturan-peraturan yang telah dikeluarkan oleh


Pemerintah Republik Indonesia tersebut, terlihat adanya usaha-
usaha untuk menjaga dan melestarikan tanah wakaf yang ada di
Indonesia, bahkan usaha penertibannya pun diperlihatkan oleh
Pemerintah RI. Di samping beberapa peraturan yang telah
dikemukakan, Departemen Agama pada tanggal 22 Desember
1953 juga mengeluarkan petunjuk-petunjuk mengenai wakaf.
Tugas bagian D (ibadah sosial) jawatan urusan Agama surat
edaran Jawatan Urusan Agama tanggal 8 Oktober 1956, No.
3/D/1956 tentang wakaf yang bukan milik kemesjidan.32

Meskipun demikian peraturan-peraturan yang ada


tersebut kurang memadai, sehingga cukup banyak tanah wakaf
yang terbengkelai, bahkan ada yang hilang. Oleh karena itu,
dalam rangka pembaruan Hukum Agraria di negara Indonesia,
persoalan tentang perwakafan tanah diberi perhatian khusus
seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Pokok Agraria,
yaitu UU No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan dasar Pokok-pokok
Agraria, Bab II, bagian XI, Pasal 49. Dalam Pasal 49 ayat (3)

31
Ibid., h.10
32
Abdurrahman, loc.cit.

21
USWATUN HASANAH

Undang-Undang No. 5 tahun 1960 disebutkan bahwa untuk


melindungi berlangsungnya perwakafan tanah di Indonesia,
pemerintah akan memberikan pengaturan melalui Peraturan
Pemerintah tentang Perwakafan Tanah Milik. Peraturan
Pemerintah tersebut ternyata baru dikeluarkan setelah 17 tahun
berlakunya UU Pokok Agraria itu. Dengan adanya Peraturan
Pemerintah tentang perwakafan tanah milik itu diharapkan tanah
wakaf yang ada di Indonesia lebih tertib dan lebih terjaga. Selama
belum adanya Peraturan Pemerintah tentang perwakafan tanah, di
Indonesia banyak terjadi permasalahan tanah wakaf yang muncul
dalam masyarakat. Hal ini tidak berarti bahwa pemerintah tidak
mempedulikan masalah perwakafan. Oleh karena peraturan yang
berlaku sebelum dikeluarkannya Peraturan Pemerintah tentang
Perwakafan kurang memadai maka pemerintah pun sulit untuk
menertibkan tanah wakaf yang jumlahnya cukup banyak.
Kesulitan sebenarnya tidak hanya dirasakan oleh pemerintah,
tetapi juga masyarakat dan instansi yang mengelola tanah wakaf.
Mereka menyatakan bahwa sebelum dikeluarkan PP. No. 28
Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik, pengurusan dan
pengelolaan tanah-tanah wakaf kurang teratur dan kurang
terkendalikan, sehingga sering terjadi penyalahgunaan wakaf.33

Di Indonesia, campur tangan pemerintah dalam hal


perwakafan mempunyai dasar hukum yang kuat. Dalam Undang-
Undang Dasar 1945 Pasal 29 ayat (1) di bawah Bab Agama,
dinyatakan bahwa negara (Republik Indonesia) berdasarkan atas
Ketuhanan Yang Maha Esa. Menurut Hazairin, norma dasar yang
tersebut dalam pasal 29 ayat (1) itu tafsirannya antara lain
bermakna bahwa "Negara Republik Indonesia" wajib membantu
pelaksanaan syari'at Islam bagi orang Islam, syari'at Nasrani bagi
orang Nasrani dan syariat Hindu Dharma bagi orang Hindu
Dharma, apabila dalam pelaksanaan syariat itu memerlukan

33
Sutarmadi, Muhda Hadisaputra dan Amidhan, Pedoman Praktis Perwakafan
(Jakarta: Badan Kesejahteraan Masjid, 1990), hlm. 6

22
Wakaf Produktif Untuk Kesejahteraan Sosial Dalam Perspektif Hukum Islam Di Indonesia

perantaraan kekuasaan negara.34 Kekuasaan Negara yang wajib


membantu pelaksanaan syariat masing-masing agama yang diakui
dalam negara Republik Indonesia ini adalah Kekuasaan Negara
yang berdasarkan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia. Hal
ini disebabkan oleh syariat yang berasal dari agama yang dianut
warga negara Republik Indonesia itu adalah kebutuhan hidup
para pemeluknya.35 Di samping itu, Pasal 29 ayat (2) UUD 1945
dengan jelas juga menyebutkan bahwa Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan
kepercayaannya itu. Dilihat dari ayat (1) dan (2) pasal 29 Undang-
Undang Dasar 1945 tersebut jelas bahwa wakaf merupakan salah
satu bentuk ibadah kepada Allah yang termasuk ibadah maliyah
yaitu ibadah berupa penyerahan mal (harta) yang dimiliki
seseorang menurut cara-cara yang ditentukan.36

Wakaf adalah ibadah yang menyangkut hak dan


kepentingan orang lain, tertib administrasi dan aspek-aspek lain
dalam kehidupan masyarakat. Supaya hak dan kewajiban serta
kepentingan masyarakat itu dapat berjalan dengan baik maka
sudah merupakan kewajiban pemerintah untuk mengatur
masalah wakaf dalam bentuk peraturan perundang-undangan
yang memadai. Dengan adanya peraturan perundang-undangan
itu diharapkan ketertiban dalam praktik perwakafan ini dapat
terwujud, sehingga manfaatnya pun dapat dirasakan oleh
masyarakat. Sebagai suatu lembaga Islam yang erat kaitannya
dengan masalah tanah, wakaf di Indonesia sudah diatur
pelaksanaannya dengan beberapa peraturan perundang-
undangan, baik yang langsung maupun yang tidak langsung.

Meskipun sudah ada beberapa peraturan perundang-


undangan yang berkenaan dengan masalah perwakafan, tetapi

34
Hazairin, Demokrasi Pancasila (Jakarta: Bina Aksara, 1983), h. 34
35
Ibid., hlm. 75
36
Ibid., hlm. 98-99

23
USWATUN HASANAH

kenyataan menunjukkan bahwa dilihat dari tertibnya


administrasi, perwakafan di Indonesia memang meningkat karena
sudah cukup banyak tanah wakaf yang bersertifikat berjumlah
319,698 lokasi, sedangkan yang belum bersertifikat berjumlah
111,068 lokasi.37 Akan tetapi dampaknya bagi kesejahteraan sosial
ekonomi masyarakat belum terlihat. Hal ini disebabkan wakaf
yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977
tersebut hanyalah tanah milik, sedangkan wakaf dalam bentuk
benda bergerak belum diatur. Oleh karena benda-benda bergerak
di Indonesia belum ada peraturannya maka perwakafan di
Indonesia cukup sulit untuk dikembangkan secara produktif.
Tambah lagi kebanyakan nahzir juga kurang profesional dalam
pengelolaan wakaf, sehingga mereka belum bisa mengembangkan
wakaf secara produktif.

Begitu pentingnya wakaf bagi kesejahteraan bangsa


Indonesia maka Undang-Undang Wakaf yang mendukung
pengelolaan wakaf secara produktif sangat diperlukan. Oleh
karena itu, sudah selayaknya bangsa Indonesia umumnya dan
umat Islam khususnya menyambut baik kehadiran Undang-
Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Dalam Undang-
Undang Wakaf tersebut sudah dimasukkan rumusan konsepsi
fikih wakaf baru di Indonesia yang antara lain meliputi benda
yang diwakafkan (mauquf bih); peruntukan wakaf (mauquf ‘alaih);
sighat wakaf baik untuk benda tidak bergerak maupun benda
bergerak, seperti uang dan saham; kewajiban dan hak nazhir
wakaf; dan hal-hal lain yang menunjang pengelolaan wakaf
produktif. Benda wakaf yang diatur dalam Undang-Undang
tentang Wakaf ini tidak dibatasi benda tidak bergerak saja,
melainkan juga benda-benda bergerak lainnya yang tidak
bertentangan dengan syariat Islam termasuk wakaf uang dan
surat berharga.

37
Direktorat Pemberdayaan Wakaf, “Perkembangan Sertifikasi Tanah Wakaf Per Provinsi
Seluruh Indonesia”, Jakarta: Departemen Agama, November 2008

24
Wakaf Produktif Untuk Kesejahteraan Sosial Dalam Perspektif Hukum Islam Di Indonesia

Saudara-saudara yang saya muliakan,


Yang menjadi pertanyaan, mengapa wakaf yang sudah
dipraktikkan di Indonesia sejak masuknya Islam di tanah air,
sampai saat ini belum dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat? Di mana letak permasalahannya? Padahal jumlah
tanah wakaf di Indonesia sangat banyak dan luas. Berdasarkan
data yang ada di Departemen Agama, jumlah tanah wakaf di
Indonesia sebanyak 430,766 lokasi dengan luas mencapai
1,615,791,832.27 meter persegi.38 Hal ini menunjukkan bahwa
sebenarnya harta wakaf di Indonesia sangat potensial untuk
dikembangkan, dan diperkirakan hasilnya dapat dipergunakan
untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Yang menjadi masalah
berikutnya adalah bagaimana cara mengembangkan harta wakaf
tersebut?
Meskipun wakaf sudah dikenal dan dilaksanakan umat
Islam sejak masuknya Islam di Indonesia, namun kenyataan
menunjukkan bahwa masih ada sebagian umat Islam yang belum
memahami lembaga tersebut dengan baik dan benar. Tidak sedikit
umat Islam yang menganggap bahwa wakaf hanyalah salah satu
bentuk ibadah yang tidak terkait dengan masalah ekonomi dan
kesejahteraan, sehingga mereka mewakafkan hartanya hanya
untuk kepentingan sarana peribadatan saja. Dengan demikian
masih sangat sedikit wakaf yang dikembangkan dalam usaha
produktif. Hal ini memang tidak salah, tetapi alangkah bagusnya
jika wakaf juga dipergunakan untuk meningkatan ekonomi
masyarakat yang tidak mampu. Padahal jika dianalisis dengan
baik, tanah yang diwakafkan oleh Umar bin Khattab di awal
Islam, yaitu tanah subur yang ada di Khaibar juga dikelola secara
produktif. Hal ini tampak jelas dengan sabda Nabi Muhammad
saw yang sudah dikemukakan “Tahanlah pokoknya, dan
sedekahkan hasilnya”. Kalimat ini menunjukkan bahwa harta
yang diwakafkan harus tetap, tidak boleh berkurang sedikit pun
38
Direktorat Pemberdayaan Wakaf, “Data Luas dan Lokasi Tanah Wakaf Nasional
Sampai Dengan Tahun 2008”, Jakarta, 22 April 2008.

25
USWATUN HASANAH

tetapi harus dikembangkan, hasil pengembangan wakaf itulah


yang harus diberikan kepada muaquf’alaih (penerima wakaf),
untuk dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan
mereka. Supaya wakaf tersebut dapat menghasilkan dana yang
diperlukan masyarakat maka apapun wujudnya, baik benda tidak
bergerak maupun benda bergerak harus dikelola secara produktif.

Sayangnya baru sedikit wakaf yang dikelola secara


produktif, sehingga wakaf di Indonesia belum dapat berperan
dalam memberdayakan ekonomi umat. Menurut saya, ada
beberapa faktor yang menyebabkan wakaf di Indonesia belum
berperan dalam memberdayakan ekonomi umat:

1. Masalah Pemahaman Masyarakat tentang Hukum Wakaf.


Pada umumnya masyarakat belum memahami hukum
wakaf dengan baik dan benar, baik dari segi rukun dan syarat
wakaf, maupun maksud disyariatkannya wakaf. Memahami
rukun wakaf bagi masyarakat sangat penting, karena dengan
memahami rukun wakaf, masyarakat bisa mengetahui siapa
yang boleh berwakaf, apa saja yang boleh diwakafkan, untuk
apa dan kepada siapa wakaf diperuntukkan, bagaimana cara
berwakaf, dan siapa saja yang boleh menjadi nazhir atau
pengelola wakaf. Pada saat ini cukup banyak masyarakat yang
memahami bahwa benda yang dapat diwakafkan hanyalah
benda tidak bergerak seperti tanah, bangunan dan benda-
benda tidak bergerak lainnya. Dengan demikian
peruntukannyapun sangat terbatas, seperti untuk mesjid,
mushalla, rumah yatim piatu, madrasah, sekolah dan
sejenisnya. Walaupun wakaf untuk untuk hal-hal tersebut
penting, namun jika masjid dan mushalla sudah banyak, akan
lebih manfaat jika wakif mewakafkan hartanya untuk hal-hal
yang lebih produktif. Oleh karena pemahamannya masih pada
wakaf konsumtif, maka nazhir yang dipilih oleh wakif juga
mereka yang ada waktu untuk menunggu dan memelihara

26
Wakaf Produktif Untuk Kesejahteraan Sosial Dalam Perspektif Hukum Islam Di Indonesia

masjid, kurang mempertimbangkan kemampuan nazhir untuk


mengembangkan masjid sehingga masjid menjadi pusat
kegiatan umat. Dengan demikian wakaf yang ada selama ini,
hanya terfokus untuk memenuhi kebutuhan peribadatan, dan
sangat sedikit wakaf yang berorientasi untuk meningkatkan
perkonomian umat. Untuk mengatasi masalah ini, perlu
dilakukan perumusan konsepsi fikih wakaf baru, kemudian
dituangkan dalam Undang-Undang tentang Wakaf, dan
Undang-Undang tersebut disosialisasikan kepada masyarakat.
Dengan demikian perwakafan dapat dilaksanakan
sebagaimana mestinya, sehingga tujuan wakaf dapat tercapai.
Alhamdulillah pada saat ini Indonesia sudah memiliki
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf dan
Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.

2. Pengelolaan dan Manajemen Wakaf.


Saat ini pengelolaan dan manajemen wakaf di Indonesia
masih memprihatinkan. Sebagai akibatnya cukup banyak harta
wakaf terlantar dalam pengelolaannya, bahkan ada harta
wakaf yang hilang. Salah satu penyebabnya adalah umat Islam
pada umumnya hanya mewakafkan tanah dan bangunan
sekolah, dalam hal ini wakif kurang memikirkan biaya
operasional sekolah, dan nazhirnya kurang profesional. Oleh
karena itu, kajian mengenai manajemen pengelolaan wakaf
sangat penting. Kurang berperannya wakaf dalam
memberdayakan ekonomi umat di Indonesia karena wakaf
tidak dikelola secara produktif. Untuk mengatasi masalah ini,
wakaf harus dikelola secara produktif dengan menggunakan
manajemen modern. Untuk mengelola wakaf secara produktif,
ada beberapa hal yang perlu dilakukan sebelumnya. Selain
memahami konsepsi fikih wakaf dan peraturan perundang-
undangan, nazhir harus profesional dalam mengembangkan
harta yang dikelolanya, apalagi jika harta wakaf tersebut

27
USWATUN HASANAH

berupa uang. Di samping itu, untuk mengembangkan wakaf


secara nasional, diperlukan badan khusus yang menkoordinasi
dan melakukan pembinaan nazhir. Pada saat di Indonesia
sudah dibentuk Badan Wakaf Indonesia.

3. Benda yang Diwakafkan dan Nazhir (pengelola wakaf).


Pada umumnya tanah yang diwakafkan umat Islam di
Indonesia hanyalah cukup untuk membangun masjid atau
mushalla, sehingga sulit untuk dikembangkan. Memang ada
beberapa tanah wakaf yang cukup luas, tetapi nazhir
(pengelolanya) tidak profesional. Di Indonesia masih sedikit
orang yang mewakafkan harta selain tanah (benda tidak
bergerak), padahal dalam fikih harta yang boleh diwakafkan
sangat beragam termasuk surat berharga dan uang. Dalam
perwakafan, salah satu unsur yang amat penting adalah
nazhir. Berfungsi atau tidaknya wakaf sangat tergantung pada
kemampuan nazhir. Di berbagai negara yang wakafnya dapat
berkembang dan berfungsi untuk memberdayakan ekonomi
umat, wakaf dikelola oleh nazhir yang profesional. Di
Indonesia masih sedikit nazhir yang profesional, bahkan ada
beberapa nazhir yang kurang memahami hukum wakaf,
termasuk kurang memahami hak dan kewajibannya. Dengan
demikian, wakaf yang diharapkan dapat memberi
kesejahteraan pada umat, tetapi sebaliknya justru biaya
pengelolaannya terus-menerus tergantung pada zakat, infaq
dan shadaqah dari masyarakat. Di samping itu, dalam
berbagai kasus ada sebagian nazhir yang kurang memegang
amanah, seperti melakukan penyimpangan dalam pengelolaan,
kurang melindungi harta wakaf, dan kecurangan-kecurangan
lain, sehingga memungkinkan wakaf tersebut berpindah
tangan. Untuk mengatasi masalah ini, hendaknya calon wakif
sebelum berwakaf memperhatikan lebih dahulu apa yang
diperlukan masyarakat, dan dalam memilih nazhir sebaiknya
mempertimbangkan kompetensinya.

28
Wakaf Produktif Untuk Kesejahteraan Sosial Dalam Perspektif Hukum Islam Di Indonesia

Mengingat pentingnya nazhir dalam pengelolaan wakaf,


maka dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang
Wakaf, nazhir ditetapkan sebagai unsur perwakafan. Nazhir
adalah orang yang diserahi tugas untuk mengurus, mengelola,
dan memelihara harta benda wakaf. Dengan demikian nazhir
dapat diartikan sebagai orang atau pihak yang berhak untuk
bertindak atas harta wakaf, baik untuk mengurus, mengelola,
memelihara, dan mendistribusikan hasil wakaf kepada orang yang
berhak menerimanya, ataupun mengerjakan segala sesuatu yang
memungkinkan harta itu tumbuh dengan baik dan kekal.39 Dari
pengertian nazhir yang sudah dikemukakan jelas bahwa dalam
perwakafan nazhir memegang peranan yang sangat penting.
Supaya harta itu dapat berfungsi sebagaimana mestinya dan dapat
berlangsung terus-menerus maka harta itu harus dijaga,
dipelihara, dan dikembangkan. Dilihat dari tugas nazhir, di mana
dia berkewajiban untuk menjaga, mengembangkan dan
melestarikan manfaat dari harta yang diwakafkan bagi orang-
orang yang berhak menerimanya. Jelaslah bahwa berfungsi dan
tidak berfungsinya suatu berwakafan bergantung pada nadzir.

Wakaf pada dasarnya adalah “economic corporation”,


sehingga wakaf merupakan kegiatan yang mengandung unsur
investasi masa depan dan mengembangkan harta produktif untuk
generasi yang akan datang sesuai dengan tujuan wakaf, baik
berupa pelayanan maupun pemanfaatan hasilnya secara
langsung.40 Bentuk-bentuk wakaf yang sudah dikemukakan
tersebut merupakan bagian atau unit dana investasi. Investasi
adalah landasan utama bagi pengembangan ekonomi. Investasi
sendiri memiliki arti mengarahkan sebagian dari harta yang
dimiliki oleh seseorang untuk membentuk Modal produksi, yang
mampu menghasilkan manfaat/barang dan dapat digunakan

39
Muhammad Ibn Ismail al-Shan’any, Subul al-Salam (Mesir: Muhammad Ali Sabih, t.t),
hlm. 112.
40
Munzir Kahaf, Manajemen Wakaf Wakaf Produktif, diterjemahkan oleh Muhyiddin Mas
Rida, (Jakarta: Khlmifa, 2005) hlm. 59

29
USWATUN HASANAH

untuk generasi mendatang. Investasi yang dimaksud berupa


investasi yang kepemilikan dan tujuannya mampu menghasilkan
keuntungan yang direncanakan secara ekonomi dan hasilnya
disalurkan untuk mereka yang ditentukan oleh wakif dalam ikrar
wakaf. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa secara ekonomi,
wakaf (Islam) adalah membangun harta produktif melalui
kegiatan investasi untuk kepentingan mereka yang memerlukan
yang telah ditetapkan dalam ikrar wakaf. Dengan demikian, hasil
atau produk harta wakaf dapat dibedakan menjadi dua bagian.
Pertama, wakaf langsung, yaitu harta wakaf yang menghasilkan
pelayanan berupa barang untuk dikonsumsi langsung oleh orang
yang berhak atas wakaf, seperti rumah sakit, sekolah, rumah
yatim piatu, dan pemukiman. Kedua, wakaf produktif, yaitu
wakaf yang dikelola untuk tujuan investasi dan produksi barang
dan jasa pelayanan yang diperbolehkan menurut hukum Islam.
Dalam bentuk ini, Modalnya (harta wakaf) diinvestasikan,
kemudian hasil investasi tersebut didistribusikan kepada mereka
yang berhak.41

Jika para nazhir (pengelola wakaf) di Indonesia mau dan


mampu bercermin pada pengelolaan wakaf yang sudah dilakukan
oleh berbagai negara seperti yang sudah dikemukakan, saya yakin
hasil pengelolaan wakaf di Indonesia dapat dipergunakan untuk
mengatasi berbagai permasalahan sosial dan ekonomi yang ada
saat ini dan masih dihadapi oleh sebagian bangsa Indonesia,
seperti kemiskinan, pengangguran, dan masalah sosial lainnya.
Apalagi jika wakaf yang diterapkan di Indonesia tidak dibatasi
pada benda tidak bergerak saja, tetapi juga benda bergerak,
termasuk uang. Sayangnya, selama ini wakaf yang diterapkan di
Indonesia pada umumnya adalah benda tidak bergerak, dan
berdasarkan data yang ada di Departemen Agama RI, pemanfaatan
tanah wakaf pada umumnya bersifat langsung (konsumtif).42

41
Ibid., hlm. 60-61.
42
Departemen Agama RI, “Pemanfaatan Tanah Wakaf”, Direktorat Pemberdayaan
Wakaf, 2008.

30
Wakaf Produktif Untuk Kesejahteraan Sosial Dalam Perspektif Hukum Islam Di Indonesia

Yang menjadi masalah berikutnya adalah mampukah


nazhir wakaf yang ada di Indonesia mengelola wakaf
sebagaimana yang sudah dilakukan oleh nazhir di negara-negara
lain? Untuk menjawab masalah ini tidaklah mudah. Namun
apabila kita mengacu pada peraturan perundang-undangan yang
ada dan perkembangan ekonomi syariah, pengelolaan wakaf
secara produktif sangat memungkinkan untuk direalisasikan.
Yang paling penting adalah komitmen bersama antara nazhir
wakaf itu sendiri, masyarakat, khususnya umat Islam dan
pemerintah untuk mengelola wakaf produktif guna
menyelesaikan masalah kemiskinan.

Sudah kita rasakan bersama, bahwa beberapa tahun


terakhir Indonesia dilanda berbagai musibah, mulai dari tsunami
di Aceh, gempa bumi di Yogya dan berbagai daerah, banjir, tanah
longsor dan berbagai musibah lainnya. Pemerintah sudah
berusaha mengatasi masalah tersebut dengan berbagai kebijakan,
namun sampai saat ini kemiskinan dan pengangguran masih
menjadi masalah yang belum terselesaikan. Sejak zaman sebelum
kemerdekaan, Indonesia memang sudah dihadapkan dengan
persoalan kemiskinan, dan sekarangpun walaupun usia
kemerdekaan sudah lebih 63 tahun, kemiskinan masih menjadi
masalah besar di Indonesia.

Kalangan pemerhati masalah kemiskinan telah mencoba


mengklasifikasikan kemiskinan ke dalam empat bentuk yang
masing-masing memiliki arti tersendiri. Yang pertama,
kemiskinan absolut, yaitu tingkat pendapatannya berada di bawah
garis kemiskinan, atau sejumlah pendapatannya tidak cukup
untuk memenuhi kebutuhan minimum, antara lain kebutuhan
pangan, sandang, kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang
diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja. Kedua, kemiskinan
relatif, yakni kondisi di mana pendapatannya berada pada posisi
di atas garis kemiskinan, namun relatif lebih rendah dibanding
pendapatan masyarakat sekitar. Ketiga, kemiskinan strutural,

31
USWATUN HASANAH

yakni kondisi atau situasi miskin karena pengaruh kebijakan


pembangunan yang belum menjangkau seluruh masyarakat,
sehingga menyebabkan ketimpangan pada pendapatan. Adapun
yang keempat adalah kemiskinan kultural. Dikatakan demikian
karena mengacu pada persoalan sikap seseorang atau masyarakat
yang disebabkan oleh faktor budaya, seperti tidak mau berusaha
untuk memperbaiki kehidupan, malas, pemboros, tidak kreatif,
meskipun ada pihak lain yang akan membantunya.43 Keempat
bentuk kemiskinan tersebut pada saat ini masih terdapat di
Indonesia. Adi Sasono berpendapat bahwa mereka terbelakang
dan miskin karena kesempatan-kesempatan tidak diberikan
kepada mereka, atau mereka miskin karena kesempatan-
kesempatan telah dihancurkan dari mereka. Proses penghancuran
tersebut sudah dimulai sejak zaman feodalisme kerajaan-kerajaan,
zaman Kolonialisme Belanda. Secara spesifik, keterbelakangan
dan kemiskinan sebagian besar rakyat Indonesia disebabkan oleh
proses penghancuran kesempatan yang terjadi sebagai akibat
proses eksploitasi.44 Oleh karena itu, tidaklah mengherankan, jika
sampai saat ini kemiskinan masih tetap menjadi tantangan dalam
pembangunan di Indonesia. Tambah lagi sesudah Indonesia
merdeka, sepertinya pembangunan juga tidak ditekankan pada
pendidikan dan pemberdayaan masyarakat. Dengan demikian,
masyarakat miskin dan terbelakang dalam pendidikan tidak
mendapat prioritas. Bahkan sampai saat ini penduduk miskin
masih menunjukkan angka yang cukup meprihatinkan.
Berdasarkan data yang ada pada Badan Statistik Nasional, jumlah
penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2008 sebesar
34,96 juta orang (15,42%).45

43
Gunawan Sumodiningrat, Pembangunan Daerah dan Pemberdayaan masyarakat (Jakarta:
Bina Rena Pariwara, 1996), hlm. 17-18. Lihat juga Owin Jamasy, Keadilan, Pemberdayaan, dan
Penanggulangan Kemiskinan (Jakarta: Belantika, 2004), hlm. 31
44
Adi Sasono, “Masalah Kemiskinan dan Fatalisme”, dalam Sri-Edi Swasono, dkk., Sekitar
Kemiskinan dan Keadilan, Dari Cendekiawan Kita Tentang Islam (Jakarta: UI-Press, 1987), hlm.
38-39.
45
Direktorat Diseminasi Statistik, Data Strategis BPS, (Jakarta: Badan Pusat Statistik,
2008), hlm. 42.

32
Wakaf Produktif Untuk Kesejahteraan Sosial Dalam Perspektif Hukum Islam Di Indonesia

Berdasarkan data yang sudah dikemukakan jelas bahwa


pemerintah bersama-sama masyarakat harus bekerja keras untuk
menanggulangi masalah kemiskinan dan membawa bangsa
Indonesia pada kondisi yang sejahtera sesuai dengan Pembukaan
Undang-Undang dasar RI Tahun 1945. Untuk mewujudkan
kesejahteraan, keadilan harus diterapkan. Indonesia adalah
Negara yang menerapkan keadilan pada kedudukan yang
tertinggi dan mulia di dalam konstitusinya. Orientasi Undang-
Undang Dasar 1945 adalah kerakyatan dalam konsepsi kedaulatan
rakyat, dan keadilan dalam konsepsi keadilan sosial. Di Republik
Indonesia, keadilan dijunjung setinggi-tingginya, bahkan
tercantum dalam sumpah dan janji kepala Negara yang akan
memangku jabatan.46

Keadilan di Indonesia tidak hanya menyangkut keadilan


ekonomi, melainkan keadilan dalam berbagai bidang seperti
keadilan hukum, politik dan sosial karena memang semuanya
menyangkut kesejahteraan sosial. Sebagai aspek yang
mempengaruhi kesejahteraan masyarakat, keadilan ekonomi dan
keadilan sosial sangat erat hubungannya. Ekonomi yang kuat
akan menunjang kesejahteraan sosial, namun masyarakatpun
harus dapat merasakan manfaat daripada kekuatan ekonomi,
dengan demikian jurang pemisah antara kelompok masyarakat
yang kaya dan kelompok yang miskin akan diperkecil. Seperti kita
diketahui bahwa bidang ekonomi, sosial, dan hukum adalah
bidang-bidang yang masing-masing dapat dibedakan tetapi tidak
dapat dipisahkan karena masing-masing mempunyai hubungan
yang erat. Kehidupan sosial tidak akan terjamin tanpa ditunjang
oleh ekonomi yang kuat, dan keduanya tidak akan berjalan
dengan baik tanpa dilandasi dengan keadilan dan peraturan
perundang-undangan yang memadai. Jika diperhatikan sungguh-
sungguh Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, akan terasa
bahwa pembentukan Negara Republik Indonesia yang merdeka,
46
Srie-Edi Swasono, Pandangan Islam dalam Sistem Ekonomi Indonesia (Jakarta: UI-Press,
1987), hlm. 11-12.

33
USWATUN HASANAH

bebas dari penjajahan, melindungi segenap bangsa Indonesia,


memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan
bangsa adalah sangat penting untuk mewujudkan keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia. Kemerdekaan yang diperjuangkan
dengan berat diharapkan mampu mewujudkan kesejahteraan bagi
warganegara dan membebaskan mereka dari kebodohan dan
kemiskinan. Besarnya komitmen negara untuk menyejahterakan
bangsa Indonesia, lebih tampak lagi dengan adanya bab tersendiri
mengenai kesejahteraan sosial dalam batang tubuh Undang-
Undang Dasar 1945.

Untuk mewujudkan kesejahteraan sosial itu, Pemerintah,


baik Pemerintah Orde baru maupun Pemerintah yang dipimpin
oleh Bj. Habibi, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarno Putri,
dan Susilo Bambang Yudhoyono telah berusaha
merealisasikannya melalui berbagai kebijakan, namun sampai saat
ini tujuan yang diharapkan juga belum terwujud. Agar langkah-
langkah penyelesaian masalah kemiskinan dapat dilakukan
dengan baik, nampaknya perlu diketahui faktor-faktor yang
menyebabkan kemiskinan masih melanda sebagian rakyat
Indonesia. Menurut Gunawan Sumodiningrat yang dikutip oleh
Owin Jamasy menyatakan bahwa penanggulangan kemiskinan
merupakan salah satu tujuan penting yang harus dipenuhi dan
merupakan tujuan pembangunan nasional yang harus dicapai.47
Langkah awal yang harus dilakukan untuk menanggulangi
kemiskinan dan pemerataan pembangunan adalah mengenali
pokok permasalahan yang dihadapi, tantangan dan kendala yang
ada, serta peluang yang tersedia.48 Menurut Owin Jamasy,
kemiskinan yang terjadi di masyarakat merupakan kemiskinan
yang disebabkan ekonomi, misalnya tidak mempunyai
pendapatan tetap, tidak punya Modal usaha. Di samping itu,
kemiskinan juga dapat dikaitkan dengan politik, misalnya tidak
pernah aktif dalam urusan pemerintahan, tidak aktif berpartisipasi
47
Gunawan Sumodiningrat, op.cit., hlm. 15. Lihat juga, Owin Jamasy, op.cit., 33.
48
Ibid., hlm. 34.

34
Wakaf Produktif Untuk Kesejahteraan Sosial Dalam Perspektif Hukum Islam Di Indonesia

dalam pembangunan di daerah dan lingkungannya, atau karena


ada diskriminasi dan eksploitasi. Ada lagi kemiskinan yang terkait
dengan dinamika sosial, seperti pasif, kurang pergaulan, dan tidak
mau bermasyarakat. Ada juga kemiskinan yang terjadi karena
latar belakang sikap atau budaya, seperti misalnya pemalas,
gengsi, tidak kreatif, tidak mau bekerja keras, dan sejenisnya.49
Berkenaan dengan masalah penyebab kemiskinan ini, Dawam
Raharjo juga menyimpulkan bahwa tiga faktor penyebab
kemiskinan di Indonesia.50 Pertama, kesempatan kerja yang tidak
dia peroleh, sehingga dia menganggur dan tidak mempunyai
penghasilan. Kedua, upah gaji di bawah standar minimum.
Ketiga, produktivitas kerja rendah. Keempat, ketiadaan aset.
Untuk faktor keempat ini mereka miskin karena mereka tidak
memiliki aset, contohnya mereka tidak memiliki lahan pertanian
dan tidak mempunyai kesempatan untuk mengolah lahan
pertanian. Kelima, diskriminasi, contohnya pendiskriminasi akibat
jenis kelamin atau kelas sosial masyarakat. Keenam, tekanan
harga. Kondisi seperti ini biasanya terjadi pada petani kecil atau
pengrajin dalam industri rumah tangga. Ketujuh, penjualan tanah.
Tanah yang potensial untuk dikembangkan di masa yang akan
datang, telah habis dijual.

Seperti sudah kita ketahui bersama, untuk menanggulangi


kemiskinan tersebut, pemerintah telah menerapkan berbagai
kebijakan. Akan tetapi sampai saat ini jumlah masyarakat miskin
ternyata masih mengkhawatirkan, dan kesejahteraan masih jauh
dari jangkauan sebagian dari masyarakat. Sebenarnya,
kesejahteraan tidak hanya merupakan tanggung jawab
Pemerintah, melainkan merupakan tanggung jawab bersama
antara pemerintah dan masyarakat. Oleh karena itu, sudah
saatnya masyarakat, khususnya ummat Islam sebagai penduduk
mayoritas, menggali lembaga-lembaga ekonomi Islam yang

49
Ibid., hlm. 36.
50
Ibid., hlm. 37. Lihat juga Awan Setya Dewanto dkk., Kemiskinan dan Kesenjangan di
Indonesia (Yogyakarta: Aditya Media, 1955), hlm. 145-148.

35
USWATUN HASANAH

memungkinkan untuk membantu pemerintah dalam mewujudkan


kesejahteraan rakyat. Berdasarkan pengalaman di berbagai negara
Islam atau negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam,
seperti sudah dikemukakan sebelumnya, ternyata wakaf
dimanfaatkan untuk menanggulangi kemiskinan dan dapat
dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial. Mengapa
kita tidak mencoba untuk mengembangkan lembaga tersebut di
Indonesia?

Wakaf merupakan salah satu lembaga sosial ekonomi


Islam yang potensinya belum sepenuhnya digali dan
dikembangkan. Akan tetapi akhir-akhir ini upaya untuk
mengembangkan potensi wakaf ini terus menerus dilakukan
melalui berbagai pengkajian, baik dari segi peranannya dalam
sejarah, maupun kemungkinan peranannya di masa yang akan
datang. Cukup banyak pemikir-pemikir Islam khususnya pakar
hukum Islam dan ekonomi Islam, seperti Monzer Kahf, Khaled R.
Al-Hajeri, dan Abdulkader Thomas, M.A. Mannan, melakukan
pengkajian tentang wakaf. Pengkajian tentang wakaf ini tidak
hanya terjadi di universitas-universitas Islam, tetapi juga di
Harvard University. Di Universitas ini para pakar ekonomi
syariah berkumpul setiap tahunnya untuk mengkaji masalah
ekonomi Islam termasuk di dalamnya mengenai wakaf. Di
Indonesia sendiri, saat ini wakaf juga cukup mendapat perhatian
dari para ilmuwan dan para praktisi. Hal ini dibuktikan dengan
adanya berbagai seminar maupun lokakarya tentang wakaf.
Bahkan pada saat ini cukup banyak perguruan tinggi yang
menjadikan wakaf sebagai salah satu mata kuliah, seperti
contohnya di Fakultas Hukum UI, Fakultas Hukum Universitas
Tarumanagara, Program Studi Timur Tengah dan Islam
Pascasarjana UI, Islamic Economics and Finance (IEF), Post Graduate
Program, Trisakti University, dan lain-lain. Hal ini semakin
meyakinkan kita bahwa wakaf merupakan salah satu lembaga
sosial- ekonomi Islam yang diharapkan bisa untuk mengatasi
masalah kemiskinan di Indonesia.

36
Wakaf Produktif Untuk Kesejahteraan Sosial Dalam Perspektif Hukum Islam Di Indonesia

Untuk mengembangkan wakaf produktif di Indonesia


pada saat ini sudah tidak ada masalah lagi, karena dalam Undang-
Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf sudah diatur
mengenai berbagai hal yang memungkinkan wakaf dikelola secara
produktif. Jika dibandingkan dengan beberapa peraturan
perundang-undangan tentang wakaf yang sudah ada selama ini,
dalam Undang-Undang tentang Wakaf ini terdapat beberapa hal
baru dan penting. Beberapa di antaranya adalah mengenai
masalah nazhir (pengelola wakaf), harta benda yang diwakafkan
(mauquf bih), dan peruntukan harta wakaf (mauquf ‘alaih), serta
perlunya dibentuk Badan Wakaf Indonesia.

Di berbagai negara, harta yang dapat diwakafkan tidak


terbatas pada benda tidak bergerak, tetapi juga benda bergerak,
termasuk uang. Sebelum Rancangan Undang-Undang Tentang
Wakaf dirumuskan, pada tanggal 11 Mei 2002 Komisi Fatwa
Majelis Ulama Indonesia telah menetapkan fatwa tentang wakaf
uang, yang isinya adalah sebagai berikut.
1. Wakaf uang (Cash Wakaf/Waqf al-Nuqud) adalah wakaf yang
dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan
hukum dalam bentuk uang tunai.
2. Termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat
berharga.
3. Wakaf uang hukumnya jawaz (boleh).
4. Wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk
hal-hal yang dibolehkan secara syar’i.
5. Nilai pokok wakaf uang harus dijamin kelestariannya, tidak
boleh dijual, dihibahkan, dan atau diwariskan.

Berdasarkan fatwa tersebut maka TIM Rancangan Undang-


Undang tentang Wakaf merumuskan aturan yang berkenaan
dengan wakaf benda bergerak termasuk uang. Wakaf uang penting
sekali dikembangkan di negara-negara yang kondisi perekonomian

37
USWATUN HASANAH

yang kurang baik, karena berdasarkan pengalaman di berbagai


negara hasil investasi wakaf uang dapat dipergunakan untuk
menyelesaikan masalah-masalah sosial yang terjadi di negara
yang bersangkuatan. Oleh karena itu dalam Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 2004 Pasal 16 ayat (1) disebutkan bahwa harta
benda wakaf terdiri atas benda tidak bergerak dan benda bergerak.
Adapun pada ayat (2) disebutkan bahwa benda tidak bergerak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan
perUndang-Undangan yang berlaku baik yang sudah
maupun yang belum terdaftar;
b. bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah
sebagaimana dimaksud pada huruf a;
c. tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah;
d. hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan
peraturan perUndang-Undangan yang berlaku;
e. benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syari’ah
dan peraturan perUndang-Undangan yang berlaku.

Adapun pada ayat (3) Pasal yang sama disebutkan bahwa benda
bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah
harta benda yang tidak bisa habis karena dikonsumsi, meliputi:
a. uang;
b. logam mulia;
c. surat berharga;
d. kendaraan;
e. hak atas kekayaan intelektual;
f. hak sewa; dan
g. benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syari’ah dan
peraturan perUndang-Undangan yang berlaku.

38
Wakaf Produktif Untuk Kesejahteraan Sosial Dalam Perspektif Hukum Islam Di Indonesia

Di Indonesia, sudah ada beberapa lembaga yang mencoba


mengelola wakaf uang, seperti Baitul Mal Muamalat, Tabung
Wakaf Indonesia, dan lain-lain, walaupun belum sepenuhnya
mengikuti aturan-aturan yang ada dalam Undang-Undang
tentang Wakaf. Yang sering menjadi pertanyaan masyarakat,
sebenarnya apa yang dimaksud dengan wakaf uang? Wakaf uang
atau kadang disebut dengan wakaf tunai adalah wakaf berupa
uang dalam bentuk rupiah yang dapat dikelola secara produktif,
hasilnya dimanfaatkan untuk mauquf ‘alaih. Ini berarti bahwa uang
yang diwakafkan tidak boleh diberikan langsung kepada mauquf
‘alaih, tetapi nazhir harus menginvestasikan lebih dulu, kemudian
hasil investasi itulah yang diberikan kepada mauquf ‘alaih.

Wakaf uang diharapkan dapat menjadi sarana bagi


rekonstruksi sosial dan pembangunan, di mana mayoritas
penduduk dapat ikut berpartisipasi. Untuk mewujudkan
partisipasi tersebut, maka berbagai upaya pengenalan tentang arti
penting wakaf uang sebagai sarana mentransfer tabungan si kaya
kepada para usahawan (entrepreneurs) dan anggota masyarakat
dalam mendanai berbagai kegiatan di negara-negara Islam perlu
dilakukan secara intensif. Menurut M.A. Mannan, wakaf uang
dapat berperan sebagai suplemen bagi pendanaan berbagai
macam proyek investasi sosial yang dikelola oleh bank-bank
Islam, sehingga dapat berubah menjadi bank wakaf (sebuah bank
yang menampung dana-dana wakaf). Di Bangladesh wakaf uang
memiliki arti yang sangat penting dalam memobilisasi dana bagi
pengembangan wakaf properti. Social Investment Bank Ltd (SIBL)
mengintrodusir Sertifikat Wakaf uang, suatu produk baru dalam
sejarah perbankan sector voluntary. Di Dhaka, Bangladesh SIBL
membuka peluang kepada masyarakat untuk membuka rekening
deposito wakaf uang dengan tujuan mencapai sasaran-sasaran
berikut: (1) Menjadikan perbankan sebagai fasilitator untuk
menciptakan wakaf uang dan membantu dalam pengelolaan
wakaf; (2) Membantu memobilisasi tabungan masyarakat; (3)
Meningkatkan investasi sosial dan mentransformasikan tabungan

39
USWATUN HASANAH

masyarakat menjadi Modal; (4) Memberikan manfaat kepada


masyarakat luas terutama golongan miskin, dengan menggunakan
sumber-sumber yang diambilnya dari golongan orang kaya; (5)
Menciptakan kesadaran di antara orang kaya tentang
tanggungjawab sosial mereka terhadap masyarakat; (6) Membantu
pengembangan Social Capital Market; (7) Membantu usaha-usaha
pembangunan bangsa secara umum dan membuat hubungan
yang unik antara jaminan sosial dan kesejahteraan masyarakat.51

Adapun sasaran pemanfaatan dana hasil pengelolaan


wakaf uang yang dikelola oleh SIBL adalah untuk peningkatan
standar hidup orang miskin, rehabilitasi orang cacat, peningkatan
standar hidup penduduk hunian kumuh, membantu pendidikan
anak yatim piatu, beasiswa, pengembangan pendidikan modern,
pengembangan sekolah, madrasah, kursus, akademi dan
universitas, mendanai riset, membantu pendidikan keperawatan,
riset penyakit tertentu dan membangun pusat riset, mendirikan
rumah sakit dan bank darah, membantu program riset,
pengembangan, dan pendidikan untuk menghormati jasa para
pendahulu, menyelesaikan masalah-masalah sosial non-muslim,
dan membantu proyek-proyek untuk penciptaan lapangan kerja
yang penting untuk menghapus kemiskinan sesuai dengan syariat
Islam.52

Wakaf uang membuka peluang yang unik untuk


menciptakan investasi guna memberikan pelayanan keagamaan,
layanan pendidikan, dan layanan sosial. Tabungan orang-orang
kaya dapat dimanfaatkan dengan menukarkannya dengan Cash-
Waqf Certificate. Hasil pengembangan wakaf yang diperoleh dari
sertifikat tersebut dapat dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan yang

51
M. A. Manna, “Cash-Waqf Certificate Global Apportunities for Developing The Social
Capital Market in 21 -Century Voluntary Sector Banking”, di dalam Harvard Islamic
Finance Information Program-Center for Middle Eastern Studies, Proceedings of The Third
Harvard University Forum on Islamic Finance (Cambridge: Harvard University, 1999), hlm.
249-250
52
Ibid., hlm. 253

40
Wakaf Produktif Untuk Kesejahteraan Sosial Dalam Perspektif Hukum Islam Di Indonesia

bermacam-macam seperti tujuan-tujuan wakaf itu sendiri.


Kegunaan lain dari Cash-Waqf Certificate adalah bahwa dia dapat
mengubah kebiasaan lama di mana kesempatan wakaf seolah-olah
hanya untuk orang-orang kaya saja. Karena Cash-Waqf Certificate
seperti yang diterbitkan oleh Social Investment Bank dibuat dengan
denominasi sekitar US $ 21, maka certivicate tersebut dapat dibeli
oleh sebagian besar ummat Islam, dan bahkan sertifikat tersebut
dapat dibuat dengan pecahan yang lebih kecil lagi. Oleh karena itu
menurut M.A. Mannan, upaya-upaya untuk memperkenalkan
kepada khalayak tentang peran penting wakaf termasuk wakaf
tunai harus dilakukan. Pada saat ini, di Bangladesh wakaf uang
sangat penting artinya dalam memobilisasi dana untuk
pengembangan wakaf properti.53

Menurut penulis, model pengelolaan wakaf yang


dilakukan di Bangladesh ini sangat cocok diterapkan di Indonesia,
karena sebelum Prof. Mannan mengembangkan wakaf uang,
permasalahan perwakafan di Bangladesh hampir sama dengan
permasalahan wakaf di Indonesia. Oleh karena itu sangatlah tepat
dalam Undang-Undang tentang Wakaf, wakaf uang diatur dalam
bagian tersendiri. Dalam Pasal 28 Undang-Undang tentang Wakaf
disebutkan bahwa wakif dapat mewakafkan benda bergerak
berupa uang melalui lembaga keuangan syariah yang ditunjuk
oleh Menteri. Kemudian Pasal 29 ayat (1) menyebutkan bahwa
wakaf benda bergerak berupa uang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28, dilaksanakan oleh wakif dengan pernyataan kehendak
yang dilakukan secara tertulis. Dalam ayat (2) Pasal yang sama
dinyatakan bahwa wakaf benda bergerak berupa uang
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diterbitkan dalam bentuk
sertifikat wakaf uang. Sedangkan dalam ayat (3) diatur bahwa
sertifikat wakaf uang sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
diterbitkan dan disampaikan oleh lembaga keuangan syari’ah
kepada wakif dan nadzir sebagai bukti penyerahan harta benda

53
Ibid., 248

41
USWATUN HASANAH

wakaf. Adapun ketentuan mengenai wakaf benda bergerak


berupa uang diatur lebih lanjut dalam Pasal 22 Peraturan
Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. Wakif yang akan
mewakafkan uangnya diwajibkan untuk

a. hadir di Lembaga Keuangan Penerima Wakaf Uang (LKS-


PWU) untuk menyatakan kehendak wakaf uangnya;
b. menjelask an kepemilikan dan asal-usul uang yang akan
diwakafkan;
c. menyetorkan secara tunai sejumlah uang ke LKS-PWU;
d. Mengisi formulir pernyataan kehendak Wakif yang
berfungsi sebagai AIW.

Dalam hal Wakif tidak dapat hadir sebagaimana dimaksud


pada ayat (3) huruf a, maka Wakif dapat menunjuk wakil atau
kuasanya. Hal ini disebutkan dengan jelas dalam Pasal 22 ayat (4).
Dalam ayat (5) Pasal 22 disebutkan bahwa Wakif dapat
menyatakan ikrar wakaf benda bergerak berupa uang kepada
Nazhir di hadapan PPAIW yang selanjutnya Nazhir menyerahkan
AIW tersebut kepada LKS-PWU. Kemudian wakif dapat
mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui LKS (Lembaga
Keuangan Syariah) yang ditunjuk Menteri (Menteri Agama)
sebagai LKS pengumpul Wakaf Uang (Pasal 23).

Pada saat ini sudah ada lima Bank Syariah yang ditunjuk
oleh Menteri Agama RI sebagai LKS Penerima Wakaf Uang, yakni
PT. Bank Negara Indonesia (PERSERO) Tbk. Divisi Syariah
dengan Keputusan Menteri Agama RI Nomor 92 Tahun 2008; PT.
Bank Muamalat Indonesia Tbk. Dengan Keputusan Menteri
Agama RI Nomor 93 Tahun 2008; PT. Bank DKI Jakarta dengan
Keputusan Menteri Agama RI Nomor 94 Tahun 2008; PT. Bank
Syariah Mandiri dengan Keputusan Menteri Agama Nomor 95
Tahun 2008; dan PT. Bank Mega Syariah Indonesia dengan
Keputusan Menteri Agama RI Nomor 96.

42
Wakaf Produktif Untuk Kesejahteraan Sosial Dalam Perspektif Hukum Islam Di Indonesia

Adapun tugas LKS-PWU menurut Pasal 25 Peraturan


Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 adalah:

a. Mengumumkan kepada publik atas keberadaannya sebagai


LKS Penerima Wakaf Uang;
b. Menyediakan blanko Sertifikat Wakaf Uang;
c. Menerima secara tunai wakaf uang dari wakif atas nama
nazhir;
d. Menempatkan uang wakaf ke dalam rekening titipan
(wadiah) atas nama nazhir yang ditunjuk wakif;
e. Menerima pernyataan kehendak wakif yang dituangkan
secara tertulis dalam formulir pernyataan kehendak wakif;
f. Menerbitkan sertifikat wakaf uang serta menyerahkan
sertifikat tersebut kepada wakif dan menyerahkan tembusan
sertifikat kepada nazhir yang ditunjuk oleh wakif; dan
g. Mendaftarkan wakaf uang kepada Menteri atas nama
Nazhir.

Yang menjadi pertanyaan berikutnya adalah, siapakah


yang menjadi Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW)
menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 dan Peraturan
Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006. Sebelum ada Undang-Undang
Nomor 41 tahun 2004, yang menjadi PPAIW adalah Kepala Kantor
Urusan Agama Kecamatan. Namun pada saat ini menurut PP
Nomor 42 Pasal 37 adalah sebagai berikut:

(1) PPAIW harta benda wakaf tidak bergerak berupa tanah


adalah Kepala KUA dan/atau pejabat yang
menyelenggarakan urusan wakaf.
(2) PPAIW harta benda wakaf bergerak selain uang adalah
Kepala KUA dan/atau pejabat lain yang ditunjuk oleh
Menteri.
(3) PPAIW harta benda wakaf bergerak berupa uang adalah
Pejabat Lembaga Keuangan Syariah paling rendah setingkat
Kepala Seksi LKS yang ditunjuk Menteri.

43
USWATUN HASANAH

(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan
ayat (3) tidak menutup kesempatan bagi wakif untuk
membuat AIW di hadapan Notaris.
(5) Persyaratan Notaris sebagai PPAIW ditetapkan oleh Menteri.

Keberadaan LKS dalam penghimpunan dana wakaf uang


diperkuat dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Pasal 4
ayat (3) disebutkan bahwa Bank Syariah dan UUS54 dapat
menghimpun dana sosial yang berasal dari wakaf uang dan
menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai dengan
kehendak pemberi wakaf (wakif). Dengan dimasukkannya wakaf
dalam beberapa Undang-Undang menunjukkan bahwa wakaf
merupakan lembaga Islam yang harus dikelola secara professional
dengan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada.

Berdasarkan pembahasan yang sudah dikemukakan,


terlihat jelas ada perbedaan yang sangat penting antara peraturan
yang ada sebelum dan sesudah adanya Undang-Undang tentang
Wakaf. Contohnya, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun
1977 yang diatur perwakafan tanah milik, sedangkan dalam
Undang-Undang tentang Wakaf diatur benda tidak bergerak
maupun benda bergerak termasuk wakaf uang. Di samping Pasal
di atas, masih cukup banyak pasal-pasal yang berkenaan dengan
perwakafan dan peraturan untuk mengembangkannya. Hal ini
ditujukan agar wakaf dapat dikelola secara optimal. Pengelolaan
wakaf khususnya wakaf uang memang tidak mudah karena
dalam pengembangannya harus melalui berbagai usaha, dan
usaha ini mempunyai resiko yang cukup tinggi. Oleh karena itu,
pengelolaan dan pengembangan benda wakaf, khususnya wakaf
uang harus dilakukan oleh nazhir yang profesional.
54
Menurut Pasal 1 angka 10 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan
Syariah, yang dimaksud dengan UUS atau Unit Usaha Syariah adalah unit kerja dari kantor
pusat Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit
yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah, atau unit kerja di kantor
cabang dari suatu Bank yang berkedudukan di luar negeri yang yang melaksanakan
kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor
cabang pembantu syariah dan/atau unit syariah

44
Wakaf Produktif Untuk Kesejahteraan Sosial Dalam Perspektif Hukum Islam Di Indonesia

Wakaf uang penting sekali untuk dikembangkan di


Indonesia di saat kondisi perekonomian kian memburuk. Contoh
sukses pelaksanaan sertifikat wakaf tunai (uang) di Bangladesh
dapat dijadikan contoh bagi umat Islam di Indonesia. Jika umat
Islam mampu melaksanakannya dalam skala besar maka akan
terlihat implikasi positif dari kegiatan wakaf uang tersebut. Wakaf
uang mempunyai peluang yang unik bagi terciptanya investasi di
bidang keagamaan, pendidikan, dan pelayanan sosial. Pendapatan
yang diperoleh dari pengelolaan wakaf-wakaf tersebut dapat
dibelanjakan untuk berbagai tujuan yang berbeda-beda, seperti
keperluan pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi
masyarakat, untuk pemeliharaan harta-harta wakaf, dan lain-lain.
Jika ada lembaga wakaf yang mampu mengelola wakaf uang
secara professional, maka lembaga ini merupakan sarana baru
bagi umat Islam untuk beramal. Dalam masalah ini Mustafa
Edwin Nasution pernah melakukan asumsi bahwa jumlah
penduduk Muslim kelas menengah di Indonesia sebanyak 10 juta
jiwa dengan rata-rata penghasilan perbulan antara Rp500.000,00
(lima ratus ribu rupiah)—Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)
maka dapat dibuat perhitungan sebagai berikut. 55

Tabel Potensi Wakaf Uang di Indonesia

Tingkat Penghasilan Jumlah Tarif Potensi Wakaf Potensi Wakaf


/ bulan Muslim Wakaf/bulan Tunai / bulan Tunai / tahun

Rp 500.000 4 juta Rp 5000,- Rp 20 Milyar Rp 240 Milyar

Rp 1 juta –Rp 2 juta 3 juta Rp 10.000 Rp 30 Milyar Rp 360 Milyar

Rp 2 juta – Rp 5 juta 2 juta Rp 50.000 Rp 100 Milyar Rp 1,2 Triliun

Rp 5 juta- Rp 10 juta 1 juta Rp 100.000 Rp 100 Milyar Rp 1,2 Triliun

Total Rp 3 Triliun

55
Mustafa Edwin Nasution dan Uswatun Hasanah (Editor), Wakaf Tunai Inovasi Finansial
Islam, Peluang dan Tantangan dalam Mewujudkan Kesejahteraan Umat (Jakarta: PKTTI-UI,
2005), hlm. 43-44.

45
USWATUN HASANAH

1. Apabila umat Islam yang berpenghasilan Rp500.000,00


sejumlah 4 juta orang dan setiap tahun masing-masing
berwakaf sebanyak Rp60.000,00 maka setiap tahun
terkumpul Rp240.000.000.000,00.
2. Apabila umat yang berpenghasilan Rp1.000.000,00–
Rp2.000.000,00 sejumlah 3 juta orang dan setiap tahun
masing-masing berwakaf Rp120.000,00 maka setiap tahun
terkumpul dana sebanyak Rp360.000.000.000,00.
3. Apabila umat yang berpenghasilan Rp2.000.000,00—
Rp5.000.000,00 sejumlah 2 juta orang dan setiap tahun
masing-masing berwakaf Rp600.000,00 maka setiap tahun
terkumpul dana sebanyak Rp1.200.000.000.000,00.
4. Apabila umaat yang berpenghasilan Rp5.000.000,00–
Rp10.000.000,00 sejumlah 1 juta orang dan setiap tahun
masing-masing berwakaf Rp1.200.000,00 maka setiap tahun
terkumpul dana sebanyak Rp1,200.000.000.000,00.

Dengan demikian wakaf yang terkumpul selama satu


tahun sejumlah Rp3.000.000.000.000,00. Berdasarkan contoh
perhitungan di atas maka terlihat bahwa keberhasilan lembaga
untuk memobilisasi dana wakaf akan sangat menentukan manfaat
keberadaan lembaga wakaf. Yang menjadi masalah, uang tersebut
tidak dapat langsung diberikan kepada mauquf ‘alaih, tetapi nazhir
harus mengelola dan mengembangkannya terlebih dahulu. Yang
harus disampaikan kepada mauquf ‘alaih adalah hasil investasi
dana Rp.3 triliun tersebut, sedangkan uang wakafnya sendiri tidak
boleh berkurang sedikit pun.

Berdasarkan contoh yang sudah dikemukakan


sebelumnya, tampak jelas bahwa tugas nazhir wakaf khususnya
wakaf uang adalah sangat berat. Oleh karena itu menurut saya,
nazhir selain memenuhi syarat-syarat yang disebutkan dalam
Pasal 10 ayat (1) Undang-undang Tentang Wakaf, yaitu a. warga
negara Indonesia; b. beragama Islam; c. dewasa; d. amanah; e.

46
Wakaf Produktif Untuk Kesejahteraan Sosial Dalam Perspektif Hukum Islam Di Indonesia

mampu secara jasmani dan rohani; dan f. tidak terhalang


melakukan perbuatan hukum. Akan tetapi dalam pelaksanaannya
nanti, supaya nazhir dapat bekerja secara profesional dalam
mengelola wakaf maka nazhir khususnya nazhir wakaf uang juga
harus memiliki berbagai kemampuan yang yang menunjang
tugasnya sebagai nazhir wakaf produktif, yakni
1. memahami hukum wakaf dan peraturan perUndang-
Undangan yang terkait dengan masalah perwakafan.
Seorang nadzir sudah seharusnya memahami dengan baik
hukum wakaf dan peraturan perUndang-Undangan yang
terkait dengan masalah perwakafan. Tanpa memahami
hal-hal tersebut, penulis yakin nazhir tersebut tidak akan
mampu mengelola wakaf dengan baik dan benar;
2. memahami pengetahuan mengenai ekonomi syari’ah dan
instrumen keuangan syariah. Wakaf adalah salah satu
lembaga ekonomi Islam yang sangat potensial untuk
dikembangkan. Oleh karena itu sudah selayaknya seorang
nadzir khususnya nadzir wakaf uang dituntut memiliki
dan memahami ekonomi syariah dan instrumen keuangan
syariah;
3. memahami praktik perwakafan khususnya praktif wakaf
uang di berbagai Negara. Dengan demikian yang
bersangkutan mampu melakukan inovasi dalam
mengembangkan wakaf uang, sebagai contoh misalnya
praktik wakaf uang yang dilakukan di Bangladesh, Turki,
dan lain-lain;
4. mengelola keuangan secara professional dan sesuai dengan
prinsip-prinsip syari’ah, seperti melakukan investasi dana
wakaf. Investasi ini dapat dapat berupa investasi jangka
pendek, menengah maupun jangka panjang;

47
USWATUN HASANAH

5. melakukan administrasi rekening beneficiary. Persyaratan


ini memerlukan teknologi tinggi dan sumber daya manusia
yang andal;56
6. mengakses ke calon wakif. Idealnya pengelola wakaf uang
adalah lembaga yang ada kemampuan melakukan akses
terhadap calon wakif, sehingga nadzir mampu
mengumpulkan dana wakaf cukup banyak. Kondisi
demikian jelas akan sangat membantu terkumpulnya dana
wakaf yang cukup besar sehingga diharapkan dapat
meningkatkan kesejahteraan umat;
7. melakukan distribusi hasil investasi dana wakaf.
Disamping mampu melakukan investasi, diharapkan
nazhir juga mampu mendistribusikan hasil investasi dana
wakaf kepada mauquf ‘alaih. Diharapkan
pendistribusiannya tidak hanya bersifat konsumtif, tetapi
dapat memberdayakan mauquf ‘alaih;
8. mengelola dana wakaf secara transparan dan akuntabel.

Dengan syarat-syarat yang demikian, diharapkan nazhir


benar-benar dapat mengembangkan wakaf uang dengan baik,
sehingga hasilnya dapat dipergunakan untuk mewujudkan
kesejahteraan sosial. Untuk mendapatkan nazhir yang memenuhi
syarat di atas tentu tidak mudah, tetapi memerlukan waktu.
Untuk meningkatkan kualitas nazhir tersebut, maka pembinaan
terhadap mereka perlu segera dilakukan. Untuk itu di dalam
Undang-Undang 41 Tahun 2004 tentang Wakaf diamanatkan
perlunya dibentuk Badan Wakaf Indonesia. Dalam Pasal 47 ayat
(1) Undang-Undang Tentang Wakaf disebutkan bahwa dalam
rangka memajukan dan mengembangkan perwakafan nasional,
dibentuk Badan Wakaf Indonesia. Badan Wakaf Indonesia
tersebut berkedudukan di ibukota Negara Kesatuan Republik

56
Lihat juga: Muhammad Syafi’I Antonio “Bank Syariah Sebagai Pengelola Dana Waqaf”,
disampaikan pada Workshop Internasional Pemberdayaan Ekonomi Umat Melalui
Pengelolaan Wakaf Produktif, diselenggarakan oleh DEPAG-IIIT, 7-8 Januari 2002.

48
Wakaf Produktif Untuk Kesejahteraan Sosial Dalam Perspektif Hukum Islam Di Indonesia

Indonesia dan dapat membentuk perwakilan di provinsi dan/atau


kabupaten/kota sesuai dengan kebutuhan (Pasal 48). Dalam Pasal
51 ayat (1) disebutkan bahwa Badan Wakaf Indonesia terdiri atas
Badan Pelaksana dan Dewan Pertimbangan. Keanggotaan Badan
Wakaf Indonesia diangkat untuk masa jabatan selama 3 (tiga) tahun
dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.

Dalam Pasal 57 ayat (1) disebutkan bahwa untuk pertama


kali pengangkatan keanggotaan Badan Wakaf Indonesia diusulkan
kepada Presiden oleh Menteri (Menteri Agama). Alhamdulillah,
setelah melalui proses yang cukup panjang, pada akhirnya
Menteri Agama Republik Indonesia telah berhasil memilih calon
anggota Badan Wakaf Indonesia untuk diusulkan kepada
Presiden. Pada tanggal 13 Juli 2007, Keputusan Presiden Republik
Indonesia tentang pengangkatan anggota Badan Wakaf Indonesia
tersebut ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Di berbagai negara yang perwakafannya telah berkembang


dengan baik, pada umumnya mereka mempunyai Badan Wakaf
atau lembaga yang setingkat dengan Badan Wakaf. Kita sebut saja
misalnya Mesir, Saudi Arabia, Sudan, dan lain-lain. Di Mesir
misalnya, Badan Wakaf sudah dibentuk sejak tahun 1971
berdasarkan Undang-Undang Nomor 80 Tahun 1971.57 Badan
Wakaf di Mesir berada di bawah Departemen Perwakafan atau
Wizaratul Auqaf. Tugas utama Badan Wakaf Mesir adalah
menangani berbagai masalah wakaf dan mengembangkannya
secara produktif sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Di samping itu Badan Wakaf Mesir juga
berkewajiban mengusut wakaf yang bermasalah,
mendistribusikan hasil wakaf dan melaksanakan segala kegiatan
yang telah ditetapkan. Sebagai negara yang cukup berpengalaman
dalam menangani masalah wakaf, orang-orang yang mereka
57
Jumhuriyyah Misr al-‘Arabiyyah, Qawanin al-Waqf wa al-Hikr wa al-Qararat al-
Tanfidziyyah (Kairo: Al-Haiah al-‘Ammah li syuun al-Mathabi al-Amiriyyah, 1993), hlm.
143-144.

49
USWATUN HASANAH

tempatkan dalam Badan Wakaf adalah orang-orang yang


profesional dalam bidang mereka masing-masing. Untuk
memperlancar kegiatannya, Badan Wakaf Mesir juga
mengundang para profesional di luar mereka yang sudah menjadi
pengurus. Badan Wakaf Mesir mempunyai wewenang untuk
mengelola dan mendistribusikan hasil pengelolaan kepada mereka
yang berhak dengan sebaik-baiknya, sehingga wakaf tersebut
dapat berfungsi untuk mewujudkan kesejahteraan umat.58

Di samping Mesir, Saudi Arabia juga mempunyai


semacam Badan Wakaf yang diberi nama Majelis Tinggi Wakaf.
Majelis Tinggi Wakaf ada di bawah Kementerian Hajji dan Wakaf.
Majelis Tinggi Wakaf ini diatur dengan Ketetapan No. 574 tanggal
16 Rajab 1386 sesuai dengan Surat Keputusan Kerajaan No. M/35,
tanggal 18 Rajab 1386.59 Adapun wewenang Majelis Tinggi Wakaf
antara lain mengembangkan wakaf secara produktif dan
mendistribusikan hasil pengembangan wakaf kepada mereka
yang berhak. Sehubungan dengan hal itu, Majelis Tinggi Wakaf
juga mempunyai wewenang untuk membuat program
pengembangan wakaf, pendataan terhadap aset wakaf serta
memikirkan cara pengelolaannya, menentukan langkah-langkah
penanaman Modal, dan langkah-langkah pengembangan wakaf
produktif lainnya, serta mempublikasikan hasil pengembangan
wakaf kepada masyarakat.60

58
Ibid., hlm. 146
59
As’ad Hamzah Syairah, di dalam Hasan Abdullah Amin, Idarah wa Tatsmir Mumtalakat
al-Auqaf (Jeddah: al-Ma’had al-Islamy li Buhuts wa al-Tadrib al-Bank al-Islamy li
Tanmiyyah, 1989), hlm. 324. Di negara-negara yang wakafnya dikelola oleh Pemerintah,
pada umumnya negara-negara tersebut memiliki Departemen Perwakafan, seperti
misalnya Irak dengan nama Wizarat al-Auqaf wa Syu'un ad-diniyah, Kuwait dan
Persatuan Emirat Arab juga memiliki Kementerian Perwakafan. Kementerian Perwakafan
yang ada di negara-negara Islam atau negara yang penduduknya mayoritas beragama
Islam, menangani wakaf ini dengan usaha-usaha yang mengarah pada penertiban,
pemeliharaan, pengembangan, dan pembelanjaan wakaf sesuai syarat-syarat yang telah
ditentukan oleh wakif dan sesuai dengan Undang-undang perwakafan di negara yang
bersangkutan. Di tiap-tiap negara atau kerajaan yang memiliki Kementerian Perwakafan,
pada umumnya masing-masing memiliki Badan Khusus yang menangani wakaf di
lapangan.
60
Ibid.

50
Wakaf Produktif Untuk Kesejahteraan Sosial Dalam Perspektif Hukum Islam Di Indonesia

Dalam mengembangkan wakaf, Sudan juga melakukan


eksperimen manajemen dengan membentuk Badan Wakaf Islam
yang bekerja tanpa ada keterikatan dengan Kementerian Wakaf.
Wewenang yang diberikan kepada Badan Wakaf Islam antara lain
menertibkan tanah-tanah wakaf dan menggalakkan tradisi
berwakaf bagi para dermawan. Kebangkitan wakaf di Sudan lebih
tampak lagi sejak tahun 1991 karena Kementerian memberikan
beberapa keistimewaan kepada Badan Wakaf yang antara lain
terdiri dari penyediaan dana cadangan bagi lembaga wakaf yang
mengelola proyek tanah produktif baik untuk pertanian,
pemukiman, maupun pusat perdagangan. Dalam melaksanakan
tugasnya, Badan Wakaf pada dasarnya mempunyai dua garapan:
pertama, menggalakkan wakaf baru dan kedua, meningkatkan
pengembangan harta produktif. Berdasarkan dua garapan
tersebut, yang menarik untuk dikaji lebih lanjut adalah garapan
kedua yakni pengembangan harta produktif. Sehubungan dengan
tugasnya untuk mengembangkan harta wakaf, Badan Wakaf
Sudan menginvestasikan harta wakaf yang ada dalam masyarakat
dengan manajemen yang baik. Dengan demikian, hasilnya dapat
dimanfaatkan oleh mauquf ’alaih untuk meningkatkan ekonomi
mereka. Dalam kondisi wakaf tidak diketahui asal-usulnya maka
Badan Wakaf mengelolanya secara produktif dan
menyalurkannya kepada mereka yang berhak. Untuk
mengembangkan wakaf tersebut Badan Wakaf mendirikan
beberapa perusahaan, salah satunya Perusahaan Kontraktor.
Perusahaan ini bertujuan melakukan rehabilitasi bangunan serta
membuat perencanaan bangunan dan penyelesaiannya. Selain itu,
Badan Wakaf mendirikan bank untuk membantu proyek
pengembangan wakaf dan mendirikan perusahaan
pengembangan bisnis dan industri.61 Yang menjadi pertanyaan
”bagaimana dengan Badan Wakaf Indonesia” ?

61
Monzer Kahaf, op.cit., hlm. 312.

51
USWATUN HASANAH

Dalam Pasal 47 ayat (2) Undang-Undang No. 41 Tahun


2004 Tentang Wakaf disebutkan bahwa Badan Wakaf Indonesia
merupakan lembaga independen dalam melaksanakan tugasnya.
Adapun tugas dan wewenang Badan Wakaf Indonesia disebutkan
dalam Pasal 49 ayat (1). Dalam Pasal tersebut dinyatakan bahwa
Badan Wakaf Indonesia mempunyai tugas dan wewenang:
a. melakukan pembinaan terhadap nazhir dalam mengelola
dan mengembangkan harta wakaf;
b. melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda
wakaf berskala nasional dan internasional;
c. memberikan persetujuan dan/atau izin atas perubahan
peruntukan dan status harta benda wakaf;
d. memberhentikan dan mengganti nazhir;
e. memberikan persetujuan atas penukaran harta benda wakaf;
f. memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah
dalam penyusunan kebijakan di bidang perwakafan.

Adapun ayat (2) Pasal yang sama menyebutkan bahwa


dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Badan Wakaf Indonesia dapat bekerjasama dengan instansi
Pemerintah, baik Pusat maupun daerah, organisasi masyarakat,
para ahli, badan internasional, dan pihak lain yang dianggap
perlu. Dalam Pasal 50 disebutkan bahwa dalam melaksanakan
tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, Badan Wakaf
Indonesia memperhatikan saran dan pertimbangan Menteri dan
Majelis Ulama Indonesia.

Berdasarkan Undang-Undang Tentang Wakaf, Badan


Wakaf Indonesia (BWI) mempunyai tanggungjawab untuk
mengembangkan perwakafan di Indonesia menuju era wakaf
produktif, yaitu wakaf yang dapat meningkatkan ekonomi dan
kesejahteraan umum. Sehubungan dengan tugas dan
wewenangnya tersebut Badan Wakaf Indonesia merumuskan visi,

52
Wakaf Produktif Untuk Kesejahteraan Sosial Dalam Perspektif Hukum Islam Di Indonesia

yaitu terwujudnya lembaga independen yang dipercaya


masyarakat, mempunyai kemampuan dan integritas untuk
mengembangkan perwakafan nasional dan internasional. Adapun
misinya adalah menjadikan Badan wakaf Indonesia sebagai
lembaga profesional yang mampu mewujudkan potensi dan
manfaat ekonomi harta benda untuk kepentingan ibadah dan
kesejahteraan umum.

Untuk merealisasikan visi dan misi tersebut, BWI telah


merumuskan strategi, yaitu :
1. Meningkatkan kopetensi dan jaringan Badan Wakaf
Indonesia baik nasional maupun internasional;
2. Membuat peraturan dan kebijakan di bidang perwakafan;
3. Meningkatkan kesadaran dan kemauan masyarakat untuk
berwakaf;
4. Meningkatkan profesionalitas dan keamanahan nazhir
dalam pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf;
5. Mengkoordinasikan dan membina seluruh nazhir wakaf;
6. Menertibkan pengadministrasian harta benda wakaf;
7. Mengawasi dan melindungi harta benda wakaf;
8. Menghimpun, mengelola dan mengembangkan harta
benda wakaf yang berskala nasional dan internasional.

Untuk merealisasikan visi, misi, dan strategi yang sudah


dikemukakan, BWI mempunyai 5 divisi, yaitu :
1. Divisi Pembinaan Nazhir, dengan program kerja
menyusun standar etika dan profesionalitas nazhir;
mendata dan memetakan nazhir; serta menyelenggarakan
pelatihan nazhir.
2. Divisi Pengelolaan dan Pengembangan Harta Benda
Wakaf, dengan program kerja pemetaan tanah wakaf

53
USWATUN HASANAH

untuk tujuan produktif; pengaturan dan pengembangan


wakaf uang; pembangunan Gedung wakaf Center; dan
pengembangan program investasi harta benda wakaf.
3. Divisi Kelembagaan, dengan program kerja menyiapkan
berbagai peraturan perwakafan; menyiapkan dan
menyusun pedoman perubahan status dan penukaran
harta benda wakaf, serta mengembangkan kerjasama
dengan lembaga-lembaga lain.
4. Divisi Hubungan Masyarakat, dengan program kerja
sosialisasi dan edukasi publik tentang wakad dan
peraturan perundang-undangannya melalui seminar,
penerbitan buku, website, dan lain-lain.
5. Divisi Penelitian dan Pengembangan, dengan program
kerja inventarisasi dan pemetaan aset-aset wakaf di
seluruh Indonesia, pemetaan dan analisis potensi ekonomi
dari aset-aset wakaf, publikasi karya ilmiah dan populer
mengenai perwakafan.

Diharapkan dengan strategi dan program-program kerja


divisi-divisi yang ada, BWI dapat melaksanakan tugas dan
fungsinya dengan baik. Yang menjadi tantangan bagi BWI adalah
merealisasikan program-program yang dicanangkan. Untuk
merealisasikan program-program tersebut, tidaklah mudah. Oleh
karena di samping memerlukan biaya yang cukup besar,
sumberdaya yang memadai, juga diperlukan peraturan untuk
menjalankannya. Sebagai contoh kasus, dalam menerapkan wakaf
uang. Meskipun beberapa bank yang ditunjuk Menteri Agama
sebagai LKS Penerima Wakaf Uang sudah siap untuk
mengaplikasikannya, tetapi sampai saat ini belum dapat bekerja
karena Peraturan Menteri Agama tentang Administrasi
Pendaftaran Wakaf Uang seperti diamanatkan dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 42 tahun 2006 masih dalam proses. Saya
berharap, saat pidato pengukuhan ini saya bacakan, Peraturan

54
Wakaf Produktif Untuk Kesejahteraan Sosial Dalam Perspektif Hukum Islam Di Indonesia

Menteri Agama tentang Administrasi Pendaftaran Wakaf Uang


sudah ada. Dengan demikian, LKS-PWU dapat menerima uang
dari wakif, untuk selanjutnya dapat dikelola secara produktif oleh
nazhir. Untuk mengelola wakaf uang, Badan Wakaf Indonesia
telah menyusun Rancangan Peraturan Badan Wakaf Indonesia
tentang Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Harta Benda
Wakaf Bergerak Berupa Uang. Dengan Peraturan BWI tersebut
diharapkan nazhir wakaf uang yang selama ini sudah ada, dapat
mengaplikasikannya sesuai dengan peraturan yang ada.

Saya yakin dengan pembinaan nazhir yang akan dilakukan


BWI, di masa yang akan datang, Indonesia akan memiliki nazhir-
nazhir yang profesional, yang mampu mengelola wakaf secara
produktif berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada.
Dengan demikian, hasil pengembangan wakaf yang dikelolanya
dapat digunakan untuk mewujudkan kesejahteraan sosial.
Meskipun demikian, harus kita sadari bersama bahwa berhasilnya
pengelolaan dan pengembangan wakaf di Indonesia tidak hanya
ditentukan oleh kemampuan nazhir, tetapi juga sangat tergantung
pada komitmen bersama antara nazhir, masyarakat khususnya
umat Islam, Badan Wakaf Indonesia dan pemerintah. Wallahu
a’lam.

Ibu dan Bapak yang saya muliakan,

Pada akhir Pidato Pengukuhan ini, perkenankanlah saya


mengucapkan rasa syukur yang sangat mendalam kepada Allah
swt karena tanpa ridho dan izin-Nya saya tidak mungkin berdiri
di atas mimbar pada hari ini. Di samping itu, perkenankanlah saya
menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang mendalam
kepada semua pihak yang telah membimbing, mendampingi,
berjasa, dan berperan dalam mengantar kehidupan dan karir saya.

55
USWATUN HASANAH

Pertama-tama, saya ingin menyampaikan terima kasih


kepada Bapak Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia
yang telah memberikan kepercayaan kepada saya untuk
memangku jabatan Guru Besar Tetap di Fakultas Hukum
Universitas Indonesia. Terima kasih juga saya sampaikan kepada
Rektor UI, Bapak Prof. Dr. Der. Soz. Gumilar Rusliwa Somantri
beserta seluruh Wakil Rektor dan seluruh jajarannya atas segala
usaha dan jerih payah serta bantuan mulai dari proses pengusulan
hingga terselenggaranya acara pengukuhan pada hari ini. Saya
juga ingin menyampaikan terima kasih kepada para anggota
Dewan Guru Besar UI yang telah memberi kesempatan kepada
saya untuk mengemban amanah sebagai Guru Besar.

Rasa terima kasih juga saya sampaikan kepada Dewan


Guru Besar FHUI yang diketuai oleh Prof. Arie S. Hutagalung,
S.H., MLI, dengan Sekretaris Prof. Dr. Anna Erliyana, S.H., M.H.
yang memulai pengusulan saya, terutama kepada anggota tim
penilai, yakni Prof. Wahyono Darmabrata, S.H., M.H., dan Prof.
Dr. Ramly Hutabarat.

Kepada Dekan FHUI pada waktu itu, Prof. Hikmahanto


Juwana, S.H., LL.M, Ph.D, dan Dekan FHUI yang sekarang, Prof.
Safri Nugraha, S.H., LL.M., Ph.D., beserta wakil Dekan dan
seluruh jajarannya; kepada Bagian Kepegawaian FHUI, Pak
Djemari dan rekan-rekan, serta kepada semua pihak yang telah
membantu proses pengusulan saya dan yang memungkinkan
terlaksananya acara pengukuhan ini, saya sampaikan terima kasih
dan penghargaan yang sebesar-besarnya.

Tiga puluh tahun saya habiskan di bangku sekolah, dari


Sekolah Dasar Program Doktor; untuk itu saya menyampaikan
ucapan terima kasih yang mendalam kepada guru-guru S.D.,
khususnya Bapak Yusuf (almarhum), yang mengajar saya menulis
dan membaca. Juga guru-guru Mu’allimat Muhammadiyah
Yogyakarta, khususnya Ibu Laila Muqaddas, yang dengan sabar

56
Wakaf Produktif Untuk Kesejahteraan Sosial Dalam Perspektif Hukum Islam Di Indonesia

mendidik saya sehingga saya mempunyai kepribadian yang


mantap. Beliau berpesan agar Uswatun benar-benar menjadi
Uswatun Hasanah. Semoga amal ibadahnya diterima Allah swt.
Saya juga menyampaikan terima kasih kepada dosen-dosen S1
IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (sekarang UIN) dan dosen-dosen
S2 dan S3 IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya Prof. Dr.
Satria Effendi M. Zein (almarhum), Prof. Dr. Deliar Noer, Ibu Prof.
Dr. Huzaemah T. Yanggo, yang telah memberikan yang terbaik
untuk mahasiswa-mahasiswanya. Saya juga menyampaikan
terima kasih kepada Prof. Dr. Srie-Edi Swasono selaku
pembimbing tesis; Prof. Dr. Busthanul Arifin dan Prof. Dr. Satria
Effendi M. Zein. Di bawah bimbingan beliau-beliaulah saya harus
banyak belajar hukum Islam dan ekonomi Islam secara
bersamaan. Khusus kepada Prof. Busthanul, saya mengucapkan
terima kasih yang tak terhingga karena Beliaulah yang memberi
semangat kepada saya untuk melakukan penelitian tentang
praktik perwakafan di berbagai negara di Timur Tengah dan
Beliau pula yang mencarikan sponsor. Terima kasih juga saya
sampaikan kepada Prof. Dr. Nabilah Lubis, teman sekaligus
kakak, yang dengan sabar menemani belajar dan penelitian di
berbagai Negara, serta Dr. Isnawati Rais, yang selalu siap setiap
saat menjadi penasihat spiritual saya.

Ucapan terima kasih berikutnya, saya sampaikan Kepada


Bu Lik Prof. Dr. Alef Theria Wasim dan Pak Lik Wasim Bilal, yang
telah mengarahkan hidup saya untuk menjadi ilmuwan. Pada
tahun 1982, saya hijrah ke Jakarta, setelah diumumkan saya
diterima sebagai Dosen Agama Di Universitas Indonesia. Di tahun
itu juga saya diminta oleh Prof. Daud Ali untuk membantu
mengasuh mata kuliah Hukum Islam di FHUI dan Lembaga-
lembaga Islam di FISIP-UI, tugas tersebut tetap saya laksanakan
sampai sekarang. Pada awal di Jakarta saya tinggal di seberang
kampus FHUI Rawamangun, di rumah Bu Lik Khoiriyyah
bersama sahabat saya Mbak Isti Rokhiyah. Terima kasih Bu Lik
atas perhatian dan bimbingannya. Juga Mbak Isti, terima kasih

57
USWATUN HASANAH

atas semuanya, alhamdulillah, sampai sekarang kita tetap menjadi


sahabat baik dalam suka maupun duka.

Ucapan terima kasih yang sangat mendalam saya


sampaikan kepada (Alm.) Prof. H. Moh Daud Ali, S.H. dan Ibu
Habibah Daud Ali, S.H. yang dengan keras telah mendidik,
membina, dan membimbing saya sejak saya menginjakkan kaki di
Jakarta sampai beliau wafat. Tanpa gemblengan Prof. H. Moh.
Daud, Ali, S.H. rasanya saya mustahil dapat menjadi seperti
sekarang ini. Semoga amal ibadah Prof. Daud Ali diterima Allah
swt dan saya bersama-sama dengan Tim Hukum Islam tetap
mampu mengembangkan mata kuliah-mata kuliah yang
dipercayakan kepada kami di FHUI. Setelah Prof. Daud Ali, wafat,
terus terang saya sangat kehilangan sosok pembimbing yang tegas
dan ikhlas, sehingga membuat saya shock. Alhamdulillah di tengah
kegundahan hati, Allah mengirim seseorang yang mampu
melanjutkan gemblengan Prof. Daud Ali, yakni Prof. Harkristuti
Harkrisnowo, S.H., M.A., Ph.D. Di bawah bimbingan dan binaan
beliau, akhirnya saya mampu tegar dan semangat untuk terus
belajar dan berkarya. Terima kasih, Mbak (sapaan akrab saya
kepada Prof. Harkristuti), atas semuanya. Keberanian
menyampaikan kebenaran yang pernah Mbak pesankan, insya
Allah akan tetap saya lakukan. Terima kasih juga saya sampaikan
kepada Prof. Dr. Tahir Azhary, S.H., Prof. Dr. Jimly Assiddiqi,
S.H., M.A., Prof. Dr. Erman Erman Rajagukguk, Prof. Dr. Satya
Arinanto, S.H., Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H., yang
selalu memberi dukungan dan dorongan kepada saya untuk
menjadi Guru Besar.

Terima kasih juga saya sampaikan kepada para senior


saya, khususnya Mbak Surini Ahlan Syarif, S.H., M.H., yang selalu
mendampingi dan menemani saya sejak tahun 1983 sampai
sekarang, baik di waktu susah maupun sedang. Beliaulah senior
yang selalu ada di hati saya karena selalu bersedia mendengarkan
keluhan dan berusaha mencarikan solusinya. Saya akan selalu

58
Wakaf Produktif Untuk Kesejahteraan Sosial Dalam Perspektif Hukum Islam Di Indonesia

ingat makan siang yang selalu Mbak siapkan saat di


Rawamangun. Juga Mbak Dr. Jufrina Rizal, kakak dan teman baik
saya, terima kasih atas kerjasama dan bimbingannya.

Terima kasih juga saya sampaikan kepada teman-teman di


Bidang Studi Perdata, pertama kepada sahabat karibku, Prof. Dr.
Rosa Agustina, S.H., M.H. Rosa, alhamdulillah beberapa jembatan
telah kita lewati bersama, dan terima kasih Prof. Rosa tetap setia
menungguku di tempat tujuan, akhirnya kita dapat bersama-sama
dikukuhkan. Juga terima kasih kepada Dr. Nurul Ilmiah dan
teman-teman lain, seperti Budi, Ira, Yetty, Wenny, Brian, Henny,
Abdul Salam, Nadia, dan teman-teman lain di Bidang Studi
Perdata, di tengah-tengah kesibukannya, Mbak Nurul dan teman-
teman masih bersedia menyiapkan berbagai hal yang terkait
dengan acara pengukuhan. Juga terima kasih saya sampaikan
kepada Myra, Afdlol, Mbak Win, Mbak Susi, Ibu Sulaikin Lubis,
Mbak Neng Djubaedah, Zainal Arifin, Mbak Wismar ‘Ain, Farida
P, Wirdianingsih, Gemala Dewi, Yenni S.B., saya berharap Mbak
dan Adik-adik segera menyusul kami. Terima kasih juga saya
sampaikan kepada teman-teman di Sentra HAM, Dr. Surastini, Dr.
Rudy Satrio, Eva, Mutia, Lina dan teman-teman lain. Juga adik-
adik yang aktif di Lembaga Kajian Islam dan Hukum Islam, Heru,
Jaka, Rika, dan lain-lain, terima kasih atas kerjasamanya yang
baik. Terima kasih saya sampaikan kepada dosen-dosen Agama
Islam Universitas Indonesia, Pak Zakky, Pak Mujilan, Pak Zainal
Abidin, Ibu Husmiaty, Pak Nurwahidin, Pak Kailany, Pak Syarial,
Pak Shihabuddin, juga dosen-dosen MPKT, Pengurus Mesjid
Ukhuwah Islamiyah. Juga saya menyampaikan terima kasih
kepada almarhum Pak Aman, yang sewaktu hidupnya selalu siap
untuk mengantar saya kapan pun dan kemana pun saya pergi,
sehingga memperlancar tugas dan tanggung jawab saya. Semoga
amal ibadahnya diterima Allah.

Ucapan terima kasih juga saya sampaikan Pengurus


Dewan Syariah Nasional, khususnya kepada Bapak K.H. Ma’ruf

59
USWATUN HASANAH

Amin dan Prof. Dr. Din Syamsuddin, yang telah memberi


kepercayaan kepada saya untuk bergabung di dalamnya.
Kemudian terima kasih juga saya sampaikan kepada teman-teman
Pengurus Badan Wakaf Indonesia, yang dipimpin oleh Bapak
Prof. Dr. K.H. Tholhah Hasan. Kepada Pengurus Masyarakat
Ekonomi Syariah, Bapak Dr. Muliaman Hadad, Pak Aries Mufti,
Pak Syakir, dan lain-lain, Pengurus Ikatan Ahli Ekonomi Islam
Indonesia, Pak Mustafa Edwin, Pak Agustianto, Prof. H. Sofyan
Safri Harahap, dan lain-lain saya menyampaikan terima kasih atas
kerjasamanya.

Terima kasih juga saya sampaikan kepada teman-teman


wartawan, khususnya Saudara Guntur Soebagio dengan majalah
Modal-nya. Majalah Modal memiliki andil yang sangat besar
terhadap perkembangan wakaf di Indonesia dan karier saya. Juga
terima kasih kepada Pak Rizqullah dengan majalah Sharing-nya
telah membantu tersosialisasinya wakaf di Indonesia. Juga kepada
Darojah (mantan wartawan Republika), Ferry (Republika), dan
teman-teman wartawan lainnya. Juga kepada adinda Indah Rini
Wulandari, S.S., M.Si., terima kasih atas kelonggaran waktu untuk
mencermati naskah ini.

Saya juga menyampaikan terima kasih kepada keluarga


besar Simbah Nasri, Bude Munjiyah, Lik Suri, Lik Sunar dan
Keluarga Simbah Dakawon, Lik Abdullah, Bu Dur, Lik Ifah,
terima kasih bimbingan dan doanya.

Selanjutnya perkenankan saya menyampaikan isi hati saya


kepada seluruh keluarga dekat saya. Kepada yang tercinta ayah
saya, almarhum Bapak H. A. Syamsuddin yang selama hidup
menjadi panutan dan suri tauladan bagi saya. Pelajaran yang
banyak saya ambil dari Bapak adalah perlunya kesabaran,
keikhlasan, kerja keras, dan mendekatkan diri kepada Allah dalam
mengarungi kehidupan. Bapak, walaupun berat dan masih jauh
dari yang seharusnya, saya akan selalu berusaha mewujudkan

60
Wakaf Produktif Untuk Kesejahteraan Sosial Dalam Perspektif Hukum Islam Di Indonesia

harapan Bapak terhadap saya yang tercermin dalam nama yang


Bapak berikan, yakni Uswatun Hasanah (Suri tauladan yang baik).
Kepada Ibunda tercinta, Ibu Siti Djauharoh, saya menyampaikan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu yang telah dengan
sabar mendidik saya untuk bekerja keras, disiplin, memahami
orang lain, dan mandiri, sehingga saya dapat mencapai salah satu
harapan Ibu, yakni bermanfaat untuk keluarga dan umat.
Beruntung pulalah saya memiliki lima saudara kandung, yang
tetap bersatu teguh, susah dan senang tetap bersama-sama.
Terima kasih Amin, Kelik, Ozan, Nurul, dan Irfah atas perhatian,
pengertian, pengorbanan, dan kasih sayang yang kalian berikan
terutama di saat saya terpuruk. Khusus kepada adinda Irfah,
terima kasih atas perhatian yang Irfah berikan, sehingga saya
sanggup bertahan walau badai sering menghantam diriku. Suatu
saat saya berharap Irfah atau Zainal mengikuti jejakku. Juga
kepada saudara iparku, Tomo, Kuntari, Erry, Bambang, Zainal, Yu
Pah, Yu Narti, Yu Kati, Mas Paijo, dan Yu Supi (almahumah),
terima kasih atas pengertian dan pengorbanan yang telah
diberikan.

Selanjutnya ucapan terima kasih saya sampaikan kepada


suami tercinta, Mas Hadimulyo, di samping teman diskusi, beliau
juga imam shalat dan hidupku. Terima kasih atas semuanya, Pa.
Tanpa perhatian, bimbingan, kasih sayang, dan dukungan yang
Papa berikan, rasanya tak mungkin Mama dapat menyampaikan
pidato pengukuhan Guru Besar pada hari ini. Juga kepada anak-
anakku, Laily, Annis, dan Azhar, terima kasih atas pengertian dan
pengorbanan kalian. Saya yakin dan berdoa, suatu saat, kalian
akan memperoleh kesuksesan di bidang yang kalian tekuni. Amin
ya Rabb al-‘alamin.

Tak lupa kepada Bude, Pak Lik dan Bu Lik, Mas, Mbak,
dan semua keponakan, serta saudara-saudara yang tidak dapat
saya sebutkan satu per satu, terima kasih atas perhatian, doa restu

61
USWATUN HASANAH

dan kehadirannya pada acara ini. Semoga Tuhan selalu


memberikan rahmah dan hidayah-Nya kepada kita semua.

Hadirin yang saya muliakan,

Sebagai penutup dari pidato pengukuhan saya sebagai


Guru Besar di Universitas Indonesia, saya menghaturkan terima
kasih atas kehadiran dan kesabaran Ibu dan Bapak dalam
mengikuti proses Acara Pengukuhan Guru Besar hari ini sampai
selesai. Semoga Allah selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-
Nya kepada kita semua, dan saya dapat mengemban tugas dan
amanah ini dengan sebaik-baiknya.

Wabillahi taufiq wa al-hidayah, Wassalamu’alaikum wr. wb.

Jakarta, 6 April 2009

62
Wakaf Produktif Untuk Kesejahteraan Sosial Dalam Perspektif Hukum Islam Di Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mohammad Daud, Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum dan


Tata Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 1990.
Azizy, A. Qodri, Eklektisisme Hukum Nasional, Kompetisi antara
Hukum Islam dan Hukum Umum, Yogyakarta: Gama Media,
2002.
Ahmad, Khursid (ed.), Pesan Islam, diterjemahkan oleh Achsin
Muhammad , (Bandung : Pustaka, 1983)..
Amin, Hasan ‘Abdullah, Idarah wa Tatsmir Mumtalakat al-Auqaf,
Jeddah: al- Ma’had al-Islamy li al-Buhus wa al-Tadrib al-Bank
al-Islamy li Tanmiyyah, 1989.
Antonio, Muhammad Syafi’I, “Bank Syariah Sebagai Pengelola
Dana Waqaf”, disampaikan pada Workshop Internasional
Pemberdayaan Ekonomi Umat Melalui
Pengelolaan Wakaf Produktif, diselenggarakan oleh DEPAG-IIIT,
7-8 Januari 2002.
Basar, Hasmet (Ed), Management and Development of Awqaf
Properties , Jeddah: Islamic Research and Training Institute
Islamic Development Bank, 1987.
Basyir, Ahmad Azhar, Hukum Islam tentang Wakaf, Ijarah dan
Syirkah, Bandung: Al-Ma’arif, 1987.
Direktorat Pemberdayaan Wakaf, “Perkembangan Sertifikasi
Tanah Wakaf Per Provinsi Seluruh Indonesia”, Jakarta:
Departemen Agama, November 2008
Direktorat Pemberdayaan Wakaf, “Data Luas dan Lokasi Tanah
Wakaf Nasional Sampai Dengan Tahun 2008”, Jakarta, 22 April
2008.

63
USWATUN HASANAH

Dewanto, Awan Setya dkk., Kemiskinan dan Kesenjangan di


Indonesia ,Yogyakarta: Aditya Media, 1955.
Direktorat Diseminasi Statistik, Data Strategis BPS, Jakarta: Badan
Pusat Statistik, 2008
Djatnika, Rachmat, Wakaf Tanah, Surabaya : Al Ikhlas t.t.
Jumhuriyyah Misr al-‘Arabiyyah, Qawanin al-Auqaf wa al-Hikr wa
Qararat al- Tanfiziyyah, Cayro: Al-Haiah al-‘Ammah li Syuun al-
Matabi al-Amiriyyah, 1993.
Haryono, Anwar, Hukum Islam Keluasan dan Keadilannya, Jakarta:
Bulan Bintang, 1969
Hasan, Ibrahim Hasan, Tarikh al-Daulah al-Islamiyyah, Cet. II,
Lajnah al-Ta’lif wa al-Tarjamah wa al-Nasyr, 1958.
Hutabarat, Ramly, Kedudukan Hukum Islam dalam Konstitusi-
Konstitusi Indonesia dan Peranannya dalam Pembinaan Hukum
Nasional, Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara FHUI, 2005
Hazairin, Demokrasi Pancasila , Jakarta: Bina Aksara, 1983. Jamasy,
Owin, Keadilan, Pemberdayaan, dan Penanggulangan Kemiskinan ,
Jakarta: Belantika, 2004
Jumhuriyyah Misr al-‘Arabiyyah, Qawanin al-Waqf wa al-Hikr wa al-
Qararat al-Tanfidziyyah , Kairo: Al-Haiah al-‘Ammah li syuun
al-Mathabi al-Amiriyyah, 1993
Kahaf, Mundzir, Manajemen Wakaf Produktif, diterjemahkan oleh
Muhyiddin Mas Rida, Jakarta: Khalifa Pustaka al-Kautsar
Grup, 2005.
Khallaf, Abdul Wahhab, Ahkam al-Waqf, Mesir: Mathba’ah al-Misr,
1951.
Kubaisyi, Muhammad ‘Ubaid ‘Abdullah, Ahkam al-Waqf fi Syari’at
al-Islamiyyah, Jilid II, Baghdad: Mathba’ah al-Irsyad, 1977.
Manna, M. A., “Cash-Waqf Certificate Global Apportunities for
Developing The Social Capital Market in 21 -Century

64
Wakaf Produktif Untuk Kesejahteraan Sosial Dalam Perspektif Hukum Islam Di Indonesia

Voluntary Sector Banking”, di dalam Harvard Islamic Finance


Information Program-Center for Middle Eastern Studies,
Proceedings of The Third Harvard University Forum on Islamic
Finance, Cambridge: Harvard University, 1999.
Nasution, Mustafa Edwin dan Uswatun Hasanah (Editor), Wakaf
Tunai Inovasi Finansial Islam, Peluang dan Tantangan dalam
Mewujudkan Kesejahteraan Umat , Jakarta: PKTTI-UI, 2005
Notosoesanto, Organisasi dan Jurisprudensi Peradilan Agama di
Indonesia ,Yogyakarta: Penerbit Gajah Mada, 1963.
Ismail Saleh, “Wawasan Pembangunan Hukum Nasional”,
Kompas, 1, 2, 3, Juni 1989
Shan’any, Muhammad Ibn Isma’il, Subul al-Salam, Muhammad Ali
Sabih, t. t. Juz III.
Natsir, Lies M. Marcoes dan Johan Hendrik Meuleman, Wanita
Islam Indonesia dalam Kajian Tekstual dan Kontekstual , Jakarta:
INIS, 1993.
Saefuddin, Ahmad M., Ekonomi dan Masyarakat Dalam Perspektif
Islam, Jakarta: Rajawali Press, 1987.
Al-Shan’any, Muhammad Ibn Ismail , Subul al-Salam , Mesir:
Muhammad Ali Sabih, t.t. Sutarmadi, Muhda Hadisaputra dan
Amidhan, Pedoman Praktis Perwakafan Jakarta: Badan
Kesejahteraan Masjid, 1990.
Sumodiningrat, Gunawan, Pembangunan Daerah dan Pemberdayaan
masyarakat , Jakarta: Bina Rena Pariwara, 1996
Swasono, Sri – Edi, Pandangan Islam Dalam Sistem Ekonomi
Indonesia, Jakarta : UI Press, 1987
_____,dan kawan-kawan, Sekitar Kemiskinan dan Keadilan, Dari
Cendekiawan Kita Tentang Islam , Jakarta: UI-Press, 1987.
Syaltut, Mahmud, Min Taujihat al-Islam, Kairo: Dar al-Hilal, 1959.

65
USWATUN HASANAH

Syaukani, Muhammad bin Ali bin Muhammad, Nail al-Authar,


Mesir: Musthafaal-Babi al-Halaby, t.t. Jilid IV.
Zein, Satria Effendi M., “Analisis Yurisprudensi : Tentang
Perwakafan”, dalam Mimbar Hukum, Nomor 4 Tahun II, 1991
Zuhaily, Wahbah, Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, Mesir: Dar al-Fikri,
t.t. Juz VIII.
_____, Ushul al-Fiqh al-Islamy, Cetakan ke 3, Damaskus: Dar al-Fikr,
2001.

Peraturan:

Republik Indonesia, Undang-Undang tentang Wakaf, Undang-


Undang Nomor 41 Tahun 2004, LN Nomor 159 Tahun 2004,
TLN Nomor 4459
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf,
Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006, LN Nomor 42
Tahun 2006
Republik Indonesia, Undang-Undang tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan
Agama, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006, LN Nomor 22
Tahun 2006, TLN Nomor 4611
Republik Indonesia, Undang-Undang tentang Perbankan Syariah,
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008, LN Nomor 94 Tahun
2008, TLN Nomor 4867

________________

66
Wakaf Produktif Untuk Kesejahteraan Sosial Dalam Perspektif Hukum Islam Di Indonesia

67
USWATUN HASANAH

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Prof. Dr. Uswatun Hasanah


NIP : 131 408 282
Tempat dan Tanggal Lahir : Yogyakarta (Sleman), 19 November
1955
Pangkat/Gol. Ruang : Pembina/IVa
Jabatan Akademik : Guru Besar
Agama : Islam
Suami : Drs. Hadimulyo, M.Sc.
Anak : 1. Laily Alfunni’mah, S. Sos
2. Annisa, S.E
3. Azharuddin
Alamat : Jl. Pancoran Barat VII Nomor 28
Duren Tiga, Jakarta Selatan 12760
Telepon/Fax : (021)-7986826
Ponsel 0811963799
E-mail : uswahhdm@yahoo.co.id

Riwayat Kepangkatan

1. Calon Pegawai Negeri Sipil Gol. III/a Th. 1984


2. Penata Muda/ Asisten Ahli Madya Gol. III/a Th. 1986
3. Penata Muda tk. I/Asisten Ahli Gol. III/b Th. 1987
4. Penata/Lektor Muda Gol. III/c 1990
5. Penata Tk I/ Lektor Madya Gol. III/d 1994

68
Wakaf Produktif Untuk Kesejahteraan Sosial Dalam Perspektif Hukum Islam Di Indonesia

6. Pembina/Lektor Gol. IV/a 1997


7. Pembina/Lektor Kepala Gol. IV/a 2002
8. Pembina/Guru Besar Gol.IV/a 2009

Riwayat Pendidikan
1. SD Muhammadiyah Semingin, lulus 1967
2. Madrasah Muallimat Muhammadiyah, Yogyakarta, lulus 1973
3. S1, IAIN Sunan Kalijaga, lulus 1980
4. S2, Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah, lulus 1990
5. S3, Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah, lulus 1997

Pengalaman Kerja
1. Staf Pengajar pada Program Pascasarjana Fakultas Hukum
Universitas Indonesia dari tahun 1998—sekarang
2. Staf Pengajar Matakuliah: (a) Hukum Islam, dan (b) Zakat dan
Wakaf di Fakultas Hukum Universitas Indonesia dari tahun
1984—sekarang
3. Staf Pengajar Matakuliah Hukum dan HAM di Fakultas
Hukum Universitas Indonesia
4. Staf Pengajar pada Program Pascasarjana Magister Studi Islam
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2003
5. Mengajar Matakuliah (a) Ushul Fiqh, (b) Manajemen Zakat
dan Wakaf, dan (c) Akuntansi Zakat pada Program Studi
Timur Tengah dan Islam, Pascasarjana Universitas Indonesia,
dari tahun 2002—sekarang
6. Staf Pengajar Matakuliah Zakat, Shadaqah, Waqaf
Management pada Islamic Economics and Finance (IEF), Post
Graduate Program, Trisakti University dari tahun 2006—
sekarang
7. Staf Pengajar pada Program Studi Pengkajian Ketahanan
Nasional Kekhususan Kajian Strategi Kebijakan dan

69
USWATUN HASANAH

Manajemen Lembaga Pemasyarakatan dan Penegakan HAM


Program Pascasarjana Universitas Indonesia, tahun 2003
8. Staf Pengajar Mata Kuliah (a) Agama Islam, dan (b) Lembaga-
lembaga Islam di Indonesia di FISIP-UI dari tahun 1983—
sekarang
9. Staf Pengajar Mata Kuliah Hukum Islam di Fakultas Hukum
Universitas Pelita Harapan, dari Tahun 1999—sekarang
10. Staf Pengajar STEKPI Jakarta, 1991—2003
11. Staf Pengajar Universitas Tarumanagara, 1983—2004
12. Asisten Deputi Urusan Pemantauan dan Evaluasi Diskriminasi
HAM, Kantor Menteri Negara Urusan HAM Republik
Indonesia, tahun 2000.
13. Sekretaris Lembaga Kajian Sosiologi Hukum dan Perundang-
undangan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, dari Tahun
1999
14. Anggota Tim Penyusunan Usulan Garis-Garis Besar Haluan
Negara, Universitas Indonesia, 1999.
15. Wakil Ketua Lembaga Kajian Islam dan Hukum Islam Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, Tahun 2001—sekarang
16. Anggota Dewan Syari’ah Nasional.
17. Anggota Tim Pakar BALITBANG HAM Departemen
Kehakiman dan HAM RI 2004.
18. Ketua V Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia.
19. Sekretaris Dewan Pakar Masyarakat Ekonomi Syariah.
20. Anggota Tim Penyusun Rancangan Undang-Undang tentang
Wakaf, Departemen Agama RI
21. Anggota Tim Penyusun Rancangan Peraturan Pemerintah
tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 41 Tahun 2004
Tentang Wakaf, Departemen Agama RI.

70
Wakaf Produktif Untuk Kesejahteraan Sosial Dalam Perspektif Hukum Islam Di Indonesia

22. Ketua Tim Pengembang Pendidikan Agama Islam pada


Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen
Pendidikan Nasional, dari tahun 2002—2006
23. Anggota Dewan Pengawas Syariah pada Reksa Dana BIG
Dana Muamalah PT Bhakti Asset Management, dari tahun
2004—sekarang
24. Anggota Dewan Pengawas Syariah pada PT Asuransi Jiwa
Mega Life Cabang Syariah dari tahun 2006—sekarang
25. Anggota Dewan Pengawas Syariah pada PT Bhakti Finance
dari tahun 2008—sekarang
26. Anggota Sentra HAM-Fakultas Hukum UI
27. Anggota Dewan Redaksi Majalah Modal
28. Anggota Dewan Redaksi Majalah Sharia Business
29. Anggota Dewan Redaksi Majalah Majalah Sharing
30. Ketua Divisi Penelitian dan Pengembangan Badan Wakaf
Indonesia (BWI), sejak tahun 2007—sekarang
31. Dan lain-lain.

Piagam Penghargaan/Tanda Kehormatan


1. Satyalancana Karya Satya XX Tahun (Lampiran Keputusan
Presiden Republik Indonesia Nomor 018/TK/Tahun 2005,
Tanggal 2 April 2005).
2. Magister Terbaik Program Pascasarjana IAIN Syarif
Hidayatullah Jakarta (No. KA.062/I/1990).
3. Karyawan Edukatif Teladan Fakultas Hukum Universitas
Tarumanagara Tahun Akademik 1987/1988

71
USWATUN HASANAH

Kegiatan lain yang pernah dilakukan

1. Melakukan berbagai penelitian, antara lain:


a. Penelitian Guna Memberikan Masukan dan Pemikiran
dalam Rangka Penyusunan RUU Perbankan Syari’ah,
Kerjasama Bank Indonesia dengan LKIHI-FHUI, tahun
2003
b. Penelitian Dampak Perceraian terhadap Hak Anak,
BALITBANG HAM, Departemen Kehakiman dan HAM,
2003
c. Penelitian mengenai”Pengelolaan Wakaf di Mesir dan
Saudi Arabia”, tahun 1994
d. Penelitian mengenai “Pengelolaan Zakat di BAZIS DKI
Jakarta”, 1989
e. Penelitian mengenai “Pola Pengelolaan Wakaf yang
dilakukan oleh Yayasan Pemeliharaan dan Perluasan
Wakaf Pondok Modern Gontor”, tahun 1994
f. Penelitian mengenai “Pengelolaan Wakaf yang dilakukan
oleh Yayasan Badan Wakaf Sultan Agung”, tahun 1994
g. Penelitian mengenai “Pengelolaan Wakaf yang dilakukan
oleh Badan Wakaf Universitas Islam Indonesia”, tahun
1994
h. Penelitian mengenai “Pelaksanaan Perkuliahan Pancasila
di Universitas Sumatera Utara dan Universitas
Sriwijaya”, 1997
i. Penelitian tentang “Dampak Perceraian terhadap Hak
Anak”, tahun 2003

72
Wakaf Produktif Untuk Kesejahteraan Sosial Dalam Perspektif Hukum Islam Di Indonesia

j. Penelitian tentang “Pengaruh Perceraian Terhadap


Eksploitasi Seks Komersial (Jakarta, Riau, Batam, Jawa
Barat dan Jawa Timur), 2004
k. Peneltian tentang “Harmonisasi Peraturan PerUndang-
Undangan tentang Penyandang Cacat dalam Perspektif
HAM di Indonesia”, 2004
l. Melakukan Evaluasi “Pelaksanaan Hak Politik
Perempuan dalam Keterwakilannya di Lembaga
Legislatif”, 2005

2. Mengikuti Training Programme for Human Rights Trainers,


Raoul Wallenberg Institute of Human Rights and Humanitarian
Law, Lund University, Sweden, 2001
3. Peserta Human Rights Workshop, The Ministry of Justice and
Human Rights Affairs and Sagric International Pty. Ltd., Jakarta,
3—5 April 2001
4. Peserta The National Consultative Workshop on Trafficking of
Children in Indonesia, International Labour Organization,
Jakarta, April 2001
5. Mengikuti Lokakarya Peningkatan Profesionalisme Di
Bidang Hak Asasi Manusia Indonesia - Australia Specialised
Training Project Phase II, Puncak, 22—23 Juni 2000
6. Mengikuti Pelatihan Monitoring Hak-hak Anak, Departemen
Kehakiman dan HAM-UNICEF, Puncak,13—16 September
2000
7. Mengikuti Training And Formation of A Working Group For The
National Inquiry, KOMNAS HAM, Puncak, 28—31 Mei 2000
8. Mengikuti Penataran Staf Pengajar Hukum Islam PTN/PTS
Tingkat Nasional, di FH-UI, Tahun 1995
9. Mengikuti berbagai seminar dan lokakarya baik nasional
maupun internasional.

73
USWATUN HASANAH

Karya ilmiah
1. “Zakat dan Keadilan Sosial” (Studi Kasus Pengelolaan Zakat
di BAZIS DKI Jakarta), Tesis Program Magister, Tahun 1989
2. “Peranan Wakaf dalam Mewujudkan Kesejahteraan Sosial”
(Studi Kasus Pengelolaan Wakaf di Jakarta Selatan), Disertasi
Program Doktor,Tahun 1997
3. “Kaitan Hukum Islam dengan UU No. 35 Tahun 1999”,
makalah disampaikan di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
10 Februari 2000
4. “Syari’ah”. Makalah disampaikan pada acara Kajian Islam
Intensif HMI KOORKOM UNIVERSITAS NEGERI
JAKARTA, Tanggal 12 Februari 2000
5. “Hukum Islam dan Pelaksanaannya di Indonesia”, Jurnal
Humaniora Universitas Tarumanagara, Vol. 2 No. 1 Oktober
2000
6. “Hak Asasi Manusia Dalam Perspektif Wanita Indonesia”.
Makalah disampaikan pada acara Refreshing Anggota
Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah Jakarta di Ciloto, 30 Januari – 1
Februari 2001
7. “Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Perempuan”, Makalah
disampaikan pada Pelatihan Mubalighat Pengurus Daerah
Wanita PUI Kabupaten Majalengka, di Majalengka, 2 Juli
2001
8. “Perempuan dan Hak Asasi Manusia”, Jurnal Humaniora
Universitas Tarumanagara, Vol. 3 No. 1 Juli 2001
9. “Aktualisasi Budaya Politik Demokratis Di tengah-tengaah
Masyarakat Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara”.
Makalah disampaikan dalam acara Sarasehan
diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Bina Kesatuan
Bangsa, Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia, di
Jakarta, 25 Oktober 2001

74
Wakaf Produktif Untuk Kesejahteraan Sosial Dalam Perspektif Hukum Islam Di Indonesia

10. “Obyek dan Pengelolaan Wakaf”. Makalah disampaikan


pada acara “Lokakarya Zakat dan Wakaf”, diselenggarakan
oleh Majelis Ulama Indonesia – Departemen Agama RI,
Cisarua, 6-8 September 2001
11. “Demokrasi dan Hak Asasi Manusia”, Makalah disampaikan
pada Pelatihan Persiapan Peserta Program Pertukaran
Pemuda Indonesai – Australia tahun 2001/2001,
diselenggarakan oleh Depdiknas di Cibubur, 18 September –
1 Oktober 2001
12. “Pengelolaan Wakaf dan Permasalahannya di Indonesia”.
Makalah disampaikan pada Seminar tentang Wakaf Tunai –
Inovasi Finansial Islam: Peluang dan Tantangan dalam
Mewujudkan Kesejahteraan Sosial yang diselenggarakan
Program Pascasarjana Program Kajian Timur Tengah dan
Islam, Universitas Indonesia, di Jakarta 10 November 2001
13. “Pelaksanaan Zakat dan Pajak Di Indonesia”, disampaikan
dalam acara SIMPATI yang diselenggarakan oleh Himpunan
Mahasiswa Program Studi Perpajakan FISIP – UI di Depok,
18 November 2001
14. “Harta Wakaf dan Pengelolaannya di Indonesia”, Jurnal
Keadilan Vol. 1 No. 4.Tahun 2001, Pusat Kajian Hukum dan
Keadilan
15. “Hak Asasi Manusia dan Perempuan di Indonesia”,
Disampaikan dalam acara Sosialisasi Hak-Hak Perempuan di
Yogyakarta, 2001
16. “Manajemen Kelembagaan Wakaf”. Makalah disampaikan
pada Workshop Internasional tentang “Pemberdayaan
Ekonomi Umat Melalui Wakaf Produktif”, diselenggarakan
oleh The International Institute of Islamic Thought
bekerjasama dengan Ditjen Bimas Islam dan
Penyelenggaraan Haji Departemen Agama RI di Batam,
tanggal 7 dan 8 Januari 2002

75
USWATUN HASANAH

17. “Profil dan Aspek Manajerial ‘Islamic Philanthropy” di


Indonesia”, Makalah disampaikan pada acara Workshop on
Issues of Islamic Philanthropy for Social Justice Prospects and
Constrains yang diselenggarakan oleh Pusat Bahasa dan
Budaya IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, di Cisarua pada
tanggaal 27-29 Juni 2002
18. “Sistem Pendidikan Pesantren dan Masalahnya di
Indonesia”, Jurnal Humaniora, Vol. 4. No. 1 Juli 2002
19. “Peranan Orang Tua dalam Mewujudkan Etika dan Estetika
Kesehatan Reproduksi Remaja Menurut Ajaran Agama”,
Makalah disampaikan pada Seminar Nasional
Pemberdayaan Perempuan Memperingati Dies Natalis Ke –
XXXIX UPN “VETERAN” Jawa Timur, yang
diselenggarakan oleh Pusat Studi Wanita Lembaga
Penelitian dan Pengembangan UPN “VETERAN” Jawa
Timur, di Surabaya, 1 Agustus 2002
20. “Manajemen Kelembagaan Wakaf”, Makalah disampaikan
dalam acara Workshop tentang Peningkatan Manajemen
Pengelolaan Tanah Wakaf dalam Rangka Pemberdayaan
Ekonomi Umat Di Propinsi DKI Jakaarta, diselenggarakan
oleh Kantor Wilayah Propinsi DKI Jakarta di Jakarta, 7
Agustus 2002
21. “Manajemen Kelembagaan Wakaf dan Permasalahannya di
Indonesia”, Makalah disampaikan dalam Kuliah Perdana
Program Pascasarjana Magister Studi Islam Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta di Sekolah Tinggi Agama Islam
Negeri, Metro, Lampung, 1 September 2002
22. “Perwakafan dan Permasalahannya di Indonesia”, Makalah
disampaikan dalam Acara Diskusi yang diselenggarakan
oleh PT. Permodalan Nasional Madani, di Jakarta pada
tanggaal 24 Oktober 2002
23. “Isu HAM di Indonesia”, Makalah disampaikan pada acara
Pembekalan bagi peserta Program Pertukaran Pemuda

76
Wakaf Produktif Untuk Kesejahteraan Sosial Dalam Perspektif Hukum Islam Di Indonesia

Indonesia – Australia 2002/2003, Direktorat Kepemudaan,


Ditjen Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda, 27-7 Oktober
2002
24. “Hukum Islam di Indonesia”, Makalah disampaikan dalam
Ceramah Dzuhur, yang dilaksanakan oleh PT. Permodalan
Nasional Madani, Jakarta, tanggal 20 November 2002
25. “Pembangunan Hukum Berwawasan Budaya”, Makalah
disampaikan pada Seminar Nasional Pembangunan
Berwawasan Budaya, Agenda Untuk Solusi, diselenggarakan
oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata bekerjasama
dengan Universitas Gajah Mada Yogyakarta, di Jakarta
tanggal 18 Desember 2002
26. “Dasar Hukum dan Pengertian Wakaf”, Majalah Modal No.
2/1- Desember 2002
27. “Potret Filantropi Islam di Indonesia” dalam Idris Thaha,
Berderma Untuk Semua, Wacana dan Praktik Filantropi Islam,
Jakarta: Pusat Bahasa dan Budaya UIN Syarif Hidayatullah,
Jakarta, kerjasama dengan Penerbit Teraju, 2003
28. Uswatun Hasanah, Mutiara Hikmah dan Eva Achjani Zulfa,
Hak-hak Perempuan, Depok: Sentra HAM Universitas
Indonesia, 2003
29. “Manajemen Pengelolaan Wakaf di Indonesia”, Makalah
disampaikan dalam Seminar Internasional Wakaf Sebagai
Badan Hukum Privat, yang diselenggarakan oleh Universitas
Islam Sumatera Utara di Hotel Garuda Medan, tanggal 6 dan
7 Januari 2003
30. “Tinjauan Yuridis Zakat dalam Perundang-undangan
Indonesia (UU Pengelolaan Zakat No. 38 Tahun 1999 dan
Zakat sebagai Pengurang Pajak Menurut UU No. 17 Tahun
2000)”. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional
“Menggagas Ekonomi Syariah yang Mantap dengan
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Yang Baik”,
yang diselenggarakan oleh Business Law Society Senat
Mahasiswa FHUI, di Depok, tanggal 25-27 Februari 2003

77
USWATUN HASANAH

31. “Manajemen Pengelolaan Wakaf di Indonesia”. Makalah


disampaikan dalam Seminar Nasional Perwakafan yang
diselenggarakan BSO SERAMBI SM-FHUI, di Depok, tanggal
24 Maret 2003
32. “Pengantar Ushul Fiqh dalam Asuransi”. Makalah
disampaikan dalam Pelatihan Asuransi Islami yang
diselenggarakan oleh PT. Asuransi Jasa Indonesia
bekerjasama dengan Program Studi Kajian Timur Tengan
dan Islam, di Jakarta tanggal 24 Februari – 01 Maret 2003“
33. “Hak Asasi Manusia dalam Pandangan Islam dan
Permasalahannya di Indonesia”, Makalah disampaikan
dalam Penataran Kepemimpinan Pimpinan Daerah Aisyiyah
Kab. Tangerang, Cisarua , 1-2 Maret 2003
34. “Wakaf dalam Undang-undang di Indonesia”, Harian
Republika tanggal 1 April 2003
35. “Kebijakan Tanah Wakaf Bagi Pengembangan Ekonomi
Kaum Dlu’afa”, Makalah disampaikan dalam acara Diskusi
Terfokus dan Sarasehan Nasional “Upaya Konversi Tanah
dari Asset Menjadi Modal Dalam Rangka Meningkatkan
Kemampuan Usaha Mikro Dan Penggerak Ekonomi
Rakyat”, yang diselenggarakan oleh oleh PT. PNM
bekerjasama dengan –BI - Komite Penanggulangan
Kemiskinan – BPN - IMMNUI di Jakarta tanggal 1 Mei 2003
36. “Hukum, Hak Asasi Manusia dan Demokrasi dalam Islam”.
Makalah disampaikan dalam Pelatihan Dosen Matakuliah
Pengembangan Kepribadian Pendidikan Agama Islam di
Perguruan Tinggi yang diselenggarakan oleh Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan
Nasional di Yogyakarta tanggal 13 Juni 2003
37. “Sejarah, Tradisi dan Profil Philanthropy Islam di Dunia
Islam: Wakaf untuk Keadilan Sosial” Makalah disampaikan
dalam acara Peluncuran Buku dan Diskusi Berderma Untuk
Semua: Wacana dan Praktik Philanthropy Islam,

78
Wakaf Produktif Untuk Kesejahteraan Sosial Dalam Perspektif Hukum Islam Di Indonesia

diselenggarakan oleh Pusat Bahasa dan Budaya UIN Syarif


Hidayatullah Jakarta, pada tanggal 11 Juli 2003, di Wisma
Antara Jakarta
38. “Aktualisasi Nilai-nilai Pancasila Menyongsong Pemilu
2004”, disampaikan dalam Sarasehan Aktualisasai Nilai-nilai
Pancasila dalam Sebagai Perwujudan Upaya Bela Negara
Menyongsong Pemilu Tahun 2004, diselenggarakan oleh
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa Departemen Dalam
Negeri RI di Jakarta pada tanggal 12 Agustus 2003
39. “Aktualisasi Nilai-Nilai Pancasila dalam Penyelenggaraan
Politik Nasional Terutama dalam Menyongsong Pemilu
2004”, makalah disampaikan acara Sosialisasi Ketetapan
MPR-RI Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan
Berbangsa dan Ketetapan MPR-RI Nomor VII/MPR/2001
tentang Visi Indonesia Masa Depan, diselenggarakan pada
tanggal 16 November 2003 di Jakarta
40. “Peningkatan Kesadaran Kesetaraan Jender dalam
Mengimplementasikan Hak dan Kewajiban Politik”,
Makalah disampaikan dalam acara Forum Komunikasi
Interaktif dengan tema Akselerasi Peran Serta Partisipasi
Politik Kaum Perempuan dalam Sistem Politik Nasional
yang Demokratis, diselelenggarakan oleh Direktorat
Hubungan Politik Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa,
Departemen Dalam Negeri RI pada tanggal 12 November
2003
41. Wakaf Uang dan Dasar Hukumnya”, Majalah Modal No. 3/1-
Januari 2003
42. “ Agar Wakaf Tidak disalahgunakan”, Majalah Modal No.
4/1-Februari 2003
43. “Wakaf dan Kesejahteraan”, Majalah Modal No. 5/1-Maret
2003
44. “Melihat Mesir (Praktek Perwakafan di Mesir)”, Majalah
Modal No. 6/1-April 2003

79
USWATUN HASANAH

45. “Kasus Kita (Kasus Perwakafan di Indonesia)”, Majalah


Modal, No. 7/1-Mei 2003
46. “Reformasi Pengelolaan Wakaf”, Majalah Modal No. 8/I-Juni
2003
47. “Undang-undang Wakaf”, Majalah Modal No. 9/I-Juli 2003
48. “Undang-Undang Wakaf Sebuah Keharusan”, Majalah Modal
No. 10/Agustus 2003
49. “Nadzir Wakaf”, Majalah Modal No. 11/I-September 2003
50. Badan Wakaf Indonesia”, Majalah Modal No. 12 Oktober
2003
51. “Tugas dan Fungsi Badan Wakaf”, Majalah Modal No. 13/II-
November 2003
52. “Inovasi Pengembangan Wakaf di Berbagai Negara”,
Majalah Modal No. 14/II-Desember 2003
53. “Hukum Adat dan Hukum Islam di Indonesia”, makalah
disampaikan dalam acara Seminar Pendidikan Multikultural
dan Revitalisasi Hukum Adat, diselenggarakan Kementerian
Kebudayaan dan Pariwisata di Bogor tanggal 18 – 20
Desember 2003
54. “Potensi Cash Wakaf bagi Dunia Pendidikan di Indonesia”,
makalah disampaikan Seminar Gratis Berkualitas,
Mungkinkah?, yang diselenggarakan oleh BEM UNJ
bekerjasama dengan PORTAL INFAQ, di Jakarta pada
tanggal 17 Mei 2004
55. “Investasi Dana Wakaf”, Majalah Modal No. 15/II-Januari
2004
56. “Perwakafan di Srilangka”, Majalah Modal No. 16 /II-
Februari 2004
57. “Pengelolaan Wakaf di Saudi Arabia”, Majalah Modal
No.17/II Maret 2004

80
Wakaf Produktif Untuk Kesejahteraan Sosial Dalam Perspektif Hukum Islam Di Indonesia

58. “Perwakafan di Yordania”, Majalah Modal No. 18/II –April


2004
59. “Pemanfaatan Wakaf di Yordania”, Majalah Modal No. 19/II-
Mei 2004
60. “Permasalahan Penerapan Wakaf Tunai”, Majalah Modal
No.20/II-Juni 2004
61. “Investasi Wakaf”, Majalah Modal No. 21/II-Juli 2004
62. “Wakaf Tunai dan Penghapusan Kemiskinan”, Majalah
Modal No. 22/II Agustus 2004
63. “Menyambut Kehadiran Undang-Undang Tentang Wakaf”,
Majalah Modal No. 23/II Desember 2004
64. Farida Prihatini, SH., MH., C.N., Dr. Uswatun Hasanah dan
Wirdianingsih, SH., MH., Hukum Islam, Zakat dan Wakaf, Teori
dan Praktiknya di Indonesia, Jakarta: Kerjasama Penerbit Papas
Sinar Sinanti dengan Badan Penerbit Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, 2005
65. “Pengelolaan Wakaf dan Permasalahannya di Indonesia”
dalam Mustafa Edwin Nasution dan Uswatun Hasanah
(Eds.), Wakaf Tunai Inovasi Finansial Islam, Peluang dan
Tantangan dalam Mewujudkan Kesejahteraan Umat, Jakarta:
Program Pascasarjana Program Studi Timur Tengah dan
Islam Universitas Indonesai bekerjasama dengan Bank
Indonesia didukung oleh Departemen Agama, 2005
66. “Peranan Wakaf dalam Pemberdayaan Ekonomi Ummat”,
Makalah disampaikan pada acara “Shari’a Economics Days
2005 (SeconD 2005)’ yang diselenggarakan oleh Forum Studi
Islam Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, di Jakarta,
Tanggal 23 Februari 2005
67. “Badan Wakaf Mesir”, Majalah Modal Edisi, 25 Februari 2005
68. “Wakaf Uang dalam Bentuk Investasi”, Majalah Modal, Edisi
26, Maret 2005

81
USWATUN HASANAH

69. “Perlunya Lembaga Penjamin Syari’ah dalam Pengelolaan


Wakaf Uang”, Majalah Modal Edisi 32, 2005
70. “Peranan Ikatan Ahli Ekonomi Islam dalam Pengembangan
Wakaf”, Majalah Modal Edisi 33, 2005
71. “Wakaf dalam Peraturan Perundang-undangan di
Indonesia”, Makalah disampaikan dalam Brainstorming
Materi wakaf untuk Keadilan Sosial, Pusat Bahasa dan
Budaya UIN, 1 Februari 2005
72. “Apa dan Mengapa Wakaf Tunai”, Makalah disampaikan
pada acara Pelatihan Marketing ZISWAF yang
diselenggarakan oleh Baitulmaal Muamalat, pada tanggal 10
– 11 Mei 2005 di Rancamaya, Jawa Barat
73. “Wakaf Uang dan Kemiskinan”, Harian Republika, 28 Juli
2005
74. “Wakaf Uang dan Pengentasan Kemiskinan”, Media
Indonesia, 14 November 2005
75. “Menyongsong PP Wakaf, Majalah Syari’ah Business, Edisi
35, 2006
76. “Kapan Badan Wakaf Indonesia Dibentuk”, Majalah Syari’ah
Business, Edisi 37, 2006
77. “UU No. 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat,
Perlukah Diamandemen ?”, Majalah Syari’ah Business, Edisi
39, 2006
78. “Menanti Kelahiran Badan Wakaf Indonesia”, Majalah
Sharia Business, Edisi 40, 2006
79. “Wakaf Produktif dan Kemiskinan”, Majalah Sharia
Business, Edisi 41. 2006
80. “Gerakan wakaf Uang”, Malalah Sharia Business, Edisi 42,
2006
81. “Peran Wakaf dan ZIS dalam Pengembangan Persyarikatan”,
makalah disampaikan dalam Rakerwil Muhammadiyah
Jawa Barat, Januari 2006

82
Wakaf Produktif Untuk Kesejahteraan Sosial Dalam Perspektif Hukum Islam Di Indonesia

82. “Strategi Pengembangan dan Pengelolaan Wakaf di


Indonesia”, makalah disampaikan pada acara Temu Pakar
yang diselenggarakan oleh PKPU, Jakarta, 2 Februari 2006
83. “Perkembangan Pengelolaan Wakaf dalam Masyarakat
Islam di Indonesia”, Makalah disampaikan pada acara
Seminar mengenai “Perkembangan Pelaksanaan Penerimaan
dan Penyaluran Zakat dan Wakaf dalam Masyarakat”,
diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Trisakti, Jakarta, 20
Juli 2006
84. “Implrementasi HAM dalam Pembangunan di Wilayah”,
Makalah disampaikan pada Acara Saraesah Tentang
Pemahaman HAM bagi Aparat, Ormas, LSM, Generasi
Muda dan Tokoh Masyarakat di Wilayah Kotamadya Jakarta
Pusat, di Jakarta, 7 Agustus 2006
85. “Wakaf dalam Perspektif Sejarah dan Hukum Islam”,
makalah disampaikan dalam acara Lokakarya Perwakafan
Masyarakat Kampus”, diselenggarakan oleh PSTTI Program
Pascasarjana Universitas Indonesia, di Jakarta, 9 Agustus
2006
86. “Orientasi Perwakafan Bagi Mubaligh/Dai se-Sumatera dan
Kalimantan, diselenggarakan oleh Departemen Agama RI, di
Jakarta tanggal 28 November 2006
87. “Wakaf dan Pelaksanaannya di Indonesia”, makalah
disampaikan dalam acara FGD yang diselenggarakan ole
Darut Tauhid, Bandung, 25 November 2006
88. “Prospek Wakaf Uang sebagai Sumber Dana untuk
Investasi”, Makalah disampaikan pada Pelatihan
Pengelolaan Wakaf diselenggarakan oleh Institut Manajemen
Zakat, Jakarta, 20 Desember, 2006
89. “Pengelolaan Zakat, Infaq, Shadaqah dan Wakaf Menurut
Undang-Undang yang berlaku di Indonesia”, makalah
disampaikan dalam acara Rakernas dan Lokakarya yang
diselenggarakan oleh Majelis Wakaf dan ZIS PP
Muhammadiyah, di Pekan Baru, 25-27 Januari 2007

83
USWATUN HASANAH

90. “Perkembangan Wakaf Pada Masa Kontemporer”, makalah


disampaikan pada Seminar Internasional dan Workshop
Ekonomi Islam”, yang diselenggarakan oleh UHAMKA
bekerjasama dengan MUI Pusat, 20-21 April 2007
91. “Wakaf, Zakat, Infaq dan Shadaqah serta Problematikanya
Masa Kini”, makalah disampaikan dalam Seminar Sehari
yang diselenggarakan oleh PCM Rawamangun, Jakarta
Timur di Jakarta, 22 April 2007
92. “Fikih Zakat dan Wakaf”, disampaikan pada Pelatihan
ZISWAF untuk Duta Zakat BPZIS Bank Mandiri,
diselenggarakan oleh Badan Pengelola ZIS Bank Mandri
Pusat, di Jakarta, 26 Mei 2007
93. “Wakaf dan Pemberdayaan Ekonomi Ummat”, disampaikan
dalam Pendidikan dan Pelatihan Aparat Pembina Wakaf,
diselenggarakan oleh Pusdiklat Tenaga Teknis Keagamaan
Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI, Ciputat,
14 Juli 2007
94. “Wakaf dan Pemberdayaan Ummat”, disampaikan dalam
acara “Sosialisasi Undang-undang No. 41 Tahun 2004
Tentang Wakaf” yang diselenggarakan oleh Pimpinan Pusat
Persatuan Ummat Islam, tanggal 25-26 Agustus 2007 di
Jakarta.
95. “Konsekuensi Anak Sesusuan dalam Perspektif Hukum
Islam”, makalah disampaikan dalam Diskusi Berkala yang
diselenggarakan oleh GTZ, 11 September 2007 di Hotel Le
Meridien, Jakarta
96. “Hubungan Anak Sesusuan dengan Ibu Susuan Menurut
Hukum Islam”, Makalah disampaikan dalam Seminar
Sehari tentang “Konsekuensi Anak Sesusuan Menurut
Hukum Islam”, diselenggarakan oleh Lembaga Kajian
Hukum Perdata FHUI bekerja sama GTZ GG PAS, Depok, 26
November 2007

84
Wakaf Produktif Untuk Kesejahteraan Sosial Dalam Perspektif Hukum Islam Di Indonesia

97. “Bank Syariah Dalam Peraturan Perundang-undangan di


Indonesia”, dalam Jurnal Law Review Universitas Pelita
Harapan, Vol. VII, No. 2-November 2007
98. “Tanggapan Terhadap Rancangan Piagam Hak-hak Ureung
Inong”, Makalah disampaikan dalam Diskusi tentang
“Piagam Hak-hak Ureung Inong” atau “Piagam Hak-hak
Perempuan Aceh”, diselenggarakan oleh GTZ GG PAS, di
Jakarta, 25 Februari 2008

85

Anda mungkin juga menyukai