Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
2. Etiologi
Penyebab timbulnya sinusitis berbeda-beda tergantung dari klasifikasi sinusitis itu
sendiri. Penyebab dari sinusitis akut adalah akibat infeksi traktus respiratorius atas,
terutama infeksi virus atau eksaserabasi rhinitis alergika. Sedangkan penyebab dari
sinusitis kronis adalah adanya obstruksi hidung kronik akibat rabas dan edema membrane
mukosa hidung.
a. Rinogen
Obstruksi dari ostium Sinus (maksilaris/paranasalis) yang disebabkan oleh :
Rinitis Akut (influenza)
Polip, septum deviasi
b. Dentogen
Penjalaran infeksidari gigi geraham atas. Kuman penyebab :
Streptococcus pneumonia
Hamophilus influenza
Steptococcus viridans
Staphylococcus aureus
Branchamella catarhatis
3. Manifestasi Klinis
a. Nyeri
Nyeri biasanya sesuai dengan daerah yang terkena, yaitu :
Sinusitis maksilaris : nyeri pipi tepat di bawah mata, sakit gigi, sakit
kepala.
Sinusitis frontalis : sakit kepala di dahi.
Sinusitis etmoidalis : nyeri di belakang dan diantara mata serta sakit
kepala di dahi, nyeri tekan di pinggiran hidung, berkurangnya indera
penciuman dan hidung tersumbat.
Sinusitis sfenoidalis : nyeri yang lokasinya tidak dapat dipastikan dan bisa
dirasakan di puncak kepala bagian depan ataupun belakang atau kadang
menyababkan sakit telinga dan leher.
b. Sakit Kepala
Sakit kepala merupakan salah satu tanda yang paling umum dan paling penting
pada sinusitis. Sakit kepala akan meningkat jika membungkukkan badan ke depan
dan jika badan tiba-tiba digerakkan. Sakit kepala ini akan menetap saat menutup
mata, saat istirahat atau saat berada di kamar yang gelap. Sakit kepala timbul tiap
hari mulai pukul 10 - 11 dan berakhir pukul 3 - 4 sore. Pada sinusitis kronik nyeri
dan sakit kepala mungkin tidak ada kecuali bila terjadi gangguan drainase dan
fentilasi.
c. . Nyeri pada pendengaran
Nyeri bila disentuh dan nyeri pada penekanan jari mungkin terjadi pada penyakit
di sinus-sinus yang sehubungan dengan permukaan wajah seperti sinus frontalis,
sinus etmoro anterior dan sinus maksila.
d. Gangguan penghidu
Indra penghidu dapat disesatkan (parosmia), pasien mencium bau yang tidak
tercium oleh hidung normal. Keluhan yang sering adalah hilangnya penghidu
(anosmia), terjadi karena sumbatan pada fisura olfaktorius di daerah kontra media.
Pada kasus anemia, dapat terjadi karena degenerasi filamen terminal N. olfaktorius.
e. Pembengkakan/edema
Jika sinus yang berbatasan dengan kulit terkena secara akut dapat terjadi
pembengkakan dan udema kulit yang ringan akibat periostitis. Palpasi dengan jari
mendapati sensasi seperti ada penebalan ringan/seperti meraba beludru.
f. Secret nasal
Pus dalam rongga hidung dapat berarti empisema dalam sinus, mukosa hidung
jarang merupakan pusat focus peradangan supuratif, sinus-sinus lainlah yang
merupakan pusat fukus peradangan semacam ini. Adanya pus dalam rongga
menandakan adanya suatu peradangan sinus
Gejala yang lainnya adalah :
Tidak enak badan.
Demam.
Letih, lesu.
Batuk, yang mungkin memburuk pada malam hari.
4. Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens
mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam kompleks osteo-meatal. Sinus dilapisi oleh
sel epitel respiratorius. Lapisan mukosa yang melapisi sinus dapat dibagi menjadi dua
yaitu lapisan viscous superficial dan lapisan serous profunda. Cairan mukus dilepaskan
oleh sel epitel untuk membunuh bakteri maka bersifat sebagai antimikroba serta
mengandungi zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap
kuman yang masuk bersama udara pernafasan. Cairan mukus secara alami menuju ke
ostium untuk dikeluarkan jika jumlahnya berlebihan (Ramalinggam, 1990;
Mangunkusomo dan Soetjipto,2007).
Faktor yang paling penting yang mempengaruhi patogenesis terjadinya sinusitis yaitu
apakah terjadi obstruksi dari ostium. Jika terjadi obstruksi ostium sinus akan
menyebabkan terjadinya hipooksigenasi, yang menyebabkan fungsi silia berkurang dan
epitel sel mensekresikan cairan mukus dengan kualitas yang kurang baik (Kieff dan
Busaba, 2004). Disfungsi silia ini akan menyebabkan retensi mukus yang kurang baik
pada sinus (Hilger, 1997)
Kejadian sinusitis maksila akibat infeksi gigi rahang atas terjadi karena infeksi bakteri
(anaerob) menyebabkan terjadinya karies profunda sehingga jaringan lunak gigi dan
sekitarnya rusak (Prabhu; Padwa; Robsen; Rahbar, 2009). Pulpa terbuka maka kuman
akan masuk dan mengadakan pembusukan pada pulpa sehingga membentuk gangren
pulpa. Infeksi ini meluas dan mengenai selaput periodontium menyebabkan periodontitis
dan iritasi akan berlangsung lama sehingga terbentuk pus. Abses periodontal ini
kemudian dapat meluas dan mencapai tulang alveolar menyebabkan abses alveolar.
Tulang alveolar membentuk dasar sinus maksila sehingga memicu inflamasi mukosa
sinus.
Disfungsi silia, obstruksi ostium sinus serta abnormalitas sekresi mukus
menyebabkan akumulasi cairan dalam sinus sehingga terjadinya sinusitis maksila (Drake,
1997). Dengan ini dapat disimpulkan bahwa patofisiologi sinusitis ini berhubungan
dengan tiga factor, yaitu patensi ostium, fungsi silia, dan kualitas sekresi hidung.
Perubahan salah satu dari factor ini akan merubah sistem fisiologis dan menyebabkan
sinusitis.
Sinustis bisa disebabkan juga oleh kerusakan gigi yang disebut dengan sinusitis
dentogen. Sinusitis dentogen merupakan salah satu penyebab penting sinusitis kronik.
Dasar sinus maksila adalah prosesus alveolaris tempat akar gigi rahang atas, sehingga
rongga sinus maksila hanya terpisahkan oleh tulang tipis dengan akar gigi, bahkan
kadang-kadang tanpa tulang pembatas. Infeksi gigi rahang atas seperti infeksi apikal akar
gigi atau inflamasi jaringan periodontal muah menyebar secara langsung ke sinus atau
melalui pembulu darah dan limfe (Endang mangunkusumo, 2007).
Infeksi Eksudat
Iritasi
Kuman Purulen
Pilek Bau
5. Pemiksaan Diagnostik
a. Rinoskopi anterior
Tampak mukosa konka hiperemis, kavum nasi sempit, dan edema.Pada sinusitis
maksila, sinusitis frontal dan sinusitis ethmoid anterior tampak mukopus atau nanah
di meatus medius, sedangkan pada sinusitis ethmoid posterior dan sinusitis sfenoid
nanah tampak keluar dari meatus superior.
b. Rinoskopi posterior :
Tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip).
Dentogen : Caries gigi (PM1,PM2,M1)
Transiluminasi (diaphanoscopia)
Sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap. Pemeriksaan transiluminasi
bermakna bila salah satu sisi sinus yang sakit, sehingga tampak lebih suram
dibanding sisi yang normal.
c. X Foto sinus paranasalis:
Pemeriksaan radiologik yang dibuat ialah Posisi Water’s, Posteroanterior dan
Lateral. Akan tampak perselubungan atau penebalan mukosa atau batas cairan udara
(air fluid level) pada sinus yang sakit.Posisi Water’s adalah untuk memproyeksikan
tulang petrosus supaya terletak di bawah antrum maksila, yakni dengan cara
menengadahkan kepala pasien sedemikian rupa sehingga dagu menyentuh
permukaan meja. Posisi ini terutama untuk melihat adanya kelainan di sinus maksila,
frontal dan etmoid. Posisi Posteroanterior untuk menilai sinus frontal dan Posisi
Lateral untuk menilai sinus frontal, sphenoid dan etmoid.
d. Pemeriksaan CT –Scan
Pemeriksaan CT-Scan merupakan cara terbaik untuk memperlihatkan sifat dan
sumber masalah pada sinusitis dengan komplikasi. CT-Scan pada sinusitis akan
tampak : penebalan mukosa, air fluid level, perselubungan homogen atau tidak
homogen pada satu atau lebih sinus paranasal, penebalan dinding sinus dengan
sklerotik (pada kasus-kasus kronik).Hal-hal yang mungkin ditemukan pada
pemeriksaan CT-Scan :
(a) Kista retensi yang luas, bentuknya konveks (bundar), licin, homogen, pada
pemeriksaan CT-Scan tidak mengalami ehans. Kadang sukar membedakannya
dengan polip yang terinfeksi, bila kista ini makin lama makin besar dapat
menyebabkan gambaran air-fluid level.
(b) Polip yang mengisi ruang sinus
(c) Polip antrokoanal
(d) Massa pada cavum nasi yang menyumbat sinus
(e) Mukokel, penekanan, atrofi dan erosi tulang yang berangsur-angsur oleh
massa jaringan lunak mukokel yang membesar dan gambaran pada CT Scan
sebagai perluasan yang berdensitas rendah dan kadang-kadang pengapuran
perifer.
e. Pemeriksaan di setiap sinus
Sinusitis maksila akut
Pemeriksaan rongga hidung akan tampak ingus kental yang kadang-kadang
dapat terlihat berasal dari meatus medius mukosa hidung. Mukosa hidung
tampak membengkak (edema) dan merah (hiperemis). Pada pemeriksaan
tenggorok, terdapat ingus kental di nasofaring.Pada pemeriksaan di kamar
gelap, dengan memasukkan lampu kedalam mulut dan ditekankan ke
langitlangit, akan tampak pada sinus maksila yang normal gambar bulan sabit
di bawah mata. Pada kelainan sinus maksila gambar bulan sabit itu kurang
terang atau tidak tampak. Untuk diagnosis diperlukan foto rontgen. Akan
terlihat perselubungan di sinus maksila, dapat sebelah (unilateral), dapat juga
kedua belah (bilateral ).
Sinusitis etmoid akut
Pemeriksaan rongga hidung, terdapat ingus kental, mukosa hidung edema dan
hiperemis. Foto roentgen, akan terdapat perselubungan di sinus etmoid.
Sinusitis frontal akut
Pemeriksaan rongga hidung, ingus di meatus medius. Pada pemeriksaan di
kamar gelap, dengan meletakkan lampu di sudut mata bagian dalam, akan
tampak bentuk sinus frontal di dahi yang terang pada orang normal, dan
kurang terang atau gelap pada sinusitis akut atau kronis. Pemeriksaan
radiologik, tampak pada foto roentgen daerah sinus frontal berselubung.
Sinusitis sfenoid akut
Pemeriksaan rongga hidung, tampak ingus atau krusta serta foto rontgen.
6. Penatalaksanaan
1. Sinusitis Akut
Tujuan pengobatan sinusitis akut adalah mengontrol infeksi, memulihkan kondisi
mukosa nasal, dan menghilangkan nyeri. Pengobatan untuk sinusitis akut biasanya
diberikan:
Dekongestan untuk mengurangi penyumbatan
Dekongestan oral yang umum diberikan adalah Drixoral dan Dimetapp
sedangkan dekongestan harus diberikan dengan posisi kepala pasien ke
belakang untuk meningkatkan drainage maksimal.
Antibiotik untuk mengendalikan infeksi
Antibiotik pilihan adalah Amoksisilin dan Ampisilin, bagi yang alergi diganti
dengan alternatif Trimetoprim/Sulfametoksazol (Baktrim OS, Spektra DS).
Obat pereda nyeri untuk mengurangi nyeri
Dekongestan dalam bentuk tetes hidung atau obat semprot hidung hanya
boleh dipakai selama waktu yang terbatas (karena pemakaian jangka panjang
bisa menyebabkan penyumbatan dan pembengkakan pada saluran hidung).
Untuk mengurangi penyumbatan, pembengkakan dan peradangan bisa
diberikan obat semprot hidung yang mengandung steroid. Kabut hangat dan
irigasi salin efektif untuk membuka sumbatan saluran, sehingga
memungkinkan drainage rabas pulen.
2. Sinusitis kronis Pengobatan untuk mengurangi sinusitis kronis:
Diberikan antibiotik dan dekongestan.
Untuk mengurangi peradangan biasanya diberikan obat semprot hidung yang
mengandung steroid.
Jika penyakitnya berat, bisa diberikan steroid peroral (melalui mulut).
Hal-hal berikut bisa dilakukan untuk mengurangi rasa tidak nyaman :
Menghirup uap dari sebuah vaporizer atau semangkuk air panas.
Obat semprot hidung yang mengandung larutan garam .
Kompres hangat di daerah sinus yang terkena.
Jika tidak dapat diatasi dengan pengobatan tersebut, maka satu-satunya jalan
untuk mengobati sinusitis kronis adalah pembedahan. Tindakan bedah jarang
dilakukan pada terapi sinusitis akut, jika dikerjakan biasanya hanya setelah
gagal dengan bermacam-macam terapi. Pembedahan yang diindikasikan pada
sinusitis kronis untuk memperbaiki deformitas structural yang menyumbat
ostio (ostium) sinus dengan tujuan mempermudah drainage. Pembedahan
dapat mencakup eksisi atau kateterisasi polip, perbaikan penyimpangan
septum, menginsisi serta drainase sinus. Dianjurkan pindah ke daerah dengan
iklim kering. Luksasi koonka hidung seringkali memperbaiki drainage
melalui hiatus semikularis. Untuk mencapai hal ini, analgetik local pertama-
tama dilakukan dengan meletakkan kapas yang dibasahi 1 - 2% tetrakain pada
permukaan medical dan lateral dari ujung anterior konka media. Setelah 10
menit, luksaso konka dapat dengan mudah silakukan dengan meletakkan alat
yang pipih di bawah dinding lateral konka dan mematahkan ke arah medial.
Perdarahan minimal. Pembedahan yang dapat dilakukan secara intranasal
antrostomy dan Operasi Cadwell Luch. Dalam pelaksanaannya antrum
maksilaris dibuka melalui hidung. Kemudian dengan cara lebih radikal
antrum dibuka melalui mulut. Hanya dengan pembukaan kecil dibuat dengan
cara intra nasal. Pembedahan model Cadwell Luch dengan memakai drainage
permanen ke dalam hidung. Kedua jenis pembedahan tersebut dilakukan
dengan anestesi lokal.
7. Komplikasi
Komplikasi sinusitis adalah kelainan orbital disebabkan oleh sinus paranasal yang
berdekatan dengan mata. Yang paling sering ialah sinusitis etmoid, kemudian sinusitis
frontal dan maksila. Penyebaran infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan
perkontinuitatum. Kelainan yang dapat timbul ialah edema palpebra, selulitis orbita,
abses subperiostal, abses orbita dan selanjutnya dapat terjadi thrombosis sinus kavernosus
(Mangunkusomo dan Soetjipto,2007). Komplikasi lain adalah infeksi orbital
menyebabkan mata tidak dapat digerakkan serta kebutaan karena tekanan pada nervus
optikus (Hilger, 1997).
Osteomielitis dan abses subperiosteal paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan
biasanya ditemukan pada anak-anak. Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula
oroantral atau fistula pada pipi (Tucker dan Schow, 2008)
Infeksi otak yang paling berbahaya karena penyebaran bakteri ke otak melalui tulang
atau pembuluh darah. Ini dapat juga mengakibatkan meningitis, abses otak dan abses
ekstradural atau subdural (Hilger, 1997).
Komplikasi sinusitis yang lain adalah kelainan paru seperti bronkitis kronis dan
bronkiektasi. Adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan kelainan paru ini disebut
sinobronkitis. Selain itu, dapat juga menyebabkan kambuhnya asma bronchial yang sukar
dihilangkan sebelum sinusitisnya disembuhkan (Ballenger, 2009).