Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR FEMUR

oleh:

ARIF HENDRA NURHIDAYAT


1. Konsep Teori Fraktur Femur
1. Anatomi Fisiologi
a) Anatomi Tulang
Risnanto dan Insani (2014) menjelaskan bahwa tulang merupakan istilah
yang berasal dari embrionic healing cartilage melalui proses osteogenesis
menjadi tulang. Proses osteogenesis terjadi karena adanya sel yang disebut
osteoblast. Sistem rangka manusa dipelihara oleh sistem haversian yaitu sistem
yang berupa rangga yang ditengahnya terdapat pembuluh darah.
Tulang diklasifikasikan menjadi dua bagian besar, yaitu:
1) Tulang axial
Tulang axial merupaan tulang pada daerah kepala dan badan, seperti
halnya tulang kepala (tengkorak), tulang belakang atau vertebratae, dan
tulang rusuk, serta sternum.
2) Tulang appendicular
Tulang appendicular terdiri dari tulang tangan dan kaki. Ekstremitas
atas meliputi scapula, klavikula, humerus, ulna, radius, serta pada ekstremitas
bawah meliuti pelvis, femur, patela, tibia, fibula, dan telapak kaki.
Tulang manusia tersusun atas berbagai komponen, yaitu sel, matriks
protein, dan mineral. Sel terdiri dari tiga jenis dasar yaitu osteosit, osteoblas, dan
osteoklas. Osteoblas berfungsi dalam pembentukan tulang dan mensekresikan
matriks tulang. Matriks tersusun atas 98% kolagen, dan 2% substansi dasar.
Matriks merupakan kerangka tempat garam mineral anorganik disimpan.
Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang, dan
terletak dalam unit matriks tulang, atau osteon. Osteoklas adalah sel berinti
banyak atau multinuclear yang berfungsi untuk menghancurkan, resorpsi, dan
remodelling tulang.
Osteon merupakan unit fungsional mikroskopis tulang dewasa. Ditengah
osteon, terdapat kapiler yang merupakan matriks tulag yang disebut lamella.
Lamella yang didalamnya terdapat osteosit, memperoleh nutrisi melalui
prosessus yang berlanjut ke dalam kanalikuli atau kanal yang menghubungkan
dengan pembuluh darah. Tulang diselimuti oleh membran fibrous padat yang
dinamakan periosteum. Periosteum berfungsi untuk memberikan nutrisi ke
tulang dan memungkinkannya tumbuh dan berfungsi sebagai tempat perlekatan
tendon dan ligamen. Periosteum mengandung saraf, pembuluh darah, dan
limfatik. Lapisan yang paling dekat dengan tulag mengandung osteoblas yang
merupakan sel pembentuk tulang. Endosteum merupakan membran vaskuler
tipisa yang menutupi rongga sumsum tulang panjang. Osteoklas yang
menghancurkan tulang terletak di dekat endosteum dan dalam lakuna Howship
atau cekungan pada permukaan tulang (Biology, 2011; Risnanto dan Insani,
2014).

Gambar 1. Struktur Tulang


Kecepatan pembentukan tulang berubah selama hidup. Hal ini
dipengaruhi oleh rangsangan hormon, faktor makanan, dan jumlah stres
yang disebabkan pada suatu tulang, dan terjdi akibat sel pembentuk tulang
yaitu osteoblas. Osteoblas terdapat pada permukaan luar dan dalam tulang
(Singh, 2016).
Proses pembentukan tulang berlangsung bersamaan dengan proses
absorpsi oleh osteoklas. Osteoklas bekerja melalui sekresi asam dan enzim
yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosis. Keseimbangan antara
aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang terus menerus
diperbarui atau mengalami remodelling. Saat individu berada pada tahap
perkembangan remaja, aktivitas osteoblas lebih dari aktivitas osteoklas
sehingga tulang menjadi panjang dan tebal. Ketika individu memasuki
tahap dewasa muda, aktivitas osteoblas dan osteoklas setara, sehingga
jumlah total massal tulang akan konstan. Pada usia pertengahan, aktiviitas
osteoklas melebihi osteoblas sehingga menyebabkan kepadatan tulang
berkurang, dan tulang menjadi mudah patah (Biology, 2011; Risnanto dan
Insani, 2014).

Bagian-bagian femur meliputi:


1. Ujung Proksimal
Bagian ini terdiri dari kepala, leher, dan dua trokanter. Kepala
menghadap ke depan, medial, dan sedikit anterior. Area proksimal femur
membentuk sendi pinggul dengan panggul. Terdapat dua tulang punggung
yang menghubungkan trokanter.
a) Head: menghubungkan dengan acetabulum panggul untuk membuat sendi
pinggul. Permukaan kepala femur berada pada posisi medial sebagai lokasi
ligamen kepala femur.
b) Neck: memasang head femur dengan poros. Neck berbentuk silinder,
memproyeksikan arah superior dan medial, sehingga sudut proyeksi ini
memungkinkan timbulnya berbagai gerakan yang disempurnakan oleh
sendi pinggul.
c) Greater trochanter: proyeksi tulang femur dari sisi anterior, sejajar dengan
neck, dan dapat ditemukan di sisi anterior dan posterior tulang femur.
d) Trochanter lesser: memanjang dari sisi posteromedial tulang femur.
e) Garis intertrochanteric: merupakan sebuah punggungan tulang yang
menghubungkan dua trokanter.
2. Shaft
Shaft atau batang femur, dibagi menjadi 3 bagian yaitu sepertiga
proksimal, sepertiga medial, dan sepertiga distal.
3. Distal
Area distal femur ditandai oleh adanya kandilus medial, dan lateral yang
bergabung dengan tibia dan patela membentuk sendi lutut.
a) Kondilus medial dan lateral: daerah yang melingkar di ujung tulang
femur. Permukaan posterior dan inferior terhubung dengan tibia, dan
permukaan anterior terhubung dengan patella
b) Epicondyles medial dan lateral: merupakan area non artikular dari
kondilus
c) Intercondylar fossa: terletak pada permukaan posterior femur, diantara
dua kondilus
d) Facet untuk pemasangan ligamentum cruriatum posterior: merupakan
tempat menempelnya ligamentum cruriatum posterior yang terletak di
dinding medial fossa interkondilarsis
e) Facet untuk pemasangan ligamentum cruriatum anterior: merupakan
lokasi menempelnya ligamentum cruciatum anterior lutut yang terletak
pada dinding lateral fossa interkondilaris

Terdapat pembuluh darah besar di sekitar femur, yaitu femoral artery, dan
femoral vein. Vena yang terdapat pada sekitar tulang femur atau yang disebut
Common Femoral Vein (CGV) memiliki diameter rata rata 11,84 mm pada
saat relaksasi, dan mampu meningkat hingga 14,27 mm. Diameter arteri
femoralis adalah berkisar 3,9 hingga 8,9 mm. Terdapat great saphenous vein
yang merupakan vena besar, subkutan, dan superfisial. Vena ini merupakan
vena terpanjang pada tubuh manusia yang bekerja pada sepanjangn
ekstremitas bawah (Keiler dkk., 2018).
Karedsheh (2018) menjelaskan bahwa terdapat 3 kompartment yang
berada di sekitar tulang femur, meliputi anterior, medial, dan posterior.
Diantara kompartmen satu dengan yang lain dipisahkan oleh sekat atau
septum.

1. Anterior compartment

Otot: vastus intermedius, vastus lateralis, rectus femoralis, vastus medialis,


dan sartonus.

Nerve: femoral nerve


2. Medial/adductor compartment

Otot: adductor longus, gracilis, dan adductor magnus

Nerve: sciatic nerve

3. Posterior compartment

Otot: biceps femoralis, semitensinosus, dan semimembranosus

Nerve: obturator nerve

b) Fisiologi Tulang
Kaufmann dkk. (2018) menjelaskan bahwa fungsi utama sistem skeletal
pada manusia meliputi 3 hal, yaitu support, movement, dan protection. Sistem
skeletal manusia terdiri dari tulang rawan, ligamen, dan jaringan lain yang
melakukan fungsi penting untuk tubuh manusia. Komponen komponen tersebut
melakukan fungsi sebagai berikut:
1) Melindungi organ tubuh internal
2) Memproduksi dan menyimpan lemak
3) Memproduksi sel darah merah
4) Memproduksi dan menampung mineral. Tulang menyimpan 97% kalsium
dan fosfor tubuh
5) Mendukung pergerakan tubuh
6) Menyokong rangka dan bentuk tubuh

2. Pengertian Fraktur Femur


Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik (Norvell, 2017; Keany 2015). Fraktur femur yang digambarkan sesuai lokasi,
dapat dikelompokkan menjadi 3, meliputi proksimal atau ujung atas dekat
panggul, shaft/poros tulang, dan distal atau ujung bawah dekat lutut (Avruskin,
2013; Romeo, 2018)
Gambar 6. Fraktur Femur

3. Epidemiologi Fraktur Femur


Romeo (2018) menjelaskan bahwa insiden fraktur femur berkisar
antara 9,5 hingga 18,9 per 100.000 populasi dunia per tahun. Insiden fraktur
femur di Amerika Serikat adalah sebanyak 250.000 kasus, dan diperkirakan
akan meningkat dua kali lipat pada tahun 2050.

4. Klasifikasi Fraktur
Nurafif dan Kusuma (2015) menjelaskan bahwa fraktur diklasifikasikan
secara klinis menjadi 3, yaitu:
a) Fraktur tertutup (closed)
Fraktur tertutup adalah fraktur yang bila tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar, disebut dengan fraktur bersih (karena
kulit masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi
tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
1) Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan
lunak sekitarnya.
2) Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan.
3) Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembengkakan.
4) Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata
dan ancaman compartment syndrome.
b) Fraktur terbuka (open/ compound fraktur)
Fraktur terbuka adalah fraktur yang bila tulang yang patah menembus otot
dan kulit yang memungkinkan/potensial untuk terjadi infeksi dimana
kuman dari luar dapat masuk ke dalam luka sampai ke tulang yang patah.
Derajat patah tulang terbuka dibagi menjadi 3, yaitu:
1) Derajat I apabila laserasi < 2 cm, fraktur sederhana, dislokasi fragmen
minimal.
2) Derajata II apabila laserasi > 2 cm, kontusio otot dan sekitarnya,
dislokasi fragmen jelas.
3) Derajat III apabila luka lebar, rusak hebat, atau hilang jaringan sekitar.
(a) Derajat IIIA: patah tulang terbuka dengan jaringan luas, tetapi
masih bisa menutupi patahan tulang saat dilakukan perbaikan.
(b) Derajat IIIB: patah tulang terbuka dengan kerusakan jaringan
lunak hebat atau hilang (soft tissue loes) sehingga tampak tulang
(bone-exposs).
(c) Derajat IIIC: patah tulang terbuka dengan kerusakan pembuluh
darah dan atau saraf yang hebat.
c) Fraktur dengan komplikasi, seperti halnya malunion, delayed, nonunion,
dan infeksi tulang.

5. Etiologi Fraktur Femur


Nurafif dan Kusuma (2015) menjelaskan bahwa etiologi fraktur adalah
sebagai berikut:
1. Faktor traumatik
Kekuatan langsung mengenai tulang maka dapat teradi patah pada tempat
yang terkena, akan mengakibatkan kerusakan pada jaringan lunak
disekitarnya..
Fraktur karena trauma ada 2 yaitu:
a) Trauma langsung adalah benturan pada tulang yang berakibat ditempat
tersebut.
b) Trauma tidak langsung adalah titik tumpu benturan dengan terjadinya
fraktur yang berjauhan.
2. Fraktur patologik
Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi lemah
oleh karena tumor, kanker dan osteoporosis.
3. Fraktur beban
Fraktur baban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang- orang yang baru saja
menambah tingkat aktivitas mereka, seperti baru di terima dalam angkatan
bersenjata atau orang- orang yang baru mulai latihan lari.

6. Manifestasi Klinis
(Belleza, 2016) menjelaskan bahwa manifestasi klinis fraktur adalah sebagai
berikut:
a. Nyeri
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di
imobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang di rancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang.
b. Kehilangan fungsi
Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung
bergerak tidak alamiah bukan seperti normalnya, pergeseran fraktur
menyebabkan deformitas, ekstrimitas yang bias di ketahui dengan
membandingkan dengan ekstrimitas yang normal. Ekstrimitas tidak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas
tulang tempat melekatnya otot.
c. Pemendekan ekstremitas
Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur. Saat
ekstrimitas di periksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan
yang lainya.
d. Edema dan ecchymosis lokal
Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai
akibat dari trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini
biasanya baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.

7. Patofisiologi dan Clinical Pathway


Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila
tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan
fraktur terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar
oleh karena perlukaan di kulit (Smelter & Bare, 2002). Sewaktu tulang patah
perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah ke dalam jaringan lunak
sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi
perdarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel- sel darah putih dan sel anast
berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut aktivitas
osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus.
Bekuan fibrin direabsorbsidan sel- sel tulang baru mengalami remodeling untuk
membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut
syaraf yang berkaitan dengan pembengkakan yang tidak di tangani dapat
menurunkan asupan darah ke ekstrimitas dan mengakibatkan kerusakan syaraf
perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan
tekanan jaringan, oklusi darah total dan berakibat anoreksia mengakibatkan
rusaknya serabut syaraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini di namakan
sindrom compartment (Smeltzer & Bare, 2002).
Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan ketidak
seimbangan, fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan fraktur tertutup.
Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak seperti tendon, otot,
ligament dan pembuluh darah (Smeltzer & Bare, 2002). Pasien yang harus
imobilisasi setelah patah tulang akan menderita komplikasi antara lain: nyeri,
iritasi kulit karena penekanan, hilangnya kekuatan otot. Kurang perawatan diri
dapat terjadi bila sebagian tubuh di imobilisasi, mengakibatkan berkurangnyan
kemampuan prawatan diri (Carpenito, 2012). Reduksi terbuka dan fiksasi interna
(ORIF) fragmen- fragmen tulang di pertahankan dengan pen, sekrup, plat, paku.
Namun pembedahan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Pembedahan
itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang seluruhnya
tidak mengalami cedera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan
selama tindakan operasi (Price & Wilson, 2006).

8. Komplikasi
(Belleza, 2016) menjelaskan bahwa komplikasi yang dapat terjadi
pada pasien dengan fraktur adalah:
a. Syok hipovolemik. Kondisi ini terjadi akibat adanya perdarahan berlebih
yang sering ditemukan pada pasien trauma akibat fraktur pada tulang
pelvis, femur, atau fraktur lain dengan jenis fraktur terbuka.
b. Fat embolism syndrome. Kondisi ini terjadi akibat fraktur pada tulang
panjang, atau fraktur lain yang menyebabkan jaringan sekitar hancur,
sehingga emboli lemak dapat terjadi.
c. Compartement syndrome. Kondisi ini merupakan keadaan yang
mengancam ekstremitas yang terjadi ketika tekanan perfusi turun atau
lebih rendah daripada tekanan jaringan. Hal ini disebabkan karena
penurunan ukuran compartment otot karena fasia yang membungkus otot
terlalu ketat, penggunaan gibs atau balutan yang menjerat ataupun
peningkatan isi kompatement otot karena edema atau perdarahan
sehubungan dengan berbagai masalah (misalnya : iskemi,dan cidera
remuk).
d. Osteomyelitis. Kondisi tulang yang mengalami fraktur merupakan salah
satu faktor resiko terjadinya osteomyelitis. Penyakit ini merupakan infeksi
pada tulang yang penatalaksanaannya melalui terapi medikasi dengan
antibiotik, serta pembedahan ketika infeksi bersifat persisten.
9. Pemeriksaan Penunjang
Belleza (2016) menjelaskan bahwa periksaan yang dapat dilakukan
pada pasien dengan diagnosa fraktur femur adalah:
a. Pemeriksaan X ray, berfungsi untuk menentukan lokasi dan luas fraktur
b. Bone scans, tomograms, computed tomography (CT) atau Magnetig
Resonance Imaging (MRI), bertujuan untuk memfisualisasi fraktur,
perdarahan, kerusakan jaringan, dan membedakan antara ftaktur akibat
trauma dengan neoplasma tulang
c. Arteriogram, yaitu pemeriksaan yang dapat dilakukan aabila dicurigai
terjadi kerusakan pembuluh darah okuli
d. Complete Blood Cound (CBC). Jika hasil pemeriksaan hitung darah
lengkap menunjukkan bahwa hematokrit mengalami peningkatan atau
penurunan (hemokonsentrasi) menunjukkan adanya perdarahan pada
lokasi fraktur atau organ di sekitar lokasi trauma. Hasil pemeriksaan
hitung darah lengkap yang menunjukkan peningkatan sel darah putih
(WBC) merupakan tanda respon stres normal setelah trauma atau
terjadinya fraktur
e. Urine creatinine (Cr) clearance, untuk mengetahui trauma atau Fraktur
yang terjadi menyebabkan meningkatnya Cr pada ginjal
f. Coagulation profile, bertujuan untuk mengetahui perubahan akibat
kehilangan darah.

10. Penatalaksanaan
Norvell (2017) menjelaskan bahwa penatalaksanaan pada pasien
dengan fraktur adalah melalui metode RICE, yaitu:
a. Rest
Nyeri merupakan sinyal tubuh bahwa telah terjadi suatu masalah. Hal
yang harus dilakukan ketika mengalami nyeri adalah menghentikan kegiatan
fisik dan yang paling penting harus dilakukan 2 hari pertama

.
b. Ice
Kompres menggunakan es pada hari pertama hingga hari kedua pasca
terjadinya trauma bertujuan untuk mengurangi nyeri atau rasa sakit, dan
menghentikan perdarahan.
c. Compression
Pemberian tekanan pada tubuh yang mengalami trauma dapat
dilakukan menggunakan elastic medical bandage atau ACE bandage.
d. Elevation
Hal terakhir yang bisa dilakukan untuk menangani fraktur adalah
dengan mengelevasikan bagian yang trauma lebih tinggi dari jantung. Hal ini
bertujuan untuk melancarkan sirkulasi.
Muttaqin (2008) menjelaskan bahwa penatalaksanaan fraktur melalui
pembedahan dapat dibagi menjadi 2 yaitu:
a) Reduksi Tertutup/ORIF (Open Reduction Internal Fixation)
Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan fragment tulang
pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Reduksi tertutup, traksi, dapat
dilakukan untuk mereduksi fraktur. Metode tertentu yang dipilih
bergantung sifat fraktur, namun prinsip yang mendasarinya tetap
sama.Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur, pasien harus disiapkan
untuk menjalani prosedur dan harus diperoleh izin untuk melakukan
prosedur, dan analgetika diberikan sesuai ketentuan. Mungkin perlu
dilakukan anesthesia. Ekstremitas yang akan dimanipulasi harus
ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
Reduksi tertutup pada banyak kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragment tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling
berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual.
b) Reduksi Terbuka/OREF (Open Reduction Eksternal Fixation)
Pada Fraktur tertentu dapat dilakukan dengan reduksi eksternal atau yang
biasa dikenal dengan OREF, biasanya dilakukan pada fraktur yang terjadi
pada tulang panjang dan fraktur fragmented. Eksternal dengan fiksasi,
pin dimasukkan melalui kulit ke dalam tulang dan dihubungkan dengan
fiksasi yang ada dibagian luar. Indikasi yang biasa dilakukan
penatalaksanaan dengan eksternal fiksasi adalah fraktur terbuka pada
tulang kering yang memerlukan perawatan untuk dressings. Tetapi dapat
juga dilakukan pada fraktur tertutup radius ulna. Eksternal fiksasi yang
paling sering berhasil adalah pada tulang dangkal tulang misalnya tibial
batang.
2. Clinical Pathway

Trauma langsung Trauma tidak langsung Kondisi patologis

FRAKTUR

Diskontinuitas tulang Pergeseran fragmen tulang

Laserasi kulit Nyeri akut


Perubahan Spasme otot
jaringan sekitar

Peningkatan Terputusnya
Pergeseran
tekanan kapiler vena/arteri Kerusakan
fragmen tulang
integritas kulit

Deformitas Pelepasan
Perdarahan Kerusakan
histamin
integritas
jaringan

Gangguan fungsi Hilangnya protein Kehilangan volume


ekstremitas plasma cairan

Hambatan Edema
mobilitas fisik Resiko syok

Penekanan
pembuluh darah

Ketidakefektifan
perfusi jaringan
perifer
3. Konsep Asuhan Keperawatan
4. Pengkajian
a) Identitas Pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor rekam medis, tanggal
masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
b) Keluhan Utama
Identifikasi adanya nyeri pada lokasi fraktur atau tidak
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Kaji kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan patah tulang femur,
bagaimana mekanisme terjadinya, pertolongan apa yang sudah di
dapatkan, apakah sudah berobat ke dukun patah tulang.
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada beberapa keadaan, klien yang pernah berobat ke dukun patah tulang
sebelumnya sering mengalami mal-union. Penyakit tertentu seperti kanker
tulang atau menyebabkan fraktur patologis sehingga tulang sulit
menyambung. Selain itu, klien diabetes dengan luka di kaki sangat
beresiko mengalami osteomielitis akut dan kronik serta penyakit diabetes
menghambat penyembuhan tulang.
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang femur adalah
salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti osteoporosis yang
sering terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung
diturunkan secara genetik.
f) Pola Kebiasaan
1) Pola Nutrisi
Umumnya pola nutrisi pasien tidak mengalami perubahan, namun ada
beberapa kondisi dapat menyebabkan pola nutrisi berubah, seperti nyeri
yang hebat, dampak hospitalisasi terutama bagi pasien yang merupakn
pengalaman pertama masuk rumah sakit.
2) Pola Eliminasi
Pasien dapat cenderung mengalami gangguan eliminasi BAB seperti
konstipasi dan gangguan eliminasi urine akibat adanya program eliminasi
dilakukan ditempat tidur.
3) Pola Istirahat
Umumnya kebutuhan istirahat atau tidur pasien tidak mengalami
perubahan yang berarti, namun ada beberapa kondisi dapat menyebabkan
pola istirahat terganggu atau berubah seperti timbulnya rasa nyeri yang
hebat dan dampak hospitalisasi.
4) Pola Aktivitas
Umumnya pasien tidak dapat melakukan aktivitas (rutinitas) sebagaimana
biasanya, yang hampir seluruh aktivitas dilakukan ditempat tidur. Hal ini
dilakukan karena ada perubahan fungsi anggota gerak serta program
immobilisasi, untuk melakukan aktivitasnya pasien harus dibantu oleh
orang lain, namun untuk aktivitas yang sifatnya ringan pasien masih dapat
melakukannya sendiri.      
5) Personal Hygiene
Pasien masih mampu melakukan personal hygienenya, namun harus ada
bantuan dari orang lain, aktivitas ini sering dilakukan pasien ditempat
tidur.
6) Riwayat Psikologis
Biasanya dapat timbul rasa takut dan cemas terhadap fraktur, selain itu
dapat juga terjadi ganggguan konsep diri body image, jika terjadi atropi
otot kulit pucat, kering dan besisik. Dampak psikologis ini dapat muncul
pada pasien yang masih dalam perawatan dirumah sakit. Hal ini dapat
terjadi karena adanya program immobilisasi serta proses penyembuhan
yang cukup lama.
7) Riwayat Spiritual
Pada pasien post operasi fraktur femur riwayat spiritualnya tidak
mengalami gangguan yang berarti, pasien masih tetap bisa bertoleransi
terhadap agama yang dianut, masih bisa mengartikan makna dan tujuan
serta harapan pasien terhadap penyakitnya.
8) Riwayat Sosial
Dampak sosial adalah adanya ketergantungan pada orang lain dan
sebaliknya pasien dapat juga menarik diri dari lingkungannya karena
merasa dirinya tidak berguna (terutama kalau ada program amputasi).
g) Pemeriksaan Fisik
1) B1 (Breathing)
Pre operasi: pada pemeriksaan sistem pernafasan tidak mengalami
gangguan.
Post operasi: biasanya terjadi reflek batu tidak efektif sehingga terjadi
penurunan akumulasi sekret. Bisa terjadi apneu, lidah ke belakang akibat
general anastesi, RR meningkat karena nyeri.
2) B2 (Blood)
Pre operasi: dapat terjadi peningkatan tekanan darah, peningkatan nadi dan
respirasi karena nyeri, peningkatan suhu tubuh karena terjadi infeksi
terutama pada fraktur terbuka.
Post operasi: dapat terjadi peningkatan tekanan darah, peningkatan nadi
dan respirasi karena nyeri, peningkatan suhu tubuh karena terjadi infeksi
terutama pada proses pembedahan.
3) B3 (Brain)
Pre operasi: tingkat kesadaran biasanya compos mentis.
Post operasi: dapat terjadi penurunan kesadaran akibat tindakan anastesi,
nyeri akibat pembedahan.
4) B4 (Bladder)
Pre operasi: biasanya klien fraktur tidak mengalami kelainan pada sistem
ini.
Post operasi: terjadi retensi urin akibat general anastesi.
5) B5 (Bowel)
Pre operasi: pemenuhan nutrisi dan bising usus biasanya normal, pola
defekasi tidak ada kelainan.
Post operasi: penurunan gerakan peristaltic akibat general anastesi.
6) B6 (Bone)
Pre operasi: adanya deformitas, nyeri tekan pada daerah trauma.
Post operasi: gangguan mobilitas fisik akibat pembedahan.

5. Diagnosa Keperawatan
a) Post operasi
1) Nyeri berhubungan dengan proses pembedahan
2) Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan tindakan pembedahan
3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan fungsi
muskuloskletal, nyeri/ketidaknyamanan, gangguan fungsi
muskuloskeletal, imobilisasi
4) Resiko sindrom disuse berhubungan dengan imobilisasi, paralisis,
perubahan tingkat kesadaran
5) Perlambatan pemulihan pasca bedah berhubungan dengan malnutrisi,
obesitas, hambatan mobilitas, gangguan psikologis, diabetes mellitus
6) Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer,
kerusakan kulit, trauma jaringan
7) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penatalaksanaan medis
(pemasangan fiksasi eksternal)
8) Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya paparan
informasi yang ada
6. Intervensi Keperawatan

No. Masalah Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
Post Operatif
1. Nyeri akut (00132) NOC NIC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen nyeri (1400)
selama 3x24 jam nyeri akut pada pasien 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
dapat berkurang, dengan kriteria hasil: (lokasi, karakteristik, durasi, dan intensitas nyeri)
Kontrol nyeri (1605) 2. Observasi adanya petunjuk nonverbal nyeri
Tingkat nyeri (2102) 3. Jelaskan pada pasien terkait nyeri yang dirasakan
Kepuasan klien: manajemen nyeri Terapi relaksasi (6040)
(3016) 4. Gambarkan rasional dan manfaat relaksasi seperti
nafas dalam dan acto
5. Dorong pasien mengambil posisi nyaman
2. Kerusakan integritas NOC NIC
jaringan (00046) Setelah dilakukan tindakan Perawatan Luka Tekan (3520)
keperawatan selama 3x24 jam 1. Ajarkan pasien dan keluarga akan adanya tanda
diharapkan integritas kulit kulit pecah-pecah
tetap terjaga dengan kriteria 2. Hindari kerutan pada tempat tidur
hasil: 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan
Intregitas jaringan: kulit dan kering
membran mukosa (1101) 4. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua
jam sekali
5. Monitor kulit akan adanya kemerahan
6. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada daerah
yang tertekan
7. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
8. Monitor status nutrisi pasien
9. Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
Pengecekan kulit (3590)
10. Periksa kulit dan selaput lendir terkait dengan
adanya kemerahan
11. Amati warna, bengkak, pulsasi, tekstur, edema,
dan ulserasi pada ekstremitas
12. Monitor warna dan suhu kulit
13. Monitor kulit untuk adanya ruam dan lecet
14. Monitor infeksi terutama daerah edema
15. Ajrkan anggota keluarga/pemberi asuhan
mengenai tanda-tanda kerusakan kulit, dengan
tepat
3. Hambatan mobilitas fisik NOC NIC
(00085) setelah dilakukan perwatan selama 3x24 Peningkatan Mekanika Tubuh (0140)
jam mobilitas fisik pasien membaik 1. Bantu pasien latihan fleksi untuk memfasilitasi
dengan kriteria hasil: mobilisasi sesuai indikasi
Koordinasi pergerakan (0212) 2. Berikan informasi tentang kemungkinan posisi
penyebab nyeri otot atau sendi
3. Kolaborasi dengan fisioterapis dalam
mengembangkan peningkatan mekanika tubuh
sesuai indiksi
Peningkatan Latihan: Latihan Kekuatan (0201)
4. Sediakan informasi mengenai fungi otot, latihan
fisiologis, dan konsekuensi dari
penyalahgunaannya
5. Bantu mendapatkan sumber yang diperlukan
untuk terlibat dalam latihan otot progresif
6. Spesifikkan tingkat resistensi, jumlah
pengulangan, jumlah set, dan frekuensi dari sesi
latihan menurut lefel kebugaran actor atau
tidaknya actor resiko
7. Instruksikan untuk beristirahat sejenak setiap
selesai satu set jika dipelukan
8. Bantu klien untuk menyampaikan atau
mempraktekan pola gerakan yan dianjurkan tanpa
beban terlebih dahulu sampai gerakan yang benar
sudah di pelajari
Terapi Latihan : Mobilitas Sendi (0224)
9. Tentukan batas pergerakan sendi dan efeknya
terhadap fungsi sendi
10. Kolaborasikan dengan ahli terapi fisik dalam
mengembangkan dan menerapan sebuah program
latihan
11. Dukung latihan ROM aktif, sesuai jadwal yang
teraktur dan terencana
12. Instruksikan pasien atau keluarga cara melakukan
latihan ROM pasif, dan aktif
13. Bantu pasien ntuk membuat jadwal ROM
14. Sediakan petujuk tertulis untuk melakukan latihan
4. Resiko sindrom disuse NOC NIC
(00040) setelah dilakukan perwatan selama 3x24 Peningkatan Latihan: Latihan Kekuatan (0201)
jam pasien mnunjukkan perbaikan 1. Sediakan informasi mengenai fungi otot, latihan
status fungsi motorik dengan kriteria fisiologis, dan konsekuensi dari
hasil: penyalahgunaannya
Status Neurologi: Sensori tulang 2. Bantu mendapatkan sumber yang diperlukan
punggung/ fungsi motorik (0914) untuk terlibat dalam latihan otot progresif
3. Spesifikkan tingkat resistensi, jumlah
pengulangan, jumlah set, dan frekuensi dari sesi
latihan menurut lefel kebugaran actor atau
tidaknya actor resiko
4. Instruksikan untuk beristirahat sejenak setiap
selesai satu set jika dipelukan
5. Bantu klien untuk menyampaikan atau
mempraktekan pola gerakan yan dianjurkan tanpa
beban terlebih dahulu sampai gerakan yang benar
sudah di pelajari
Terapi Latihan : Mobilitas Sendi (0224)
6. Tentukan batas pergerakan sendi dan efeknya
terhadap fungsi sendi
7. Kolaborasikan dengan ahli terapi fisik dalam
mengembangkan dan menerapan sebuah program
latihan
8. Dukung latihan ROM aktif, sesuai jadwal yang
teraktur dan terencana
9. Instruksikan pasien atau keluarga cara melakukan
latihan ROM pasif, dan aktif
10. Bantu pasien ntuk membuat jadwal ROM
11. Sediakan petujuk tertulis untuk melakukan latihan
5. Perlambatan pemulihan NIC
pasca bedah (00268) Setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama 3x24 jam pasien mampu
menunjukkan kemajuan kemampuan
mobilitas fisik dengan kriteria hasil:
Konsekuensi Imobilitas (0204)

4. Resiko infeksi (00004) NOC NIC


Setelah dilakukan tindakan keperawatan Kontrol infeksi (6540)
selama 3x24 jam, tidak terjadi infeksi 1. Bersihkan lingkungan dengan baik setelah dipakai
pada pasien dengan kriteria hasil: setiap pasien
Keparahan infeksi (0703) 2. Ganti perawatan peralatan setiap pasien sesuai
Kontrol resiko (1902) SOP rumah sakit
3. Batasi jumlah pengunjung
4. Ajarkan cara mencuci tangan
Perlindungan infeksi (6550)
5. Monitor adanya tanda dan gejala infeksi
6. Berikan perawatan kulit yang tepat
Manajemen nutrisi (1100)
7. Tentukan status gizi pasien
8. Identifikasi adanya alergi
Identifikasi resiko (6610)
9. Kaji ulang riwayat kesehatan masa lalu
10. Identifikasi strategi koping yang digunakan
5. Gangguan citra tubuh NOC NIC
(00118) Setelah dilakukan tindakan keperawatan Peningkatan citra tubuh (5220)
selama 3x24 jam,pasien menunjukan 1. Diskusikan mengenai perubahan-perubahan tubuh
dengan kriteria hasil citra tubuh tidak yang disebabkan perubahan kesehatan
terganggu: 2. Bantu pasien untuk mendiskusikan terkait stresor
Citra tubuh (1200) yang mempengaruhi citra diri
3. Monitor frekuensi dari pernyataan mengkritik diri
Peningkatan harga diri (5400)
4. Monitor pernyataan pasien mengenai harga diri
5. Tentukan kepercayaan diri pasien dalam hal
penilaian diri
6. Dukung pasien untuk mengidentifikasi kekuatan
7. Dukung pasien untuk memberikan afirmasi positif
8. Jangan mengkritisi pasien secara negatif
9. Bantu pasien untuk mengidentifikasi respon
positif dari orang lain
7. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan dilakukan secara sistematis dan periodik setelah
pasien diberikan intervensi dengan berdasarkan pada berdasarkan pengkajian,
diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, dan implementasi keperawatan.
Evaluasi keperawatan ditulis dengan format SOAP, yaitu:
1. S (subjektif) yaitu respon pasien setelah dilakukan tindakan keperawatan.
2. O (objektif) yaitu data pasien yang diperoleh oleh perawat setelah dilakukan
tindakan keperawatan.
3. A (analisis) yaitu masalah keperawatan pada pasien apakah sudah teratasi,
teratasi sebagian, belum teratasi, atau timbul masalah keperawatan baru
4. P (planning) yaitu rencana intervensi dihentikan, dilanjutkan, ditambah, atau
dimodifikasi

8. Discharge Planning
Nurafif dan Kusuma (2015) menjelaskan bahwa discharge planning untuk
pasien fraktur adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan masukan cairan
2. Dianjurkan untuk diet lunak terlebih dahulu
3. Dianjurkan untuk istirahat yang adekuat
4. Kontrol sesuai jadwal
5. Mimun obat sesuai dengan yang diresepkan dan segera periksa jika ada
keluhan
6. Menjaga masukan nutrisi yang seimbang
7. Hindari trauma ulang
8. Melakukan terapi latihan untuk pemulihan pasca pembedahan
DAFTAR PUSTAKA

Avruskin, Andra. 2013. Femur Fracture.


https://www.moveforwardpt.com/SymptomsConditionsDetail.aspx?
cid=f85bbe8f-685c-43bf-bb51-9bc43dd8fb01 [Diakses pada Oktober 14,
2018].

Belleza, M. 2016. Fracture. https://nurseslabs.com/fracture/ [Diakses pada


October 6, 2018].

Biology, D. 2011. Bone Anatomy. https://askabiologist.asu.edu/bone-anatomy


[Diakses pada October 6, 2018].

Carpenito, L.J. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisis 13. Jakarta:
EGC.

Kaufmann, L. Mike, M. Philip, M.-G. Katie, Q. Devon, dan R. A. Jon. 2018.


Anatomy & Physiology. Oregon, USA: Open Oregon State, Oregon State
University.

Keany, E. James. 2015. Femur Fracture.


https://emedicine.medscape.com/article/90779-overview#a7 [Diakses pada
Oktober 14, 2018].

Keiler, J., Sidel, R., Wree, A. 2018. The femoral vein diameter and its correlation
with sex, age and body mass index – An anatomical parameter with clinical
relevance. The Journal of Venous Desease. 0(0): 1-12.

Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan.


Sistem Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika.

Norvell, J. G. 2017. Tibia and Fibula Fracture in the ED.


https://emedicine.medscape.com/article/826304-overview#a6 [Diakses pada
October 7, 2018].

Nurafif, A. H. dan H. Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Bersarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC. Edisi MediAction. Yogyakarta.

Risnanto dan U. Insani. 2014. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah: Sietem
Muskuloskeletal. Yogyakarta: Deepublish.

Romeo, M. Nicholas. 2018. Femur Injuries and Fracture.


https://emedicine.medscape.com/article/90779-overview#a7 [Diakses pada
October 14, 2018].

Singh, A. P. 2016. Bone Anatomy and Physiology.


https://boneandspine.com/bone-anatomy-and-physiology/ [Diakses pada
October 6, 2018].

Smeltzer, S. C. dan B. G. Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah


Brunner Suddarth. Edisi 8 Volume 2. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai