Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

SECTIO SESAREA
A. Definisi
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin
dilahirkan melalui suatu inisiasi pada dinding perut dan dinding rahim
dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram
(Sarwono, 2015).
Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuat dinding perut dan dinding rahim (Mansjoer, 2016).
Jadi, Sectio caesaria adalah suatu pembedahan guna melahirkan
jann lewat insisi pada dindng abdomen dan uterus persalian buatan,
sehingga janin dilahirkan melalui perut dan dinding perut dan dinding
rahim agar anak lahir dengan keadaan utuh dan sehat.
B. Klasifikasi
Menurut Nurjanah (2017) klasifikasi nya adalah:
1. Sectio caesaria transperitonelis profunda
Sectio caesaria transperitonelis profunda dengan insisi di segmen
bawah uterus, insisi pada bawah rahim, bisa dengan teknik melintang
atau memanjang.
2. Sectio caesaria klasik atau section cecaria korporal
Pada teknik ini dibuat pada korpus uteri, pembedahan ini yang agak
mudah dilakukan hanya selenggarakan apabila ada halangan untuk
melakukan sectio caesaria transperitoneaalis profunda, insisi
memanjang pada segmen atas uterus.
3. Sectio caesaria ekstraperitonel
Dilakukan untuk menguangi bahaya injeki perporal akan tetapi
dengankemajuan pengobatan terhadap injeksi pembedahan ini
sekarang tidak banyak lagi dilakukan. Rongga peritoneum tak dibuka,
dlakukan pada pasien infeksi uteri berat.
4. Sectio caesaria hyteroctomi
Setelah sectio caesaria, dilakukan hysterektomi dengan indikasi:
a. Atonia uteri
b. Plasenta accrete
c. Myoma uteri
d. Infeksi intra uteri berat

C. Etiologi
Menurut Manuaba (2017) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah
ruptur uteri iminen, pendarahan antepartum, ketiban pecah dini, sedangkan
indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4000 gram.
Daribeberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa
penyebab sectio caesarea adalah sebagai berikut:
1) CPD (Chepalo Pelvik Disproportion)
Ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala
janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara
alami.
2) PEB (Pre-eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsing
disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas.
Merupakan penyebab kematian meternal dan perinatal paling penting
dalam ilmu kebidanan.
3) KPD (Ketuban Pecah Dini)
Pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan ditunggu satu
jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah
alah hamil aterm di atas 37 minggu sedangkan di bawah 36 minggu.
4) Bayi Kembar
Kelainan kembar memiliki komplikasi yang lebih tinggi dari pada
kelahiran satu bayi, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau
salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
5) Faktor hambatan jalan lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan
bawaan pada jalan lahir tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
6) Kelainan letak janin
a. Kelainan pada letak kepala
1) Letak kepala tengadah
Bagain terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan
dalam teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan
panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati,
kerusakan dasar panggul.
2) Presentasi muka
Letak kepala tengadah, sehingga bagian kepala yang terletak
paling rendah ialah muka, hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,25-
0,5 %.
3) Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi defleksi, dahi berada pada posisi
terendah dan tetap paling depan, pada penempatan dagu,
bisasanya dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka
atau letak belakang kepala.
b. Letak sunsang
Letak sungsang terjadi dimana janin terletak memanjang dengan
kepala difudus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum
uteri.
D. Tanda dan gejala
Menurut Muchtar (2016) tanda dan gejala seseorang harus dilakukan SC
adalah sebagai berikut:
1. Janin tidak mendapatkan asupan oksigen dan nutrisis yang cukup
sehingga harus dilahirkan secepatnya
2. Ibu mengindap infeksi, seperti HIV atau herpes genital
3. Proses persalinan tidak berjalan dengan baik atau ibu mengalami
perdarahan vagina yang berlebihan
4. Ibu mengalami kehamilan dengan tekanan darah tinggi (pre eklamsia)
5. Ibu memiliki posisi plasenta terlalu turun (plasenta previa)
6. Posisi janin dalam rahim tidak normal
7. Terhalangnya jalan lahir
8. Tali pusar keluar melalui cerviks lebih dulu daripada janin atau tali
pusar tertekan oleh rahim ketika kontraksi
9. Menjalani operasi sesar pada persalinan sebelumnya
10. Ibu mengandung lebih dari satu janin dalam waktu yang bersamaan
(bayi kembar)
E. Patofisiologi
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di
atas 500 gram dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh.
Indikasi dilakukan tindakan ini yaitu distorsi kepala panggung, disfungsi
uterus, distorsia jaringan lunak, plasenta previa, untuk ibu. Sedangkan
untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak lintang setelah
dilakukan sc ibu akan mengalami adaptasi post partum baik pada aspek
kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat dari kurang informasi dan
dari aspek fisiologis yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat
mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan
menjadi post de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberika
antibiotik dan perawatn luka prinsip steril. Nyeri adalah salah satu utama
karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman (Saifuddin,
2015).
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anastesi bisa
bersifat regional dan umum. Namun anastesi umum lebih banyak efek
sampingnya dapat mengakibatkan sampai kematian bayi dan pada ibu
terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah banyak keluar.
Untuk pengaruh jalanan nafas tidak efektif akibat secret berlebihan karena
kerja otot nafas silia yang menutup. Anastesi ini juga mempengaruhi
saluran pencernaan dengan menurunkan mobilitas usus. Sehingga dapat
mengakibatkan mortilitas usus berakibat perubahan pola eliminasi yaitu
konstipasi (Saifuddin, 2015).
F. Patway
Menurut Mansjoer (2017) patway dari SC adalah sebagi berikut:
G. Komplikasi
Menurut Muchtar (2016) komplikasi yang terjadi pada ibu SC adalah:
1. Infeksi puerperial: kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa
nifas dibagi menjadi:
a) Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
b) Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan
perut sedikit kembung
c) Baeat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
2. Perdarahan, perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan
cabang-cabang arteri uterin ikut terbuka atau karena atonia uteri
3. Luka pada kandung kemih, embolisme paru yang jarang terjadi
4. Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan
berikutnya bisa terjadi ruptur uteri dan yang sering terjadi pada bayi
yaitu kematian perinatal
H. Pemeriksaan penunjang
Menurut Muchtar (2016) pemeriksaan penunjangnya adalah sebagai
berikut:
1. Elektrocefalogram (EEG)
Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang
2. Pemindaian CT
Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan
3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik
dengan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah-
daerah otak yang tidak jelas terlihat bila menggunkan pemindaian CT.
4. Pemindaian positron emission tomography (PET)
Untuk mengevaluasi kejang dan membantu menetapkan lokasi lesi,
perubahan metabolik atau aliran darah dalam otak.
5. Uji Laboratorium
- Fungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
- Hitung darah lengkap :mengevaluasi trombosit dan
hematokrit
- Panel elektrolit
- Skrining toksik dari serum dan urin
- AGD
- Kadar kalsium darah
- Kadar natrium darah
- Kadar magnesium darah
I. Penatalaksanaan
Menurut Nurjanah (2017) penatalaksanaan dari SC adalah sebagai berikut:
1. Monitor tanda-tanda vital
Periksa dan catat tanda-tanda vital setiap 15 menit pada 1 jam pertama
dan 30 menit pada 4 jam kemudian
2. Manajemen nyeri
Maanjemen nyeri dilakukan untuk mengurangi nyeri yang dirasakan
pasien pada luka sayatan operasi sesar dapat dilakukan denan
menggunakan teknin farmakologi dan juga non farmakologi denga
menggunakan kompres hangat.
3. Perawatan luka
Luka pada operasi sesar harus dilakukan perawatn yang khusus
dikarenakan luka pada operasi sesar merupakan luka yang steril
sehingga perlu perawatan yang juga steril. Pada pasien sendiri harus
selalu berhati-hati dalam menjaga luka sayatan SC, pasien dapat
menjaga luka dengan selalu menggunakan pakaian yang longgar dan
juga hindari aktivitas fisik yang berat.
4. Perawatan kateter
Perawatan kateter dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi pada
vagina dikarenakan adanya gesekan pada selang kateter, sehingga
selang kateter tetap selalu dibersihkan menggunakan larutan NaCl dan
juga kasa untuk menghindari tumbuhnya bakteri.

5. Diet TKTP
Diet tinggi kalori dan protein yaitu diet yang dianjurkan pada pasien
setelah operasi biasanya pasien dianjurkan untu mengonsumsi putih
telur 3 kali sehari dengan sekali makan yaitu 2 butir telur.
6. Mobilisasi pasien
Pada hari pertama setelah operasi diharapkan pasien setelah 6 jam
diharapkan dapat melakukan rom aktif dan pasih dan setelah 10 jam
kemudian diharapkan mampu miring ke kanan dan ke kiri lalu setelah
12 jam boleh duduk (genaral) dan 24 jam (spinal) kemudian pada hari
ke dua diharapkan pasien sudah dapat berjalan ke kamar mandi dengan
bantuan.
J. Pengkajian keperawatan
Menurut Manuaba (2015) pengkajian keperawatan adalah sebagai berikut:
1. Pengkajian
Pada pengkajian klien dengan sectio caesaria, data yang dapat
ditemukan meliputi distress janin, kegagalan untuk melanjutkan
persalinan, malposisi janin, prolaps tali pust, abrupsio plasenta dan
plasenta previa.
a. Identitas atau biodata klien
Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa,
status perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah
sakit nomor register  , dan diagnosa keperawatan.
b. Keluhan utama
Keluhann yang dirasakan pasien saat ini atau saat pengkajian
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu:
Penyakit kronis atau menular dan menurun sepoerti jantung,
hipertensi, DM, TBC, hepatitis, penyakit kelamin atau abortus.
2) Riwayat kesehatan sekarang :
Riwayat pada saat sebelun inpartu di dapatka cairan ketuban
yang keluar pervaginan secara sepontan kemudian tidak di ikuti
tanda-tanda persalinan.
3) Riwayat kesehatan keluarga:
Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung,
DM, HT, TBC, penyakit kelamin, abortus, yang mungkin
penyakit tersebut diturunkan kepada klien.
d. Pola-pola fungsi kesehatan
1) pola persepsi dan tata leksana hidup sehat
karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah
dini, dan cara pencegahan, penanganan, dan perawatan serta
kurangnya mrnjaga kebersihan tubuhnya akan menimbulkan
masalah dalam perawatan dirinya
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan
karena dari keinginan untuk menyusui bayinya.
3) Pola aktifitas
Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas
seperti biasanya, terbatas pada aktifitas ringan, tidak
membutuhkan tenaga banyak, cepat lelah, pada klien nifas
didapatkan keterbatasan aktivitas karena mengalami kelemahan
dan nyeri.
4) Pola eleminasi
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan
sering /susah kencing selama masa nifas yang ditimbulkan
karena terjadinya odema dari trigono, yang menimbulkan
inveksi dari uretra sehingga sering terjadi konstipasi karena
penderita takut untuk melakukan BAB.

5) Istirahat dan tidur


Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan
tidur karena adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah
persalinan
6) Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien
dengan keluarga dan orang lain.
7) Pola penagulangan sters
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas
8) Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat
luka janhitan dan nyeri perut akibat involusi uteri, pada pola
kognitif klien nifas primipara terjadi kurangnya pengetahuan
merawat bayinya
9) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya,
lebih-lebih menjelang persalinan dampak psikologis klien
terjadi  perubahan konsep diri antara lain dan body image dan
ideal diri
10) Pola reproduksi dan sosial
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan
seksual atau fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena
adanya proses persalinan dan nifas
e. Pemeriksaan fisik
1) Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-
kadang terdapat adanya cloasma gravidarum, dan apakah ada
benjolan
2) Leher
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar
tioroid, karena adanya proses menerang yang salah
3) Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata,
konjungtiva, dan ng keadaan selaput mata pucat (anemia)
karena proses persalinan yang mengalami perdarahan, sklera
kunuing
4) Telinga
Biasanya bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana
kebersihanya, adakah cairan yang keluar dari telinga.
5) Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum
kadang-kadang ditemukan pernapasan cuping hidung
6) Dada
Terdapat adanya pembesaran payu dara, adanya hiper
pigmentasi areola mamae dan papila mamae
7) Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih
terasa nyeri. Fundus uteri 3 jari dibawa pusat.
8) Genitaliua
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban,
bila terdapat pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk
anak dalam kandungan menandakan adanya kelainan letak
anak.
9) Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena
ruptur
10) Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk mrlihat kelainan-kelainan karena
membesarnya uterus, karenan preeklamsia atau karena penyakit
jantung atau ginjal.
11) Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada post partum tekanan darah
turun, nadi cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.
K. Diagnosa keperawatan
Menurut Santosa (2016) diagnosa keperawatan dari SC dalah sebagi
berikut:
a. Nyeri akut berhubungan dengan  injury fisik (luka post operasi)
b. Resiko infeksi berhubungan dengan  tindakan invasif, paparan
lingkungan patogen
c. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan  kurangnya pengetahuan
ibu tentang cara menyusui yang bernar.
d. Hambatan mobilitas fisik b.d kelemahan otot
e. Ansietas b.d kurangnya pengetahuan mengenai penyakit
L. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan suatu proses keperawatan.
Tujuannya adalah mengatasi masalah yang terjadi pada manusia. Setelah
rencana keperawatan disusun, maka rencana tersebut diharapkan dalam
tindakan nyata untuk mencapai tujuan yang dicapai, tindakan tersebut
harus terperinci sehingga dapat diharapkan tenaga pelaksana keperawatan
dengan baik dan sesuai dengan waktu yang ditentukan implementasi ini
juga dilakukan oleh perawat yang harus menjunjung tinggi harkat dan
martabat sebagai manusia yang unik (Mansjoer, 2016)
M. Evaluasi keperawatan
Evaluasi adalah tahapan akhir dari proses keperawatan. Evaluasi
menyediakan nilai informasi mengenai pengaruh intervensi yang telah
direncanakan dan merupakan perbandingan dari hasil yang diamati dengan
kriteria hasil yang telah dibuat pada tahapan perencanaan. Menurut
Mansjoer (2016) evaluasi keperawatan ada 2 yaitu:
1) Evaluasi proses yaitu evaluasi yang dilakukan setiap selesai tindakan.
Berorientasi pada etiologi dan dilakukan secara terus menerus sampai
tujuan yang telah ditentukan
2) Evaluasi hasil eyaitu evaluasi yang dilakukan setelah akhir tindakan
keperawatan secara paripurna. Berorientasi pada masalah keperawatan
dan menjelaskan keberhasilan atau tidakeberhasilan.
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, A. (2016). Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta : Salemba Medika


Manuaba, I.B.G.(2010). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana. Jakarta : EGC
Muchtar.(2016). Obstetri patologi, Cetakan I. Jakarta : EGC
Nurarif, A.H & Kusuma, H.(2015). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan
diagnosa medis & nanda nic noc. Jogjakarta: Mediaction.
Nurjannah. I.(2017). Proses Keperawatan NANDA, NOC &NIC. Yogyakarta :
mocaMedia
Santosa,B.(2011). Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta: Prima Medika
Saifuddin. (2015). Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan
neonatal. Jakarta : penerbit yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo
Sarwono Prawiroharjo.(2015). Ilmu Kebidanan, Edisi 4 Cetakan II. Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka
N. Intervensi keperawatan
No Diagnosa keperawatan Tujuan Intervensi
1 Nyeri akut b.d agen injuri Setelah dilakukan asuhan Pain Management
fisik (luka insisi operasi) keperawatan selama 3x24 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
jam diharapkan nteri termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
berkurang dengan kualitas dan faktor presipitasi
indicator: 2. Observasi reaksi nonverbal dari
- Pain Level, ketidaknyamanan
- Pain control, 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
- Comfort level mengetahui pengalaman nyeri pasien
1. Mampu mengontrol 4. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
nyeri (tahu penyebab 5. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
nyeri, mampu 6. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain
menggunakan tehnik tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa
nonfarmakologi untuk lampau
mengurangi nyeri, 7. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
mencari bantuan) menemukan dukungan
2. Melaporkan bahwa 8. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
nyeri berkurang dengan nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
menggunakan kebisingan
manajemen nyeri 9. Kurangi faktor presipitasi nyeri
3. Mampu mengenali 10. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
nyeri (skala, intensitas, (farmakologi, non farmakologi dan inter
frekuensi dan tanda personal)
nyeri) 11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
4. Menyatakan rasa intervensi
nyaman setelah nyeri 12. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
berkurang 13. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
5. Tanda vital dalam 14. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
rentang normal 15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak berhasil
17. Monitor penerimaan pasien tentang manajemen
nyeri
Analgesic Administration
1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum pemberian obat
2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis,
dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi
dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu
5. Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan
beratnya nyeri
6.  Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan
dosis optimal
7. Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara teratur
8. Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali
9. Berikan analgesik tepat waktu terutama saat
nyeri hebat
10. Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala
(efek samping)
2 Risiko infeksi b.d tindakan Setelah dilakuakan Infection Control (Kontrol infeksi)
invasif, paparan asuhan keperawatan 1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
lingkungan patogen selama 3x24 jam 2. Pertahankan teknik isolasi
diharapkan resiko infeksi 3. Batasi pengunjung bila perlu
terkontrol dengan 4. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci
indicator: tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung
- Immune Status meninggalkan pasien
- Knowledge : 5. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
Infection control 6. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
- Risk control tindakan kperawtan
a. Klien bebas dari tanda 7. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
dan gejala infeksi pelindung
b. Mendeskripsikan 8. Pertahankan lingkungan aseptik selama
proses penularan pemasangan alat
penyakit, factor yang 9. Ganti letak IV perifer dan line central dan
mempengaruhi dressing sesuai dengan petunjuk umum
penularan serta 10. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan
penatalaksanaannya, infeksi kandung kencing
c. Menunjukkan 11. Tingktkan intake nutrisi
kemampuan untuk 12. Berikan terapi antibiotik bila perlu
mencegah timbulnya Infection Protection (Proteksi Terhadap Infeksi)
infeksi 1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan
d. Jumlah leukosit dalam lokal
batas normal 2. Monitor hitung granulosit, WBC
e. Menunjukkan perilaku 3. Monitor kerentanan terhadap infeksi
hidup sehat 4. Batasi pengunjung
5. Saring pengunjung terhadap penyakit menular
6. Partahankan teknik aspesis pada pasien yang
beresiko
7. Pertahankan teknik isolasi k/p
8. Berikan perawatan kuliat pada area epidema
9. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase
10. Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
11. Dorong masukkan nutrisi yang cukup
12. Dorong masukan cairan
13. Dorong istirahat
14. Instruksikan pasien untuk minum antibiotik
sesuai resep
15. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala
infeksi
16. Ajarkan cara menghindari infeksi
17. Laporkan kecurigaan infeksi
18. Laporkan kultur positif
3 Menyusui tidak efektif b.d Setelah diberikan Health Education:
kurangnya pengetahuan tindakan keperawatan 1. Berikan informasi mengenai :
ibu tentang cara menyusui selama 3x24 jam klien o Fisiologi menyusui
yang benar menunjukkan respon o Keuntungan menyusui
breast feeding adekuat o Perawatan payudara
dengan indikator: o Kebutuhan diit khusus
§  klien o Faktor-faktor yang menghambat proses
mengungkapkan menyusui 
puas dengan 2. Demonstrasikan breast care dan pantau
kebutuhan untuk kemampuan klien untuk melakukan secara
menyusui teratur
§  klien mampu 3. Ajarkan cara mengeluarkan ASI dengan benar,
mendemonstrasika cara menyimpan, cara transportasi sehingga bisa
n perawatan diterima oleh bayi
payudara 4. Berikan dukungan dan semangat pada ibu untuk
melaksanakan pemberian Asi eksklusif
5. Berikan penjelasan tentang tanda dan gejala
bendungan payudara, infeksi payudara
6. Anjurkan keluarga untuk memfasilitasi dan
mendukung klien dalam pemberian ASI
7. Diskusikan tentang sumber-sumber yang dapat
memberikan  informasi/memberikan pelayanan
KIA

4 Ansietas b.d kurangnya Setelah dilakukan anxiety reduction


pengetahuan tetang
tindakan keperawatan 1. Gunakan pendekatan yang menengangkan
penyakit
selama 3x24 jam dengan 2. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku
tujuan: pasien
1. Anxiety self control 3. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan
2. Anxiety level selama prosedur
3. Coping 4. Pahami perspektif pasien pada situasi stres
Kriteria hasil: 5. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan
1. Pasien mampu mengurangi takut
mengidentifikasi dan 6. Dorong keluarga untuk menemani anak
mengungkapkan gejla 7. Dengarkan dengan penuh perhatian
cemas 8. Identifikasi tingkat kecemasan
2. Mengidentifikasi, 9. Bantu pasien mengenali situasi yang dapat
mengungkapkan, dan memicu cemas
menunjukan teknik 10. Instruksikan pasien menggunakan teknik
untuk mengontrol relaksasi
cemas 11. Berikan obat untuk mengatasi kecemasan
3. Vital sign dalam batas
normal
4. Postetur tubuh, espresi
wajah, bahasa tubuh
dan tingkat aktivitas
menunjukan
berkurangnya
kecemasan
5 Hambatan mobilitas fisik Setelah dilakukan Exercise therapy
b.d kelemahan fisik tindakan keperwatan 1. Minitor vital sign sebelum dan sesudah latihan
selama 3x24 jam dengan 2. Konsultasikan dengan terapi fisik
tujuan: 3. Ajarkan tentang teknik ambulasi
1. join movement 4. Kaji kemampuan pasien dalam berpindah
active 5. Latih pasien dalam pemenuhan ADLs
2. Mobility level 6. Bantu dan dampingi pasien saat mobilisasi dan
3. Self care: ADLs ADLs
4. Transfer 7. Berikan alat bantu jika perlu
performance 8. Ajarkan bagaimana meribah posisi dan berikan
Kriteria hasil bantuan jika diperlukan
1. Pasien meningkat
dalam aktivitas fisik
2. Mengerti tujan dan
peningkatan aktifitas
3. Memverbalisasikan
perasaan dalam
meningkatkan
kekuatan dan
kemampuan berpindah
4. Memperagakan
penggunaan alat bantu
untuk mobilisasi

Anda mungkin juga menyukai