Anda di halaman 1dari 6

Jurnal Pengabdian Masyarakat Ruwa Jurai

Peningkatan Pengetahuan dan Partisipasi Aktif dalam Gerakan Cegah


dan Berantas Skabies kepada Anak-Anak Pondok Pesantren Annida
Kecamatan Jatimulyo Lampung Selatan

Anggraeni Janar Wulan, TA Larasati, Intanri Kurniati, Anisa Nuraisa Jausal

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

Abstrak

Skabies merupakan penyakit kulit menular yang disebabkan oleh Sarcoptes scabei. Angka kejadian skabies
berdasarkan penelitian-penelitian di pondok pesantren di Indonesia termasuk Bandar lampung masih tinggi. Faktor
utama yang menyebabkan tingginya prevalensi skabies pada tempat hunian yang padat seperti pondok pesantren
adalah adanya kontak fisik antar individu yang memudahkan transmisi langsung dari kulit ke kulit. Faktor lain yang
mempengaruhi kejadian skabies adalah tingkat pengetahuan, kebersihan pribadi, dan juga faktor resiko berupa usia
anak-anak hingga remaja. Oleh karena itu perlu dilakukan kegiatan penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan
mengenai skabies dan tindakan untuk mencegahnya. Kegiatan meliputi penyuluhan, demontrasi dan praktek cuci
tangan WHO serta pemeriksaan kesehatan kulit dan pengobatannya. Evaluasi meliputi penilaian sebelum, selama,
dan sesudah kegiatan. Pada pre test didapatkan 42 peserta (65,62%) belum memiliki pemahaman tentang skabies
dengan nilai kurang dari 60, 18 peserta (28,12%) memiliki pemahaman yang cukup tentang skabies dengan rentang
nilai 60-79, dan 4 peserta (6,25%) sangat paham terhadap penyakit skabies dengan nilai lebih dari 80. Dari hasil
post test didapatkan 6 peserta (9,37%) memiliki pemahaman yang sangat baik dengan rentang nilai 80-100, 39
peserta (60,93%) memiliki pemahaman yang cukup, dan 19 peserta (29,68%) tetap belum memiliki pemahaman
mengenai skabies. Evaluasi proses menunjukkan seluruh peserta mampu melakukan cuci tangan WHO dengan
benar. Disimpulkan bahwa kegiatan penyuluhan ini dapat meningkatkan pengetahuan para santri mengenai
penyakit skabies dan para santri mampu melakukan tindakan pencegahan berupa cuci tangan WHO. Oleh karena
itu, penyuluhan yang kontinu diperlukan untuk peningkatan pengetahuan secara berkelanjutan.

Kata kunci: pencegahan, pemberantasan, pondok pesantren, skabies

Korespondensi: dr. Anggraeni Janar Wulan, ǀ Jl. Soemantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung ǀ HP 62-8122517435ǀ
e-mail: ajwulan@gmail.com

PENDAHULUAN penderita lebih banyak pada anak-anak


Skabies merupakan penyakit kulit pada kelompok usia 4-14 tahun.4,5
menular yang disebabkan oleh parasit Kepadatan hunian yang tinggi diikuti
Sarcoptes scabei. Penyakit ini sering kontak fisik antar individu memudahkan
diabaikan karena dianggap tidak transmisi dan infestasi tungau skabies.
membahayakan nyawa manusia. Sejak Oleh karena itu, prevalensi skabies yang
tahun 2017, Skabies oleh World Health tinggi umumnya ditemukan di lingkungan
Organization (WHO) dimasukkan dalam dengan kepadatan penghuni dan kontak
kelompok Neglected Tropical Diseases interpersonal tinggi seperti panti asuhan,
atau NTDs,1,2,3 penjara, dan pondok pesantren.6,7
Kejadian skabies di dunia pada tahun Prevalensi skabies di beberapa
2015 diperkirakan mencapai 200 juta pondok pesantren di Indonesia masih
kasus.3 Sumber lain menyebutkan bahwa tinggi dengan rentang antara 21,6 hingga
prevalensi skabies berada dalam rentang 84,8%. Khusus di Propinsi Lampung
0,2% hingga 71,4% pada seluruh negara ditemukan prevalensi skabies di pondok
kecuali di Benua Eropa dan daerah Timur pesantren Madarijul ‘Ulum Bandar
Tengah didapatkan prevalensi skabies Lampung adalah 60%. 8,9,10
hanya sekitar 10%. Prevalensi tertinggi Faktor kebersihan pribadi seperti
berada di daerah Amerika Latin, dengan intensitas mandi, pemakaian handuk,
kebersihan pakaian, kulit dan kuku,
92
Jurnal Pengabdian Masyarakat Ruwa Jurai

berperan terhadap tingginya prevalensi Metode kegiatan yang dilakukan


skabies.11 Penelitian Imartha di pondok adalah kegiatan pencegahan yang
pesantren Jabbal Annur Teluk Betung Kota mengadopsi konsep NTG (2010) mengenai
Bandar lampung menunjukkan bahwa “A Healthy Skin Program”. Konsep
selain personal hygiene, faktor tersebut terdiri atas:
pengetahuan merupakan faktor yang 1) Perencanaan, berupa koordinasi yang
paling berhubungan dengan kejadian baik antara tim pengabdian sebelum
skabies.12 pelaksanaan kegiatan;
Oleh karena itu, hampir seluruh 2) Pelibatan Komunitas dan Edukasi untuk
penelitian mengenai skabies meningkatkan pengetahuan dan
merekomendasikan perlunya tindakan partisipasi aktif anak-anak pondok
untuk meningkatan pengetahuan pesantren. Langkah ini terdiri atas 5
masyarakat mengenai penyakit skabies kegiatan, yaitu:
terutama kelompok rentan seperti anak- a) pemberian penyuluhan atau edukasi
anak dan remaja yang tinggal secara dengan metode ceramah dan tanya
berkelompok, salah satunya adalah warga jawab pengetahuan mengenai
pondok pesantren. skabies.
Pondok pesantren Annida yang b) demonstrasi dengan gambar tentang
beralamat di Karanganyar, Kecamatan Jati gambaran klinis penyakit skabies
Agung, Lampung Selatan memiliki jumlah c) partisipasi aktif para santri pondok
santri sekitar 300 orang yang tinggal dan pesantren. Kegiatan ini meliputi
bersekolah di pondok pesantren ini, melatih cara mencuci tangan WHO
rentang usia 12-15 tahun, tempat tinggal yang dibantu oleh mahasiswa,
yang padat, heterogenitas penghuni yang membuat jadwal piket, dan rencana
tinggi, belum pernah adanya kegiatan setiap santri untuk mencegah
penyuluhan tentang skabies dari tenaga terjadinya skabies.
kesehatan menjadikan pondok pesantren d) Pemberantasan
Annida sangat layak untuk dijadikan e) aspek pemberantasan dilakukan
sasaran kegiatan pengabdian. pada individu yang terdiagnosis
skabies pada kegiatan ini. Setelah
METODE PENGABDIAN terdiagnosis maka akan diberikan
Khalayak sasaran pada kegiatan ini obat permetrin. Anak-anak akan
adalah santri baru di pondok pesantren diberitahukan bagaimanakah cara
Annida, berusia 12-13 tahun sebanyak 50- menggunakan obat permetrin secara
75 santri. Pihak pondok pesantren juga benar melalui demonstrasi
telah menyeleksi anak-anak yang memiliki f) presentasi beberapa anak sebagai
kelainan kulit agar semuanya masuk dalam wakil kelompok mengenai rencana
peserta kegiatan. Pembatasan peserta yang akan dilakukan oleh masing-
bertujuan untuk meningkatkan keefektifan masing kelompok untuk mencegah
penyampaian materi yang akan diberikan. terjadinya penyakit dan
Seluruh anak para penghuni pondok penularannya. Sehingga seluruh
pesantren tersebut belum pernah siswa diharapkan bisa langsung
mendapatkan penyuluhan kesehatan mengaplikasikan ilmu yang didapat.
apapun khususnya tentang penyakit yang
sering diderita seperti skabies. Oleh karena 3) Skrining awal
itu pemberian pengetahuan mengenai Tahap ini dilakukan dengan cara
skabies merupakan hal yang penting demi melibatkan seluruh warga pondok
peningkatan kualitas sumberdaya manusia pesantren (dilakukan dalam kegiatan
khususnya anak-anak sebagai harapan berkelompok) untuk melakukan
bangsa dimasa depan identifikasi penyakit dengan cara
memeriksa temannya. Tahap ini

93
Jurnal Pengabdian Masyarakat Ruwa Jurai

dipandu oleh tim pengabdian dari HASIL DAN PEMBAHASAN


Universitas Lampung. Pemeriksaan Pengabdian dilaksanakan di
dibatasi pada tangan dan kaki. Anak pondok pesantren Annida Kecamatan
panti asuhan yang menderita skabies Jati Mulyo, Lampung Selatan, pada hari
akan diberikan pengobatan pada saat Sabtu tanggal 12 Oktober 2019. Kegiatan
itu juga. Apabila jumlah obat dengan ini diikuti oleh 66 peserta yang terdiri atas
penderita tidak memadai, pihak santri pria dengan usia berkisar antara 6–
pengelola pondok pesantren diminta 14 tahun, dengan tingkat pendidikan SD
untuk membawa ke pelayanan dan MI kelas 9.
kesehatan terdekat. Kegiatan dimulai dengan pembagian
4) Monitoring yang ilakukan evaluasi pre test dan kuesioner. Dari kuesioner
kegiatan minimal 1 bulan setelah didapatkan data terdapat 30 (46,87%)
kegiatan. peserta yang sudah pernah mendapatkan
5) Pencatatan yang dilakukan dengan penyuluhan tentang penyakit kulit dan 34
cara mendokumentasikan seluruh hasil (53,12%) peserta belum pernah
skrening awal dan seluruh kegiatan mendapatkan informasi mengenai penyakit
yang lain. kulit. Penyuluhan meliputi 4 buah materi
dengan tema mengenai penyakit skabies.
Evaluasi yang dilakukan pada Berikut adalah materi dan narasumber
kegiatan ini meliputi evaluasi awal, evaluasi yang memberikan:
proses dan evauasi akhir. Evaluasi awal 1. Materi epidemiologi skabies,
dilakukan sebelum kegiatan dengan etiologi penyakit Skabies, kondisi
memberikan pre test yang berisi lingkungan seperti apa yang
pertanyaan pertanyaan mengenai materi menyebabkan parasit Sarcoptes
yang akan diberikan. Hasil dari evaluasi ini scabei mudah untuk hidup dan
berupa nilai skor tiap peserta yang berkembang biak dan bagaimana
dihasilkan dari jumlah jawaban benar Sarcoptes scabiei tumbuh dan
dibagi dengan total jumlah pertanyaan berkembangbiak disampaikan oleh
dikali seratus. Evaluasi proses dilakukan dr Anggraeni Janar Wulan, M.Sc
selama kegiatan dengan melihat keaktifan 2. Tanda dan gejala penyakit skabies,
para peserta selama kegiatan. Evaluasi ini bagaimana penyakit ini dapat
dilihat dari kemauan anak-anak panti ditularkan serta penegakan
asuhan untuk membuat program pribadi diagnosis skabies disampaikan oleh
“Apa yang aku lakukan untuk mencegah Dr. dr TA. Larasati, M.Kes.
skabies” Rencana ini dituliskan dalam 3. Bagaimana cara pencegahan
selembar kertas dengan ketebalan tertentu penyakit skabies dan apa yang bisa
sehingga cukup kuat dan tahan lama agar dilakukan untuk mencegah skabies
mudah ditempel di kamar. Evaluasi akhir disampaikan oleh dr Intanri
dilakukan dengan memberikan pertanyaan Kurniati, Sp.PK
yang sama dengan pre test setelah 4. Materi epidemiologi penyakit
kegiatan berlangsung. Peserta dengan nilai skabies, etiologi, gejala, kondisi
diatas 80 (>80) disebut sangat paham, nilai lingkungan maupun perilaku seperti
60 – 80 disebut paham dan nilai kurang apa yang menyebabkan jamur
dari 50- 60 dikatakan kurang paham dan untuk hidup dan berkembang biak
nilai kurang dari 50 (<50) dikatakan tidak serta pencegahannya disampaikan
paham. Apabila terjadi peningkatan oleh dr. Anisa Nuraisa Jausal.
pengetahuan pada lebih dari 50 % peserta Penyuluhan dilakukan dengan
dengan nilai minimal 60 maka kegiatan menggunakan bantuan media visual
penyuluhan dianggap berhasil berupa penayangan materi dalam bentuk
meningkatkan pengetahuan peserta. power point. Dalam penyampaian materi

94
Jurnal Pengabdian Masyarakat Ruwa Jurai

selalu diselingi dengan diskusi sehingga pemeriksaan yang dilakukan didapatkan 8


komunikasi berjalan dua arah. anak (20%) yang menderita penyakit kulit,
terdiri atas 5 tinea dan 3 skabies. Penderita
diberikan pengobatan dengan anti jamur
mikonazol krim sedangkan pasien skabies
diberikan permetrin krim.

Gambar 1. Pemberian materi

Setelah penyampaian materi


dilanjutkan dengan demonstrasi cuci
tangan dilakukan dalam kegiatan
berkelompok. Peserta kegiatan dibagi Gambar 3. Kegiatan pemeriksaan kesehatan
dalam 7 kelompok kecil. Setiap kelompok
dibimbing oleh satu atau dua kakak Untuk mengetahui tingkat
pembimbing yang berasal dari mahasiswa keberhasilan penyuluhan, sebelum
FK Unila. Kakak pembimbing pelaksanaan diberikan pre test dengan
mencontohkan bagaimana melakukan cuci menggunakan kuesioner. Setelah pelatihan
tangan WHO diikuti oleh peserta. Gerakan selesai, diberikan post test dengan
cuci tangan dipadukan dengan nyanyian kuesioner yang sama.
yang menggambarkan gerakan yang Hasil analisis terhadap setiap
dilakukan. Setelah semua peserta jawaban peserta kegiatan pada pre dan
dipastikan bisa melakukan cuci tangan post test, disajikan pada Tabel 1.
dengan benar, maka setiap peserta
mencoba satu persatu dalam kelompok Tabel 1. Analisis jawaban pre dan post test.
No Pertanyaan Pre- Post
test test
1 Apakah penyebab penyakit 4 4
Skabies?
2 Apakah tanda utama skabies ? 27 44
3 Lokasi manakah yang paling umum 50 46
terkena skabies?
4 Manakah lesi khas penyakit 25 37
Skabies?
5 Bagaimana cara mendiagnosis 14 10
Skabies?
6 Rumah yang bagaimanakah yang 40 43
penghuninya sering kudisan?
7 Manakah perilaku di bawah ini 31 43
Gambar 2. Demonstrasi cuci tangan WHO yang memacu terjadinya skabies?
8 Lokasi tubuh yang seperti apakah 31 40
yang disenangi oleh jamur?
Kegiatan pemeriksaan kesehatan kulit dan 9 Bagaimanakah ciri khas kulit yang 5 4
pemberian pengobatan. terkena penyakit skabies?
Pada akhir kegiatan pengabdian 10 Manakah kebiasaan 22 33
diadakan pemeriksaan kesehatan kulit dan yangvmembantu mencegah
penularan penyakit kulit?
pemberian pengobatan. Pemeriksaan
ditujukan hanya pada peserta yang
mengalami keluhan pada kulitnya. Dari

95
Jurnal Pengabdian Masyarakat Ruwa Jurai

Dari tabel 1 terlihat bahwa terdapat melakukannya secara benar dan mandiri.
peningkatan pemahaman peserta Pelaksanaan kegiatan dapat disimpulkan
pelatihan pada penyakit skabies terutama berjalan lancar dilihat dari ketepatan waktu
pada aspek gejala, gambaran klinis, dan pelaksanaan kegiatan, dan adanya interaksi
peningkatan pemahaman pada aspek dua arah selama kegiatan antara pemberi
pencegahannya (soal no 6, 7, 8, dan 10). materi dengan peserta kegiatan.
Tidak ada peningkatan pemahaman Dari hasil pengamatan di lapangan,
ditemukan pada aspek etiologi dari jelas bahwa kegiatan penyuluhan kepada
penyakit tersebut yaitu pada soal no 1. anak-anak pondok pesantren perlu
Evaluasi secara menyeluruh terhadap diadakan secara berkelanjutan agar seluruh
seluruh peserta disajikan pada tabel 2 siswa mempunyai pengetahuan yang cukup
dan dapat mempraktekkan dalam
Tabel 2 . Evaluasi keberhasilan kegiatan kehidupan keseharian mereka dalam upaya
No Nilai Pre test Post Test Keterangan pencegahan penyakit kulit yang banyak
1 < 60 42 19 Kurang mengenai santriwan maupun santriwati
(65,62%) (29,68%) paham seperti skabies.
2 60 – 18 39 Cukup
79 (28,12%) (60,93%) Paham SIMPULAN
3 ≥ 80 4 6 Sangat
Setelah mendapatkan penyuluhan
(6,25%) (9,37%) paham
mengenai penyakit skabies pengetahuan
anak-anak panti asuhan meningkat, yang
Dari tabel 2 terlihat pada pre test
ditandai dengan peningkatan nilai pada
didapatkan bahwa 42 peserta (65,62%)
lebih dari 50 persen peserta. Seluruh
belum memiliki pemahaman tentang
peserta dapat mempraktekkan cuci tangan
penyakit skabies dengan rentang nilai
WHO dengan baik dan benar dan
kurang dari 60, dan sebanyak 18 peserta
didapatkan 57 pasien (89,06%) yang
(28,12%) dikatakan telah memiliki
didiagnosis menderita penyakit kulit,
pemahaman yang cukup tentang skabies
terdiri atas 10 tinea dan 47 skabies.
dengan rentang nilai 60-79, dan
didapatkan 4 peserta (6,25%) dengan hasil
DAFTAR PUSTAKA
sangat paham terhadap penyakit skabies
atau nilai lebih dari atau sama dengan 80.
1. Thomas J, Peterson GM, Walton SF,
Dari hasil post test didapatkan 6
Carson CF, Naunton M., Baby KE.
peserta (9,37%) peserta memiliki
Scabies: an ancient global disease with
pemahaman yang sangat baik atau sangat
a need for new therapies. BMC
paham dengan rentang nilai 80-100. 39
Infectious Diseases. 2015; 15(250):1-6.
peserta (60,93%) memiliki pemahaman
2. Van der Linden N, van Gool K, Gardner
yang cukup, dan 19 peserta (29,68%) masih
K, Dickinson H, Agostino J, Regan DG,
memiliki pemahaman yang kurang
et al. A systematic review of scabies
terhadap penyakit skabies dengan nilai 40
transmission models and data to
dan 50. Peserta yang belum memiliki
evaluate the cost-effectiveness of
pemahaman yang cukup berarti hanya
scabies interventions. PLoS Negl Trop
mampu menjawab 4 atau 5 pertanyaan
Dis. 2019;13(3): 1-18
dari soal yang diberikan. Hal ini bisa
3. World Health Orgaization. Neglected
disebabkan karena faktor usia peserta yang
tropical diseases.
relatif muda yaitu 6 atau 7 tahun.
https://www.who.int/neglected_disea
Pada kegiatan demonstrasi cuci
ses/diseases/scabies/en/. Diakses
tangan WHO terlihat bahwa seluruh santri
pada tanggal 11 Mei 2019.
terlihat antusias dalam mengikuti gerakan
4. Romani L, Steer AC, Whitfeld MJ,
yang diajarkan. Pada saat diminta untuk
Kaldor JM. Prevalence of scabies and
mencoba satu persatu dalam kegiatan
impetigo worldwide: a systematic
kelompok, seluruh peserta dapat
96
Jurnal Pengabdian Masyarakat Ruwa Jurai

review. Lancet Infect Dis. 2015.


http://dx.doi.org/10.1016/ S1473-
3099(15)00132-2
5. Sara J, Haji Y, Gebretsadik A. Scabies
Outbreak Investigation and Risk
Factors in East Badewacho District,
Southern Ethiopia: Unmatched Case
Control Study. Dermatology Research
and Practice. 2018: 1-10
6. Steer A.C., Jenney A.W.J., Kado J.,
Batzloff M.R., Vincent S.L.,
Waqatakirewa L., et alHigh burden of
impetigo and skabies in a tropical
country. PLoS Negl Trop Dis. 2009;
3:e467.
7. Shelley FW, Currie BJ. Problems in
diagnosing skabies, a global disease in
human and animal populations. CMR
2007;268-79.
8. Ibadurrahmi H, Veronica S,
Nugrohowati N. Faktor-Faktor Yang
Berpengaruh Terhadap Kejadian
Penyakit Skabies Pada Santri Di
Pondok Pesantren Qotrun Nada
Cipayung Depok Februari Tahun 2016.
Jurnal Profesi Medika. 2007;10(1): 33-
45
9. Mayrona,CT, Subchan,P, Widodo, A.
Pengaruh Sanitasi Lingkungan
Terhadap Prevalensi Terjadinya
Penyakit Scabies Di Pondok Pesantren
Matholiul Huda Al Kautsar Kabupaten
Pati. Jurnal Kedokteran
Diponegoro.7(1):100-12
10. Merti, LGIA, Mutiara H, Ayu PR.
Hubungan skabies dengan prestasi
belajar pada santri pondok pesantren
di bandar lampung [Skripsi].
Universitas Lampung, Bandar
lampung; 2017.
11. Potter & Perry, Fundamental
Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika. Hal 169-74. 2010.
12. Imartha, AG, Wulan AJ, Saftarina F.
Factors That Association Incidence Of
Scabies At Pondok Pesantren Jabal An-
Nur Al-Islami Kecamatan Teluk Betung
Barat Kota Bandar Lampung
[Skripsi].Universitas Lampung, Bandar
lampung. 2015.

97

Anda mungkin juga menyukai