Sedangkan istilah syukur dalam agama, adalah sebagaimana yang dijabarkan oleh
Ibnul Qayyim:
وعلى قلبه، ثناء واعترافا:الشكر ظهور أثر نعمة هللا على لسان عبده
وعلى جوارحه انقيادا وطاعة،شهودا ومحبة
“Syukur adalah menunjukkan adanya nikmat Allah pada dirinya. Dengan melalui
lisan, yaitu berupa pujian dan mengucapkan kesadaran diri bahwa ia telah diberi
nikmat. Dengan melalui hati, berupa persaksian dan kecintaan kepada Allah.
Melalui anggota badan, berupa kepatuhan dan ketaatan kepada Allah” (Madarijus
Salikin, 2/244).
Lawan dari syukur adalah kufur nikmat, yaitu enggan menyadari atau bahkan
mengingkari bahwa nikmat yang ia dapatkan adalah dari Allah Ta’ala. Semisal
Qarun yang berkata,
“Sungguh harta dan kenikmatan yang aku miliki itu aku dapatkan dari ilmu yang aku
miliki” (QS. Al-Qashash: 78).
Seorang ahli tafsir, Imam Abu Jarir Ath-Thabari, menafsirkan ayat ini dengan
riwayat dari Qatadah, “Ghafur artinya Allah Maha Pengampun terhadap dosa,
dan Syakur artinya Maha Pembalas Kebaikan sehingga Allah lipat-gandakan
ganjarannya” (Tafsir Ath Thabari, 21/531).
Ibnu Katsir menafsirkan Syakur dalam ayat ini, “Maksudnya adalah memberi
membalas kebaikan yang sedikit dengan ganjaran yang banyak” (Tafsir Al-Qur’an
Al-Azhim, 8/141).
Sehingga orang yang merenungi bahwa Allah adalah Maha Pembalas Kebaikan,
dari Rabb kepada Hamba-Nya, ia akan menyadari bahwa tentu lebih layak lagi
seorang hamba bersyukur kepada Rabb-Nya atas begitu banyak nikmat yang ia
terima.
إن إبراهيم كان أمة قانتا هلل حنيفا ولم يك من المشركين* شاكرا ألنعمه
اجتباه وهداه إلى صراط مستقيم
“Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi
patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang
yang musyrik, Dan ia senantiasa mensyukuri nikmat-nikmat Allah, Allah telah
memilihnya dan menunjukinya kepada jalan yang lurus” (QS. An-Nahl: 120-121).
Dan inilah dia sayyidul anbiya, pemimpin para Nabi, Nabi akhir zaman,
Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam, tidak luput dari syukur walaupun telah
dijamin baginya surga. Diceritakan oleh Ibunda ‘Aisyah Radhiallahu’anha,
تفطرَّ قام حتى، إذا صلَّى، كان رسو ُل هللاِ صلَّى هللا ُ عليه وسلَّ َم
وقد ُغفِر لك ما تق َّدم، يا رسو َل هللاِ ! أتصن ُع هذا: قالت عائش ُة. رجاله
تأخ َر ؟ فقال ” يا عائش ُة ! أفال أكونُ عب ًدا شكورً ا
َّ من ذنبك وما
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam biasanya jika beliau shalat, beliau berdiri
sangat lama hingga kakinya mengeras kulitnya. ‘Aisyah bertanya, ‘Wahai Rasulullah,
mengapa engkau sampai demikian? Bukankan dosa-dosamu telah diampuni, baik
yang telah lalu maupun yang akan datang? Rasulullah besabda: ‘Wahai Aisyah,
bukankah semestinya aku menjadi hamba yang bersyukur?’” (HR. Bukhari no. 1130,
Muslim no. 2820).
يا أيها الذين آمنوا كلوا من طيبات ما رزقناكم واشكروا هلل إن كنتم إياه
تعبدون
“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami
berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-
Nya kamu menyembah” (QS. Al Baqarah: 172).
Maka bersyukur adalah menjalankan perintah Allah dan enggan bersyukur serta
mengingkari nikmat Allah adalah bentuk pembangkangan terhadap perintah
Allah.
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,
Janganlah Anda menyangka bahwa bersyukur itu hanya sekedar pujian dan
berterima kasih kepada Allah. Ketahuilah bahwa bersyukur itupun menuai
pahala, bahkan juga membuka pintu rezeki di dunia. Allah Ta’ala berfirman,
وسنجزي الشاكرين
“Dan sungguh orang-orang yang bersyukur akan kami beri ganjaran” (QS. Al Imran:
145).
Imam Ath Thabari menafsirkan ayat ini dengan membawakan riwayat dari Ibnu
Ishaq, “Maksudnya adalah, karena bersyukur, Allah memberikan kebaikan yang
Allah janjikan di akhirat dan Allah juga melimpahkan rizki baginya di dunia” (Tafsir
Ath Thabari, 7/263).
Mungkin kebanyakan kita lebih suka dan lebih sering menyebut-nyebut kesulitan
yang kita hadapi dan mengeluhkannya kepada orang-orang. “Saya sedang sakit
ini.” “Saya baru dapat musibah itu..” “Saya kemarin rugi sekian rupiah..”, dll.
Namun sesungguhnya orang yang bersyukur itu lebih sering menyebut-nyebut
kenikmatan yang Allah berikan. Karena Allah Ta’ala berfirman,
Namun tentu saja tidak boleh takabbur (sombong) dan ‘ujub (merasa kagum atas
diri sendiri).
Sungguh aneh jika ada orang yang mengaku bersyukur, ia menyadari segala yang
ia miliki semata-mata atas keluasan rahmat Allah, namun di sisi lain melalaikan
perintah Allah dan melanggar larangan-Nya, ia enggan shalat, enggan belajar
agama, enggan berzakat, memakan riba, dll. Jauh antara pengakuan dan
kenyataan. Allah Ta’ala berfirman,
Salah cara untuk mensyukuri nikmat Allah adalah dengan berterima kasih kepada
manusia yang menjadi perantara sampainya nikmat Allah kepada kita.
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,
ج ُدوا َما ُت َكافُِئ و َن ُه َف ْادعُوا لَ ُه ِ َفِإنْ لَ ْم َت،ُص َن َع ِإلَ ْي ُك ْم َمعْ ُرو ًفا َف َكافُِئ وه
َ َْمن
َُح َّتى َت َر ْوا َأ َّن ُك ْم َق ْد َكا َفْأ ُتمُوه
“Barangsiapa yang telah berbuat suatu kebaikan padamu, maka balaslah dengan
yang serupa. Jika engkau tidak bisa membalasnya dengan yang serupa maka
doakanlah ia hingga engkau mengira doamu tersebut bisa sudah membalas
dengan serupa atas kebaikan ia” (HR. Abu Daud no. 1672, dishahihkan Al-Albani
dalam Shahih Abu Daud).
Oleh karena itu, mengucapkan terima kasih adalah akhlak mulia yang diajarkan
oleh Islam. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,
َّ أبلغ في
الثنا ِء َ ك هَّللا ُ خيرً ا فقد
َ جزا: صن َِع إلي ِه معروفٌ فقا َل لفاعلِ ِه
ُ َمن
“Barangsiapa yang diberikan satu kebaikan kepadanya lalu dia membalasnya dengan
mengatakan, ‘Jazaakallahu khair’ (semoga Allah membalasmu dengan kebaikan),
maka sungguh hal itu telah mencukupinya dalam menyatakan rasa syukurnya” (HR.
Tirmidzi no.2167, ia berkata: “Hadits ini hasan jayyid gharib”, dishahihkan Al-
Albani dalam Shahih At Tirmidzi).
3. Qana’ah
Senantiasa merasa cukup atas nikmat yang ada pada diri kita membuat kita selalu
bersyukur kepada Allah. Sebaliknya, orang yang senantiasa merasa tidak puas,
merasa kekurangan, ia merasa Allah tidak pernah memberi kenikmatan
kepadanya sedikitpun. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,
الناس
ِ و كن ق ِنعًا تكن أ ْش َك َر، الناس
ِ كن َو ِرعًا تكن أعب َد
“Jadilah orang yang wara’, maka engkau akan menjadi hamba yang paling berbakti.
Jadilah orang yang qana’ah, maka engkau akan menjadi hamba yang paling
bersyukur”(HR. Ibnu Majah no. 3417, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibni
Majah).
4. Sujud Syukur
Salah satu cara untuk mengungkapkan rasa syukur ketika mendapat kenikmatan
yang begitu besar adalah dengan melakukan sujud syukur.
كان رسول هللا صلى:عن أبي بكرة نفيع بن الحارث رضي هللا عنه قال
هللا عليه وسلم إذا جاءه أمر بشر به خر ساجدا؛ شاكرا هلل
“Dari Abu Bakrah Nafi’ Ibnu Harits Radhiallahu’anhu ia berkata, ‘Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam biasanya jika menjumpai sesuatu yang menggemberikan
beliau bersimpuh untuk sujud. Sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah” (HR.
Abu Daud no.2776, dihasankan oleh Al-Albani dalam Irwaul Ghalil).
5. Berdzikir
Berdzikir dan memuji Allah adalah bentuk rasa syukur kita kepada Allah. Ada
beberapa dzikir tertentu yang diajarkan oleh Rasulullah khusus mengungkapkan
rasa syukur kita kepada Allah. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,
Allah Ta’ala yang menciptakan kita, menghidupkan kita, dari Allah sematalah
segala kenikmatan, maka sungguh ‘tidak tahu terima kasih’ jika kita bersyukur
kepada selain Allah. Dan telah kita ketahui bersama bahwa syukur adalah ibadah.
Dan ibadah hanya pantas dan layak kita persembahkan kepada Allah semata.
Tidak ada sekutu baginya. Allah Ta’ala juga berfirman,
Baca selengkapnya https://muslim.or.id/30031-jadilah-hamba-allah-yang-
bersyukur.html
Mengungkapkan rasa syukur dalam bentuk ritual sah-sah saja selama ritual
tersebut diajarkan dan dituntunkan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam.
Misalnya dengan sujud syukur atau dengan melafalkan dzikir. Andaikan ada
bentuk lain ritual rasa syukur yang baik untuk dilakukan tentu sudah
dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam serta para sahabat. Lebih
lagi sahabat Nabi yang paling fasih dalam urusan agama, paling bersyukur
diantara ummat Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam, yang mereka jumlahnya
puluhan ribu dan di antara mereka ada yang masih hidup satu abad setelah
Rasulullah wafat, sebanyak dan selama itu tidak ada seorang pun yang terpikir
untuk membuat ritual semacam perayaan hari ulang tahun, ulang tahun
pernikahan, syukuran rumah baru, sebagai bentuk rasa syukur mereka.
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,
Semoga Allah menjadikan kita hamba-Nya yang senantiasa bersyukur atas segala
nikmat-Nya.