“TAKHRIJ HADITH”
2021
1
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Takhrij Hadith” dengan
baik dan tepat waktu.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................................................iii
BAB 1...........................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...........................................................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG............................................................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH.......................................................................................................................1
C. TUJUAN PRAKTIKUM.......................................................................................................................1
BAB II...........................................................................................................................................................2
PEMBAHASAN.............................................................................................................................................2
A. Pengenalan Takhrij Hadith Secara Teoritis......................................................................................2
1. Pengenalan Takhrij......................................................................................................................2
2. Takhrij Hadits dan Urgensinya.....................................................................................................3
B. Pengenalan Kitab-Kitab Terkait dan Penggunaannya......................................................................5
C. Praktek Takhrij Hadith (bimbingan penelusuran hadith-hadith pada kitab-kitab sumber asli)........7
1. Takhrij Melalui Lafaz Pertama Matan Hadits...............................................................................7
2. Takhrij Melalui Kata-Kata dalam Matan Hadits............................................................................8
3. Takhrij Berdasarkan Perawi Sahabat.........................................................................................10
4. Takhrij Berdasarkan Tema Hadits..............................................................................................10
5. Takhrij Berdasarkan Status Hadits.............................................................................................11
BAB III........................................................................................................................................................13
PENUTUP...................................................................................................................................................13
A. KESIMPULAN..................................................................................................................................13
B. SARAN............................................................................................................................................13
C. DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................14
3
4
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Istilah takhrij sering kita dengar dalam khazanah ilmu hadis. Takhrij secara
bahasa bermakna menyatukan dua hal yang berbeda. Ia seakar dengan
kharaja-yukharriju-takhrij. Kata takhrij juga bermakna istinbat (menggali,
mengeluarkan), tadrib (pembiasaan, latihan), taujih (penjelasan), ibraz
(mengeluarkan), dan izhar (melahirkan).
Secara istilah dalam ilmu hadis, takhrij bermakna upaya untuk mengetahui
sumber kitab utama suatu hadis, menelusuri dan menilai rangkaian silsilah
para periwayat hadis tersebut, menjelaskan tingkatannya serta
mempertimbangkan apakah hadis tersebut dapat dijadikan suatu dalil.
Takhrij hadis ini sangat diperlukan. Misal jika kita menemukan hadis yang
berbunyi, "Agama yang paling dicintai Allah adalah agama yang toleran."
Matan (isi) hadis tersebut tidak menjelaskan siapa sumbernya dan
kemungkinan hadis itu potongan dari sebuah hadis yang panjang. Maka
untuk menelusuri darimana potongan kalimat hadis itu berasal, dibutuhkan
ilmu takhrij hadis.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Pengenalan Takhrij Hadith secara teoritis
2. Pengenalan kitab-kitab terkait dan penggunaannya
3. Praktek Takhrij Hadith (bimbingan penelusuran hadith-hadith pada kitab-
kitab sumber asli).
C. TUJUAN PRAKTIKUM
Mengetahui Takhrij Hadith secara teoritis, mengetahui pengenalan kitab-
kitab dan penggunaannya, dan mengetahui praktek Takhrij Hadith.
1
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengenalan Takhrij
Takhrij secara teoritis menurut bahasa memiliki beberapa makna yaitu
berasal dari kata kharaja ( )خرجyang artinya nampak dari tempatnya atau
keadaaannya, dan terpisah, dan kelihatan. Demikian juga kata al-ikhraj (
)االخرجyang artinya menampakkan dan memperlihatkannya. Dan kata al-
makhraj ( )المخرجyang artinya tempat keluar dan akhraj al-hadist wa
kharajahu artinya menampakkan dan memperlihatkan hadist kepada orang
dengan menjelaskan tempat keluarnya. Mahmud al-Thahhan dalam kitabnya
Usul al-Takhrij wa Dirasat al-Asanid, menjelaskan bahwa al-takhrij menurut
pengertian asal bahasanya ialah “berkumpulnya dua perkara yang
berlawanan pada sesuatu yang satu”.
Kata al-takhrij sering dimunculkan dalam berbagai pengertian, dan
pengertian yang populer al-takhrij adalah (1) al-istimbat artinya
“mengeluarkan” (2) al-tadrib artinya “melatih atau pembiasaan” (3) al-
tawjih artinya “mengarahkan atau menjelaskan arah”.
Sedangkan secara terminologi, tajhrij berarti :
ٍ َ ت ُم َعلَّقَةً َغ ْي َر ُم ْسنَ َد ٍة َوال َم ْع ُز َّو ٍة اِلَى ِكتا
ٍ ُب اَوْ ُكت
ب ُم ْسنَ َد ٍة اِ َّما َم َع َ ث الّتِى تُ ْذ َك ُر فِي ال ُم
ِ َ صنَّفا ِ ع َْز ُو اال َحا ِد ْي
ار َعلَى ْال َع ْز ِو اِلَى ِ ص ِ ِان َمافِ ْيهَا ِمنَ ْال ِعلَ ِل َواِ َّما ب
َ ِاال ْقت ِ َ َوتَضْ ِع ْيفًا َو َر ًّدا َوقَبُوْ الً َوبَيtًْال َكالَ ِم َعلَ ْيهَا تَصْ ِحيْحا
االُصُوْ ِل
Mengembalikan (menelusuri kembali ke asalnya) hadis-hadis yang
terdapat di dalam berbagai kitab yang tidak memakai sanad kepada kitab-
kitab musnad, baik disertai dengan pembicaraan tentang status hadis-hadis
tersebut dari segi sahih atau daif, ditolak atau diterima, dan penjelasan
tentang kemungkinan illat yang ada padanya, atau hanya sekedar
mengembalikannya kepada kitab-kitab asal (sumbernya)nya.
Dari uraian defenisi di atas, takhrij Hadis dapat dijelaskan sebagai
berikut:
2
a. Mengemukakan hadis pada orang banyak dengan menyebutkan para
rawinya yang ada dalam sanad hadis itu.
b. Mengemukakan asal usul hadis sambil dijelaskan sumber
pengambilannya dari berbagai kitab hadis yang diperoleh oleh penulis
kitab tersebut dari para gurunya, lengkap dengan sanadnya sampai
kepada Nabi Saw. Kitab-kitab tersebut seperti; Al-Kutub al-Sittah,
Muwaththa’ Malik, Musnad Ahmad, Mustadrak Al-hakim.
c. Mengemukakan hadis-hadis berdasarkan sumber pengambilannya dari
kitab-kitab yang didalamnya dijelaskan metode periwayatannya dan
sanad hadis-hadis tersebut, dengan metode dan kualitas para rawi
sekaligus hadisnya.
d. Membahas hadist-hadist sampai diketahui martabat kualitas (maqbul-
mardudnya).
3
e. Dengan takhrij kita dapat memperoleh pendapat-pendapat para ulama
sekitar hukum hadits.
f. Takhrij dapat memperjelas perawi hadits yang samar. Karena
terkadang kita dapati perawi yang belum ada kejelasan namanya,
seperti Muhammad, Khalid dan lain-lain. Dengan adanya takhrij
kemungkinan kita akan dapat mengetahui nama perawi yang
sebenarnya secara lengkap.
g. Takhrij dapat memperjelas perawi hadits yang tidak diketahui
namanya melalui perbandingan diantara sanad-sanad.
h. Takhrij dapat menafikan pemakaian “AN” dalam periwayatan hadits
oleh seorang perawi mudallis. Dengan didapatinya sanad yang lain
yang memakai kata yang jelas ketersambungan sanadnya, maka
periwayatan yang memakai “AN” tadi akan tampak pula
ketersambungan sanadnya.
i. Takhrij dapat menghilangkan kemungkinan terjadinya percampuran
riwayat.
j. Takhrij dapat membatasi nama perawi yang sebenarnya. Hal ini
karenan kemungkinan saja ada perawi-perawi yang mempunyai
kesamaan gelar. Dengan adanya sanad yang lain maka nama perawi
itu akan menjadi jelas.
k. Takhrij dapat memperkenalkan periwayatan yang tidak terdapat dalam
satu sanad.
l. Takhrij dapat memperjelas arti kalimat yang asing yang terdapat
dalam satu sanad.
m. Takhrij dapat menghilangkan suatu “syadz” (kesendirian riwayat yang
menyalahi riwayat tsiqat) yang terdapat dalam suatu hadits melalui
perbandingan suatu riwayat.
n. Takhrij dapat menghilangkan suatu “syadz” (kesendirian riwayat yang
menyalahi riwayat tsiqat) yang terdapat dalam suatu hadits melalui
perbandingan suatu riwayat.
o. Takhrij dapat membedakan hadits yang mudraj (yang mengalami
penyusupan sesuatu) dari yang lainnya.
p. Takhrij dapat mengungkapkan keragu-raguan dan kekeliruan yang
dialami oleh seorang perawi
q. Takhrij dapat mengungkapkan hal-hal yang terlupakan atau diringkas
oleh seorang perawi.
r. Takhrij dapat membedakan proses periwayatan yang dilakukan
dengan lafal dan yang dilakukan dengan ma’na (pengertian) saja.
s. Takhrij dapat menjelaskan waktu dan tempat kejadian timbulnya suatu
hadits.
4
t. Takhrij dapat menjelaskan sebab-sebab timbulnya hadits. Diantara
hadits –hadits ada yang timbul karena perilaku seseorang atau
kelompok orang melalui perbandingan sanad-sanad yang ada maka
“asbab al-wurud” dalam hadits tersebut akan dapat diketahui dengan
jelas.
u. Takhrij dapat mengungkapkan kemungkinan terjadinya percetakan
dengan melalui perbandingan-perbandingan sanand yang ada.1
B. Pengenalan Kitab-Kitab Terkait dan Penggunaannya
Dalam melakukan takhrij, seseorang memerlukan kitab-kitab tertentu
yang dapat dijadikan pegangan atau pedoman sehingga dapat melakukan
kegiatan takhrij secara mudah dan mencapai sasaran yang dituju. Di antara
kitab 400 Ulumal Hadis Takhrij Hadis kitab yang dapat dijadikan pedoman
dalam men-takhrij adalah : Ushul al-Takhij w a Drasat al-As anid oleh
Mahmud al-Thahhan , Hushul al-Tafrij biUshul al-Takhrij oleh Ahmad ibn
Muhammad al-Shiddiq al-Gharami, Thuruq Takhrij Hadits Rasul Allah SAW
karyaAbu Muhammad al-Mahdi ibn Abd al-Qadir ibn Abd al-Hadi,
Metodologi Penelitian Hadits Nabi tulisan Syuhudi Ismail, dan lain-lain.
Selain kitab-kitab di atas, di dalam men-takhrij, diperlukan juga
bantuan dari kitab-kitab kamus atau MuJam Hadis dan MuJam para perawi
Hadis, yang di antaranya seperti:
a. Al-MuJam al-Mufahras li Alfa.z,h al-Hadits al-Nabawi 2oleh AJ.
Wensinck, seorang orientalis dan guru besar bahasa Arab pada
Universitas Leiden, dan kemudian bergabung dengannya Muhammad
Fu'ad Abd al-Baqi.
b. MifiahKunuz al-Sunnah3, juga oleh AJ. Wensinck, yang memerlukan
waktu selama 10 tahun untuk menyisun kitab tersebut. Kitab ini
diterjemahkan ke dalam Bahasa Arab oleh Muhammad Fu ad Abd al-
Baqi.
1
http://nelafitriyani.blogspot.com/2014/01/pengenalan-takhrij-hadits-secara.html
2
Kitab ini memuat Hadis-hadis dari sembilan kitab induk hadis, seperti (1) Shahih al-Bukhari (2) Shahih Muslim (3)
Sunan Turmudzi (4) Sunan Abu Daud (5) Sunan Nasa’i (6) Sunan ibn Majah (7) Sunan Darimi (8) Muwathta’Malik,
dan (9) Musnad Imam Ahmad.
3
Kitab ini memuat Hadis-Hadis yang terdapat dalam 14 buah kitab, baik mengenai sunnah ataupun biografi Nabi,
yaitu selain dari 9 kitab induk Hadis sesuai yang dimuat oleh kitabnya yang pertama (al-Mu’jam al-Mufahras li
Alfazh al-Hadist al-nabawi) di atas, tambahannya adalah : (10) Musnad al-Thayalisi (11) Musnad Zaid ibn Ali
Husein ibn Ali ibn Abi Thalib (w.122 H)(12)Al-Thabaqat al-kubra oleh Muhammad ibn Sa’ad (w.230) (13) Sirah ibn
Hisyam (w.218 H) dan (14) Al-Maghazi oleh Muhammad ibn ‘Umar al-Waqidi (w.207 H)
5
Sedangkan kitab yang memuat biografi para perawi Hadis, di
antaranya adalah sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Thahhan berikut
ini:4
4
Al-Thahhan, Ushul al-Takhrij, h.149-169
6
d. Al-Ta'rif bi Rijal al-Muwaththa', tulisan Muhammad ibn Yahya
al-al-Hidzdza'al-Tamimi (w. 416 H)
5) Kitab-kitab yang memuat biograli para perawi Al-kutub al-sittah,
yaitu :
a. Al-Kamal fi Asma'al-Rijal, oleh 'Abd al-Ghani ibn 'Abd al-
Wahid al-Maqdisi al-Hanbali (w. 600 H),
b. Tahdzib al-Kamal, oleh Abu al-Hajjaj Yusuf ibn al-Zaki al-
Mizzi (w.742 H ),
c. Ikmal Tahdzib al-Kamal, oleh Ala' al-Din Mughlathaya (w. 762
H),
d. Tahdzib al-Tahdzib,karyaAbu Abd Allah Muhammad ibn
Ahmad al-Dzahabi (w. 748 H),
e. Al-Kasyif, tulisan Al-Dzahabi,
f. Tahdzib al-Tahdzib, karangan Ibn Hajar al Asqalani,
g. Taqrib al-Tahdzib, karangan Ibn Hajar al- Asqalani,
h. KhulashahTahdzib Tahdzib al-Kamal, oleh ShaIi al-Din Ahmad
ibn Abd Allah al-khazraji al-Anshari al-Satdi (w. 92a H).
6) dan kitab-kitab lain yang memuat biografi para perawi Hadis.
7
dicari berada pada halaman 2014 juz 5. Setelah diperiksa, bunyi lengkap
matan hadits yang dicari adalah;
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw bersabda, “(Ukuran)
orang yang kuat (perkasa) itu bukanlah dari kekuatan orang itu dalam
berkelahi, tetapi yang disebut sebagai orang yang kuat adalh orang yang
mampu menguasai dirinya tatkala dia marah”.
Metode ini mempunyai kelebihan dalam hal memberikan
kemungkinan yang besar bagi seorang mukharrij untuk menemukan
hadits-hadits yang dicari dengan cepat. Akan tetapi, metode ini juga
mempunyai kelemahan yaitu, apabila terdapat kelainan atau perbedaan
lafaz pertamanya sedikit saja, maka akan sulit unruk menemukan hadits
َ ْاِذاَأتَا ُك ْم َم ْن تَر
yang dimaksud. Sebagai contoh ; ُضوْ نَ ِد ْينَهُ َو ُخلُقَهُ فَ َز ِّوجُوْ ه
Berdasarkan teks di atas, maka lafaz pertama dari hadits tersebut
adalah iza atakum ()اِذا اَتَا ُك ْم. Namun, apabila yang diingat
oleh mukharrij sebagai lafaz pertamanya adalah law atakum ()لَوْ اَتَا ُك ْم
atau iza ja’akum 6()اذا َجا َء ُك ْم, maka hal tersebut tentu akan menyebabkan
sulitnya menemukan hadits yang sedang dicari, karena adanya perbedaan
lafaz pertamanya, meskipun ketiga lafaz tersebut mengandung arti yang
sama.
8
Darimi, Muwaththa’ malik, dan Musnad Imam Ahmad. Contohnya
pencarian hadits berikut;
Dalam pencarian hadits di atas, pada dasarnya dapat ditelusuri melalui
kata-kata naha ()نَهَى ta’am ( )طَ َعام, yu’kal ( ْ)يُْؤ كَل al-mutabariyaini (
ين ِ َ)ال ُمتَب. Akan tetapi dari sekian kata yang dapat dipergunakan, lebih
ِ َاري
dianjurkan untuk menggunakan kata al-mutabariyaini (اريَ ْي ِن ِ َ )ال ُمتَبkarena
kata tersebut jarang adanya. Menurut penelitian para ulama hadits,
penggunaan kata tabara ( )تَبَا َرىdi dalam kitab induk hadits (yang
berjumlah Sembilan) hanya dua kali.
Penggunaan metode ini dalam mentakhrij suatu hadits dapat dilakukan
dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
Langkah pertama, adalah menentukan kata kuncinya yaitu kata yang
akan dipergunakan sebagai alatuntuk mencari hadits. Sebaiknya kata
kunci yang dipilih adalah kata yang jarang dipakai, karena semakin
bertambah asing kata tersebut akan semakin mudah proses pencarian
hadits. Setelah itu, kata tersebut dikembalikan kepada bentuk dasarnya.
Dan berdasarkan bentuk dasar tersebut dicarilah kata-kata itu di dalam
kitab Mu’jam menurut urutannya secara abjad (huruf hijaiyah).
Langkah kedua, adalah mencari bentuk kata kunci tadi sebagaimana
yang terdapat di dalam hadits yang akan kita temukan
melalui Mu’jam ini. Di bawah kata kunci tersebut akan ditemukan hadits
yang sedang dicari dalam bentuk potongan-potongan hadits (tidak
lengkap). Mengiringi hadits tersebut turut dicantumkan kitab-kitab yang
menjadi sumber hadits itu yang dituliskan dalm bentuk kode-kode
sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.
Metode ini memiliki beberapa kelebihan yaitu; Metode ini
mempercepat pencarian hadits dan memungkinkan pencarian hadits
melalui kata-kata apa saja yang terdapat dalam matan hadits. Selain itu,
metode ini juga memiliki beberapa kelemahan yaitu; Terkadang suatu
hadits tidak didapatkan dengan satu kata sehingga orang yang
mencarinya harus menggunakan kata-kata lain.
9
3. Takhrij Berdasarkan Perawi Sahabat
Metode ini dikhususkan jika kita mengetahui nama sahabat yang
meriwayatkan hadits, lalu kita mnecari bantuan dari tiga macam karya
hadits yakni;
a. Al-Masanid (musnad-musnad). Dalam kitab ini disebutkan hadits-
hadits yang diriwayatkan oleh setiap sahabat secara tersendiri.
Selama kita sudah mengetahui nama sahabat yang meriwayatkan
hadits, maka kita mencari hadits tersebut dalam kitab ini hingga
mendapatkan petunjuk dalam satu musnad dari kumpulan musnad
tersebut.
b. Al- ma`ajim (mu`jam-mu`jam). Susunan hadits di dalamnya
berdasarkan urutan musnad para sahabat atau syuyukh (guru-guru)
sesuai huruf kamus hijaiyah. Dengan mengetahui nama sahabat
dapat memudahkan untuk merujuk haditsnya.
c. Kitab-kitab Al-Atraf. Kebanyakan kitab al-atraf disusun
berdasarkan musnad-musnad para sahabat dengan urutan nama
mereka sesuai huruf kamus. Jika seorang peneliti mengetahui
bagian dari hadits itu, maka dapat merujuk pada sumber-sumber
yang ditunjukkan oleh kitab-kitab al-atraf tadi untuk kemudian
mengambil hadits secara lengkap.
Kelebihan metode ini adalah bahwa proses takhrij dapat diperpendek.
Akan tetapi, kelemahan dari metode ini adalah ia tidak dapat digunakan
dengan baik, apabila perawih yang hendak diteliti itu tidak diketahui.
10
mendirikan shalat, membayarkan zakat, berpuasa bulan Ramadhan, dan
menunaikan ibadah haji bagi yang mampu.
Hadits diatas mengandung beberapa tema yaitu iman, tauhid, shalat,
zakat, puasa dan haji. Berdasarkan tema-tema tersebut maka hadits diatas
harus dicari didalam kitab-kitab hadits dibawah tema-tema tersebut. Cara
ini banyak dibantu dengan kitab Miftah Kunuz As-Sunnah yang berisi
daftar isi hadits yang disusun berdasarkan judul-judul pembahasan.
Dari keterangan diatas jelaslah bahwa takhrij dengan metode ini
sangat tergantung kepada pengenalan terhadap tema hadits. Untuk itu
seorang mukharrij harus memiliki beberapa pengetahuan tentang kajian
Islam secara umum dan kajian fiqih secara khusus.
Metode ini memiliki kelebihan yaitu : Hanya menuntut pengetahuan
akan kandungan hadits, tanpa memerlukan pengetahuan tentang lafaz
pertamanya. Akan tetapi metode ini juga memiliki berbagai kelemahan,
terutama apabila kandungan hadits sulit disimpulkan oleh seorang
peneliti, sehingga dia tidak dapat menentukan temanya, maka metode ini
tidak mungkin diterapkan.
7
Ibid
11
Kitab kitab yang disusun berdasarkan metode ini :
a. Al-Azhar al-Mutanasirah fi al-Akbar al-Mutawatirah karangan Al-
Suyuthi.
b. Al-Ittihafat al-Saniyyat fi al-Ahadits al-Qadsiyyah oleh al-Madani.
c. Al-Marasil oleh Abu Dawud, dan kitab-kitab sejenis lainnya.
12
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Takhrij secara teoritis menurut bahasa memiliki beberapa makna yaitu
berasal dari kata kharaja ( )خرجyang artinya nampak dari tempatnya atau
keadaaannya, dan terpisah, dan kelihatan. Demikian juga kata al-ikhraj (
)االخرجyang artinya menampakkan dan memperlihatkannya. Dan kata al-
makhraj ( )المخرجyang artinya tempat keluar dan akhraj al-hadist wa
kharajahu artinya menampakkan dan memperlihatkan hadist kepada orang
dengan menjelaskan tempat keluarnya. Dalam melakukan takhrij, seseorang
memerlukan kitab-kitab tertentu yang dapat dijadikan pegangan atau
pedoman sehingga dapat melakukan kegiatan takhrij secara mudah dan
mencapai sasaran yang dituju. Di dalam melakukan takhrij, ada lima metode
yang dapat dijadikan sebagai pedoman.
B. SARAN
Kami sebagai penyusun menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini
termasuk jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca.
13
C. DAFTAR PUSTAKA
14