Anda di halaman 1dari 20

A.

    Pengertian Semen


Semen berasal dari kata Caementum yang berarti bahan perekat yang mampu
mempesatukan atau mengikat bahan-bahan padat menjadi satu kesatuan yang kokoh atau
suatu produk yang mempunyai fungsi sebagai bahan perekat antara dua atau lebih bahan
sehingga menjadi suatu bagian yang kompak atau dalam pengertian yang luas adalah
material plastis yang  memberikan sifat rekat antara batuan-batuan konstruksi bangunan.
Usaha untuk membuat semen pertama kali dilakukan dengan cara membakar batu kapur
dan tanah liat. Joseph Aspadain yang merupakan orang inggris, pada tahun 1824 mencoba
membuat semen dari kalsinasi campuran batu kapur dengan tanah liat yang telah
dihaluskan, digiling, dan dibakar menjadi lelehan dalam tungku, sehingga terjadi
penguraian batu kapur (CaCO3) menjadi batu tohor (CaO) dan karbon dioksida(CO 2).
Batu kapur  tohor (CaO) bereaksi dengan senyawa-senyawa lain membemtuk klinker
kemudian digiling sampai menjadi tepung yang kemudian dikenal dengan Portland.
Semen portland adalah semen yang paling banyak digunakan dalam pekerjaan beton.
Semen portland yang digunakan di Indonesia harus memenuhi syarat SII.0013-81 atau
standar Uji Bahan Bangunan Indonesia 1986, dan harus memenuhi persyaratan yang
ditetapkan dalam standar tersebut.
Semen merupakan bahan ikat yang penting dan banyak digunakan dalam
pembangunan fisik di sektor konstruksi sipil. jika ditambah air, semen akan menjadi pasta
semen. Jika ditambah agregat halus, pasta semen akan menjadi mortar yang jika
digabungkan dengan agregat kasar akan menjadi campuran beton segar yang setelah
mengeras akan menjadi beton keras (concrete).

B.     Jenis-Jenis Semen


Semen merupakan hasil industri yang sangat kompleks, dengan campuran serta
susunan yang berbeda-beda. Semen dapat dibedakan menjadi duka kelompok yaitu : 1).
Semen non-hidrolik dan 2). Semen hidrolik.
1.     Semen non-hidrolik
Semen non-hidrolik tidak dapat mengikat dan mengeras di dalam air, akan
tetapi dapat mengeras diudara. Contoh utama dari semen non-hidrolik adalah
kapur.
Kapur dihasilkan oleh proses kimia dan mekanis dialam. Kapur telah digunakan
selama berabad-abad lamanya sebagai bahan adukan dan plesteran untuk
bangunan. Hal tersebut terlihat pada piramida-piramida di Mesir yang dibangun
4500 tahun sebelum masehi. Kapur digunakan sebagai bahan pengikat selama
zaman Romawi dan Yunani.
Jenis kapur yang baik adalah kapur putih, yaitu yang mengandung kalsium
oksida yang tinggi ketika maish berbentuk kapur tohor (belum berhubungan
dengan air) dan akan mengandung banyak kalsium hidroksida ketika telah
berhubungan dengan air.
2.     Semen hidrolik
Semen hidrolik mempunyai kemampuan untuk mengikat dan mengeras didalam
air. Contoh semen hidrolik antara lain kapur hidrolik, semen pozollan,semen
terak, semen alam, semen portland, semen portland-pozollan, semen portland
terak tanur tinggi, semen alumina dan semen expansif.
3. Kapur hidrolik
a.      Bahan
Sebagian besar (65%-75%) bahan kapur hidrolik terbuat dari batu gamping,
yaitu kalsium karbonat beserta bahan pengikutnya berupa
silika,alumina,magnesia dan oksida besi.
b.     Cara pembuatan
Kapur Hidrolik dibuat dengan cara membakar batu kapur yang mengandung
silika dan lempung sampai menjadi klinker dan mengadung cukup kapur dan
silikat untuk menghasilkan kapur hidrolik. Klinker yang dihasilkan harus
mengandung cukup kapur bebas sehingga massa klinker itu dapat menghasilkan
kapur tohor setelah berhunbungan dengan air.
c.     Produksi Kapur di Indonesia
Bahan mentah yang biasa dugunakan sebagai pozollan yang terdapat di
Indonesia umumnya berupa teras bahan, misalnya batu apung yang dihasilkan
dari magma gunung berapi yang mati.
d.     Sifat-sifat Kapur Hidrolik
Kapur hidrolik memperlihatkan sifat hidroliknya, namu tidak cocok untuk
bangunan-bangunan didalam air, karena membutuhkan udara yang cukup untuk
mengeras. Sifat umum dari kapur adalah sebagai berikut :
 Kekuatannya rendah
 Berat jenis rata-rata 1000kg/m3
 Bersifat hidrolik
 Tidak menunjukan pelapukan
 Dapat terbawa arus
3. Semen Pozollan
Pozollan adalah sejenis bahan yang mengandung silisium atau aluminium yang
tidak mempunyai sifat penyemenan. Butirannya halus dan dapat bereaksi
dengan kalsium hidroksida pada suhu ruang serta membentuk senyawa-senyawa
yang mempunyai sifat-sifat semen.
Semen pozollan adalah bahan ikat yang mengandung silika amorf, yang apabila
dicampur dengan kapur akan membentuk benda padat yang keras. Bahan yang
mengandung pozolla adalah teras, semen merah, abu terbang, dan bubukan
terak tanur tinggi.
4. Semen Terak
Semen terak adalah semen hidrolik yang sebagian besar terdiri dari suatu
campuran seragam serta kuat dari terak tanur kapur tinggi dan kapur tohor.
Semen terak dibuat melalui proses tertentu yakni penggilingan yang
menyebabkan terak itu bersifat hidrolik, sekaligus berkurang jumlah sulfatnya
yang dapat merusak. Terak tersebut kemudian dikeringkan dan ditambahi kapur
tohor dengan perbandingan tertentu. Seluruh bahan kemudian dicampur dan
dihaluskan kembali menjadi butiran yang halus.
5. Semen Alam
Semen alam dihasilkan melalui pembakaran batu kapur yang mengandung
lempung pada suhu lebih rendah dari suhu pengerasan. Hasil pembakaran
kemudian digiling menjadi serbuk halus. Kadar silika alumina dan oksida besi
pada serbuk cukup untuk membuatnya bergabung dengan kalsium oksida
sehingga membentuk senyawa kalsium silikat dan aluminat yang dapat
dianggap mempunyai sifat hidrolik. 
6. Semen Portland
Semen portland adalah semen yang paling banyak digunakan dalam pekerjaan
beton. Semen portland yang digunakan di Indonesia harus memenuhi syarat
SII.0013-81 atau standar Uji Bahan Bangunan Indonesia 1986, dan harus
memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam standar tersebut.
Semen merupakan bahan ikat yang penting dan banyak digunakan dalam
pembangunan fisik di sektor konstruksi sipil. jika ditambah air, semen akan
menjadi pasta semen. Jika ditambah agregat halus, pasta semen akan menjadi
mortar yang jika digabungkan dengan agregat kasar akan menjadi campuran
beton segar yang setelah mengeras akan menjadi beton keras (concrete).
Pembuatan semen portland dilaksanakan melalui beberapa tahapan, yaitu  :
a.       Penambangan di quarry
b.      Pemecahan di crushing plant
c.       Penggilingan (blending)
d.      Pencampuran bahan-bahan
e.       Pembakaran (ciln)
f.       Penggilingan kembali hasil pembakaran
g.      Penambahan bahan tambah (gypsum)
h.      Pengikatan (packing plant)
Proses pembuatan semen portland dapat dibedakan menjadi dua, yaitu proses
basah dan proses kering.
Semen portland dibagi menjadi lima jenis yaitu :
 Tipe I, semen portland yang dalam penggunaanya tidak memerlukan
persyaratan khusus seperti jenis-jenis lainnya.
 Tipe II, semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan
ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang. Contohnya
konstruksi beton yang selalu berhubungan dengan air kotor atau air tanah
atau fondasi yang tertanam didalam tanah yang mengandung garam sulfat
dan saluran air buangan atau bangunan yang berhubungan langsung
dengan rawa.
 Tipe III, semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan
kekuatan awal yang tinggi dalam fase permulaan setelah pengikatan
terjadi.contohnya digunakan pada konstruksi didaerah yang mempunyai
musim dingin.
 Tipe IV, semen portland yang didalam penggunaannya memerlukan
panas hidrasi yang rendah. Contohnya digunakan untuk pekerjaan yang
besar dan masif seperti pekerjaan bendung, fondasi berukuran besar atau
pekerjaan besar lainnya.
  Tipe V, semen portland yang dalam penggunaan memerlukan ketahanan
yang tinggi terhadap sulfat. Contohnya digunakan untuk bangunan yang
berhubungan dengan air laut, air buangan industri, bangunan yang
terkena pengaruh gas atau uap kimia.
7. Semen Portland Pozollan
Semen portland pozollan adalah campuran semen portland dan bahan-bahan
yang bersifat pozollan seperti terak tanur tinggi dan hasil residu PLTU. Semen
jenis ini biasanya digunakan untuk beton yang diekspos terhadap sulfat.
8. Semen Putih
Semen putih adalah semen portland yang kadar oksida besinya rendah, kurang
dari 0,5%. Bahan baku yang digunakan harus kapur murni, lempung putih yang
tidak mengandung oksida besi dan pasir silika. Semen ini biasanya digunakan
untuk membuat keramik dan beda yang lebih banyak nilai seninya, dan tidak
digunakan untuk bangunan struktur.
9. Semen alumina
Semen alumina dihasilkan melalui pembakaran batu kapur dan bauksit yang
telah digiling halus pada suhu 1600°C. Hasil pembakaran tersebut berupa
klinker dan selanjutnya dihaluskan hingga menyerupai bubuk, jadilah semen
alumina yang berwarna abu-abu. Semen ini digunakan untuk negara yang
mempunyai musim dingin karena kekuatan semen ini akan perlahan-lahan
berkurang apabila suhu lebih dari 29°C.

C.     Karakterisasi Material Semen


Sifat-Sifat Semen Portland:
a.   Hiderasi Semen
Hiderasi semen adalah reaksi antara komponen-komponen semen dengan air.
Untuk mengetahui hiderasi semen, maka harus mengenal hiderasi dari senyawa-
senyawa yang terkandung  dalam semen ( C2S, C3S, C3A, C4AF)
b.  Hiderasi Kalsium Silikat ( C2S, C3S)
Kalsium Silikat di dalam air akan terhidrolisa menjadi kalsium hidroksidsa
Ca(OH)2 dan kalsium silikat hidrat (3CaO.2SiO2.3H2O) pada suhu 30oC
2 (3CaO.2SiO2) + 6H2O                 3CaO.2SiO2.3H2O + 3 Ca(OH)2
2 (3CaO.2SiO2) + 4H2O                 3CaO.2SiO2.2H2O +  Ca(OH)2
Kalsium Silikat hidrat (CSH) adalah silikat di dalam kristal yang tidak sempurna,
bentuknya padatan berongga yang sering disebut Tobermorite Gel.
Adanya kalsium hidroksida akan membuat pasta semen bersifat basa (pH= 12,5)
hal ini dapat menyebabkan pasta semen sensitive terhadap asam kuat tetapi dapat
mencegah baja mengalami korosi.
c.   Hiderasi C3A
Hiderasi C3A dengan air yang berlebih pada suhu 30 oC akan menghasilkan
kalsium alumina hidrat (3CaO. Al 2O3. 3H2O) yang mana kristalnya berbentuk
kubus di dalam semen karena adanya gypsum maka hasil hiderasi C3A sedikit
berbeda. Mula-mula C3A akan bereaksi dengangypsum menghasilkan sulfo
aluminate yang kristalnya berbentuk jarum dan biasa disebut ettringite namun
pada akhirnya gypsum bereaksi semua, baru terbentuk kalsium alumina
hidrat (CAH).
Hiderasi C3A tanpa gypsum (30oC):
3CaO. Al2O3+  6H2O                       3CaO. Al2O3. 6H2O
Hiderasi C3A dengan gypsum (30oC):
3CaO. Al2O3 + 3 CaSO4+ 32H2O            3CaO.Al2O3 + 3 CaSO4 +  32H2O
Penambahan gypsum pada semen dimaksudkan untuk menunda pengikatan, hal
ini disebabkan karena terbentuknya lapisan ettringite pada permukaan-permukaan
Kristal C3A.
d.  Hiderasi C4AF (30 H2O oC)
4CaO. Al2O3. Fe2O3+ 2Ca(OH)2+10H2O                
4CaO.Al2O3.6H2O + 3CaO.Fe2O3.6H2O
e.  Setting dan Hardening
Setting dan Hardening adalah pengikatan dan penerasan semen setelah terjadi
reaksi hiderasi. Semen apabila dicampur dengan air akan menghasilkan pasta
yang plastis dan dapat dibentuk (workable) sampai beberapa waktu karakteristik
dari pasta tidak berubah dan periode ini sering disebut Dorman Period (period
tidur).
Pada tahapan berikutnya pasta mulai menjadi kaku walaupun masih ada yang
lemah, namun suhu tidak dapat dibentuk (unworkable). Kondisi ini disebut Initial
Set, sedangkan waktu mulai dibentuk (ditambah air) sampai kondisi Initial Set
disebut Initial Setting Time (waktu pengikatan awal). Tahapan berikutnya pasta
melanjutkan kekuatannya sehingga didapat padatan yang utuh dan biasa
disebut Hardened Cement Pasta. Kondisi ini disebut final Set sedangkan waktu
yang diperlukan untuk mencapai kondisi ini disebut Final Setting Time (waktu
pengikatan akhir). Proses penerasan berjalan terus berjalan seiring dengan waktu
akan diperoleh kekuatan proses ini dikenal dengan nama Hardening.
Waktu pengikatan awal dan akhir dalam semen dalam prakteknya sangat penting,
sebab waktu pengikatan awal akan menentukan panjangnya waktu dimana
campuran semen masih bersifat plastik. Waktu pengikatan awal minimum 45
menit sedangkan   waktu akhir maksimum 8 jam.
Reaksi pengerasan
C2S + 5H2O                                              C2S. 5H2O
C3S + 5H2O                                              C2S6. 5H2O + 13 Ca(OH)2
C3A+ 3Cs+ 32H2O                                   C3A. 3Cs+.32H2O
C4AF + 7H2O                                           C3A.6 H2O+ CF. H2O
MgO+ H2O                                               Mg(OH)2
f.   Panas Hiderasi
Panas hiderasi adalah panas yang dilepaskan selama semen mengalami proses
hiderasi. Jumlah panas hiderasi yang terajdi tergantung, tipe semen, kehalusan
semen, dan perbandingan antara air dengan semen.
Kekerasan awal semen yang tinggi dan panas hiderasi yang besar kemungkinan
terajadi retak-retak pada beton, hal ini disebabkan oleh fosfor yang timbul sukar
dihilangkan sehingga terajdi pemuaian pada proses pendinginan.
g.  Penyusutan
Ada tiga macam penyusutan yang terjadi di dalam semen, diantaranya:
 Drying Shringkage ( penyusutan karean pengeringan)
 Hideration  Shringkage (penyuautan karena hiderasi)
 Carbonation Shringkage (penyuautan karena karbonasi)
Yang paling berpengaruh pada permukaan beton  adalah Drying Shringkage,
penyusutan ini terjadi karena penguapan selama prosessetting dan hardening.
Bial besaran kelembabannya dapat dijaga, maka keretakan beton dapat dihindari.
Penyusutan ini dioengaruhi juga kadar C3A yang terlalu tinggi.
h.  Kelembaban
Kelembaban timbul karena semen menyerap uaap air dan CO 2 dan dalam jumlah
yang cukup banyak sehigga terjadi penggumpalan. Semen yang menggumpal
kualitasnya akan menurun karena bertambahnya Loss On Ignition (LOI) dan
menurunnya spesifik  gravity sehingga kekuatan semen menurun, waktu
pengikatan dan pengerasan semakin lama, dan terjadinya    false set.
Loss On  Ignation dipersyaratkan untuk mencegah adanya mineral-mneral yang
terurai pada saat pemijaran, dimana proses ini menimbulkan kerusakan pada batu
setelah beberapa tahun kemudian.
i.   Spesifik Gravity
Spesifik Gravity dari semen merupakan informasi yang sangat penting dalam
perancangan beton. Didalam pengontrolan kualitas Spesifik gravitydigunakan
untuk mengetahui seberapa jauh kesempurnaan pembakaran klinker, dan juga
menetahui apakah klinker tercampur dengan impuritis.
j.  False Set
Proses yang terjadi bila adonan mengeras dalam waktu singkat. False Setdapat
dihindari dengan melindungi semen dari pengaruh udara luar, sehingga alkali
karbonat tidak terbentuk didalam semen

D. Spesifikasi Bahan Baku dan Bahan Tambahan


 Bahan Baku
Bahan baku adalah suatu material dasar yang digunakan dalam menciptakan
suatu produk.
1. Batu Kapur/Limestone (CaCO3)
Berdasarkan kandungan CaCO3-nya Batu Kapur dapat dibagi 3 kelompok,
yaitu :
a) Batu Kapur Kadar Tinggi (High Grade). Kandungan CaCO3 nya tinggi,
lebih dari 93%, MgO maksimal 2%, bersifat rapuh, H2O maksimal 5%.
b) Batu Kapur Menengah (Middle Grade). Kandungan CaCO3 88% –
92%, bersifat kurang keras.
c) Batu Kapur Kadar Rendah (Low Grade). Kandungan CaCO3 85%-
87%, bersifat keras.
d) Batu kapur yang digunakan adalah batu dengan kadar tinggi dan
menengah (CaCO3 > 88%). Adapun komposisi batu kapur secara
umum ditunjukkan pada tabel dibawah ini:
Sifat fisik batu kapur:
- Fase : Padat
- Warna : Putih
- Kadar air : 7-10
- Bulk density : 1,3 ton/m3
- Spesifik Gravity : 2,49
- Kandungan CaO : 47-56
- Kuat tekan : 31,6 N/mm2
- Silika ratio : 2,6
- Alumina ratio : 2,57
2 Tanah Liat/Clay (Al2SiO7.xH2O)
Semua jenis tanah liat adalah hasil pelapukan kimia yang disebabkan adanya
pengaruh air dan gas CO2 dari batuan adesit, granit dan treakti. Batu-batuan
ini menjadi bagian yang halus, tidak larut dalam air dan mengendap berlapis-
lapis, lapisan ini tertimbun tidak beraturan. Tanah liat bercampur dengan
material lain antara lain Besi Oksida, Kalium Oksida, Natrium Oksida,
Phosphor Oksida dan bahan Organik. Sifat dari tanah liat bila dipanaskan
atau dibakar akan memampat dan menjadi keras.
Adapun komposisi tanah liat yang digunakan secara umum ditunjukkan pada
tabel dibawah ini.
Sifat fisik tanah liat:
- Fase : Padat
- Warna : Coklat Kekuningan
- Kadar air : 8-25%
- Bulk density : 1.7 ton/m3
- Spesifik Grafity : 2,36
- Silika ratio : 2.9
- Alumina ratio : 2,7

 Bahan Penolong
Bahan tambahan yang digunakan adalah pasir besi atau copper slag, pasir silika
dan Gips atau Gypsum.
1 Pasir silika (SiO2)
Pasir silika berfungsi sebagai pembawa oksida silica (SiO2) dengan kadar
yang cukup tinggi yaitu sekitar 90-95 %. Depositnya berbentuk gunung-
gunung pasir silika dan berkadar SiO2 sekitar 90 %. Semakin murni pasir
silika akan semakin putih warnanya dan biasa disebut pasir kuarsa yang
berkadar SiO2 mencapai 98,5 – 98 %. Warna pasir silika dipengaruhi oleh
adanya kotoran seperti Oksida Logam dan bahan Organik. Pasir silika ini
digunakan sebagai bahan tambahan pada pembuatan semen jika kadar SiO2-
nya masih rendah.
Spesifikasi pasir silika :
- Fase : padat
- Warna : coklat kemerahan
- Kadar air :6%
- Bulk density : 1,45 ton/m3
- Spesifik grafity : 2,37
- Silika ratio : 5,29
- Alumina ratio : 2,37
2 Gips/Gypsum (CaSO4.2H2O)
Gypsum ini yang pada umumnya terdapat di gunung-gunung disekitar
gunung gamping (kapur) adalah bahan sediment CaSO4 yang mengandung 2
molekul hidrat. Bahan ini ditambah setelah campuran bahan mentah dibakar
menjadi terak. Penambahan gypsum dilakukan pada penggilingan akhir
dengan perbandingan 96 : 4. Untuk pembuatan semen gypsum yang
diijinkan mempunyai kandungan CaSO4 50–60 % dan air bebas 2,8 %.
Spesifikasi gypsum :
- Fase : Padat
- Warna : Putih
- Kadar air : 10%
- Bulk density : 1,7 ton / m3
3 Copper slag
Copper slag merupakan produk samping pada proses peleburan dan
pemurnian tembaga dari bahan baku konsentrat tembaga. Copper slag
dihasilkan dari proses peleburan tembaga disemelter dari hasil pengikatan
besi dengan pasir silika dan batu gamping yang ditambahkan sebagai fluks
untuk membentuk senyawa stabil dari CaO-FeO-SiO2.
Komponen utama copper slag adalah Oksida Besi (FeO), Dioksida Silikon
(SiO2), Oksida Kalsium (CaO) dan Oksida Alumminium(AL2O3). Copper
slag mempunyai sifat fisik dan kimiawi sangat stabil.
Komposisi Copper Slag pada Pembuatan Semen Portland
% FeO 45-55
% SiO2 30-38
% CaO 3-7
% Al2O3 1-5
Specific gravity
True 3,5-3,7
Apparent 1,0-2,1
Spesifikasi Kopper Slag :
- Fase : Padat
- Warna : Hitam
- Bulk density : 1,8 ton/m3
Kandungan besi yang tinggi pada copper slag menyebabkan material ini
mempunyai densitas yang tinggi dan juga berat jenis yang lebih tinggi
dibandingkan pasir alam. Sebagai pengganti pasir besi alam, copper slag
mempunyai keunggulan-keunggulan di bandingkan pasir besi alam, yaitu:
a) Tidak terpengaruh cuaca
b) Suplai yang stabil
c) Kwalitas yang stabil
d) Mengurangi kebutuhan energy
e) Harga yang lebih terjangkau

E.     PROSES PEMBUATAN SEMEN


Proses pembuatan semen dibagi menjadi 6 tahapan, yaitu sebagai berikut :
1.      Penambangan Bahan Baku
2.      Penyiapan Bahan Baku
3.      Penggilingan Awal
4.      Proses Pembakaran
5.      Penggilingan Akhir
6.      Pengemasan
Gambar 1
Flowsheet Proses Pembuatan Semen

1. Penambangan Bahan Baku


Bahan baku utama yang digunakan dalam proses pembuatan semen adalah batu
kapur dan tanah liat. Kedua bahan baku tersebut diperoleh dari proses
penambangan di quarry.
Penambangan bahan baku merupakan salah satu kegiatan utama dalam
keseluruhan proses produksi semen. Perencanaan penambangan bahan baku
sangat menentukan pada proses – proses selanjutnya yang akhirnya bermuara
pada kualitas dan kuantitas semen. Penambangan bahan baku yang tidak
terencana dan terkontrol dengan baik akan menyebabkan gagalnya pemenuhan
target untuk tahap produksi selanjutnya yang jika dihubungkan dengan kualitas
dan biaya produksi secara keseluruhan dapat menurunkan daya saing produk
terhadap produk yang sama yang dihasilkan oleh pesaing
Persyaratan kualitas batukapur & tanah liat dalam proses penambangan adalah
sebagai berikut :
a.      Batukapur               
    52% <Cao< 54% dan MgO < 18%
b.      Tanah liat                        
   60%<SiO2 <70% dan 14%Al2O3<17%
Tahapan proses penambangan adalah sebagai berikut:
a.       Pengupasan tanah penutup ( Stripping )
b.      Pemboran dan peledakan ( Drilling and Blasting )
c.       Penggalian/Pemuatan ( Digging/Loading )
d.      Pengangkutan ( hauling )
e.       Pemecahan ( crushing )

Gambar 2
Proses Penambangan Bahan Baku

2.      Penyiapan Bahan Baku


Bahan baku berupa batu kapur dan tanah liat akan dihancurkan untuk
memperkecil ukuran agar mudah dalam proses penggilingan. Alat yang
digunakan untuk menghancurkan  batukapur dinamakan Crusher. Dan alat yang
digunakan untuk memecah tanah liat disebut clay cutter.
Pada umumnya Crusher digunakan untuk memecah batu dari ukuran diameter
( 100 – 1500 mm ) menjadi ukuran yang lebih kecil dengan diameter ( 5 – 300
mm ) dengan sistim pemecahan dan penekanan secara mekanis.
Batu Kapur ( 800 x 800 mm ) 18 % H2O masuk Hopper melewati Wobbler
Feeder. Batu Kapur < 90 mm akan lolos tanpa melewati Crusher ( 700 T/ J ).
Tanah Liat ( 500 x 500 mm ) 30 % H2O masuk Hopper melewati Apron Feeder
dipotong -2 menggunakan Clay Crusher menjadi ukuran 95 % lolos 90 mm.
Produk dari Limestone Crusher dan Clay Crusher bercampur dalam Belt
Conveyor dan ditumpuk di dalam Storage Mix.
Setelah itu raw material akan mengalami proses pre-homogenisasi dengan
pembuatan mix pile. Tujuan pre-homogenisasi material adalah untuk memperoleh
bahan baku yang lebih homogen
Gambar 3
Proses Penyiapan Bahan Baku

3.      Penggilingan Awal


Bahan baku lainnya yang digunakan untuk membuat semen adalah bahan baku
penolong yaitu pasir besi dan pasir silika. Pasir besi berkontribusi pada mineral
Fe2O3 dan pasir silka berkontribusi pada mineral SiO2. Kedua bahan baku
penolong tersebut akan dicampur dengan pile batukapur & tanah liat masuk ke
proses penggilingan awal, dimana jumlahnya ditentukan oleh raw mix design.
Alat utama yang digunakan dalam proses penggilingan dan pengeringan bahan
baku adalah Vertical Roller Mill (VRM). Media pengeringnya adalah udara panas
yang berasal dari suspention-preheater dengan suhu sebesar 300 – 400 oC.
Vertical roller mills merupakan peralatan yang tepat untuk penggilingan dan
pengeringan material yang relatif basah. Penggilingan & pengeringan dapat
dilakukan secara effisien didalam satu unit peralatan. Vertical roller mill
menjalankan 4 fungsi utama didalam satu unit peralatan, yaitu :
a.       Penggilingan ( Roller & grinding table )
b.      Pengeringan (gas buang kiln, cooler, AH1)
c.       Pemisahan (Separator)
d.      Transportasi (Gas pengering ID Fan)
Bahan baku masuk ke dalam Vertical Roller Mill (Raw Mill) pada bagian tengah
(tempat penggilingan), sementara itu udara panas masuk ke dalam bagian
bawahnya. Material yang sudah tergiling halus akan terbawa udara panas keluar
raw mill melalui bagian atas alat tersebut. Material akan digiling dari ukuran
masuk sekitar 7,5 cm menjadi max 90μm. Penggilingan menggunakan gaya
centrifugal di mana material yang diumpankan dari atas akan terlempar ke
samping karena putaran table dan akan tergerus oleh roller yang berputar karena
putaran table itu sendiri.
Kemudian material akan mengalami proses pencampuran (Blending) dan
homogenisasi di dalam Blending Silo. Alat utama yang digunakan untuk
mencamnpur dan menghomogenkan bahan baku adalah blending silo, dengan
media pengaduk adalah udara.

Gambar 4
Proses Penggilingan Awal

4.     Proses Pembakaran
Dalam proses pembakaran dibagi menjadi 3 tahapan, yaitu :
a.   Pemanasan Awal (Preheating)
Setelah mengalami homogenisasi di blending silo, material terlebih dahulu
ditampung ke dalam kiln feed bin. Alat utama yang digunakan untuk proses
pemanasan awal bahan baku adalah suspension pre-heater.
Suspension preheater merupakan salah satu peralatan produksi untuk
memanaskan awal bahan baku sebelum masuk ke dalam rotary kiln. 
Suspension preheater terdiri dari siklon untuk memisahkan bahan baku dari
gas pembawanya, riser duct yang lebih berfungsi sebagai tempat terjadinya
pemanasan bahan baku (karena hampir 80% -90% pemanasan debu
berlangsung di sini), dan kalsiner untuk sistem-sistem dengan proses
prekalsinasi yang diawali di SP ini. Pada awalnya proses pemanasan bahan
baku terjadi dengan mengalirkan gas hasil sisa proses pembakaran di kiln
melalui suspension preheater ini. Namun dengan berkembangnya teknologi, di
dalam suspension preheater proses pemanasan ini dapat dilanjutkan dengan
proses kalsinasi sebagian dari bahan baku, asal peralatan suspension preheater
ditambah dengan kalsiner yang memungkinkan ditambahkannya bahan bakar
(dan udara) untuk memenuhi kebutuhan energi yang diperlukan untuk proses
kalsinasi tersebut. Peralatan terakhir ini sudah banyak ditemui untuk pabrik
baru dengan kapasitas produksi yang cukup besar, dan disebut dengan
suspension preheater dengan kalsiner.
Suspension pre-heater yang digunakan terdiri dari 2 bagian, yaitu in-line
calciner (ILC) dan separate line calciner (SLC). Material akan masuk terlebih
dahulu pada cyclone yang paling atas hingga keluar dari cyclone kelima.
Setelah itu, material akan masuk ke dalam rotary kiln.
Penggunaan kalsiner mempunyai keuntungan sebagai berikut :
1.     Diameter kiln dan thermal load-nya lebih rendah terutama untuk kiln
dengan kapasitas besar. Pada sistem suspension preheater tanpa kalsiner,
100% bahan bakar dibakar di kiln. Dengan kalsiner ini, dibandingkan
dengan kiln yang hanya menggunakan SP saja, maka suplai panas yang
dibutuhkan di kiln hanya 35% - 50%. Biasanya sekitar 40 % bahan bakar
yang dibakar di dalam kiln, sementara sisanya dibakar di dalam kalsiner. 
Sebagai konsekuensinya untuk suatu ukuran kiln tertentu, dengan adanya
kalsiner ini, kapasitas produksinya dapat mencapai hampir dua kali atau
dua setengah kali lipat dibanding apabila kiln tersebut dipergunakan pada
sistem suspension preheater tanpa kalsiner. Kapasitas kiln spesifik,
dengan penggunaan kalsiner ini, bisa mencapai 4,8 TPD/m3.
2.     Di dalam kalsiner dapat digunakan bahan bakar dengan kualitas rendah
karena temperatur yang diinginkan di kalsiner relatif rendah (850 - 900
oC), sehingga peluang pemanfaatan bahan bakar dengan harga yang lebih
murah, yang berarti dalam pengurangan ongkos produksi, dapat
diperoleh.
3.     Dapat mengurangi konsumsi refraktori kiln khususnya di zona
pembakaran karena thermal load-nya relatif rendah dan beban
pembakaran sebagian dialihkan ke kalsiner.
4.     Emisi NOx-nya rendah karena pembakaran bahan bakarnya terjadi pada
temperatur yang relatif rendah.
5.     Operasi kiln lebih stabil sehingga bisa memperpanjang umur refraktori.
6.     Masalah senyawa yang menjalani sirkulasi (seperti alkali misalnya)
relatif lebih mudah diatasi.
b.   Pembakaran (Firing)
     Alat utama yang digunakan adalah tanur putar atau rotary kiln. Di dalam kiln
terjadi proses kalsinasi (hingga 100%), sintering, dan clinkering. Temperatur
material yang masuk ke dalam tanur putar adalah 800–900 oC, sedangkan
temperatur clinker yang keluar dari tanur putar adalah 1100-1400 oC.
Kiln berputar (rotary kiln) merupakan peralatan utama di seluruh unit pabrik
semen, karena di dalam kiln akan terjadi semua proses kimia pembentukan
klinker dari bahan bakunya (raw mix). Secara garis besar, di dalam kiln
terbagi menjadi 3 zone yaitu zone kalsinasi, zone transisi, dan zone sintering
(klinkerisasi). Perkembangan teknologi mengakibatkan sebagian zone
kalsinasi dipindahkan ke suspension preheater dan kalsiner, sehingga proses
yang terjadi di dalam kiln lebih efektif ditinjau dari segi konsumsi panasnya.
Proses perpindahan panas di dalam kiln sebagian besar ditentukan oleh proses
radiasi sehingga diperlukan isolator yang baik untuk mencegah panas terbuang
keluar. Isolator tersebut adalah batu tahan api dan coating yang terbentuk
selama proses. Karena fungsi batu tahan api di tiap bagian proses berbeda
maka jenis batu tahan api disesuaikan dengan fungsinya. Faktor-faktor yang
mempengaruhi pembentukan coating antara lain :
1.    komposisi kimia raw mix
2.    konduktivitas termal dari batu tahan api dan coating
3.    temperatur umpan ketika kontak dengan coating
4.    temperatur permukaan coating ketika kontak dengan umpan
5.    bentuk dan temperatur flame
Pada zone sintering fase cair sangat diperlukan, karena reaksi klinkerisasi
lebih mudah berlangsung pada fase cair. Tetapi jumlah fase cair dibatasi 20-30
% untuk memudahkan terbentuknya coating yang berfungsi sebagai isolator
kiln.
Pada kiln tanpa udara tertier hampir seluruh gas hasil pembakaran maupun
untuk pembakaran sebagian bahan bakar di calciner melalui kiln. Karena di
dalam kiln diperlukan temperatur tinggi untuk melaksanakan proses
klinkerisasi, maka kelebihan udara pembakaran bahan bakar di kiln dibatasi
maksimum sekitar 20 – 30%, tergantung dari bagaimana sifat rawmeal mudah
tidaknya dibakar (burnability of the rawmix). Dengan demikian maksimum
bahan bakar yang dibakar di in-line calciner adalah sekitar 20 – 25%. Pada
umumnya calciner jenis ini bekerja dengan pembakaran bahan bakar berkisar
antara 10% hingga 20% dari seluruh kebutuhan bahan bakar, karena
pembakaran di calciner juga akan menghasilkan temperatur gas keluar dari top
cyclone yang lebih tinggi yang berarti pemborosan energi pula. Sisa bahan
bakar yang berkisar antara 80% hingga 90% dibakar di kiln. Untuk menaksir
seberapa kelebihan udara pembakaran di kiln dalam rangka memperoleh
operasi kiln yang baik akan dilakukan perhitungan tersendiri. Kiln tanpa udara
tertier dapat beroperasi dengan cooler jenis planetary sehingga instalasi
menjadi lebih sederhana dan konsumsi daya listrik lebih kecil dibanding
dengan sistem kiln yang memakai cooler jenis grate.
Pada kiln dengan udara tertier, bahan bakar yang dibakar di kiln dapat
dikurangi hingga sekitar 40% saja (bahkan dapat sampai sekitar 35%),
sedangkan sisanya yang 60% dibakar di calciner. Dengan demikian beban
panas yang diderita di kiln berkurang hingga tinggal sekitar 300 kkal/kg
klinker. Karena dimensi kiln sangat bergantung pada jumlah bahan bakar yang
dibakar, maka secara teoritis kapasitas produksi kiln dengan ukuran tertentu
menjadi sekitar 2,5 kali untuk sistem kiln dengan udara tertier dibanding
dengan kiln tanpa udara tertier. Sebagai contoh untuk kapasitas 4000 ton per
hari (TPD), kiln tanpa udara tertier membutuhkan diameter sekitar 5,5 m.
Sedangkan untuk kiln dengan ukuran yang sama pada sistem dengan udara
tertier misalnya sistem SLC dapat beroperasi maksimum pada kapasites
sekitar 10.000 TPD. Namun kiln dengan udara tertier harus bekerja dengan
cooler jenis grate cooler sehingga diperlukan daya listrik tambahan sekitar 5
kWh/ton klinker dibanding kiln dengan planetary cooler.

Gambar 5
Proses Pembakaran
c.       Pendinginan (Cooling)
Alat utama yang digunakan untuk proses pendinginan clinker adalah cooler. 
Selanjutnya clinker dikirim menuju tempat penampungan clinker (clinker silo)
dengan menggunakan alat transportasi yaitu pan conveyor.
Laju kecepatan pendinginan klinker menentukan komposisi akhir klinker. Jika
klinker yang terbentuk selama pembakaran didinginkan perlahan maka
beberapa reaksi yang telah terjadi di kiln akan berbalik (reverse), sehingga
C3S yang telah terbentuk di kiln akan berkurang dan terlarut pada klinker cair
yang belum sempat memadat selama proses pendinginan. Dengan pendinginan
cepat fasa cair akan memadat dengan cepat sehingga mencegah berkurangnya
C3S.
Fasa cair yang kandungan SiO2-nya tinggi dan cair alumino-ferric yang kaya
lime akan terkristalisasi sempurna pada pendinginan cepat. Laju pendinginan
juga mempengaruhi keadaan kristal, reaktivitas fasa klinker dan tekstur
klinker. Pendinginan klinker yang cepat berpengaruh pada perilaku dari oksida
magnesium dan juga terhadap soundness dari semen yang dihasilkan. Makin
cepat proses pendinginannya maka kristal periclase yang terbentuk semakin
kecil yang timbul pada saat kristalisasi fasa cair. Klinker dengan pendinginan
cepat menunjukkan daya spesifik yang lebih rendah. Hal ini disebabkan
proporsi fasa cair yang lebih besar dan sekaligus ukuran kristalnya lebih kecil
5            Penggilingan akhir
Bahan baku proses pembuatan semen terdiri dari :
1.      Bahan baku utama, yaitu terak/clinker.
2.      Bahan baku korektif/penolong yaitu gypsum
3.      Bahan baku aditif yaitu trass, fly ash, slag, dan lain-lain.
Finish Mill/penggilingan akhir adalah sebuah proses menggiling bersama antara
terak dengan 3% - 5% gypsum natural atau sintetis (untuk pengendalian setting
dinamakan retarder) dan beberapa jenis aditif (pozzolan, slag, dan batu kapur)
yang ditambahkan dalam jumlah tertentu, selama memenuhi kualitas dan
spesifikasi semen yang dipersyaratkan.
Proses penggilingan terak secara garis besar dibagi menjadi sistim penggilingan
open circuit dan sistim penggilingan closed circuit. Gambar dibawah
menunjukkan pada gambar ”a” closed circuit dan gambar ”b” open circuit. Dalam
open circuit panjang shell sekitar 4 – 5 kali dari diameter untuk mendapatkan
kehalusan yang diinginkan. Sedangkan dalam closed circuit panjang shell sekitar
3 kali diameter atau kurang untuk mempercepat produk yang lewat. Separator
bekerja sebagai pemisah sekaligus pendingin produk semen.
Horizontal Tube Mill/Ball Mill adalah peralatan giling yang sering dijumpai di
berbagai industri semen, meskipun sekarang sudah mulai dijumpai vertical mill
untuk menggiling terak menjadi semen.
Material yang telah mengalami penggilingan kemudian diangkut oleh bucket
elevator menuju separator. Separator berfungsi untuk memisahkan semen yang
ukurannya telah cukup halus dengan ukuran yang kurang halus. Semen yang
cukup halus akan dibawa udara melalui cyclone, kemudian ditangkap oleh bag
filter yang kemudian akan ditransfer ke dalam cement silo
6         Pengemasan
Pengemasan semen dibagi menjadi 2, yaitu pengemasan dengan menggunakan
zak (kraft dan woven) dan pengemasan dalam bentuk curah. Semen dalam bentuk
zak akan didistribusikan ke toko-toko bangunan dan end user. Sedangkan semen
dalam bentuk curah akan didistribusikan ke proyek-proyek. Tahapan proses
pengemasan dengan menggunakan zak adalah sebagai berikut:
Silo semen tempat penyimpanan produk dilengkapi dengan sistem aerasi untuk
menghindari penggumpalan/koagulasi semen yang dapat disebabkan oleh air dari
luar, dan pelindung dari udara ambient yang memiliki humiditas tinggi. Setelah
itu Semen dari silo dikeluarkan dengan menggunakan udara bertekanan
(discharge) dari semen silo lalu dibawa ke bin penampungan sementara sebelum
masuk ke mesin packer atau loading ke truck.

Anda mungkin juga menyukai