Nama ku dimas, lebih tepatnya dimas indra kusuma. Aku ingin sedikit
bercerita tentang kisah hidup dan mimpi ku yang masih belum pernah aku
ketahui, tentang bakat dan cita cita yang belum pernah ku capai.
Di pagi yang cerah aku terbangun dari tidur yang begitu nyenyak, aku
mengambil handuk lalu bergegas ke kamar mandi kemudian mandi pagi untuk
persiapkan diri menuju sekolah, dan setelah aku mandi ibu ku memanggil.
“dimass... sarapan dulu, nanti nasi nya dinginn nakk..” ujar ibu ku sambil
mencuci piring.
Setelah memakai seragam sekolah aku pun langsung mengambil sarapan pagi
ku dan memakannya di ruang makan.
“dimas cita cita mu apasih?” tanya hendra dengan menoleh kepada ku.
Aku pun kebingungan dengan pertanyaan hendra, tetapi aku tetap menjawab
pertanyaannya.
“pengen ku ya jadi fotografer, designer, editor tapi susah, gak ada dukungan
keluarga soalnya” ucapku pada hendra.
Lalu hendra menjawab “memang susah ya kalau tidak ada dukungan keluarga”
Sejenak aku pun berfikir “Apa yang dikatakan hendra memang benar
tanpa adanya dukungan orang tua, aku bisa apa? Aku masih bingung dengan
cita cita dan mimpi ku ini, sudahlah lupakan aja dulu nanti aku tanyakan lagi
pada ibu”.
Tak lama kemudian bel kelas pun berbunyi “kringgg... saatnya jam
pertama dimulai” menandakan pelajaran pertama akan segera dimulai, tak
lama dari itu ibu guru pun masuk ke kelas ku dengan membawa buku buku nya
dari kantor sekolah.
“dim.. bangunn bu indah sudah datang” ujar teman ku yang bernama rama.
“rama kenapa rame ya? Itu juga siapa yang tidur, ayoo bangun masih jam
segini sudah tidur, siapa itu?” ucap guruku sambil bertanya pada semua murid.
Aku pun kaget lalu terbangun dari tidur ku, karena suara teman teman
yang memanggil nama ku.
“dimas dengan rama maju kedepan!” ucap guru ku dengan memasang muka
garangnya.
Aku kembali kaget karena guruku memanggil ku dengan rama tidak biasa
biasa saja, lalu ku tanyakan pada rama yang memandangku dengan muka
kesal.
Rama pun menjawab “gara gara kamu nih, dipanggil maju ke depan kan, ayo
buruan maju sebelum bu indah tambah marah”.
“dimas! Kenapa kamu tidur?” tanya bu indah padaku dengan raut wajah yang
menyeramkan.
“kalian masih muda nak, capeknya masih belum seberapa dibandingkan ibu
yang mengajar, kan kalian enak? Tinggal duduk lalu ibu jelaskan pada kalian
setelah itu selesai kan. Sekarang ibu tanya pada kalian berdua cita cita kalian
apa, dimulai dari kamu rama”.
“masih kurang tau bu, bingung sama pilihan hehe” jawabku dengan sedikit
malu.
“katanya mau jadi fotografer editor, designer dim?” ucap dimas kepadaku.
Lalu bu indah kembali pertanyakan apa sebenarnya cita citaku, kemudian aku
menjelaskan lagi maksud dari bingung dengan pilihan.
“sebenarnya saya ingin jadi fotografer bu, tetapi cita cita saya terhalang oleh
orang tua saya karena tidak didukung, kata orang tua saya buat apa jadi
fotografer kedepannya nanti seperti apa, itu kata ibu saya sendiri dan hasilnya
sekarang saya kebingungan ingin jadi apa kedepannya”.
Lalu aku menjawab “kalo boleh, aku mau masuk smk bu”
“di smk mau ngambil jurusan apa emang?” tanya ibu kembali.
“yaudah dipikiri nanti aja, sekarang kamu fokus ke ujian yang akan datang
bulan bulan ini dulu” kata ibu.
Setelah aku menjawab ibu, aku mengambil se centong nasi untuk ku makan
lalu setelah makan aku kembali ke tempat tidur kemudian tidur.
Hari demi hari aku lewati bersamaan dengan teman teman yang saling
support untuk melakukan ujian nasional dan tibalah saatnya aku untuk ber
perang melawan soal soal UN.
Hari senin tepat pada saatnya ujian nasional tiba, persiapan ku sudah
sangat matang, aku duduk di kursi paling depan dengan keadaan gemetar dan
suasana yang mulai berbeda, dalam hati ku berkata.
“aku harus bisa melewati ini semua, ayolah ini demi masa depanmu dimas”
Sebelum ujian itu dimulai aku membaca doa terlebih dahulu, lalu
melihat soal soal yang ada di komputer, karena ujian kali ini berbasis online.
Setelah itu aku lanjut mengerjakan dengan hati hati, dan teliti karena ini hanya
sekali selama aku di SMP, hingga akhirnya ujian pada hari itu pun terselesai kan
dengan tidak ada masalah sekalipun. Akhirnya aku pulang dengan tidak adanya
ketakutan.
Malamnya ketika aku sedang belajar, datang lah ibu kepadaku, dan
beliau menanyakan tentang persiapan di hari esok.
“gimana persiapan besok nakk?” tanya ibu dengan suara lemah lembutnya.
“doain ya bu, besok hari kedua dimas ujian nasional” ujar ku dengan menoleh
pada beliau.
“iya nak ibu doakan semoga lancar ya ujiannya sampai hari terakhir nanti” kata
ibu.
Setelah itu aku pun menyelesaikan pembelajaran pada malam itu karena
hari yang sudah mulai larut malam, lalu aku pun tidur untuk menyiapkan diri
esok pagi.
Keesokan hari nya aku terbangun, lalu mandi dan mempersiapkan diri
untuk kembali berperang dengan soal soal ujian nasional, aku berpamitan pada
ibu dan ayah yang sedang duduk didepan televisi kemudian setelah
berpamitan aku berangkat ke sekolah dengan hendra.
Akhirnya setelah dua hari melewati semua ujian tibalah hari terakhirku
mengerjakan ujian, dengan semangat nya aku tidak merasakan ketakutan lagi.
Setelah kembali mengingat hal itu aku pun pulang dengan keadaan
senang karena bisa melewati semua nya dengan temanku bersama sama.
Sesampainya dirumah aku berfikir lagi, apakah pikiran ibu bisa dirubah
tentang apa yang aku inginkan? Aku ingin mencoba menanyakan kembali
perihal itu, semoga aja bisa.
“ya terserah kamu nak, kalau memang itu kemauan mu, ibu izinkan selagi baik
bagimu” kata ibu.
Akhirnya benar apa yang aku ucapkan impianku akan segera tercapai,
dan aku bahagia. Selepas aku menanyakan itu aku kembali ke kamar tidur ku
untuk merebahkan badanku yang sudah seharian berjuang demi nilai yang
sempurna.
“iya rame, lagi lihat hasil kelulusan tuh, ayo kesana kita lihat hasil kelulusan
itu” ujar ku pada teman teman.
“permisi, permisi mau lihat hasil juga nih” kataku pada teman lainnya.
Setelah aku melihat hasilnya, aku kaget melihat diriku yang sekian lama
susah payah untuk menggapai kelulusan akhirnya lulus juga dan dengan nilai
yang bergitu tinggi.
Jawabnya.
“bagus lah hen, sekarang kita fokus untuk jenjang berikutnya yaitu SMA”
ujarku.
“iyaa.. nih kita sudah SMA sebentar lagi, tinggal tunggu wisuda aja” kata
hendra dengan sedikit senang bahagia.
Setelah lama nya berbincang bincang dengan hendra, aku pulang dengan
senang lalu menceritakan tentang kelulusanku pada ibu dan ayah.
“buu.. dimas luluss nihh” ujarku pada ibu sambil terlihat bahagia.
“alhamdulilah kalau lulus nak, tingkat kan lagi semangat belajarmu ya,
sebentar lagi sudah SMA tambah rajin yaa belajarnya” kata ayah.