Gaya Kepemimpinan Presiden Di Indonesia
Gaya Kepemimpinan Presiden Di Indonesia
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di era reformasi ini, masyarakat umum dan organisasi-organisasi kemasyarakatan
khususnya, memerlukan pemimpin-pemimpin yang menghayati peran dan fungsinya. Bila
masyarakat dan organisasi dipimpin oleh pemimpin yang demokratis, maka ada harapan
bahwa bangsa kita akan berhasil menjalani proses demokratisasi dan kemudian mencapai
cita-cita kehidupan yang adil dan makmur sesuai yang dicita-citakan. Kepemimpinan
(leadership) dapat dikatakan sebagai suatu proses yang kompleks dimana seseorang
mempengaruhi orang-orang lain untuk menunaikan suatu misi, tugas, atau tujuan dan
mengarahkan organisasi yang membuatnya padu dan lebih masuk akal. Seseorang
menjalani proses sebagai pemimpin dengan menerapkan seluruh atribut
kepemimpinannya (keyakinan, nilai-nilai, etika, karakter, pengetahuan, dan ketrampilan).
Bernard Bass dalam buku Kepemimpinan B.R. Wirjana (2005:3) menjelaskan bahwa ada
tiga cara dasar untuk menjadi pemimpin, yaitu beberapa pembawaan kepribadian yang
memungkinkan seseorang secara alami mencapai peran kepemimpinan (Trait Theory),
adanya krisis atau kejadian yang penting menyebabkan seseorang muncul untuk
menghadapinya sehingga menampilkan kualitas-kualitas kepemimpinan yang luar biasa
pada seseorang (The Great Events Theory), dan yang memilih untuk menjadi pemimpin.
Dewasa ini kita telah mengetahui berbagai macam karekteristik pemimpin dengan
berbagai macam pula manajemen yang diperankan, sebagai pemimpin yang ideal tanpa
memiliki rasa kepentingan bersifat mementingkan sebagian pihak, tentunya figur seorang
pemimpin yang selalu membela keperluan rakyatlah yang kita harapkan. Sebagai bangsa
yang mayoritas dengan keberagaman agama, budaya, suku, dan ras kemudian melahirkan
bermacam pemikiran pola tingkah laku dan sifat, sebagai pemimpin harus dapat
menselaraskan kebergaman ini sehingga tidak ada yang merasa di kucilkan, inilah salah
satu tantangan yang berada dalam kondisi serba modernisasi.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Kepemimpinan
Konsep kepemimpinan pada dasarnya berasal dari kata “pimpin” yang artinya
bimbing atau tuntun dan dari kata “pemimpin” yaitu orang yang berfungsi memimpin,
atau orang yang membimbing atau menuntun. Sedangkan kepemimpinan sendiri yaitu
kemampuan seseorang dalam mempengaruhi orang lain dalam mencapai tujuan. Menurut
James L. Gibson dalam Pasolog (2010:110), Kepemimpinan adalah suatu usaha
menggunakan suatu gaya mempengaruhi dan tidak memaksa untuk memotivasi individu
dalam mencapai tujuan. Menurut Ralph M. Stogdill dalam Ambar Teguh Sulistyani
(2008:13), Kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi kegiatan-kegiatan
sekelompok orang yang terorganisasi dalam usaha mereka menetapkan dan mencapai
tujuan. Menurut Joseph C. Rost dalam Ambar Teguh Sulistyani (2008:13),
Kepemimpinan adalah sebuah hubungan yang saling mempengaruhi di antara pemimpin
dan pengikut (bawahan) yang menginginkan perubahan nyata yang mencerminkan tujuan
bersamanya. Selain pendapat para ahli diatas tentu masih terdapat banyak pendapat lagi
terkait dengan definisi kepemimpinan itu sendiri. Dari definisi diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan pemimpin dalam mempengaruhi
orang lain dalam melakukan kerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
2
1. Tipe Kepemimpinan Otokrasi
Pemimpin yang bertipe otokrasi, yaitu dalam mengambil keputusan dipusatkan
dalam pemimpin. Dalam hal ini pemimpin bebas untuk menentukan kebijakan dan
menyusun, mendefinisikan dan memodifikasi tugas-tugas sesuai dengan
keinginannya. Pemimpin otokrasi diwarnai printah –perintah yang dirujukan dengan
bawahan. Manfaat gaya otokrasi ini iyalah dalam hal pengambilan keputusan yang
terpusat pada pemimpin dapat mengambil keputusan dengan cepat. Akan tetapi bagi
pegawa yang tidak menguntungkan karena keutusan yang diambil biasnya tidak
sesiuai dengan kondisi sebenarnya. Hal ini dapat menimbulkan ketidakpuasan
ketergantungan pada pimpinan, maupun kepastian terhadap tujuan organisasi.
2. Tipe demokratik
Pemimpin yang tipe demoratik populer ada era manajemen neo-klasik,
pendekatan yang digunakan yaitu partisipatif agar terwijudkrja sama dalam rangka
pencapaian tujuan organisasi dengan memberdayakan bawahan dengan ikut serta
dalam pengambilan keputusan. Pendekatan ini membebaskan pimpinan dalam hal
tanggung jawab pengambilan keputusan. Tetapi pendekatan ini mengharuskan untuk
mengakui kecakapan para bawahan dalam mengajukan usul-usul dan ketegasn yang
didasarkan pada latihan dan pengalman mereka.
3. Tipe Karismatik
Pemimpin yang bertipe karismatik memiliki bebarapa hal yaitu : (1) kekuatan
energi yang sangat luar biasa, (2) memiliki daya tarik yang tinggi dan, (3) wibawa
yang alami. Sehingga ia mempunyai pengikut tanpa dimobilisasi. Bahkan ada yang
menyebut pemimpin karismatik diaanggap memiliki kekuatan gaib (supranatural
power) dan kemampuan-kemampuan yang superhuman, yang diberikan oleh sang
pencipta.
4. Tipe Laissez Faire
Pemimpin yang bertipe laissez faire yaitu pemimpin yang memberikan kebebasan
kepada bawahannya untuk bertindak tanpa diperintahkan. Dalam artian bahwa
membiarkan kelompoknya dan setiap orang berbuat semaunya. Pemimpin tidak ikut
berpatisipasi dalam pelaksanaan kegiatan, sehingga semua kegiatan dan tanggung
jawab dilakukan oleh bawahan sendiri.
3
5. Tipe Paternalistik
Pemimpin yang bertipe peternalistik pada umumnya terdapat pada masyarakat
yang masih tradisional dan agraris, pemimpin yang bertipe peternalistik dapat dilihat
dari: (1) hubungan famili atau ikatan promodial, (2) adat istiadat yang sangat besar
pengaruhnya terhadap perilaku, (3) hubungan peribadi yang masih menonjol. Ciri
utama masyarakat tradisional yaitu rasa hormat yang tinggi kepada orangtua atau
seorang yang dituakan. Orang tua atau orang yang dituakan dihormati karena
perilakunya dapat dijadikan teladan atau panutan oleh orang lain.
4
2.3.2 Presiden Soeharto: Dibenci, Dipuji Untuk Kemudian Dirindukan
Diawali dengan Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) pada tahun 1966
kepada Letnan Jenderal Soeharto, maka Era Orde Lama berakhir diganti dengan
pemerintahan Era Orde Baru. Pada awalnya sifat-sifat kepemimpinan yang baik dan
menonjol dari Presiden Soeharto adalah kesederhanaan, keberanian dan kemampuan
dalam mengambil inisiatif dan keputusan, tahan menderita dengan kualitas mental
yang sanggup menghadapi bahaya serta konsisten dengan segala keputusan yang
ditetapkan.Gaya Kepemimpinan Presiden Soeharto merupakan gabungan dari gaya
kepemimpinan Proaktif-Ekstraktif dengan Adaptif-Antisipatif, yaitu gaya
kepemimpinan yang mampu menangkap peluang dan melihat tantangan sebagai
sesuatu yang berdampak positif serta mempunyal visi yang jauh ke depan dan sadar
akan perlunya langkah-langkah penyesuaian. Tahun-tahun pemerintahan Suharto
diwarnai dengan praktik otoritarian di mana tentara memiliki peran dominan di
dalamnya. Kebijakan dwifungsi ABRI memberikan kesempatan kepada militer untuk
berperan dalam bidang politik di samping perannya sebagai alat pertahanan negara.
Demokrasi telah ditindas selama hampir lebih dari 30 tahun dengan
mengatasnamakan kepentingan keamanan dalam negeri dengan cara pembatasan
jumlah partai politik, penerapan sensor dan penahanan lawan-lawan politik. Sejumlah
besar kursi pada dua lembaga perwakilan rakyat di Indonesia diberikan kepada
militer, dan semua tentara serta pegawai negeri hanya dapat memberikan suara kepada
satu partai penguasa Golkar.
Bila melihat dari penjelasan singkat di atas maka jelas sekali terlihat bahwa
mantan Presiden Soeharto memiliki gaya kepemimpinan yang otoriter, dominan, dan
sentralistis. Sebenarnya gaya kepemimpinan otoriter yang dimilikinya merupakan
suatu gaya kepemimpinan yang tepat pada masa awal terpilihnya Soeharto sebagai
Presiden Republik Indonesia. Hal ini dikarenakan pada masa itu tingkat pergolakan
dan situasi yang selalu tidak menentu dan juga tingkat pendidikan di Indonesia masih
sangat rendah. Presiden Soeharto juga cenderung direpresentasikan sebagai seorang
pemimpin yang lebih mementingkan pembangunan ekonomi dibanding pembangunan
sektor-sektor lainnya.
5
2.3.3 Presiden BJ. Habibie: Cerdas, Dan Tahan Banting
Prof. Dr. Ing. H. Bacharuddin Jusuf Habibie lahir di Pare-Pare, Sulawesi Selatan,
25 Juni 1936 adalah Presiden Republik Indonesia yang ketiga. Menjadi presiden
bukan karena keinginannya. Hanya karena kondisi sehingga ia jadi presiden. Orang
yang cerdas tapi terlalu lugu dalam politik. Karena ingin terlihat bagus, ia membuat
blunder dalam masalah timor timur. Sebenarnya gaya kepemimpinan Presiden
Habibie adalah gaya kepemimpinan Dedikatif-Fasilitatif, merupakan sendi dan
Kepemimpinan Demokratik. Pada masa pemerintahan B.J Habibie ini, kebebasan pers
dibuka lebar-lebar sehingga melahirkan demokratisasi yang lebih besar. Pada saat itu
pula peraturan-peraturan perundang-undangan banyak dibuat. Pertumbuhan ekonomi
cukup tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya Habiebi sangat terbuka dalam
berbicara tetapi tidak pandai dalam mendengar, akrab dalam bergaul, tetapi tidak
jarang eksplosif. Sangat detailis, suka uji coba tapi tetapi kurang tekun dalam
menyelesaikan suatu pekerjaan. Dalam penyelengaraan negara, Habibie pada
dasarnya seorang liberal karena kehidupan dan pendidikan yang lama di dunia barat.
Gaya komunikasinya penuh spontanitas, meletup-letup, cepat bereaksi, tanpa mau
memikirkan risikonya. Tatkala Habibie dalam situasi penuh emosional, ia cenderung
bertindak atau mengambil keputusan secara cepat. Seolah ia kehilangan kesabaran
untuk menurunkan amarahnya. Bertindak cepat, rupanya, salah satu solusi untuk
menurunkan tensinya. Karakteristik ini diilustrasikan dengan kisah lepasnya Timor
Timur dari Indonesia. Habibie digambarkan sebagai pribadi yang terbuka, namun
terkesan mau menang sendiri dalam berwacana dan alergi terhadap kritik.
6
dalam proses pengambilan keputusan atau kebijaksanaan. Beliau ini awalnya
memberikan banyak harapan untuk kemajuan Indonesia. Seolah bisa menjadi figur
yang bisa diterima oleh berbagai kelompok didalam dan luar negeri. Tapi setelah
menjadi presiden, bicaranya ngelantur tidak karu-karuan. Hari ini A, besok B lusa C.
Sebagai rakyat aku sendiri ikut capai mikirin Negara di bawah Gus Dur ini. Orang
seperti ini yang dianggap 1/2 wali oleh sebagian orang ini cukup berbahaya untuk
memimpin bangsa. Beruntung pada 23 Juli 2001 MPR melengserkannya dari kursi
presiden karena kritikan berat dari lawan-lawan politiknya.
7
2.3.6 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono: Pemimpin Yang Berwibawa dan
Bijaksana
Beliau ini presiden pertama yang dipilih oleh rakyat. Orangnya mampu dan bisa
menjadi presiden. Juga cukup bersih, kemajuan ekonomi dan stabilitas negara terlihat
membaik. Sayang tidak mendapat dukungan yang kuat di Parlemen. Membuat beliau
tidak leluasa mengambil keputusan karena harus mempertimbangkan dukungannya di
parlemen. Apalagi untuk mengangkat kasus korupsi dari orang dengan back ground
parpol besar, beliau keliahatan kesulitan. Sayang sekali saat Indonesia punya orang
yang tepat untuk memimpin, parlemennya dipenuhi oleh begundal-begundal oportunis
yang haus uang sogokan. Pembawaan SBY, karena dibesarkan dalam lingkungan
tentara dan ia juga berlatar belakang tentara karir, tampak agak formal. Kaum ibu
tertarik kepada SBY karena ia santun dalam setiap penampilan dan apik pula
berbusana. Penampilan semacam ini meningkatkan citra SBY di mata masyarakat.
SBY sebagai pemimpin yang mampu mengambil keputusan kapanpun, di manapun,
dan dalam kondisi apapun. Sangat jauh dari anggapan sementara kalangan yang
menyebut SBY sebagai figur peragu, lambat, dan tidak "decisive" (tegas). Sosok yang
demokratis, menghargai perbedaan pendapat, tetapi selalu defensif terhadap kritik.
Hanya sayang, konsistensi Yudhoyono dinilai buruk. Ia dipandang sering berubah-
ubah dan membingungkan publik
8
pemimpin adalah menjadi seorang pelayan, dimana yang dimaksud adalah Jokowi
secara langsung terjun kedalam kehidupan masyarakat dan mengetahui bagaimana
nasib dan keluhan ynag mereka alami saat ini. Dimana disini Jokowi secara tidak
langsung mecritrakan bahwa “saya adalah pelayan anda” dengan motto bekerja dan
melayani. Konsep ini lah yang dipegang teguh oleh Jokowi sehingga banyak orang
mengidolakan Joko Widodo sehingga beliau mampu menjadi pemimpin No.1 di
Negara Indonesia sekarang ini. Jokowi sangat cinta terhadap masyarakat, hal ini
terbukti bahwa dia selalu berusaha untuk dekat bahkan menyamakan diri dengan
masyarakat.
Gaya kepemimpinan Presiden Jokowi ini bisa menjadi contoh, bagaimana sosok
pemimpin yang tegas, berani dan konsisten meski Jokowi dari orang yang terlihat
sederhana. saat terpilih menjadi presiden, Jokowi telah menunjukkan ketegasannya
dalam memimpin sebagai kepala negara. Di antaranya, Jokowi dengan tegas
membatalkan penetapan Budi Gunawan sebagai kapolri karena diduga melakukan
korupsi. Ditambah lagi, memberhentikan sementara Ketua Komisi Pemberantasan
Korupsi Abraham Samad karena diduga terlibat kriminal dan kini menjalani proses
hukum. Dalam sistem politik yang demokratis, pemimpin yang tegas dan berani tidak
identik dengan militer. Latar belakang militer tidak otomatis lebih berani, lebih tegas
atau lebih nasionalis. Pemimpin kuat juga tidak sama dengan pemimpin yang
membuat kebijakan dan menerobos aturan. Dalam demokrasi di mana hukum
dikedepankan, sikap tegas, berani dan konsisten justru bisa ditunjukkan dengan cara-
cara yang lembut dan santun seperti Jokowi.
9
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Setelah kita mengetahui gaya kepemimpinan ketujuh presiden Indonesia, kita tahu
bahwa kepemimpinan serta kekuasaan memiliki keterikatan yang tak dapat dipisahkan.
Dimana untuk menjadi pemimpin bukan hanya berdasarkan suka satu sama lainnya,
tetapi banyak faktor. Pemimpin yang berhasil hendaknya memiliki beberapa kriteria
yang tergantung pada sudut pandang atau pendekatan yang digunakan, apakah itu
kepribadiannya, keterampilan, bakat, sifat – sifatnya, atau kewenangannya yang dimiliki
yang mana nantinya sangat berpengaruh terhadap teori maupun gaya kepemimpinan
yang akan diterapkan. Bekal utama kepemimpinan adalah kekuatan terbesar seorang
pemimpin bukan dari kekuasaanya, bukan kecerdasannya, tapi dari kekuatan pribadinya.
Seorang pemimpin sejati selalu bekerja keras memperbaiki dirinya sebelum sibuk
memperbaiki orang lain. Pemimpin bukan sekedar gelar atau jabatan yang diberikan dari
luar melainkan sesuatu yang tumbuh dan berkembang dari dalam diri seseorang.
3.2 Saran
Kita tahu di Indonesia ini Sangat diperlukan sekali jiwa kepemimpinan pada setiap
pribadi manusia. Jiwa kepemimpinan itu perlu selalu dipupuk dan dikembangkan. Paling
tidak untuk memimpin diri sendiri. Jika saja Indonesia di seluruh elemen pemerintahan
memiliki pemimpin yang sangat tangguh berkualitas dan berbudaya tentu akan menjadi
luar biasa. Karena jatuh bangun kita tergantung pada pemimpin. Pemimpin memimpin,
pengikut mengikuti. Jika pemimpin sudah tidak bisa memimpin dengan baik, maka
pengikut pun tidak mau lagi mengikuti. Oleh karena itu kualitas kita tergantung kualitas
pemimpin kita. Dimana Makin kuat yang memimpin maka makin kuat pula yang
dipimpin.
10
DAFTAR PUSTAKA
1. Anas, Azwar dkk. 2014. Jokowi Sosok Satrio Piningit. Yogyakarta: Citra Media
2. Pasolong, Harbani. 2010. Teori Administrasi Publik. Bandung: Alfabeta
3. Sedarmayanti. 2010. Reformasi Administrasi Publik, Reformasi Birokrasi, dan
Kepemimpinan Masa Depan (Mewujudkan Pelayanan Prima dan
Kepemerintahan yang Baik). Bandung : Refika Aditama
4. Sulistiyani, Ambar Teguh. 2008. Kepemimpinan Profesional; Pendekatan
Leadership Game. Yogyakarta: Gava Media
5. Wirjana, Bernadine dan Susilo Supardo. 2005. Kepemimpinan, Dasar-Dasar dan
Pengembangannya; Yogyakarta: CV. Andi offset
11