Disusun oleh :
i
1
1. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kekerasan sangat sering terjadi di kehidupan sehari-hari baik di
lingkungan keluarga, masyarakat maupun teman sebaya. Kekerasan umumnya
sering menimpa orang-orang yang tidak berdaya. Maraknya isu kekerasan
yang terjadi terhadap perempuan menjadi suatu momok yang menakutkan bagi
seluruh perempuan khususnya perempuan yang memiliki kesibukan di luar
mengurus pekerjaan rumah meskipun demikian tidak menutup kemungkinan
perempuan yang mengurus pekerjaan rumah juga mengalami hal yang sama.
Kekerasan yang terjadi pada seorang perempuan dikarenakan sistem tata nilai
yang mendudukan perempuan sebagai makhluk yang lemah dan lebih rendah
dibandingkan laki-laki. Masih banyak masyarakat yang memandang
perempuan sebagai kaum yang marginal, dikuasai, dieksploitasi dan
diperbudak oleh kaum laki-laki. Kekerasan pada dasarnya merupakan sebuah
realita yang ada dalam masyarakat saat ini, yang menyatakan kekerasan
terhadap perempuan masih terbilang cukup banyak dan sering kali terjadi
kapan pun dan dimana pun.
Masalah pelecehan seksual saat ini telah menjadi pemberitaan karena
sering terjadi di kalangan remaja semakin bertambah, misalnya dengan
menggoda menggunakan ungkapan-ungkapan penuh hasrat atau
mengungkapkan gurauan-gurauan bernada porno, mencolak-colek pada tubuh
korban serta terkadang ada ancaman-ancaman jika ajakan tersebut tidak
dipenuhi sehingga korban merasa malu, marah, tersinggung, atau membenci
hal tersebut. Walaupun tidak melakukan penyiksaan secara fisik namun pelaku
tersebut sudah membuat korban merasa terganggu dan tidak nyaman, rata-rata
korban daripada pelecehan seksual tersebut adalah pada kaum perempuan.
Kasus pelecehan seksual sudah seringkali diekspose oleh media massa, namun
dalam masyarakat kita masih banyak yang belum sepenuhnya menyadari
bahwa mereka sebenarnya telah menjadi korban pelecehan seksual atau
menganggap masalah ini sebagai sesuatu yang tidak serius untuk ditanggapi.
Dalam banyak kasus, banyak korban yang memilih diam dan menganggap
biasa perlakuan yang diterima dari atasan ataupun rekan kerja. Maraknya
pelecehan seksual yang terus-menerus terjadi sangatlah membuat keresahan di
masyarakat, terutama bagi para orang tua yang memiliki anak- anak
perempuan. Namun, ada yang mengatakan bahwa justru korbanlah yang
memberikan peluang kepada para pelaku untuk dapat melakukan pelecehan
seksual tersebut. Misalnya dengan memakai pakaian ataupun memperlihatkan
perilaku-perilaku yang justru dapat memberikan ruang kepada pelaku sehingga
membuat pelaku dapat tersugesti untuk melakukan pelecehan seksual tersebut.
2
Pelecehan seksual ini tidak hanya memberikan dampak pada pada fisik
korban namun juga memberikan dampak secara mental atau psikis. Untuk
dampak yang secara fisik memang dalam tahap pemulihannya tidak terlalu
membutuhkan waktu yang lama, namun pada dampak mental ini
membutuhkan waktu yang sangat lama untuk memulihkannya. Bahkan ada
juga yang sampai menderita masalah kejiwaan sampai pada tindakan bunuh
diri, karena tidak kuat menahan penderitaan dan rasa malu yang dideritanya.
Tentunya hal ini sangat meresahkan terutama kepada kaum perempuan yang
takut jikalau akan bepergian sendirian keluar rumah maupun ke tempat
lainnya. Pelecehan seksual seakan menjadi momok yang mengerikan bagi
kalangan pelajar ataupun mahasiswi.
Belakangan terjadi kasus kekerasan seksual berupa begal payudara di
Cirebon. Melalui sebuah video yang sempat viral yang merekam proses
pengejaran begal payudara tersebut hingga dirinya terjatuh dari motornya.
Alih-alih merasa bersalah, pelaku justru menantang balik untuk dilaporkan
kepada kepolisian. Mirisnya lagi kenapa sampai hal itu bisa dianggap "normal"
dan malah terkesan berlebihan apabila ada korban yang menuntut. Sebenarnya
kita telah mengetahui banyak kejadian kekerasan seksual di sekitar kita, entah
itu pernah kita alami sendiri ataupun mendengar cerita dari orang-orang di
sekitar kita yang pernah menjadi korban atas kekerasan seksual. Namun seolah
itu semua bukanlah merupakan suatu tindak kejahatan yang "serius". Malah
justru banyak kasus kekerasan seksual akan menimpa balik para korban seperti
dikomentari cara berpakaiannya, cara berperilakunya, dan sebagainya.
Pandemi COVID-19 telah menimbulkan berbagai permasalahan di
seluruh aspek kehidupan manusia baik dari aspek ekonomi, pendidikan, politik
hingga aspek personal seperti kehidupan berumah tangga. Berdasarkan survei
yang dilakukan oleh Komnas Perempuan kepada 2.285 Perempuan dan Laki-
laki sejak April hingga Mei 2020, sebanyak 80% dari responden perempuan
yang berpenghasilan dibawah 5 juta menyampaikan bahwa kekerasan yang
mereka alami cenderung meningkat. Namun, hanya 10% perempuan yang
melaporkan mengenai kasus kekerasan yang dialami. Selain itu, Komnas
Perempuan juga menerima setidaknya 319 kasus yang dilaporkan selama masa
pandemi dan dua-pertiganya adalah kasus KDRT. Menurut data dari Lembaga
Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK)
menyebutkan bahwa ada sekitar 110 kasus yang dilaporkan setelah adanya
penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dari bulan maret hingga
juni. Disamping itu, WCC Rifka Annisa juga menerima laporan sebanyak 660
kasus kekerasan terhadap perempuan sepanjang Januari hingga September
2020. Dan 579 kasus diantaranya terjadi selama masa pandemi. Bentuk
kekerasan yang dilaporkan paling tinggi yaitu kekerasan terhadap istri (KTI)
dengan jumlah 124, kekerasan dalam pacaran (KDP) sebanyak 46 kasus,
3
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh penulis melalui penulisan
proposal ini adalah sebagai berikut:
1. Mengulas gambaran dari kekerasan seksual terhadap perempuan
2. Mengulas dampak kekerasan seksual bagi korban dan pelakunya
3. Mengulas persepsi masyarakat terhadap tindakan kekerasan
seksual
4. Menganalisis tindakan kekerasan seksual
5. Mencari solusi optimal untuk memberantas kekerasan seksual
C. Manfaat Penulisan
Selain tujuan adapun manfaat yang ingin penulis capai melalui penulisan
proposal ini adalah sebagai berikut:
1. Memberikan informasi bahwa tindakan kekerasan seksual sekecil
apapun mampu menimbulkan dampak negatif bagi korban maupun
pelakunya.
2. Memberikan informasi bahwa tindakan kekerasan seksual tidak
pantas dilakukan di institusi pendidikan maupun di lingkungan
masyarakat.
4
2. GAGASAN
A. Kekerasan Seksual
Semenjak adanya RUU PKS hingga saat ini Permendikbud No.
30, “kekerasan seksual” menjadi topik yang sering kita dengar dan juga
lihat di berbagai media sosial. Berita-berita terkait kekerasan seksual
muncul seakan ingin menampar masyarakat bahwa inilah fakta
sebenarnya yang terjadi di lingkungan kita. Hal tersebut menunjukkan
bahwa kekerasan seksual terjadi di mana-mana, di ruang publik, di rumah,
bahkan di lingkungan sekolah atau universitas yang seharusnya menjadi
tempat paling aman untuk menuntut ilmu. Menurut Naskah Akademik
Rancangan Undang-Undang Tentang Penghapusan Kekerasan Seksual
oleh KOMNAS Perempuan, kekerasan seksual adalah setiap perbuatan
merendahkan, menghina, menyerang dan atau tindakan lainnya, terhadap
tubuh yang terkait nafsu perkelaminan, hasrat seksual seseorang, dan atau
fungsi reproduksi, secara paksa, bertentangan dengan kehendak seseorang
dan atau tindakan lain yang menyebabkan seseorang itu tidak mampu
memberikan persetujuan dalam keadaan bebas, karena ketimpangan relasi
kuasa, relasi gender dan atau sebablain, yang berakibat atau dapat
berakibat penderitaan atau kesengsaraan terhadap secara fisik, psikis,
seksual, kerugian secara ekonomi, sosial, budaya, dan atau politik.
Lembar Fakta dan Poin Kunci Catatan Tahunan Komnas
Perempuan Tahun 2020 menunjukkan, kasus KBGO meningkat dari 126
kasus di 2019 menjadi 510 kasus pada tahun 2020. Bentuk kekerasan
yang mendominasi adalah kekerasan psikis 49 persen (491 kasus),
kekerasan seksual 48 persen, (479 kasus), dan kekerasan ekonomi 2
persen (22 kasus).
Dari hasil penelitian yang menganalisis dokumen mengenai
kekerasan yang terjadi pada perempuan, diketahui bahwa penyebab
tingginya tingkat kekerasan seksual yang terjadi pada kaum perempuan
disebabkan oleh beberapa faktor. Pada umumnya, masyarakat
membesarkan anak laki-laki dengan menumbuhkan keyakinan bahwa
anak laki-laki harus kuat, berani, dan tidak toleran dalam hal apapun. Pola
ini lah yang akhirnya memimbulkan tidak adanya kesetaraan gender
antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat dan sudah menjadi
budaya bahwa laki-laki dianggap superior dan perempuan dianggap
inferior. Sebagian laki-laki beranggapan bahwa kekuasaan dan kekerasan
merupakan suatu bentuk yang dilakukan untuk mengendalikan orang lain.
Selain itu, kentalnya budaya victim blaming dan kurang tegasnya hukum
5
6. Prostitusi Paksa
Situasi dimana perempuan mengalami tipu daya, ancaman
maupun kekerasan untuk menjadi pekerja seks. Keadaan ini dapat
terjadi pada masa rekrutmen maupun untuk membuat perempuan
tersebut tidak berdaya untuk melepaskan dirinya dari prostitusi,
misalnya dengan penyekapan, penjeratan utang, atau ancaman
kekerasan.
7. Perbudakan seksual
Situasi dimana pelaku merasa menjadi “pemilik” atas tubuh
korban sehingga berhak untuk melakukan apapun termasuk
memperoleh kepuasan seksual melalui pemerkosaan atau bentuk lain
kekerasan seksual. Perbudakan ini mencakup situasi dimana
perempuan dewasa atau anak-anak dipaksa menikah, melayani rumah
tangga atau bentuk kerja paksa lainnya, serta berhubungan seksual
dengan penyekapnya.
8. Pemaksaan perkawinan, termasuk cerai gantung
Pemaksaan perkawinan dimasukkan sebagai jenis kekerasan
seksual karena pemaksaan hubungan seksual menjadi bagian tidak
terpisahkan dari perkawinan yang tidak diinginkan oleh perempuan
tersebut. Ada beberapa praktik di mana perempuan terikat perkawinan
di luar kehendaknya sendiri. Pertama, ketika perempuan merasa tidak
memiliki pilihan lain kecuali mengikuti kehendak orang tuanya agar
dia menikah. Situasi ini kerap disebut kawin paksa. Kedua, praktik
memaksa korban perkosaan menikahi pelaku yang dianggap
mengurangi aib akibat perkosaan yang terjadi. Ketiga, praktik cerai
10
Jurnal: