Berbagi Ilmu
Langsung ke konten utama
Tuberkulosis atau TB adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru.
Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basilMycobacterium
tuberculosis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernapasan bagian bawah yang sebagian
besar basil tuberkulosis masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone infection dan selanjutnya
mengalami proses yang dikenal sebagai focus primer dari ghon. (Hood Alsagaff, 1995 dalam Andra &
Yessie, 2013)
2. Anatomi fisiologi
Reiza Farandika (2014) menjelaskan tentang anatomi fisiologi dari sitem pernapasan adalah sebagai
berikut:
a. Anatomi sistem pernapasan
Rongga hidung termasuk alat pernapasan pada manusia paling luar, dan merupakan alat pernapasan
paling awal. Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis). Rongga hidung
berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak (kelenjar sebasea) dan kelenjar
keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir berfungsi menangkap benda asing yang masujk lewat
saluran pernapasan. Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal yang berfungsi menyaring
partikel kotoran yang masuk bersama udara. Juga terdapat konka yang mempunyai banyak kapiler
darah yag berfungsi menghangatkan udara yang masuk. Di sebelah rongga hidung terhubung dengan
nasofaring melalui dua lubang yang disebutchoanae.
2) Faring
Dari rongga hidung udara yang hangat dan lembab selanjutnya masuk ke faring. Faring adalah suatu
saluran yang menyerupai tabung sebagai persimpangan tempat lewatnya makanan dan udara.
Faring terletak diantara rongga hidung dan kerongkongan. Pada bagian ujung bawah faring terdapat
katup yang disebut epiglotis. Epiglotismerupakan katup yang mengatur agar makanan dari masuk ke
kerongkongan, tidak ke tenggorokan. Pada saat menelan , epiglotismenutup laring. Dengan cara ini,
makanan atau cairan tidak bisa masuk ke tenggorokan.
3) Laring
Antara faring dan tenggorokan terdapat struktur yang disebut laring. Laring merupakan tempat
melekatnya pita suara. Pada saat kamu berbicara, pita suara akan mengencang atau mengendor.
Suara dihasilkan apabila udara bergerak melewati pita suara dan menyebabkan terjadinya getaran.
Pita suara pada laki-laki lebih panjang dibanding pita suara perempuan.
4) Tenggorokan (Trakea)
Tenggorokoan berbentuk seperti pipa dengan panjang kurang lebih 10 cm. Di paru-
paru trakea bercabang dua membentuk bronkus. Dinding tenggorokan terdiri atas tiga lapisan
berikut:
b) Lapisan tengah terdiri atas otot polos dan cincin tulang rawan.Trakea tersusun atas 16-20 cincin
tulang rawan yang berbentuk huruf C. Bagian belakang cincin tulang rawan ini tidak tersambung dan
menenmpel pada esofagus. Hal ini berguna untuk mempertahankantrakea tetap terbuka
c) Lapisan terdalam terdiri atas jaringan epitelium bersilia yang menghasilkan banyak lendir. Lendir
ini berfungsi menangkap debu danmikroorganisme yang masuk saat menghirup udara.
Selanjutnya, debu danmikroorganisme tersebut didorong oleh gerakan silia menuju bagian belakang
mulut.
Akhirnya, debu dan mikroorganismetersebut dikeluarkan dengan cara batuk. Silia-silia ini berfungsi
menyaring benda-benda asing yang masuk bersama udara pernapasan.
Bronkus merupakan cabang batang tenggorokan. Jumlahnya sepasang, yang satu menuju paru-paru
kanan dan yang satu menuju paru-paru kiri.Bronkus yang ke arah kiri lebih panjang, sempit, dan
mendatar daripada yang ke arah kanan. Hal ini yang mengakibatkan paru-paru kanan lebih mudah
terserang penyakit. Struktur dinding bronkushampir sama dengan trakea. Perbedaannya
dinding trakea lebih tebal dripada dinding bronkus.Bronkus akan bercabang
menjadibronkiolus. Bronkus kanan bercabang menjadi tiga bronkiolussedangkan bronkus kiri
bercabang menjadi dua bronkiolus.
6) Bronkiolus
7) Alveolus
8) Paru-paru
Paru-paru terletak didalam rongga dada. Rongga dada dan perut dibatasi oleh suatu sekat
disebut diafragma. Paru-paru ada dua buah yaitu paru-paru kanan dan paru-paru kiri. Paru-paru
kanan terdiri atas tiga gelambir (lobus) yaitu gelambir atas, gelambir tengah, dan gelambir bawah.
Sedangkan paru-paru kiri terdiri atas dua gelambir yaitu gelambir atas dan gelambir bawah. Paru-
paru diselimuti oleh suatu selaput paru-paru (pleura). Kapasitas maksimal paru-paru berkisar sekitar
3,5 liter.
Udara yang keluar masuk paru-paru pada waktu melakukan pernapasan biasa disebut udara
pernapasan (udara tidal). Volume udara pernapasan pada orang dewasa lebih kurang 500 ml.
Setelah kita melakukan inspirasi biasa, kita masih bisa menarik napas sedalam-dalamnya. Udara yang
dapat masuk setelah mengadakan inspirasi biasa disebut udara komplementer, volumenya lebih
kutrang 1500 ml.
Setelah kita melakukan ekspirasi biasa, kita masih bisa menghembuskan napas sekuat-kuatnya.
Udara yang dapat dikeluarkan setelah ekspirasi biasa disebut udara suplementer, volumenya lebih
kurang 1500 ml.
Walaupun kita mengeluarkan napas dari paru-paru dengan sekuat-kuatnya ternyata dalam paru-
paru masih ada udara disebut udara residu. Volume udara residu lebih kurang 1500 ml. Jumlah
volume udara pernapasan, udara komplementer, dan udara suplementer disebut kapasitas vital
paru-paru.
b. Fisiologi pernapasan
Proses pernapasan pada manusia dapat terjadi secara sadar maupun secara tidak sadar. Pernapasan
secara sadar terjadi jika kita melakukan pengaturan-pengaturan saat bernapas, misalnya pada saat
latihan dengan cara menarik napas panjang, kemudian menahannya beberapa saat, lalu
mengeluarkannya. Pernapasan secara tidak sadar yaitu pernapasan yang dilakukan secara otomatis
dan dikendalikan oleh saraf di otak, mislanya pernapasan yang terjadi saat kita tidur.
Dalam pernapasan selalu terjadi dua siklus, yaitu inspirasi (menghirup udara). Berdasarkan cara
melakukan inspirasi dan ekspirasi serta tempat terjadinya, manusia dapat melakukan dua
mekanisme pernapasan, yaitu pernapasan dada dan pernapasan perut.
1) Pernapasan dada
a) Fase inspirasi
Fase ini berupa berkontraksinya otot antartulang rusuk sehingga rongga dada membesar, akibatnya
tekanan dalam rongga dada menjadi lebih kecil darpada tekanan di luar sehingga udara luar yang
kaya oksigen masuk.
b) Fase ekspirasi
Fase ini merupakan fase relaksasi atau kembalinya otot antara tulang rusuk ke posisi semula yang
diikuti oleh turunnya tulang rusuk sehingga rongga dada menjadi kecil. Sebagai akibatnya, tekanan di
dalam rongga dada menjadi lebih besar daripada tekanan luar, sehingga udara dalam rongga dada
yang kaya akan karbon dioksida keluar.
2) Pernapasan perut
Mekanisme proses inspirasi pernapasan perut diawali dengan berkontraksinya otot diafragma yang
semula melengkung berubah menjadi datar. Keadaan diafragma yang datar mengakibatkan rongga
dada dan paru-paru mengembang. Tekanan udara yang rendah dalam paru-paru menyebabkan
udara dari luar masuk ke dalam paru-paru.
Mekanisme pernapasan perut dapat dibedakan menjadi dua tahap yakni sebagai berikut:
a) Fase inspirasi
Pada fase ini otot diafragma berkontraksi sehingga diafragma mendatar, akibatnya rongga dada
membesar dan tekanan menjadi kecil sehingga udara luar masuk.
b) Fase ekspirasi
Fase ekspirasi merupakan fase berelaksasinya otot diafragma (kembali keposisi semula,
mengembang) sehingga rongga dada mengecil dan tekanan menjadi lebih besar, akibatnya udara
keluar dari paru-paru.
f) CO2 larut dalam darah dan diangkut darah ke paru-paru, masuk ke alveolus secara difusi.
g) CO2 keluar melalui alat pernapasan di rongga hidung.
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2015) adapun faktor-faktor yang memengaruhi fungsi pernapasan
adalah sebagai berikut:
1) Posisi tubuh
Pada keadaan duduk atau berdiri pengembangan paru dan pergerakan diafragma lebih baik daripada
posisi datar atau tengkurap sehingga pernapasan lebih mudah.
2) Lingkungan
Oksigen di atmosfer sekitar 21%, namun keadaan ini tergantung dari tempat atau lingkungannya
contoh: pada tempat yang tinggi, dataran tinggi, dan daerah kutub akan membuat kadar oksigen
menjadi berkurang, maka tubuh akan berkompensasi dengan meningkatkan jumlah pernapasan.
3) Polusi udara
Polusi udara yang terjadi baik karena industri maupun kendaraan bermotor berpengaruh terhadap
kesehatan paru-paru dan kadar oksigen karena mengandung karbon monoksida yang dapat merusak
ikatan oksigen dengan hemoglobin.
4) Zat alergen
Beberapa zat alergen dapat memengaruhi fungsi pernapasan, seperti makanan, zak kimia, atau
benda sekitar yang kemudian merangsang membran mukosa saluran pernapasan sehingga
mengakibatkan vasokonstriksi atau vasodilatasi pembuluh darah, seperti pada pasien asma.
Kebiasaan merokok dapat menyebabkan penyakit pernapasan seperti emfisema, bronkitis, kanker,
dan infeksi paru lainnya. Penggunaaan alkohol dan obat-obatan memengaruhi susunan saraf pusat
yang akan mendepresi pernapasan sehingga menyebabkan frekuensi pernapasan menurun.
6) Nutrisi
Nutrisi mengandung unsur nutrien sebagai sumber energi dan untuk memperbaiki sel-sel rusak.
Protein berperan dalam pembentukan hemoglobin yang berfungsi mengikat oksigen untuk
disebarkan keseluruh tubuh.
Kemampuan pengembangan paru juga berpengaruh terhadap kemampuan kapasitas dan volume
paru. Penyakit yang mengakibatkan gangguan pengembangan paru diantaranya adalah
pneumotoraks dan penyakit infeksi paru menahun.
Obstruksi saluran pernapasan seperti pada penyakit asma dapat menghambat aliran udara masuk ke
paru-paru.
3. Etiologi
a. Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat kuman lebih
tahan terhadap asam basa (asam alkohol) disebut bakteri tahan asam (BTA).
c. Kuman dapat hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin.
e. Kuman bersifat aerob, kuman lebih menyukai jaringan yang tinggi kandungan oksigennya.
(Nixson Manurung, 2016)
Penyebab tuberkulosis adalahMycobacterium Tuberculosa. Basil ini tidak berspora sehingga mudah
dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari, dan sinar ultraviolet. Ada dua macam Mycobacteria
Tuberculosis yaitu tipe Human dantipe Bovin. Basil tipe Human bisa berada dibercak ludah (droplet)
dan di udara yang berasal dari penderita TBC, dan orang yang terkena rentan terinfeksi bila
menghirupnya. (Wim de Jong dalam Amin & Hardhi, 2015)
Setelah organisme terinhalasi, dan masuk paru-paru bakteri dapat bertahan hidup dan menyebar
kenodus limfatikus lokal. Penyebaran melalui aliran darah ini dapat menyebabkan TB pada orang
lain, dimana infeksi laten dapat bertahan sampai bertahun-tahun. (Patrick Davey dalam Amin &
Hardhi, 2015)
Agen infeksius utama,mycobacterium culosis adalah batang aerobik tahan asam yang tumbuh
dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar ultraviolet. (Andra & Yessie, 2013)
Mary DiGiulio, dkk (2014) menjelaskan tentang etiologi tuberkulosis adalah sebagai berikut:
Penyakit infeksi yang menyebar dengan rute naik di udara. Infeksi disebabkan oleh penghisapan air
liur yang berisi bakteri tuberkulosis. Seorang yang terkena infeksi dapat menyebarkan partikel kecil
malalui batuk, bersin, atau berbicara. Berhubungan dekat dengan mereka yang terinfeksi
meningkatkan kesempatan untuk transmisi. Begitu terhisap, organisme secara khas diam di dalam
paru-paru, tetapi dapat menginfeksi organ tubuh lainnya. Organisme mempunyai kapsul sebelah
luar.
TB primer terjadi ketika pasien pada awalanya terkena infeksimycobacterium. Setelah dihirup
ke dalam paru-paru, organisme penyebab suatu reaksi dilokalisir. Ketika makrofag dan T-
Lymphocytesberusaha mengisolasikan dan memusnahkan mycobacterium di dalam paru-paru,
kerusakan juga disebabkan jaringan paru-paru. Lukagranulomatous yang berkembang
berisi mycobacterium, makrofag, dan sel lain. Perubahan necrotic terjadi di dalam luka
ini. Granulomaberkembang sepanjang getah bening sepanjang waktu yang sama. Area ini
menciptakan kompleks Ghon yang merupakan kombinasi dari area yang pada awalnya terkena
infeksi basil yang naik di udara yang disebut fokus Ghon dan luka geta bening. Mayoritas orang
dengan infeksi baru dan sistem imun yang baik akan menderita infeksi laten. Penyakit tidak aktif
pada kondisi seperti ini dan tidak akan ditularkan. Pada pasien dengan respon inum kurang baik,
tuberkulosis akan progresif, kerusakan jaringan paru-paru terus berlangsung, dan area lain paru-paru
juga akan terkena.
Pada TB sekunder, penyakit diaktifkan pada tahap kemudian. Pasien mungkin terinfeksi
kembali dari air liur, atau dari luka utama sebelumnya. Karena pasien telah sebelumnya terinfeksi
TB, respon imun akan dengan cepat membatasi infeksi. Area berongga ini terjadi ketika seseorang
kontak dengan seseorang yang dicurigai atau dinyatakan menderita TB. Pasien ini tidak mempunyai
tes kulit positif, gejala atau tanda penyakit, atau perubahan-perubahan sinar x pada dada. Mereka
bisa jadi atau bisa juga tidak mengidap tuberculin positif, namun tidak ada gejala
penyakit.Rontgen dada mungkin menunjukkan granuloma atau klasifikasi.
4. Klasifikasi
Andra dan Yessie (2013) menjelaskan klasifikasi TB paru adalah sebagai berikut:
Klasifikasi TB paru dibuat berdasarkan gejala klinik, bakteriologik, radiologik dan riwayat pengobatan
sebelumnya. Klasifikasi ini penting karena merupakan salah satu faktor determinan untuk
menetapkan strategi terapi. Sesuai dengan program Gerdunas P2TB klasifikasi TB paru dibagi sebagai
berikut:
2) Gejala klinik tidak ada atau gejala sisa akibat kelainan paru
3) Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan serial foto yang tidak berubah
Klasifikasi menurut American Thoracic Society dalam Amin dan Hardhi (2015), adalah sebagai
berikut:
a. Kategori 0: tidak pernah terpajan, dan tidak terinfeksi, riwayat kontak negatif, tes tuberculin
negatif.
b. Kategori 1: terpajan tuberkulosis, tapi tidak terbukti ada infeksi. Disini riwayat kontak positif, tes
tuberculin negatif.
c. Kategori 2: terinfeksi tuberkulosis, tetapi tidak sakit. Tes tuberculin positif, radiologis dan
sputum negatif.
1) Kasus kambuh
5. Insiden
Angka pravalensi tuberkulosis pada tahun 2014 sebesar 647/100.000 penduduk meningkat dari
272/100.000 penduduk pada tahun sebelumnya, angka insiden tahun 2014 sebesar 399/100.000
penduduk dari sebelumnya sebesar 183/100.000 penduduk pada tahun 2013, demikian juga dengan
angka mortalitas pada tahun 2014 sebesar 41/100.000 penduduk, dari 25/100.000 penduduk pada
tahun 2013. (WHO, Global Tuberculosis Report, 2015)
Angka notifikasi kasus baru tuberkulosis paru terkonfirmasi bakteriologis pada tahun 2015 di
Indonesia sebesar 74 per 100.000 penduduk, menurun dibandingkan tahun 2014 yang sebesar 77
per 100.000 penduduk. Sedangkan angka notifikasi seluruh kasus tuberkulosis pada tahun 2015
sebesar 130 per 100.000 penduduk meningkat dibandingkan tahun 2014 sebesar 129 per 100.000
penduduk. (Kemenkes RI, 2015)
6. Patofisiologi
Andra dan Yessie (2013) menjelaskan tentang patofisiologi dari penyakit TB adalah sebagai berikut:
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveoli biasanya diinhilasi sebagai suatu unit yang terdiri
dari satu sampai tiga basil karena gumpalan yang lebih besar cenderung tertahan di rongga hidung
dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus(biasanya dibagian bawah
lobus atas atau dibagian atas lobus bawah) basil tuberkulosis ini membangkitkan reaksi
peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bakteri tetapi
tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari-hari pertama maka leukosit diganti
oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala-
gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya tanpa menimbulkan
kerusakan jaringan paru atau proses dapat berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau
berkembang biak didalam sel. Basil juga menyebar melalui kelenjar limfe regional. Makrofag yang
mengalami infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel
epiteloidyang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya berlangsung selama 10-20
hari. Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat seperti keju,
lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosadan jaringan
granulasi dan sekitarnya yang terdiri dari selepiteloid dan fibroblas menimbulkan respon berbeda.
Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa, membentuk jaringan parut yang akhirnya membentuk suatu
kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru-paru disebut fokusGhon dan gabungan terserangnya kelenjar limfe regional dan lesi
primer dinamakan kompleks Ghon. Kompleks Ghon yang mengalami perkapuran ini dapat dilihat
pada orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan bahan cair lepas ke dalam bronkus dan
menimbulkan kavitas. Materituberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke
percabangan trakeobronkial. Proses ini dapat terulang kembali pada bagian lain dari paru atau basil
dapat terbawa ke laring, telinga tengah atau usus. Kavitas kecil dapat menutup sekalipun tanpa
pengobatan dan meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkusdapat
menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat dengan perbatasan bronkus. Bahan
perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran yang ada dan lesi mirip
dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu
lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dengan menjadi tempat peradagan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui saluran limfe atau pembuluh darah (limfohematogen). Organisme
yang lolos dari kelenjar limfe akan mencapai aliran darah dalam jumlah yang lebih kecil yang kadang-
kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain (ekstrapulmoner). Penyebaran hematogen
merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan tuberkulosis milier. Ini terjadi bila
fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk ke dalam sistem
vaskuler dan tersebar ke dalam sistem vaskuler ke organ-organ tubuh.
7. Manifestasi klinis
a. Menurut Mary DiGiulio, dkk (2014) tanda dan gejala dari tuberkulosis yaitu:
2) Berkeringat dingin
b. Menurut Andra dan Yessie (2013) gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan
yaitu gejala respiratorik dan gejala sistemik.
a) Batuk
Gejala batuk timbul lebih dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Mula-
mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan
jaringan.
b) Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau bercak-
bercak darah, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk dahak terjadi
karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar
kecilnya pembuluh darah yang pecah.
c) Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai
seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.
d) Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul bila sistem
persarafan di pleura terkena.
a) Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip demam
influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan
makin pendek.
Gejala sistemik sistem lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta
malaise.
c) Timbulnya keluhan biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan
akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala
pneumonia.
Tuberkulosis paru termasuk insidius. Sebagian besar pasien menunjukkan demam tingkat rendah,
keletihan, anorexia, penurunan berat badan, berkeringat malam, nyeri dada dan batuk menetap.
Batuk pada awalnya mungkin non produktif, tetapi dapat berkembang ke arah pembentukan sputum
mukopurulen dengan hemoptisis.
Tuberkulosis dapat mempunyai manifestasi atipikal pada lansia, seperti perilaku tiada biasa dan
perubahan status mental, demam, anorexia dan penurunan berat badan. Basil TB dapat bertahan
lebih dari 50 tahun dalam keadaan dormain.
c. Soedarto (2013) menjelaskan bahwa gejala klinis yang terjadi tergantung pada jenis organ yang
terinfeksi kuman ini. Infeksi paru-paru (tuberkulosis paru) akan menimbulkan gejala batuk-batuk
kronis yang berdahak kadang-kadang berdarah (hemoptisis). Meskipun demikian sering penderita
tidak menunjukkan gejala klinis atau keluhan yang nyata selama bertahun-tahun (asimtomatis).
Gejala umum TBC adalah anoreksia dan penurunan berat badan, tubuh terasa lelah dan lesu, demam
dan sering kedinginan. Pada TBC kulit, kelainan berupa ulkus atau papul yang berkembang menjadi
pustula yang berawarna gelap.
8. Komplikasi
Nixson Manurung (2016) menjelaskan bahwa penyakit TB paru bila tidak ditangani dengan benar
akan menimbulkan komplikasi, yang dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut.
a. Komplikasi dini
1) Pleuritis
2) Efusi pleura
3) Emplema
4) Laringitis
b. Komplikasi lanjut
3) Amiloidosis
9. Pemeriksaan diagnostik
Menurut Mansjoer, dkk dalam Amin dan Hardhi (2015), pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada
klien dengan Tuberculosis paru, yaitu:
LED normal/meningkat, limfositosis
Untuk memastikan diagnostik TB paru, namun pemeriksaan ini tidak spesifik karena hanya 30-70%
pasien yang dapat didiagnosis berdasarkan pemeriksaan ini.
d. Tes Mantoux Tuberkulin
Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam meskipun hanya satu mikroorganisme
dalam spesimen juga dapat mendeteksi adanya resistensi.
g. MYCODOT
h. Pemeriksaan radiologi
Rontgen thorax PA dan lateral, gambaran foto thorax yang menunjang diagnosis TB, yaitu:
1) Bayangan lesi terletak di lapangan paru atau segment apikal lobus bawah.
5) Adanya klasifikasi
7) Bayangan milier
Sedangkan menurut Arif Muttaqin (2013) pemeriksaan diagnostik pada TB paru adalah sebagai
berikut:
a. Pemeriksaan Rontgen Thoraks
Pada pemeriksaan rontgen thoraks, sering didapatkan adanya suatu lesi sebelum ditemukan adanya
gejala subjektif awal dan sebelum pemeriksaan fisik menemukan kelainan pada paru. Bila
pemeriksaan Rontgen menemukan suatu kelainan, tidak ada gambaran khusus mengenai TB paru
awal kecuali lokasi di lobus bawah dan biasanya ada disekitar hilus. Kerakteristik kelainan ini terlihat
sebagai daerah bergaris-garis opaque yang ukurannya bervariasi dengan batas lesi yang tidak jelas.
b. Pemeriksaan CT Scan
Dilakukan untuk menemukan hubungan kasus TB inaktif/stabil yang ditunjukkan dengan adanya
gambaran garis-garis fibrotik ireguler, pita parenkimal, klasifikasi nodul, dan adenopati, perubahan
kelengkungan berkas bronkhovaskuler, bronkhiektasis, dan emfisema perisikatriksial.
c. Radiologis TB Paru Milier
TB paru milier terbagi menjadi dua tipe, yaitu TB paru milier akut dan TB paru milier subakut (kronis).
Penyebaran milier terjadi setelah infeksi primer. TB milier akut diikuti oleh invasi pembuluh darah
secara masif/menyeluruh serta mengakibatkan penyakit akut yang berat dan sering disertai akibat
yang fatal sebelum penggunaan OAT.
Pada beberapa klien, didapatkan bentuk berupa granul-granul halus atau nodul-nodul sangat kecil
yang menyebar secara difus dikedua lapangan paru. Pada saat lesi mulai bersih, terlihat gambaran
nodul-nodul halus yang tak terhitung banyaknya dan masing-masing berupa garis-garis tajam.
d. Pemeriksaan Laboratorium
Bahan pemeriksaan untuk isolasi mycobacterium tuberculosis berupa:
1) Sputum
Sebaiknya sputum diambil pada pagi hari dan yang pertama keluar. Jika sulit didapatkan maka
sputum dikumpulkan dalam 24 jam.
2) Urine
Urine yang diambil adalah urine pertama di pagi hari atau urine yang dikumpulkan selama 12-24
jam.
Umumnya bahan pemeriksaan ini digunakan jika anak-anak atau klien tidak dapat mengeluarkan
sputum. Diambil pada pagi hari sebelum sarapan.
4) Bahan-bahan lain
Misalnya pus, cairan serebrospinal(sum-sum tulang belakang), cairan pleura, jaringan tubuh, feses,
dan swab tenggorok.
10. Penatalaksanaan medik
a. Pengobatan
Andra dan Yessie (2013) menjelaskan tentang cara pengobatan penyakit tuberkulosis adalah sebagai
berikut:
Tujuan pengobatan pada penderita TB paru selain untuk mengobati juga mencegah kematian,
mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata rantai penularan.
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7
bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama
yang sesuai dengan rekomendasi WHO adalahRifampisan, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan
Etambutol. Sedang jenis obat tambahan adalahKanamisin, Kuinolon, Makrolide, Amoksisilin + asam
klavulanat, derivat Rifampisin/INH, dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel. 1
Rekomendasi dosis
(mg/kg BB)
Obat Anti TB
Aksi Potensi
Esensial Perminggu
Per
hari 3x 2x
Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu bedasarkan lokasi
tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat
pengobatan sebelumnya. Disamping itu perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang
dikenal sebagai Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) yang direkomendasikan oeh WHO
yang terdiri dari lima komponen yaitu:
1) Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan dalam penanggulangan TB.
3) Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh
Pengawas Menelan Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan pertama dimana penderita harus minum
obat setiap hari.
b. Pencegahan
Menurut Najmah (2016) berikut ini merupakan pencegahan primer, sekunder, dan tersier
tuberkulosis.
1) Pencegahan primer
a) Tersedia sarana-saran kedokteran, pemeriksaan penderita, kontak atau suspect gambas, sering
dilaporkan, pemeriksaan dan pengobatan dini bagi penderita, kontak, suspect, perawatan.
b) Petugas kesehatan dengan memberikan penyuluhan tentang penyakit TB yang antara lain
meliputi gejala bahaya dan akibat yang ditimbulkannya.
c) Pencegahan pada penderita dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu batuk dan
membuang dahak tidak disembarangan tempat.
d) Pecegahan infeksi dengan cuci tangan dan praktek menjaga kebersihan rumah harus
dipertahankan sebagai kegiatan rutin. Dekontaminasi udara dengan cara ventilasi yang baik dengan
bisa ditambahkan dengan sinar UV.
Tindakan pencegahan bagi orang-orang sangat dekat (keluarga, perawat, dokter, petugas kesehatan
lain) dan lainnya yang terindikasi dengan vaksin BCG dan tindak lanjut bagi positif yang tertular.
f) Mengurangi dan menghilangkan kondisi sosial yang mempertinggi risiko terjadinya infeksi
misalnya kepadatan hunian.
g) Lakukan eliminasi terhadap ternak sapi yang menderita TB bovinum dengan cara menyembelih
sapi-sapi yang tes tuberkulinnya positif, susu di pasteurasi sebelum dikonsumsi.
h) Lakukan upaya pencegahan terjadinya silikosis pada pekerja pabrik dan tambang.
2) Pencegahan Sekunder
b) Isolasi pemeriksaan kepada orang-orang yang terinfeksi, pengobatan khusus TBC. Pengobatan
mondok di rumah sakit hanya bagi penderita yang kategori berat yang memerlukan pengembangan
program pengobatannya yang karena alasan-alasan sosial ekonomi dan medis untuk tidak
dikehendaki pengobatan jalan.
d) Pemeriksaan screening dengan tuberculin test pada kelompok beresiko tinggi, seperti para
emigrant, orang-orang kontak dengan penderita, petugas di rumah sakit, petugas/guru di sekolah,
petugas foto rontgen.
e) Pemeriksaan foto rontgen pada orang-orang yang positif dari hasil pemeriksaan tuberculin test.
f) Pengobatan khusus
Penderita dengan TBC aktif perlu pengobatan yang tepat. Obat-obat kombinasi yang telah
ditetapkan oleh dokter diminum dengan tekun dan teratur, waktu yang lama (6 atau 12 bulan).
Diwaspadai adanya kebal terhadap obat-obat, dengan pemeriksaan penyelidikan oleh dokter.
3) Pencegahan tersier
a) Tindakan mencegah bahaya penyakit paru kronis karena menghirup udara yang tercemar debu
para pekerja tambang, pekerja semen, dan sebagainya
b) Rehabilitasi
Tarwoto dan Wartonah (2015) menjelaskan proses keperawatan adalah metode pengorganisasian
yang sistematis dalam melakukan asuhan keperawatan pada individu, kelompok, dan masyarakat
yang berfokus pada identifikasi dan pemecahan masalah dari respon pasien terhadap penyakitnya.
Proses keperawatan digunakan untuk membantu perawat melakukan praktek keperawatan secara
sistematis dalam memecahkan masalah keperawatan. Dengan menggunakan metode ini perawat
dapat mendemonstrasikan tanggung jawab pada klien, sehingga kualitas praktek keperawatan dapat
meningkat.
Dalam proses keperawatan ada 5 tahap. Dimana tahap-tahap tersebut tidak dapat dipisahkan, dan
saling berhubungan. Tahap-tahap ini secara bersama-sama membentuk lingkaran pemikiran dan
tindakan yang kontinu, yang mengulangi kembali dengan kontak pasien.
1. Pengkajian
2. Diagnosa keperawatan
3. Intervensi/perencanaan
4. Implementasi/pelaksanaan
5. Evaluasi
Kelima langkah tersebut dapat dijadikan pedoman dalam mencapai tujuan keperawatan yaitu:
meningkatkan, mempertahankan kesehatan atau membuat pasien mencapai kematian dengan
tenang pada pasien terminal, serta memungkinkan pasien atau keluarga dapat mengatur
kesehatannya sendiri menjadi lebih baik.
1. Pengkajian keperawatan
Pengkajian merupakan proses dinamis yang terorgnisasi yang meliputi tiga aktivitas dasar yaitu:
pengumpulan data secara sistematis, memilih, dan mengatur data yang diperlukan dan
mendokumentasikan data dalam format yang dapat dibuka kembali.
Pengkajian sebagai proses yang kegiatannya bertujuan mengumpulkan informasi mengenai pasien.
Informasi tersebut akan menentukan masalah kesehatan yang meliputi: pengkajian fisik, observasi,
wawancara, riwayat keperawatan, analisa catatan laporan serta dokumen-dokumen lain yang terkait
dengan pengkajian data dasar keperawatan yang perlu dikaji adalah:
a. Biodata
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat, suku/bangsa, status pernikahan,
pekerjaan, no.RM, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, dan diagnosa medic.
Identitas penanggung jawab meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan hubungan keluarga.
b. Keluhan utama
3) Lamanya keluhan: sudah berapa lama keluhan yang dirasakan oleh klien.
5) Upaya yang dilakukan utnuk mengatasinya: sendiri atau dibantu oleh orang lain.
c. Riwayat kesehatan
d. Riwayat psikososial
2) Pola kognitif
3) Pola koping
4) Pola interaksi
e. Riwayat spiritual
f. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
a) Tanda-tanda distress
c) Ekspresi wajah
3) Kepala
4) Mata
a) Inspeksi
(5) Gerakan bola mata: amati 6 fungsi otot mata dengan gerakan ke 8 arah.
b) Palpasi: palpasi kedua bola mata, bila terasa keras berarti TIO meningkat.
5) Telinga
6) Hidung
b) Palpasi:
(1) Palpasi hidung bagian luar, untuk mengetahui adanya nyeri tekan.
a) Inspeksi:
8) Leher
a) Inspeksi:
b) Palpasi:
a) Inspeksi
10) Jantung
d) Auskultasi:
12) Abdomen
Otot: periksa adanya pitting edema, perhatikan apakah atropi atau hipertropi.
14) Genetalia
a) Genetalia wanita
(1) Inspeksi: kualitas dan penyebaran pertumbuhan rambut pubis, serta karakteristik permukaan
labia mayora.
(2) Palpasi: kaji ketegangan otot pada saluran vagina dan palpasi kelenjar perineum.
b) Genetalia pria
(1) Inspeksi: kaji kematangan seksual klien dengan memperhatika ukuran, bentuk penis, dan tekstur
dari kulit scrotum serta karakteristik dan penyebaran rambut pubis.
a) Inspeksi: kulit daerah perinial (halus, lembab, lesi, hemoroid eksternal, ulkus).
b) Palpasi: kelenjar prostat untuk menentukan bentuk, kepadatan, nyeri dan lesi.
16) Pengkajian neurologis
e) Nervus V (trigeminus): saraf sensorik pada wajah, cavum nasi, dan cavum oris.
f) Nervus VI (abducens): saraf motorik dan sensorik m.rectus lateralis bola mata.
g) Nervus VII (facialis): saraf motorik otot ekspresi wajah dan saraf sensorik reseptor pengecapan
dua per tiga bagian anterior lidah.
i) Nervus IX (glosofaringeus): saraf motorik untuk menelan dan saraf sensorik untuk posterior
lidah, pharynx dan larynx.
j) Nervus X (vagus): saraf motorik untuk hampir semua organ thorax dan abdomen, saraf sensorik
untuk pharinx, larinx, trachea, esophagus, cor, dan viscera abdominalis.
a) Tes nyeri: gunakan jarum steril, minta klien untuk tutup mata, kemudian tusukkan perlahan
jarum kekulit klien, tanya apa yang dirasakan.
b) Sentuhan: minta klien utnuk tutup mta, kemudian sentuh klien dengan pilinan kapas, minta
klien untuk merasakannya.
c) Vibrasi: gunakan garputala, kemudian setelah bergetar letakkan pada persendian klien,
normalnya klien akan merasakan getaran garputala kesegala arah.
d) Posisi: minta klien untuk menutup mata gerakkan satu jari anda atau gerakkan ibu jari naik turun
pada sisi jari-jari klien dan minta klien menyebutkan arah gerakan jari tersebut.
Pemeriksaan refleks
a) Refleks biseps: respon normal bila ada fleksi pada lengan bawah dan kontraksi otot biseps.
b) Refleks triseps: respon normal bila ada ekstensi pada lengan bawah dan kontraksi otot triseps.
c) Refleks patella: hasil positif terjadi kontraksi otot quadriceps dan ekstensi ekstremitas bawah.
f) Refleks babinski: positif bila terdapat gerakan dorsoekstensi dari ibu jari kaki dan gerakan
abduksi dari jari-jari lainnya.
c) Kernig sign: positif jika terdapat tahanan dan terdapat rasa nyeri
1. Keluhan yang lazim ditemukan: batuk-batuk dengan sputum, nyeri dada, kesulitan bernafas,
batuk darah, demam dan lemah.
2. Aktivitas/istirahat
Mimpi buruk
3. Integritas ego
4. Makanan/cairan
5. Nyeri/kenyamanan
6. Pernapasan
Napas pendek
Tanda : Peningkatan frekuensi pernapasan (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan
pleural). Bunyi napas: menurun/tak ada secara bilateral atau unilateral (effusi pleural/pneumotorak).
Bunyi napas tubuler dan/atau bisikan pektoral di atas lesi luas. Krekels tercatat di atas aspek
paru selama inspirasi cepat setelah batuk pendek (krekelels posttussie).
7. Keamanan
Tanda : Demam rendah
8. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Riwayat keluarga TB
9. Pemeriksaan diagnostik
1) Kultur sputum positif untuk mycobacterium tuberculosis pada tahap aktif penyakit.
2) Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah) positif untuk
basil asam-cepat.
3) Tes kulit (PPD, Mantoux, potongan vollmer) reaksi positif (area indurasi 10 mm atau lebih besar,
terjadi 48-72 jam setelah injeksi intradermal antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya
antibody tetapi tidak secara berarti menunjukkan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang
secara klinik sakit bararti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh
mikobakterium yang berbeda.
5) Foto torak dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal pada area paru atas, simpanan kalsium lesi
sembuh primer, atau efusi cairan. Perubahan menunjukkan lebih luas TB dapat termasuk rongga,
area fibrosa.
8) Histologi atau kultur jaringan (termasuk pembersihan gaster, urine dan cairan serebrospinal,
biopsi kulit) positif untuk mycobacterium tuberculosis.
9) Biopsi jarum pada jaringan paru positif untuk granuloma TB, adanya sel raksasa menujukkan
nekrosis.
10) Elektrosit dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi, contoh hiponatremia
disebabkan oleh tak normalnya retensi air dapat ditemukan pada TB paru kronis luas.
11) GDA dapat normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa pada paru.
12) Pemeriksaan fungsi paru penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio
udara residu dan kapasitas paru total, dan penurunan saluran oksigen sekunder terhadap infiltrasi
parenkim, fibrosa, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural (TB paru kronis luas).
10. Prioritas keperawatan
11. Tujuan pemulangan
2) Komplikasi dicegah
3. Diagnosa keperawatan
Menurut Marilynn E.Doenges, dkk (2012), diagnosa keperawatan yang lazim muncul pada
klien dengan tuberculosis adalah :
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan sekresi mukus yang kental,
hemoptisis; kelemahan, upaya batuk buruk; dan edema trakheal/faringeal.
3. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan efektif
paru, atelektasis; kerusakan membran alveolar-kapiler; sekret kental, tebal; edema bronkial.
4. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan keletihan, anoreksia, dispnea, peningkatan
metabolisme tubuh.
7. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat,
penurunan kerja silis/statis sekret; kerusakan jaringan/tambahan infeksi; penurunan
pertahanan/penekanan proses inflamasi; malnutrisi; terpajang lingkungan; kurang pengetahuan
untuk menghindari pemajanan patogen.
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2015) pada tahap perencanaan ada empat hal yang harus
diperhatikan, yaitu menentukan prioritas, menentukan tujuan, melakukan kriteria hasil dan
merumuskan intervensi.
1) Kebutuhan fisiologis, merupakan kebutuhan dasar yang sangat prioritas karena menentukan
kehidupan, misalnya kebutuhan oksigen, kebutuhan cairan, nutrisi, eliminasi, istirahat, tidur.
2) Kebutuhan keselamatan den keamanan, termasuk dalam kebutuhan ini adalah keselamatan dan
keamanan secara fisik maupun psikologis.
3) Kebutuhan akan harga diri, termasuk kepercayaan diri, nilai-nilai, merasa bermakna.
4) Kebutuhan aktualisasi diri, kebutuhan dimana individu merasa mencapai sukses terhadap
masalah atau situasi.
b. Menentukan tujuan
Dalam menentukan tujuan, digambarkan kondisi yang diharapkan disertai jangka waktu.
Contoh: pasien dapat menghabiskan satu porsi makanan selama 3 hari setelah operasi.
3) Dapat diukur, artinya pasien dapat menyebutkan tujuan batuk efektif dengan benar dan
mendemonstrasikan cara batuk efektif.
5) Berpusat pada pasien, artinya rencana tindakan untuk mengatasi masalah pasien.
Rencana asuhan keperawatan adalah petunjuk tertulis yang menggambarkan secara tepat mengenai
rencana tindakan yang dilakukan terhadap klien sesuai dengan kebutuhannya berdasarkan diagnosa
keperawatan.
Berikut merupakan rencana asuhan keperawatan pada penyakit TB paru (Marilynn E.Doenges dkk,
2012):
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan sekresi mukus yang kental,
hemoptisis; kelemahan, upaya batuk buruk; dan edema trakheal/faringeal.
Kriteria:
Tabel. 2
Diagnosa I
Intervensi Rasional
Kriteria:
Tabel. 3
Diagnosa II
Intervensi Rasional
2. Distres pernapasan
2. Kaji fungsi dan perubahan tanda
pernapasan, catat vital dapat terjadi sebagai
kecepatan akibat stres fisiologi dan
pernapasan, dispnea, nyeri atau dapat
sianosis, dan menunjukkan terjadinya
perubahan tanda syok akibat hipoksia
vital.
3. Memaksimalkan
ekspansi paru dan
3. Berikan posisi mnurunkan upaya
fowler/semifowler bernapas. Ventilasi
tinggi dan miring maksimal membuka area
pada sisi yang sakit, atelektasis.
bantu klien latihan 4. Bunyi napas dapat
napas dalam. menurun/tak ada pada
4. Auskultasi bunyi area kolaps yang meliputi
napas. satu lobus, segmen paru,
Intervensi Rasional
Kriteria:
Tabel. 4
Diagnosa III
Intervensi Rasional
2. Akumulasi
sekret/pengaruh jalan
2. Evaluasi napas dapat mengganggu
perubahan pada oksigenasi organ vital dan
tingkat kesadaran. jaringan.
Catat sianosis
dan/atau
3. Menurunkan konsumsi
Perubahan pada
oksigen selama periode
warna kulit,
penurunan pernapasan.
termasuk membran
mukosa dan kuku. 4. Terapi O2 dapat
mengoreksi hipoksemia
3. Tingkatkan tirah
yang terjadi.
baring, batasi
aktivitas, bantu
kebutuhan
perawatan diri.
4. Pemberian
O2sesuai kebutuhan
tambahan.
d. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan keletihan, anoreksia, dispnea, peningkatan
metabolisme tubuh.
Kriteria:
2) Klien dapat mempertahankan status gizinya dari yang semula kurang menjadi adekuat
Tabel. 5
Diagnosa IV
Intervensi Rasional
4. Dapat
mempengaruhi
4. Selidiki anoreksia
pilihan diet dan
mual dan muntah dan
mengidentifikasi area
catat kemungkinan
pemecahan masalah
hubugan dengan obat
untuk meningkatkan
dan awasi frekuensi,
pemasukan nutrisi.
volume, konsistensi.
5. Menurunkan rasa
5. Berikan ajarkan
tak enak karena sisa
perawatan mulut
makanan, sisa sputum
sebelum dan sesudah
atau obat pada
makan serta sebelum
pengobatan sistem
dan sesudah
pernapasan yang
pemeriksaan peroral. dapat merangsang
pusat muntah.
6. Memaksimalkan
6. Dorong makan
masukan nutrisi tanpa
sedikit dan sering dengan
kelemahan yang tak
makanan tinggi protein
perlu/kebutuhan
dan karbohidrat.
energi dari makan
makanan banyak dan
menurunkan iritasi
gaster.
Kriteria:
Tabel. 6
Diagnosa V
Intervensi Rasional
2. Mengurangi
2. Ajarkan tekhnik
ketegangan otot.
relaksasi.
3. Hubungan saling
3. Pertahankan
percaya membantu
hubungan saling
percaya antara memperlancar proses
perawat dan klien terapeutik.
Intervensi Rasional
f. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan
penatalaksanaan perawatan di rumah.
Kriteria:
Tabel. 7
Diagnosa VI
Intervensi Rasional
2. Pendidikan kesehatan
2. Berikan Health
merupakan cara efektif
Education pada klien
untuk memberikan
dan keluarga klien
informasi kepada klien
tentang penyakit TB
paru.
Intervensi Rasional
4. Dapat menunjukkan
4. Ajarkan nilai
pengaktifan ulang
kemampuan klien
proses penyakit dan
untuk mengidentifikasi
efek obat yang
gejala/tanda reaktivasi
memerlukan evaluasi
penyakit.
lanjut.
5. Memenuhi
5. Tekankan kebutuhan metabolik
pentingnya membantu
mempertahankan meminimalkan
protein tinggi dan diet kelemahan dan
karbohidrat dan meningkatkan
pemasukan cairan
penyembuhan. Cairan
adekuat.
dapat mengencerkan
sekret.
g. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat,
penurunan kerja silis/statis sekret; kerusakan jaringan/tambahan infeksi; penurunan
pertahanan/penekanan proses inflamasi; malnutrisi; terpajang lingkungan; kurang pengetahuan
untuk menghindari pemajanan patogen.
Kriteria:
2) Menunjukkan teknik perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman.
Tabel. 8
Diagnosa VII
Intervensi Rasional
2. Orang-orang yang
2. Identifikasi orang terpajan ini perlu
lain yang berisiko. program terapi obat
untuk mencegah
penyebaran infeksi.
3. Anjurkan pasien 3. Perilaku yang
untuk batuk/bersin diperlukan untuk
dan mengeluarkan mencegah penyebaran
pada tisu dan infeksi.
menghindari meludah.
5. Tindakan keperawatan
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2015) Implementasi merupakan tidakan yang sudah direncanakan
dalam rencana perawatan. Tindakan keperawatan mencakup tindakan mandiri (independen) dan
tindakan kolaborasi.
Tindakan mandiri (independen) adalah aktivitas perawat yang didasarkan pada kesimpulan atau
keputusan sendiri dan bukan merupakan petunjuk atau perintah dari petugas kesehatan lain.
Tindakan kolaborasi adalah tindakan didasarkan hasil keputusan bersama, seperti dokter dan
petugas kesehatan lain.
a. Bentuk perawatan seperti melakukan pengkajian untuk mengidentifikasi masalah baru atau
mempertahankan masalah yang ada.
d. Konsultasi atau berdiskusi dengan tenaga profesional kesehatan lainnya sebagai bentuk
perawatan holistik.
e. Bentuk pelaksanaan secara spesifik atau tindakan untuk memecahkan masalah kesehatan.
g. Melakukan monitoring atau pengkajian terhadap komplikasi yang mungkin terjadi terhadap
pengobatan atau penyakit yang dialami.
6. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan untuk dapat menentukan keberhasilan
dalam asuhan keperawatan. Evaluasi pada dasarnya adalah membandingkan status keadaan
kesehatan pasien dengan tujuan atau kriteria hasil yang telah ditetapkan.
d. Sebagai dasar menentukan diagnosis keperawatan sudah tercapai atau tidak, atau adanya
perubahan diagnosis.
Evaluasi perkembangan kesehatan pasien dapat dilihat dari hasil tindakan keperawatan. Tujuannya
adalah untuk mengetahui sejauh mana tujuan perawatan dapat dicapai dan memberikan umpan
balik terhadap asuhan keperawatan yang diberikan.
Jika tujuan tidak tercapai, maka perlu dikaji ulang letak kesalahannya, dicari jalan keluarnya,
kemudian catat apa yang ditemukan, serta apakah perlu dilakukan perubahan intervensi.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, dan Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda
Nic-Noc. Jilid 3. Yogyakarta: Mediaction Publishing.
Farandika, Reiza. 2014. Buku Pintar Anatomi Tubuh Manusia. Depok: Vicost Publishing.
Muttaqin, Arif. 2013. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta:
Salemba Medika.
Tarwoto, dan Wartonah. 2015.Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Edisi 5. Jakarta:
Salemba Medika.