Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

S DENGAN NSTEMI DI RUANG


KEPIES RSUD DATU BERU TAKENGON

Disusun Oleh

Fatimah Melala, S.Kep


1912230162

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
GETSEMPENA LHOKSUKON
TAHUN 2020
A. Definisi

Sindrome koroner akut merujuk pada suatu spektrum dari prsentsai klinis,

mulai dari infark miokard dengan ST elevasi (STEMI) hingga infark miokard

tidak disertai ST elevasi (NSTEMI) atau angina tidak stabil (Coven, 2011)
B. Patofisiologi

NSTEMI dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau

peningkatan. Kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi

koroner. NSTEMI terjadi karena thrombosis akut atau vasokonstriksi koroner.

Trombosis akut pada arteri koroner diawali dengan adanya ruptur plak yang

tak stabil. Plak yang tidak stabil ini biasanya mempunyai inti lipid yang besar,

densitas otot polos yang rendah, fibrous cap yang tipis dan konsentrasi faktor

jaringan yang tinggi. Inti lemak yang cenderung ruptur mempunyai

konsentrasi ester kolesterol dengan proporsi asam lemak tak jenuh yang

tinggi. Pada lokasi ruptur plak dapat dijumpai sel makrofag dan limposit T

yang menunjukkan adanya proses imflamasi. Sel-sel ini akan mengeluarkan

sel sitokin proinflamasi seperti IL-6. Selanjutnya IL-6 akan merangsang

pengeluaran hsCRP di hati. (Harun, 2006, cit Sudoyo, 2006)

Gejala yang di temukan :

a. Khas nyeri dada dengan lokasi substernal atau kadang kala di

epigastrium dengan ciri

Seperti diperas, perasaan seperti diikat, perasaan terbakar, nyeri

tumpul, rasa penuh, berat atau tertekan

b. Tidak khas seperti: Dispneu, mual, diaphoresis, sinkop, atau nyeri di

lengan, epigastrium, bahu atas atau leher Analisis berdasarkan

gambaran klinis menunjukkan bahwa mereka yang memiliki gejala

dengan onsetbaru angina/terakselerasi memiliki prognosis lebih baik

dibandingkan dengan yang memiliki nyeri padawaktu istirahat


Kemampuan sintesa ATP scr
Pathway NON STEMI
Blok sebagian aerob berkurang
Blok pada arteri
Modified Risk Factor Infark Miokard
Blok total STEMI
koroner
Non-Modified Risk Factorjantung Produksi ATP Anaerob

Penimbunan trombosit
Inflamasi Sel pecah (lisis) Sel terisi ion Pompa natrium, ATP yg dihasilkan As. Laktat
dan faktor pembekuan
natrium dan air kalium berhenti sangat sedikit meningkat

Pelepasan histamin Protein intrasel Edema dan bengkak Nyeri di dada


dan prostaglandin keluar ke sistemik sekitar miokard
& interstitial
Dx: Nyeri akut
Vasokonstriksi dan Dx: Nyeri akut Jalur hantaran
tromboksan Pompa jantung listrik terganggu
tdk terkoordinasi

Dx: Penurunan Hambatan depol


Curah Jantung Vol. Sekuncup turun atrium / ventrikel Otot rangka Dx: Intoleransi
kekurangan oksigen Aktivitas
dan ATP
Penurunan TD disritmia
Respon baroreseptor
Sistemik

Komplikasi: Gagal
Hipoksia meluas,
jantung, kematian.
Aktivasi saraf simpatis,
Parasimpatis
sistem iskemia meluas,
renin-angiotensin, peningkatan
berkurang infark meluas
Aliran darah ke perifer CRT di ekstremitas > 2 dt,
ADH, pelepasan hormon stress
semakin menurun pucat bahkan sianosis
(ACTH, Kortisol), peningkatan
HR dan TPR Beban jantung
prod. glukosa
Meningkat meningkat
Dx: Insufisiensi
Darah ke ginjal Produksi urin Volume plasma Aliran balik vena Perfusi Perifer
menurun menurun meningkat meningkat
C. Etiologi Sindrom Koroner Akut

NSTEMI (Non-ST Elevation Myocardial) didapatkan kerusakan


pada plak lebih berat dan menimbulkan oklusi yang lebih persisten dan
berlangsung sampai lebih dari 1 jam. Pada kurang lebih ¼ pasien
NSTEMI, terjadi oklusi trombus yang berlangsung lebih dari 1 jam,
trombolisis terjadi spontan, resolusi vasokonstriksi dan koleteral
memegang peranan penting dalam mencegah terjadinya STEMI,
sedangkan pada STEMI (ST Elevation Myocardial Infarction) didapatkan
kerusakan plak terjadi pada daerah yang lebih besar dan menyebabkan
terbentuknya trombus yang fixed dan persisten yang menyebabkan perfusi
miokard terhenti secara tiba-tiba yang berlangsung lebih dari 1 (satu) jam
dan menyebabkan nekrosis miokard transmural (Ainiyah, 2016).
Non ST Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI), dan ST-
Elevation Myocardial Infarction (STEMI). Lebih dari 90% SKA
diakibatkan oleh rupturnya plak aterosklerosis, sehingga terjadi agregasi
trombosit dan pembentukan trombus coroner (Gayatri, Firmansyah, S, &
Rudiktyo, 2016).

NSTEMI disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan


peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi
koroner. NSTEMI terjadi karena thrombosis akut atau proses
vasokonstriksi koroner, sehingga terjadi iskemia miokard dan dapat
menyebabkan nekrosis jaringan miokard dengan derajat lebih kecil,
biasanya terbatas pada subendokardium. Keadaan ini tidak dapat
menyebabkan elevasi segmen ST, namun menyebabkan pelepasan
penanda nekrosis.

Penyebab paling umum adalah penurunan perfusi miokard yang


dihasilkan dari penyempitan arteri koroner disebabkan oleh thrombus
nonocclusive yang telah dikembangkan pada plak aterosklerotik
terganggu. Penyempitan abnormal dari arteri koroner mungkin juga
bertanggung jawab.

Non ST Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI) dapat


disebabkan oleh adanya aterioklerosis, spasme arteri koroner, anemia berat,
artritis, dan aorta Insufisiensi. Faktor resiko pada SKA (Muttaqin, 2009)
dibagi menjadi :
1. Faktor resiko yang tidak dapat dirubah:
a. Usia
Angka morbiditas dan mortalitas penyakit SKA meningkat seiring
pertambahan usia. Sekitar 55% korban serangan jantung berusia 65
tahun atau lebih dan yang meninggal empat dari lima orang berusia di
atas 65 tahun. Mayoritas berada dalam resiko pada masa kini
merupakan refleksi dari pemeliharaan kesehatan yang buruk di masa
lalu.
b. Jenis kelamin
Pria memiliki resiko yang lebih untuk terserang SKA, sedangkan pada
wanita resiko lebih besar setelah masa menopause. Peningkatan pada
wanita setelah menopause terjadi akibat penurunan kadar estrogen dan
peningkatan lipid dalam darah.
c. Riwayat keluarga
Tingkat faktor genetika dan lingkungan membantu terbentuknya
atherosklerosis belum diketahui secara pasti. Tendensi atherosklerosis
pada orang tua atau anak dibawah usia 50 tahun ada hubungan
terjadinya sama dengan anggota keluarga lain.
d. Suku bangsa
Orang Amerika kulit hitam memiliki resiko lebih tinggi dibandinkan
dengan kulit putih, hal ini dikaitkan dengan penemuan bahwa 33%
orang Amerika kulit hitam menderita hipertensi dibandingkan dengan
kulit putih.
2. Faktor resiko yang dapat dirubah:
a. Merokok
Perokok memiliki resiko 2 sampai 3 kali untuk meninggal karena SKA
daripada yang bukan perokok. Resiko juga bergantung dari berapa
banyak rokok per hari, lebih banyak rokok lebih tinggi pula resikonya.
Hal ini dikaitkan dengan pengaruh nikotin dan kandungan tinggi dari
monoksida karbon yang terkandung dalam rokok. Nikotin
meningkatkan beban kerja miokardium dan dampak peningkatan
kebutuhan oksigen. Karbon monoksida menganggu pengangkutan
oksigen karena hemoglobin mudah berikatan dengan karbon monoksida
daripada oksigen.
b. Hiperlipidemia
Kadar kolesterol dan trigliserida dalam darah terlibat dalam
transportasi, digesti, dan absorbs lemak. Seseorang yang memiliki kadar
kolesterol melebihi 300 ml/dl memiliki resiko 4 kali lipat untuk terkena
SKA dibandingkan yang memiliki kadar 200 mg/dl. Diet yang
mengandung lemak jenuh merupakan faktor utama yang menimbulkan
hiperlipidemia.
c. Diabetes mellitus
Aterosklerosis diketahui berisiko 2 sampai 3 kali lipat pada diabetes
tanpa memandang kadar lipid dalam darah. Predisposisi degenerasi
vaskuler terjadi pada diabetes dan metabolisme lipid yang tidak normal
memegang peranan dalam pertumbuhan atheroma.
d. Hipertensi
Peningkatan resisten vaskuler perifer meningkatkan afterload dan
kebutuhan ventrikel, hal ini mengakibatkan kebutuhan oksigen untuk
miokard untuk menghadapi suplai yang berkurang.
e. Obesitas
Berat badan yang berlebihan berhubungan dengan beban kerja yang
meningkat dan juga kebutuhan oksigen untuk jantung. Obesitas
berhubungan dengan peningkatan intake kalori dan kadar low density
lipoprotein.
f. Inaktifitas fisik
Kegiatan gerak dapat memperbaiki efisiensi jantung dengan cara
menurunkan kadar kecepatan jantung dan tekanan darah. Dampak
terhadap fisiologis dari kegiatan mampu menurunkan kadar kepekatan
rendah dari lipid protein, menurunkan kadar glukosa darah, dan
memperbaiki cardiac output.
g. Stres psikologis berlebihan
Stres merangsang sistem kardiovaskuler melepaskan katekolamin yang
meningkatkan kecepatan jantung dan menimbulkan vasokontriksi.
3. Faktor penyebab
a) Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada
b) Obstruksi dinamik (spasme coroner atau vasokontriksi)
c) Obstruksi mekanik yang progresif
d) Inflamasi dan atau inflamasi
e) Faktor atau keadaan pencetus

D. Manifestasi Klinis
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Rahmat (2013), terdapat
perbedaan secara bermakna antara kadar glukosa darah sewaktu yang
diperiksa saat masuk rumah sakit. Di mana lebih tinggi pada penderita STEMI
dibandingkan dengan Non - ST Elevasi Miokard Infark (NSTEMI)
(205,8±112,3 vs 145±98,3; p=0,003). Ditinjau dari patofisiologi STEMI dan
NSTEMI, terdapat perbedaan sumbatan. Di mana pada STEMI terjadi
sumbatan total di arteri koroner sedangkan pada NSTEMI hanya terjadi
sumbatan sebagian. Selain sumbatan total terdapat pula perbedaan di mana
kadar Matrix Metalloproteinase-9 (MMP-9) dan inflamasi yang terjadi pada
STEMI lebih tinggi dibandingkan dengan NSTEMI (Priscillah, 2017).
a. Keluhan utama klasik : nyeri dada sentral yang berat , seperti rasa
terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dipelintir,
tertekan yang berlangsung ≥ 20 menit, tidak berkurang dengan pemberian
nitrat, gejala yang menyertai : berkeringat, pucat dan mual, sulit bernapas,
cemas, dan lemas.
b. Nyeri membaik atau menghilang dengan istirahat atau obat nitrat.
c. Kelainan lain: di antaranya atrima, henti jantung atau gagal jantung akut.
d. Bisa atipik:
1) Pada manula: bisa kolaps atau bingung.
2) Pada pasien diabetes: perburukan status metabolik atau atau gagal
jantung bisa tanpa disertai nyeri dada.

E. Komplikasi
Adapun komplikasi yang terjadi pada pasien NSTEMI, adalah:
1. Disfungsi ventrikuler
Setelah NSTEMI, ventrikel kiri akan mengalami perubahan serial
dalambentuk, ukuran, dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark
dan non infark. Proses inidisebut remodeling ventikuler dan umumnya
mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan
bulan atau tahun pasca infark.
2. Gangguan hemodinamik
Gagal pemompaan ( puump failure ) merupakan penyebab utama
kematian di rumah sakit pada STEMI. Perluasaan nekrosis iskemia
mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas,
baik pada awal ( 10 hari infark ) dan sesudahnya. Tanda klinis yang sering
dijumpai adalah ronkhi basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop.
Pada pemeriksaan rontgen dijumpai kongesti paru.
3. Infark miokardium (IM) adalah kematian sel-sel miokardium yang terjadi
akibat kekurangan oksigen yang berkepanjanga. Hal ini adalah respon letal
terakhir terhadap iskemia miokardium yang tidak teratasi. Sel-sel
miokardium mulai mati setelah sekitar 20 menit mengalami kekurangan
oksigen. Setelah periode ini, kemampuan sel untuk menghasilkan ATP
secara aerobs lenyap dan sel tidak memenuhi kebutuhan energinya.
4. Aritmia : Karena insidens PJK dan hipertensi tinggi, aritmia lebih sering
didapat dan dapat berpengaruh terhadap hemodinamik. Bila curah jantung
dan tekanan darah turun banyak, berpengaruh terhadap aliran darah ke
otak, dapat juga menyebabkan angina, gagal jantung.
5. Gagal Jantung : Gagal jantung terjadi sewaktu jantung tidak mampu
memompa darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan
nutrien tubuh. Gagal jantung disebabkan disfungsi diastolik atau sistolik.
Gagal jantung diastolik dapat terjadi dengan atau tanpa gagal jantung
sistolik. Gagal jantung dapat terjadi akibat hipertensi yang lama (kronis).
Disfungsi sistolik sebagai penyebab gagal jantung akibat cedera pada
ventrikel, biasanya berasal dari infark miokard.

F. Pencegahan
a. Perubahan life style (termasuk berhenti merokok dan lain-lain),
penurunan BB, penyesuaian diet, olahraga teratur dan lain-lain.
b. Mengobati faktor predisposisi dan faktor pencetus : stress, emosi,
hipertensi, penyakit DM, hiperlipidemia, obesitas, anemia.
c. Menghindari bekerja pada keadaan dingin atau stres lain yang diketahui
mencetuskan serangan angina klasik pada seseorang.
d. Memberikan penjelasan perlunya melatih aktivitas sehari-hari sehingga
untuk meningkatkan kemampuan jantung agar dapat mengurangi
serangan jantung.

G. Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang NSTEMI, yaitu:
1. Biomarker Jantung:
Troponin T dan Troponin I
Petanda biokimia troponin T dan troponin I mempunyai peranan
yang sangat penting pada diagnostik, stratifikasi dan pengobatan penderita
Sindroma Koroner Akut (SKA).Troponin T mempunyai sensitifitas 97%
dan spesitifitas 99% dalam mendeteksi kerusakan sel miokard bahkan
yang minimal sekalipun (mikro infark). Sedangkan troponin I memiliki
nilai normal 0,1. Perbedaan troponin T dengan troponin I:
a) Troponin T (TnT) dengan berat molekul 24.000 dalton, suatu
komponen inhibitorik yang berfungsi mengikat aktin.
b) Troponin I (TnI) dengan berat molekul 37.000 dalton yang berfungsi
mengikat tropomiosin.

2.  EKG (T Inverted dan ST Depresi)


Pada pemeriksaan EKG dijumpai adanya gambaran T Inverted dan
ST depresi yang menunjukkan adanya iskemia pada arteri koroner. Jika
terjadi iskemia, gelombang T menjadi terbalik (inversi), simetris, dan
biasanya bersifat sementara (saat pasien simptomatik). Bila pada kasus ini
tidak didapatkan kerusakan miokardium, sesuai dengan pemeriksaan CK-
MB (creatine kinase-myoglobin) maupun troponin yang tetap normal,
diagnosisnya adalah angina tidak stabil. Namun, jika inversi gelombang T
menetap, biasanya didapatkan kenaikan kadar troponin, dan diagnosisnya
menjadi NSTEMI. Angina tidak stabil dan NSTEMI disebabkan oleh
thrombus non-oklusif, oklusi ringan (dapat mengalami reperfusi spontan),
atau oklusi yang dapat dikompensasi oleh sirkulasi kolateral yang baik.
NSTEMI ditetapkan apabila nyeri dada disertai gambar Elektrokardiografi
(EKG) depresi ST dan T inversi yang disertai laboratorium positif
(Halimuddin, 2016).

3. Echo Cardiografi  pada Pasien Non-ST Elevasi Miokardial Infark


a) Area Gangguan
b) Fraksi Ejeksi
Fraksi ejeksi adalah daya sembur jantung dari ventrikel ke aorta.
Freksi pada prinsipnya adalah presentase dari selisih volume akhir
diastolik dengan volume akhir sistolik dibagi dengan volume akhir
diastolik. Nilai normal > 50%. Dan apabila < dari 50% fraksi ejeksi
tidak normal.
4. Angiografi koroner (Coronari angiografi)
Untuk menentukan derajat stenosis pada arteri koroner. Apabila
pasien mengalami derajat stenosis 50% padapasien dapat diberikan obat-
obatan. Dan apabila pasien mengalami stenosis lebih dari 60% maka pada
pasien harus di intervensi dengan pemasangan stent. 

A. Penatalaksanaan
Tatalaksana awal pasien dugaan SKA (dilakukan dalam waktu 10

menit):

a.  Memeriksa tanda-tanda vital

b. Mendapatkan akses intra vena

c.  Merekam dan menganalisis EKG

d.  Melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik

e.  Mengambil sediaan untuk pemeriksaan enzim jantung, elektrolit serta

pemeriksaan koagulasi.

f.  Mengambil foto rongten thorax (<30 menit).

EKG harus dilakukan segera dan dilakukan rekaman EKG berkala untuk

mendapatkan ada tidaknya elevasi segmen ST. Troponin T/I diukur saat

masuk, jika normal diulang 6-12 jam kemudian. Enzim CK dan CKMB

diperiksa pada pasien dengan onset < 6 jam dan pada pasien pasca infark

< 2minggu dengan iskemik berulang untuk mendeteksi reinfark atau

infark periprosedural.

Pasien perlu perawatan di rumah sakit,sebaiknya di unit intensif


koroner, pasien perlu diistirahatkan (bed rest), diberi penenang dan oksigen.
Pemberian morfin atau petidin perlu pada pasien yang masih merasakan sakit
dada walaupun sudah mendapat nitrogliserin.
 Terapi Medika Mentosa
1) Obat anti-iskemia
a) Nitrat : dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh vena dan
arteriol perifer, dengan efek mengurangi preload dan afterload
sehingga dapat mengurangi wall stress dan kebutuhan oksigen
(Oxygen demand). Nitrat juga menambah oksigen suplay dengan
vasodilatsai pembuluh koroner dan memperbaiki aliran darah
kolateral. Dalam keadaan akut nitrogliserin atau isosorbid dinitrat
diberikan secara sublingual atau infus intravena. Dosis pemberian
intravena : 1-4 mg/jam. Bila keluhan sudah terkendali maka dapat
diganti dengan per oral.
Preparat :
Nitrogliserin : Nitromock 2,5 - 5 mg tablet sublingual
Nitrodisc 5- 10 mg tempelkan di kulit
Nitroderm 5-10 mg tempelkan di kulit
Isosorbid dinitrat : Isobit 5-10 mg tablet sublingual
Isodil 5-10 mg tablet sublingual
Cedocard 5-10 mg tablet sublingual
b) β-blocker : dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokardium
melalui efek penurunan denyut jantung dan daya kontraksi
miokardium. Berbagai macam beta-blocker seperti propanolol,
metoprolol, dan atenolol. Kontra indikasi pemberian penyekat beta
antra lain dengan asma bronkial, bradiaritmia.
c) Antagonis kalsium : dapat menyebabkan vasodilatasi koroner dan
menurunkan tekanan darah. Ada 2 golongan besar pada antagonis
kalsium :
-
golongan dihidropiridin : efeknya sebagai vasodilatasi lebih kuat
dan penghambatan nodus sinus maupun nodus AV lebih sedikit
dan efek inotropik negatif juga kecil (Contoh: nifedipin)
-
golongan nondihidropiridin : golongan ini dapat memperbaiki
survival dan mengurangi infark pada pasien dengan sindrom
koroner akut dan fraksi ejeksi normal. Denyut jantung yang
berkurang, pengurangan afterload memberikan keutungan pada
golongan nondihidropiridin pada sindrom koroner akut dengan
faal jantung normal (Contoh : verapamil dan diltiazem).
2) Obat anti-agregasi trombosit
Obat antiplatelet merupakan salah satu dasar dalam
pengobatan angina tidak stabil maupun infark tanpa elevasi ST
segmen. Tiga gologan obat anti platelet yang terbukti bermanfaat
seperti aspirin, tienopiridin dan inhibitor GP Iib/IIIa.
a) Aspirin : banyak studi telah membuktikan bahwa aspirin dapat
mengurangi kematian jantung dan mengurangi infark fatal maupun
non fatal dari 51% sampai 72% pada pasien dengan angina tidak
stabil. Oleh karena itu aspirin dianjurkan untuk diberikan seumur
hidup dengan dosis awal 160mg/ hari dan dosis selanjutnya 80
sampai 325 mg/hari.
b) Tiklopidin : obat ini merupakan suatu derivat tienopiridin yang
merupakan obat kedua dalam pengobatan angina tidak stabil bila
pasien tidak tahan aspirin. Dalam pemberian tiklopidin harus
diperhatikan efek samping granulositopenia.
c) Klopidogrel : obat ini juga merupakan derivat tienopiridin yang
dapat menghambat agregasi platelet. Efek samping lebih kecil dari
tiklopidin . Klopidogrel terbukti juga dapat mengurangi strok,
infark dan kematian kardiovaskular. Dosis klopidogrel dimulai 300
mg/hari dan selanjutnya75 mg/hari.
d) Inhibitor glikoprotein IIb/IIIa
Ikatan fibrinogen dengan reseptor GP IIb/IIIa pada platelet ialah
ikatan terakhir pada proses agregasi platelet. Karena inhibitor GP
IIb/IIIa menduduki reseptor tadi maka ikatan platelet dengan
fibrinogen dapat dihalangi dan agregasi platelet tidak terjadi. Pada
saat ini ada 3 macam obat golongan ini yang telah disetujui :
- absiksimab suatu antibodi mooklonal
- eptifibatid suatu siklik heptapeptid
- tirofiban suatu nonpeptid mimetik
Obat-obat ini telah dipakai untuk pengobatan angina tak
stabil maupun untuk obata tambahan dalam tindakan PCI terutama
pada kasus-kasus angina tak stabil.

3) Obat anti-trombin
a) Unfractionated Heparin
Heparin ialah suatu glikosaminoglikan yang terdiri dari pelbagi
rantai polisakarida yang berbeda panjangnya dengan aktivitas
antikoagulan yang berbeda-beda. Antitrombin III, bila terikat
dengan heparin akan bekerja menghambat trombin dan dan faktor
Xa. Heparin juga mengikat protein plasma, sel darah, sel endotel
yang mempengaruhi bioavaibilitas. Pada penggunaan obat ini juga
diperlukan pemeriksaan trombosit untuk mendeteksi adanya
kemungkinan heparin induced thrombocytopenia (HIT).
b) Low Molecular Weight Heparin (LMWH)
LMWH dibuat dengan melakukan depolimerisasi rantai plisakarida
heparin. Dibandingkan dengan unfractionated heparin, LMWH
mempuyai ikatan terhadap protein plasma kurang, bioavaibilitas
lebih besar. LMWH yang ada di Indonesia ialah dalteparin,
nadroparin, enoksaparin dan fondaparinux. Keuntungan pemberian
LMWH karena cara pemberian mudah yaitu dapat disuntikkan
secara subkutan dan tidak membutuhkan pemeriksaan
laboratorium.
c) Direct Thrombin Inhibitors
Direct Thrombin Inhibitors secara teoritis mempunyai kelebihan
karena bekerja langsung mencegah pembentukan bekuan darah,
tanpa dihambat oleh plasma protein maupun platelet factor 4.
Hirudin dapat menurunkan angka kematian dan infark miokard,
tetapi komplikasi perdarahan bertambah. Bivalirudin telah disetujui
untuk menggantikan heparin pada pasien angina tak stabil yang
menjalani PCI. Hirudin maupun bivalirudin dapat menggantikan
heparin bila ada efek samping trombositopenia akibat heparin
(HIT).
d) Tindakan revaskularisasi pembuluh koroner
Tindakan revaskularisasi perlu dipertimbangkan pada
pasien dengan iskemi berat dan refakter dengan terapi
medikamentosa. Pada pasien dengan penyempitan di left main atau
penyempitan pada 3 pembuluh darah, bila disertai faal ventrikel
kiri yang kurang tindakan operasi bypass (CABG) mengurangi
masuknya kembali ke rumah sakit. Pada pasien dengan faal jantung
yang masih baik dengan penyempitan pada satu pembuluh darah
atau dua pembuluh darah atau bila ada kontraindikasi tindakan
pembedahan PCI merupakan pilihan utama.
Teknik-teknik invasif misalnya percutaneous transluminal
coronary angioplasty (PTCA) dan bedah pintas arteri koroner dapat
menurunkan serangan angina klasik. Dengan PTCA,lesi
aterosklerotik didilatasi oleh sebuah kateter yang dimasukkan
melalui kulit ke dalam arteri femoralis atau brakialis dan di dorong
ke jantung. Setelah berada di pembuluh yag sakit, balon yang ada
di kateter digembungkan. Hal ini akan memecahkan plak dan
meregangkan arteri. Dengan bedah pintas, potongan arteri koroner
yang sakit diikat, dan diambil arteri atau vena dari tempat lain
untuk dihubungkan ke bagian yang tidak sakit. Aliran darah
dipulihkan melalui pembuluh baru ini. Pembuluh yang paling
sering ditransplantasikan adalah vena safena atau arteri mamaria
interna. Pemasangan selang artificial atau stent ke dalam arteri agar
tatap terbuka kadang-kadang dilakukan dengan keberhasilan yang
bervariasi. Bedah pintas koroner menghilangkan nyeri angina
tetapi tampaknya tidak mempengaruhi mortalitas jangka-panjang.
 Terapi Non Medika Mentosa
1) Istirahat memungkinkan jantung memompa lebih sedikit darah
(penurunan volume sekuncup) dengan kecepatan yang lambat
(penurunan kecepatan denyut jantung). Hal ini menurukan kerja
jantung sehingga kebutuhan oksigen juga berkurang. Posisi duduk
adalah postur yang dianjurkan sewaktu beristirahat. Sebaliknya
berbaring, meningkatkan aliran balik darah ke jantung sehingga terjadi
peningkatan volume diastolik akhir, volume sekuncup dan curah
jantung.
2) Terapi oksigen untuk mengurangi kebutuhan oksigen jantung.
ANALISA DATA

No DATA ETIOLOGI MASALAH

1 Ds : agen cidera Nyeri Akut


- Klien mengatakan nyeri pada biologis (iskemik,
dada menjalar ke punggung dan penurunan suplai
pundak oksigen ke otot
- Klien mengatakan nyeri terasa jaringan
seperti di remas dan ditusuk miokard).
- Klien mengatakan nyeri saat
aktifitas
- Klien mengatakan merasa sesak
nafas
- Klien mengaku susah tidur
karena merasa nyeri
Do:
- Klien merintih
- Klien mengusap daerah nyeri
- Klien gelisah
- Posisi klien tidak nyaman
- Raut muka klien tegang,
menyeritkan dahi
- Klien susah tidur karena merasa
nyeri
- Nadi 70x/menit
- TD 153/ 94mmHg
- Rr 36x/menit

2 Ds : kontraktilitas Penurunan
- Klien mengeluh nyeri skala 6 jantung
- Klien mengeluh sesak nafas curah jantung
- Klien mengeluh pusing
Do :
- Nadi 70 x/menit
- TD 153/ 94mmHg
- Rr 36x/menit
- Hasil rontgen thorax terlihat
adanya cardiomegaly
- Klien mengalami udem ringan
derajat 1
- Bunyi nafas mengi
- Klien mengalami peningkatan
jvp
3 Ds : Perubahan status kecemasan
- Klien mengatakan ia takut jika
terjadi sesuatu kecemasan
- Klien mengatakan tidak mengerti
akan keadaanya
- Klien sering menanyakan
keadaanya
Do:
- Klien sering bertanya tentang
tindakan yang akan dilakukan
- Nadi 70x/menit
- TD 153/ 94mmHg
- Rr 36x/menit
- Klien gelisah
- Klien selalu merubah posisinya
- Raut muka tegang

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kontraktilitas jantung

2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (iskemik,

penurunansuplai oksigen ke otot jaringan miokard).

3. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan


IMPLEMENTASI

No Tanggal implementasi

1 22 Januari 2021 - Melakukan pengkajian meliputi identitas,

riwayat penyakit, dan pemeriksan fisik.

- Melakukan pengkajian nyeri

- Menjelaskan tentang prosedur tindakan

2 22 Januari 2021 - Menjelaskan prosedur tindakan EKG

- Melakukan perekaman EKG

- Memberikan obat Disolf

- Memberi penjelasan obat untukmengurangi

nyeri

- Memberi terapi Morfin + ketorolac

- Memberikan terapi Nitrogliserin

- Mengajarkan terapi non farmakologi distraksi

relaxasi

- Melakukan balance cairan

3 22 Januari 2021 - Melakukan balance cairan

- Menganjurkan keluarga untuk

- membatasi pengunjung

- Melakukan pengkajian nyeri menggunakan

PQRS

- Melakukan evaluasi keperawatan

- Mendokumentasikan asuhan keperawatan


- Klien diperbolehkan pulang

H. EVALUASI

Tanggal dx SOAP

22/01/2021 1 S:
- klien mengatakan mengatakan masih merasa nyeri, nyeri
sedikit berkurang, skala nyeri 6
- Klien mengatakan susah untuk beristirahat
O:
- hasil pemeriksaan ekg irama sinus, adanya pembesaran
atrium kiri, tidak ditemukan elevasi segmen ST.
- Hasil pemeriksaan radiologi : rontgen thorax terdapat
cardiomegali, paru-paru bersih.
- TTV : tekanan darah 155/85 mmHg, nadi 78x/menit, suhu
36,20C, pernafasan 34x/menit, saturasi oksigen 98%
- Klien masih gelisah, sesekali merintih.

A : - masalah belum teratasi

P : - lanjutkan intervensi

22/01/2021 2 S:
- klien mengatakan masih merasa nyeri, nyeri sedikit
berkurang, skala nyeri 6
- klien mengatakan nyeri masih terasa pada dada menjalar
ke punggung dan bahu
- klien mengatakan merasa lebih tenang
- klien mengatakan sempat tertidur tetapi terbangun
karenya tiba-tiba merasa nyeri
O:
- klien masih gelisah,
- klien masih menunjukan ekspresi menahan nyeri saat
membetulkan posisi tidurnya
- TTV : tekanan darah 155/85 mmHg, nadi 78x/menit, suhu
36,20C, pernafasan 34x/menit, saturasi oksigen 98%

A: - masalah belum teratasi

P: - lanjutkan intervensi
22/01/2021 3 S:
- klien mengatakan khawatir jika sakitnya bertambah parah
- Klien mengatakan merasa sedikit tenang setelah diberi
penjelasan prosedur tindakan
O:
- klien masih gelisah,
- Terlihat sesekali klien melamun
- Ekspresi wajah menunjukan kecemasan
- Strategi koping klien masih kurang bagus

A : - masalah belum teratasi

P : - lanjutkan intervensi
23/01/2021 1 S:
- klien mengatakan mengatakan nyeri sudah berkurang,
skala nyeri 4
- Klien mengatakan susah untuk beristirahat
O:
- hasil pemeriksaan ekg irama sinus, adanya pembesaran
atrium kiri, tidak ditemukan elevasi segmen ST.
- TTV : tekanan darah 135/85mmHg, nadi 80x/menit, suhu
36,50C, pernafasan 30x/menit
- Klien terlihat gembira, raut wajah cerah
- Udema pada kaki sudah tidak ada

A : - masalah teratasi

P : - pertahankan intervensi

23/01/2021 2 S:
- klien mengatakan nyeri sudah berkurang ke skala 4, nyeri
timbul sesekali
- Klien mengatakan merasa tenang sudah berada di ruangan
biasa
- Klien mengatakan sudah bisa beristirahat tanpa merasa
nyeri yang hebat
- Klien mengatakan jika nyeri ia melakukan tarik nafas
dalam
- Klien menatakan rasa tertekan di dada sudah tidak ada
O:
- klien tenang
- Ekspresi wajah klien rileks, klien bercanda dan tertawa
dengan pengunjung
- Klien dapat duduk dan beraktifitas tanpa ekspresi nyeri
- TTV : tekanan darah 135/85mmHg, nadi 80x/menit, suhu
36,50C, pernafasan 30x/menit

A: - masalah belum teratasi


P: - lanjutkan intervensi
23/01/2021 3 S:
- klien mengatakan percaya bahwa ia akan sembuh
- Klien mengatakan ia percaya bahwa allah pasti
mengabulkan doanya
- Klien mengatakan sudah merasa tenang karena
keluarganya selalu memberi suport
O:
- klien tampak sumringah,
- Ekspresi wajah menunjukan klien sudah tidak merasa
cemas
- Strategi koping klien bagus

A : - masalah teratasi

P : - pertahankan intervensi

Anda mungkin juga menyukai