Anda di halaman 1dari 20

Rangkuman Farmakokinetika klinik

Nur Faidah
S1 Farmasi 4A
190105076
Efek Gangguan Hati Pada Profil Farmakokinetik

Interaksi Obat terjadi jika efek suatu Obat (index drug) berubah akibat adanya Obat lain
(precipitant bug), makanan, atau minuman. Interaksi Obat dapat menghasilkan efek yang
memang dikehendaki (Desirable Drug Interaction), atau efek yang tidak dikehendaki
(Undesirable/Adverse Drug Interactions = ADIs) yang lazimnya menyebabkan efek samping
Obat dan/atau toksisitas karena meningkatnya kadar Obat di dalam plasm4 atau sebaliknya
menu.runnya kadar Obat dalam plasma yang menyebabkan hasil tenpi menjadi tidak
optimal. Sejumlab besar Obat baru yang dilepas di pasaran setiap tahunnya menyebabkan
munculnya interaksi baru antar Obat akan semakin seringterjadi.i
Mekanisme terjadinya interaksi-obat
Mekanisme interaksi obat dapat melalui beberapa cara, yakni l) interaksi secara
farmasetik (inkompaåbilitas); 2) interaksi secara farmakokinetik dan 3) interaksi secara
farmakodinamik.

(1) Interaksifarmasetik

Interaksi farmasetik atau disebut juga inkompatibilitas farmaseü.k langsung dan dapat
secara fisik atau kimjawi, misalnya terjadinya presipitasi, perubahm warna, ådak terdeteksi
(invisible), yang selanjumya menyebabkan obat menjadi tidak aktif, Contoh: interaksi
karbenisilin dengan gentamisin terjadi inavasi; fenitoin dengan larutan S% terjadi presipitasi;
amfoterisin B dengan larunn NaC1 terjadi presipitasi,

(2) Interaksifarmakokinetik

Interaksi dalam proses farmakokinetik, yaitu absorpsi, disfribusi, metabolisme dan


ekskresi (ADME) dapat meningkatkan ataupun menurunkan kadar plasma obat. 6
Interaksi
obat secara farmakokinetik yang terjadi pada suatu obat dapat diekstrapolasikan (tidak
berlaku) untuk obat lainnya meskipun masih dalam satu kelas terapi, disebabkan karena
adanya perbedaan sifat fisikokimia, yang menghasilkan sifat kinetik yang berbeda.
Contobnya, intaakgi farmakokinetik oleh simetidin tidak dimiliki oleh H2-bloker lainnya;
interaksi oleh ta-fenadin, aztemizole tidak dimiliki oleh antihistamin non-sedatif lainnya.
Intraksi yang terjadi pada proses absorpsi gastrointestinal
Mekanisme interaksi yang melibatkan absorpsi gastrointestinal dapat terjadi
melalui beberapa cara: (l) secara lan5ung, sebelum absorpsi; (2) terjadi perubahan pH
cairan gastrointestinal', (3) penghambatan aktif gastrointesünal•, (4) adanya perubaban
flora usus dan (5) efek makanan.
Interaksi yang teiadi secara langsung sebelum obat diabsorpsi contohnya adalah
interaksi antibiotika (tefrasiklin, fluorokuinolon) dengan besi (Fe) dan antasida yang
mengandung Al, Ca, Mg, terbentuk senyawa chelate yang tidak larut sehingga obat
diabsorpsi. Obat-obat seperti digoksin, siklosporin. asam valproat menjadi
inaktif jika diberikan bersama adsorben (kaolin, charcoat) atau anionic exchange resins
(kolesdramin, kolestipol).
Terjadinya perubahan pH cairan gas intestinal, misalnya peningkatan pH karena
adartya antasida, penghambat-H2, afaupun penghambat pompa-proton akan menurunkan
absorpsi basa-basa lemah (misal, ketokonazol, ibakonazol) dan akan meningkatkan
absorpsi obat-obat asam lemah (misal» glibenklamid, glipiz tolbutamid). Peningkatan pH
cairan gastrointestinal akan menurunkan absorpsi antibiotika golongan selafosporin seperti
sefuroksim aksetil dan sefpodoksim proksetil.
Mekanisme interaksi melalui penghambatan transport aktif gatrointestinal misalnya
grapefruit juice, yakni suatu inhibitor protein transporter uplake pump di saluran cerna,
akan menu.runkan bioavailabilius beta-bloker dan beberapa antihistarnin (misalnya,
fexofenadin) jika diberikan bersama-sarnag Pemberian digoksin bersama inhibitor
transporter effux pump Pglikoprotein (a.l. ketokonazol, amiodarone, quinidin) akan
meningkatkan kadar plasma digoksin sebesar 60—80% dan menyebabkan intoksikasi
(blokade jantung derajat-3)s menu.runkan ekskrsinya levat empedu, dan menurunkan
s±esinya oleh sel-sel tubuius ginjal proksima1.8
Adanya perubahan flora usus, misalnya akibat penggunaan antibiotika berspektrum
luas yang mensupresi flora usus dapat menyebabkan menurunnya konversi obat menjadi
komponen akff. Efek makanan terhadap absorpsi terlihat misalnya pada penuruna.n
absorpsi penisiün, isin, NH, atau peningkatan absorpsi HCT, fenitoin, nitofurantoin,
haloåntrin, albendazol, mebendazol karena pengaruh adanya makanan. Makanan juga
dapat menurunkan metabolisme limns pertama dari propranolol, metoprolol, dan
hidralazine sehingga bioavailabilitas obat-obat tersebut meningkat, dan makanan
meni.ngkatkan absorpsi obat-obat yang sukar larut dalam air seperti viseovulvin dan
danazol. 6

Interaksiyang tejadi pada proses distribusi


Mekanisme interaksi yang melibatkan proses distibusi tetadi karena pergeseran
ikatan protein pla.sma, Interaksi Obat yang melibatkan proses distibusi akan bermakna kiinik
jika: (1) Obat indeks memiliki ikatan protein sebesar 85%, volume distribusi (Vd) Obat 0,
15 L/kg dan memiliki balas keamanan sempit; (2) Obat presipitan bffikatan dengan albumin
pada tempat i.katan (binding site) yang sama dengan Obat indeks, serta kadarnya cukup
tinggi untuk menempati dan menjenuhkan binding-site nya [91. fenilbutazon dapat
menggeser warfarin (ikatan protein 99%; Vd 0, 14 1/kg) dan tolbutamid (ikatan protein 96%,
Vd = 0, 12 1]kg) sehingga kadar plasmq warfarin dan tolbutamid bebas meningkat. Selain itu,
fenilbutazon juga menghambat metabolisme warfarin dan tol butamid

Interaksi yang ferjadi pada proses metabolisme Obat.


Mekanisme interaksi dapat berupa (l) penghambatan (inhibisi) metabolisme, (2)
induksi metabolisme, dan (3) perubahan aliran darah hepatik9
Harnbatan induksi enzim pada proses metabolisme Obat terutama berlaku terhadap
obat-obat atau zat-zat yang merupakan substrat mikrosom hati sitolaom P450 (CYP). IO

Bebempa isoenzim yang penüng dalam membolisme Obat, mtara lain: CYP2D6 yang dikenal
sebagai debrisoquin hidroksilase dan merupakan CYP pertama yang diketahui, aktivitasnya
dihambat oleh obat-obü seperti kuinidin, paroxetine, terbinafine', CYP3A yang
memetabolisme lebih dari 50% obat-obat yang banyak digunakan dan terdapat selain di hati
juga di usus halus dan ginjal, antara lain dihambat oleh ketokonazols itrakonazol, eritromisin,
klaritromisin, diltiazem., nefazodon; CYPIA2 merupakan ezim pemetabolis pen.ting di hati
untuk teofilin, kofeim klozapin dan R-warfarin, dihambat oleh obat-obat seperti
siprofloksasin, fluvobamin. TABEL I menunjukkan contoh CYP serta berapa.contoh
subsfrat, inhibitor dan induktornya.
Lnteraksi inhibitor CYP dengan substatnya akan menyebabkan peningkatan kadar
plasma atau peningkatan bioavailabilitas sehingga memungkinkan aktivitas substrat men-
ingkat sampai terjadinya efek samping yang tidak dikehendaki. Berikut ini adalah contoh-
contoh interaksi yang melibatkan inhibitor CYP dengan substramya: 12

(1) Interaksi terfenadin, astemizol, cisapride (substrat CYP3A4/5) dengan


ketokonazol, iüakonazol> etiÜomisin, atau klaritromisin (inhibitor poten CYP3A4/5)
akan meningkatkan kadar substrat, yang menyebabkan toksisitas berupa perpanjangan
interval QT ymg berakibat terjadinya aritrnia ventrikel (torsades de pointes) yang
fatal (cardiac infarct).
(2) Interaksi triazolam, midazolam (substrat) dengan ketokonazol, erifromisin
(inhibitor) akan meningkatkan kadar substrat, meningkatkan bioavailabilitas (AUC)
sebesar 12 kali, yang efek sedasi obat-obat sedative di atas meningkat dengan jelas.
Induktor atau zat yang menginduksi enzim pemetabolis (CYT) akan meningkatkan
sistensis enzim tersebut. Interaksi induktor CYP dengan substratnya menyebabkan laju
kecepatan metabolisme Obat (subsÜat) meningkat sehingga kadarnya menurun dan efikasi
Obat akan menurun; atau sebaliknya, induksi CYP menyebabkan meningkatnya
pembentukan metabolit yang bersifat reaktif sehingga memungkinkan berisiko toksik,
Berikut adalah contoh• contoh interaksi yang melibatkan induktor CYP dengan substratnya:
Kontraseptik oral (hormon estradiol) dengan adanya induktor enzim seperti rifampisin,
deksametason, menyebabkan kadar menu-run sehingga efikasi kontraseptik oral
menurun
(2) Asetaminofen (paraseumol) yang merupakan substrat CP2E1s dengan adanya induktor
enzim seperti etanol, NH, fenobarbital yang dibai.kan secara terus menerus (kronik),
menyebabkan peningkatan metabolisme asetaminofen menjadi metabolit reaktif sehingga
meningkatkan risiko terjadinya hepatotoksisitas,
(3) Teofilin (substrat CYPlA2) pada perokok
(hidrokarbon polisiklik aromatik pada asap sigaret adalah induktor CYPIA2), atau jika
diberikan bersama karbamazepin (induktor), akan meningkatkan metabolisme teofilin
sehingga diperlukan dosis teofilin lebih tinggi. Tetapi jika pemberian karbamazepin
dihentikan sementara dosis teofilin tidak diubah, dapat terjadi intoksikasi teofilin yang berac

Interaksi yang tojadi pada proses ekskresi oba.


Mekanisme interaksi obat dapat terjadi pada proses ekskresi melalui empedu dan
pada sirkulasi enterohepatik, sekresi tubuli ginjal, dan karena terjadinya perubahan PH urin.
Gangguan dałam melalui empedu terjadi akibat kompedsi antara obat dan metabolit obat
untuk sistem transport yang sama, contohnya kuinidin menurunkan ekskresi empedu
digoksin, probenesid menurunkan ekskresi empedu rifampisin Obat-obat tersebut memilild
sistem transporter protein yang sama, yaitu P-glikoprotein. Obat-obat yang menghambat P-
glikoprotein di intesdn akan meningkatkan bioavailabilitas substrat P-glikoprotein, sedangkan
hambatan P-glikoprotein di ginjal dapat menurunkan ekskrăi ginjal substrat. Contoh,
itrakonazol, suatu inhibitor P-glikoprotein di ginjal, akan menurunkan klirens ginjal digoksin
(substrat P-glikoprotein) jika diberikan bersamasama, sehingga kadar plasma digoksin akan
meningkat.

Sirkulasi enterohepatik dapat diputus-kan atau diganggu dengan mengikat obat yang
dibebaskan atau dengan mensupresi flora usus yang menghidrolisis konjugat obat, sehingga
obat tidak dapat direabsorpsi. Contoh: kolestiramiț-suatu binding agents, mengikat parent
dmg (misalnya warfarin, digoksin) sehingga reabsorpsinya terhambat dan klirens meningkat.
Antibiotik berspektrum luas (misalnya rifampisinș neomisin) yang mensupresi flora usus
dapat mengganggu sirkulasi enterobepatik metabolit konjugat obat (misalnya kontrasepsi
oralfhormonal) sehingga konjugat tidak dapat dihidrolisis dan reabsorpsinya terhambat dan
beraKbat efek kontrasepsi menurun.
Penghambałan sekresi di tubuli ginjal terjadi akibat kompetisi antam obat dan
metabolit obat untuk sistem yang sama, terutama sistem transport farmakodinamik
umumnya dapat dieksffapolasikan ke obat lain yang segolongan dengan obat yang
berinteraksi, karena klasifikasi obat adajah berdasarkan efek fannakodinamiknya Selain iłu,
umumnya kejadian interaksi farmakodinamik dapat diramalkan sehingga dapat dihindari
sebelumnya jika diketahui mekanisme kerja obat. 6
Contoh interaksi obat pada reseptor yang bersifat antagonistik misalnya: interaksi
antara B-bloker dengan agon.is-B2 pada penderita asma; interaksi antara penghambat
reseptor dopamin (haloperidol, metoclo-pramid) dengan levodopa pada pasien parkinson.
Beberapa contoh interaksi obat secara fisiologik serta dampaknya antara lain sebagai
berikut•. interaksi antara aminogliko-sida dengan furosemid akan meningkatkan risiko
ototoksik dan nefrotoksik dari aminoglikosida', B-bloker dengan verapamil menimbulkan
gagal jantung, blok AV, dan bradikardi berat; benzodiazepin dengan etanol meningkatkan
depresi susunan saraf pusat (SSP); kombinasi obat-obat frombolitik, antikoagulan dan anti
platelet menyebabkan perdarahan.
Penggunaan diuretik kuat (misal furosemid) yang menyebabkan perubahan
keseimbangan cairan dan elekfrolit seperti hipokalemia, dapat meningkatkan toksisius
diötalis jika diberikan bersama-sama. Pemberian furosemid bersama relaksan otot (misal, d-
tubokurarin) menyebabkan paralisis berkepanjangan. Sebaliklya, penggunaan diuretik hemat
kalium (spironolakton, amilorid) bersama dengan penghambat ACE (kaptopril)
menyebabkan hiperkalemia. Kombinasi anti hipertensi dengan obat-obat anti inflamasi
nonsteroid (NSAID) yang menyebabkan retensi garam dan air, terutama pada penggunaan
jangka lama, dapat menunmkan efek andhipertensi.

Implikasi klinis interaksi Obat.


Interaksi Obat sering dianggap sebagai sumber terjadinya efek samping Obat (adverse
drug reactions), yakni jika metabolisme suatu Obat indeks terganggu aldbat adanya Obat lain
(precipitanf) dan menyebabkan peningkatan kadar plasma Obat indeks sehingga terjadi
toksisitas. Selain itu interaksi antar Obat dapat menurunkan efikasi Obat Interaksi Obat
demikian tergolong sebagai interaksi Obat "yang tidak dikehendaki" atau Adverse Drug
Interactions (ADIs). Meskipun demikian, bebempa interaksi Obat tidak selalu harus dihindari
karena fidak selamanya serius untuk mencederai pasien.

Interaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ADIs)


Interaksi Obat yang ddak dikehendaki (ADIs) mempunyai implikasi klinis jika: (l) Obat
indeks memiliki batas keamanan sempit, (2) mula kerja (onset of action) Obat cepat, terjadi
dalam waktu 24 jam; (3) dampak ADIs bersifat serius am.l berpotensi fatal dan mengancam
kehidupan•, (4) indeks dan Obat pröipitan lazim digunakan dalam praktek klinik bersamaan
dalam kombinasi.
Banyak faktor berperan dalam terjadinya ADIS yang bermakna secara klinik,
anta.ra lain faktDr usia, faktor penyakit, genetik, dan penggunaan obat-obat presla-ipsi
bersama-sama beberapa obat-obat OTC sekaligus. Usia kanjut lebih rentan mengalami
interaksi Obat. Pada penderiü diabetes melitus usia lanjut yang diEtai menumn.nya fungsi
ginjal, pemberian penghambat ACE (misal: kaptopril) bersama diuretik hemat kalium (misal:
spironolaktons amiforid, friamteren) menyebabkan terjadinya hipakalemia yang mengancam
kehidupan. Beberapa penyakit seperd penyakit hati dan kongesti hati menyebabkan
penghambatan metabolisme Obat-Obat tertentu yang dimetabolisme di hati (misalnya
simeüdin) sehingga toksisitasnya dapat meningkat. Pemberian relaksans otot bersama
aminoglikosida pada penderita miopati, bipokalemia, atau disfungsi ginjal, dapat
menyebabkan efek relaksans otot meningkat dan kelemahan otot meningkat.
Polimorfisme adalah salab satu faktor genetik yang berperan dalam interaksi Obat.
Pemberian fenitoin bersama INH pada kelompok asetilator lambat dapat menyebabkan
toksisitas fenitoin meningkat. ObatObat OTC seperti antasida NSAID dan rokok yang banyak
digunakan secara luas dQat berinteraksi dengan banyak sekali obat-obat Iain. Ringkasan
beberapa interaksi Obat yang berpotensi serius tergambar pada TABEL 2.)
Interaksi obat yang dikehendaki
Ada kalanya penambahan Obat lain justru diperlukan untuk meningkatkau atau
mempertahankan kadar plasma obat-obat tatentu sehingga diperoleh efek terapetik yang
diharapkan. Selain itu, penambahan Obat lain diharapkan dapat mengantisipasi atau
mengantagonis efek Obat yang berlebihan. Penambahan Obat lain dalam bentuk kombinasi
(tetap ataupun tidak tetap) kadang-kadang disebut pharmacoenhmcement, juga sengaja
dilakukan untuk mencegah perkembangan resistensi, meningkatkan kepatuban, dan
menurunkan biaya terapi karena mengurangi regimen dosis Obat yang harus diberikan.
Tabel I adalah contoh-contoh interaksi antar Obat yang diharapkan menghasilkan efek
yang dikehendaki.
Kombinasi suatu anti ariünia yang memiliki waktu paruh singkat misalnya
prokainamid, dengan simetidin dapat mengubah paameter farmakokinefk prokainamid.
Simetidin akan memperpanjang waktu paruh prokainamid dan memperlambat eliminasinya.
Dengan demikian frekuensi pernberian dosis prokainamid sebagai anti aritrnia dapat
dikurangi dari setiap 4-6 jam menjadi setiap 8 jam/hari, sehingga kepatuhan dapat
ditingkatkan.
Dalam regimen pengobatan HIV, diperlukan kombinasi obat-obat pengbambat
protease untuk tenpi HIV dengan tujuan mengubah profil farmakokinetik obat-obat tersebut.
Misalnya, penghambat lopinavir jika diberikan tunggal menunjukkan rendah sehingga ddak
dapat mencapai kadar plasma yang memadai sebagai antivirus. Dengan mengombinasikan
lopinavir ritonavir dosis rendah, maka bioavailabilims lopinavir akan meningkat dan
Obat mampu menunjukkan efikasi sebagai antiviral Ritonavir dosis tidak memiliki
efek antiviral namun cukup kuat untuk menghambat metabolisme lopinavir oleh CYP3A4 di
usus dan hati. 22
Kombinasi obat-obat malaria dengan mula kerja cepat tetapi waktu paruhnya singkat
(misal, artemisinin) dengan Obat anti malaria lain yang memiliki waktu paruh lebih panjang,
akan meningkalkan efkdvitas Obat and malaria tersebut dan mengurané relaps. Kombinasi
obat-obat anti tuberkulosis dibarapkan akan memperlambat tajadinya
resistensi.

Tabel 1 . Daftar Isozim CYT, substrat, inhibitor dan induktor CYP


Isoenzim CYP Substrat Inhibitor Induktor
CYP2D6 Arnitriptilin Amiodarone Rifampisin
Betabloker Celocoxib
Debrisokuin Difenhidramin
Fenasetin Flufenazin
Haloperidol Halofantrin
Kodein Klorpromazin
Metoprolol Kuinidin
Metoklopramid Metadon
Prokainamid Ranitidin
Propanolol Ritonafir
Tramadol Simetidin
Diazepam Fluoksetin Karbamazepin
Flunitrazepam Indometasin Fenobarbital
Prednison
Rifampisin

Heksobarbital Ketokonazol
CYP2C19 Imipramin Omeprazol
Klomipramin Probenesid
Lansoprazole Ritonavir
Kontraseptik Oral Simetidin

CYP3A4/5 Astemizol Ketokonazol Deksametazon


Asetaminofen Itrakonazol Etanol
Cisapride Eritomisin Rifampisin
Terfenadin Klaritromisin INH
Triazolam Grapefruit juice
Midazolam Ritonafir
Felodipin Diltiazem
Karbamazepin
Simva-/lovastatin
CYP1A2 Teofilin Siprofloksasin Rifampisin
Kofein fluvoksamin Karbamazepin
Klozapin Barbiturat
warfarin Asap rokok
Charcoal grill-meat

Tabel.2. Ikhtisar Beberapa Interaksi Obat Serius

Interaksi Efek potensial Waktu mula Keterangan dan


Munculnya efek rekomendasi
Warfarin dengan Efek warfarin Umumnya dalam Pilih/ganti
siprofloksasin, meningkat waktu 1 minggu antibiotika
eriffomisin, alternative
metronidazol, atau
ko-trimoksazol
Warfarin dołgan Perdarahan Setiap waktu sedapat mungkin
asetaminofen meningkat, NR gunakan dosis
meningkat asetaminofen
terendah, monitor
INR
Batasi dosis asetosal
100mg/hari dan
monitor INR
Warfarin dolgan Perdarahan Setiap waktu Batasi dosis asetosal
asetosal meningkat, INR 100mg/hari dan
meningkat monitor INR
Sedapat mungkin
hindari penggunaan
obat-obatan tersebut
bersamaan. Jika
diperlukan
penggunaan
bersama, gunakan
inhibitor Cox-2 dan
monitor INR
Warfarin dengan Perdarahan Setiap waktu Sedapat mungkin
NSAID meningkat, INR hindari penggunaan
meningkat obat-obatan tersebut
bersamaan. Jika
diperlukan
penggunaan
bersama, gunakan
inhibitor Cox-2 dan
monitor INR
Beri jarak waktu
pemberian 2-4 jam
Fluorokuinolon Absorpsi Setiap waktu Beri jarak waktu
dengan kation fluorokuinolon pemberian 2-4 jam
di/trivalen atau menurun Monitor kadar
sucralfate plasma
karbamazepin
Karbamazepin Kadar plasma Umumnya dalam Monitor kadar
dengan simetidin, karbamazepin waktu 1 minggu plasma
eritromisin, meningkat karbamazepin
klaritromisin atau
flukonazol
Fenobarbital dengan Kadar plasma Umumnya dalam Kemaknaan secara
simetidin, fenobarbital waktu 1 minggu klinis masih belum
eritromisin, meningkat mapan. Monitor
klaritromisin atau kadar plasma
flukonazol fenobarbital
Fenitoin dengan Kadar plasma Umumnya dalam Kemaknaan secara
rifampin fenitoin menurun waktu 1 minggu klinis masih belum
mapan. Monitor
kadar plasma
fenitoin
Fenobarbital dengan Kadar plasma Umumnya dalam Monitor kadar
rifampin fenobarbital waktu 1 minggu plasma fenobarbital
menurun
Karbamazepin Kadar plasma Umumnya dalam Kemaknaan secara
dengan rifampin karbamazepin waktu 1 minggu klinis masih belum
menurun mapan. Monitor
kadar plasma
karbamazepin
Lithium dengan Kadar plasma litium Setiap waktu Turunkan dosis
NSAID atau diuretik meningkat litium sampai 5%
dan monitor kadar
plasma litium
Pil kontraseptik oral Keefektifan pil Setiap waktu Sedapat
dengan rifampin, kontraseptik oral mungkin hindari
antibiotik dan menurun interaksi ini. jika
troglitazon konrasepsi ora
diperlukan, gunakan
kontraseptik oral
dengan estrogen
kadar tinggi (>35ug
etinil estradiol), atau
metoda kontrasepsi
alternatif lain
Cłsapride dengan Perpanjangan Umumnya dalam Hindari
eritromsiin, interval QT diikuti waktu 1 minggu
klarifrornisin, aritrnia karena
flukonazol, pengbambatan
itrakonazol, metabolisme
ketokonazol, cisapride
nefazodon, indinavir
atau ritonavir
Cisapride dengan Perpanjangan Setiap waktu Hindari
anti aritmia kelas interval QT diikuti
IA/III, anti depresan aritmia
trisiklik atau
fenotiazine
Sildenafil dengan Kadar plasma Setiap waktu Sildenafil diberikan
simetidine, sildenafil meningkat dengan dosis 25 mg
eritromisin,
itrakonazol atau
ketokonazol
Statin dengan Kemungkinan Setiap waktu Jika mungkin
niasin, rhabdomyolysis hindari, jika terapi
gemfibrozil, kombinasi ini
eritromisin atau memang diperlukan,
itrakonazol monitor pasien
untuk toksisitas.
Lovasatin dengan Efek warfarin Setiap waktu Monitor INR
warfarin meningkat
SSRI dengan Kadar antidepresan Setiap waktu Monitor kelebihan
antidepresan trisiklik trisiklik meningkat antikolinergik dan
berikatan
antidepresan trisiklik
dengan dosis
terendah
SSRI dengan Krisis hipertensi Segera setelah hindari
selegiline atau pemberian
penghambat MAO
nonselektif
SSRI dengan Potensi kejang Setiap waktu Monitor pasien
tramadol meningkat, sindrom terhadap munculnya
serotonin gejala-gejaka
sindrom serotonin
SSRI dengan St. Sindrom serotonin Setiap waktu Hindari
John’s Wort
SSRI dengan Sindrom serotonin kemungkinan Jika mungkin
naratriptan, setelah pemberian hindari
rizatriptan, dosis awal Jika diperlukan,
sumatriptan atau monitor pasien
zolmitriptan terhadap munculnya
gejala-gejala
sindrom serotonin

Pemberian obat presipitan sebagai antagonis atau antidotum untuk mengkonter efek
samping obat indeks adalah contoh lain dari interaksi antar obat yang dikehendaki.
Misalnya, pemberian andkolinergik untuk mengatasi efek samping eksapiramidal
dari obat-obat anti emetik dan anti psikotik•, pemberian nalokson untuk mengatasi
overdosis opium; pemberian untuk intoksikasi antikolinesterase dsb.

 aliran darah hepatik dan clearance intrinsik


1. klirens Hepatik

diartikan sebagai volume plasma darah yang dibersihkan oleh hepar dari obat persatuan
waktu (ml/menit).

CLT = CLh + CLr

Ket = CLT = klirens tubuh total

CLh = Klirens hepatik (atau disebut juga klirens non renal)

CLr = klirens renal

Sehingga persamaan untuk klirens hepatik = CLh = CLT-CLr

2. aliran darah hepatik dan klirens instrinsik

perubahan aliran darah dapat terjadi pada pasien dengan penyakit hati kronis. Pada
pasien lain, resistensi terhadap aliran darah dapat meningkat sebagai akibat dari kerusakan
jaringan dan fibrosis (terjadi penurunan klirens instrinsik hati)
3. obat aktif dan metabolit

ketika obat lebih paten dari metabolit, keseluruhan aktivitas farmakologis akan
meningkat, karena konsentrasi obat akan lebih tinggi. Ketika obat kurang paten dari
metabolit, keseluruhan aktivitas farmakologis akan menurun karena sedikit metabolik aktif
terbentuk.

 Macam-macam penyakit hati

1). Hepatitis

Istilah ini dipakai untuk semua peradangan yang terjadi pada hati. Penyebab dari hepatitis
berbagai macam, mulai dari virus sampai obat-obatan termasuk semua jenis bat-obatan
tradisional. Infeksi virus hepatitis B di Amerika Serikat menurut CDC (The Centers for
Disease Control and Prevention) sekitar 300.000 kasus. Virus hepatitis terdiri dari banyak
jenis: hepatitis A,B,C,D,E,F dan G. Kelanjutan dari penyakit hepatitis karena virus bisa
menjadi akut, kronik, bahkan menjadi kanker hati. Virus-virus ini dapat dibedakan melalui
penanda antigenetiknya, namun virus-virus ini dapat menyebabkan penyakit yang serupa
secara klinis dan berakibat infeksi sub klinis asimtomatik hingga berakibat infeksi akut
yang fatal ( Depkes RI, 2007)

a). Hepatitis A ( HAV)

Hepatitis A disebabkan oleh virus yang terklasifikasi transmisi secara enterik. Virus
ini tidak terdiri dari selubung dan dapat bertahan hidup pada cairan empedu. Virus
hepatitis A berbentuk kubus simetris untai tunggal yang termasuk pada golongan
picornavirus, dengan sub klasifikasi hepatovirus. Masa inkubasi virus hepatitis dalam
RNA selama 4 minggu dan hanya berkembang biak pada hati, empedu, feses dan darah.
Penularan virus hepatitis A dapat melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi
tinja penderita hepatitis A. Gejala dari penyakit hepatitis A yang dirasakan oleh pasien
dewasa berupa rasa lelah, demam, diare, mual, nyeri perut, mata juling, hilangnya nafsu
makan dan gejala tampak seperti flu (Depkes RI,2007).

Antibodi terhadap virus hepatitis A dapat tampak atau muncul selama masa akut dan
saat nilai SGPT tinggi. Respon yang ditimbulkan oleh antibodi berupa IgM anti virus
hepatitis A (Mangel, 1996). Vaksin adalah salah satu alternative pengobatan untuk virus
hepatitis A akan memberikan kekebalan selama 1 bulan setelah suntikan pertama (Depkes
RI, 2007).

b). Hepatitis B (HVB)

Virus Hepatitis B merupakan DNA virus (hepadna virus). Virus ini paling sering
dijumpai di seluruh dunia. Hepatitis B ditandai dengan peradangan kronik pada hati dan
berlangsung selama beberapa minggu sampai beberapa bulan setelah terjadi infeksi akut,
karena berlangsung sangat lama penyakit ini dapat bersifat persisten. Pasien yang telah
menderita penyakit ini akan mambawa virus dan dapat menjadi sumber penularan.
Penularannya melalui darah atau transmisi seksual, jaram suntik, tato, tindik, akupuntur,
tranfusi darah. Hepatitis B sangat beresiko terhadap pasien yang menggunakan narkotika
dan mempunyai banyak pasangan seksual. Gejala yang ditunjukkan oleh penyakit adalah
lemah, lesu, sakit otot, mual dan muntah namun jarang ditemukan demam (Depkes RI,
2007).

Antigen yang diperiksa dalam hepatitis B adalah HBsAg, HBcAg, dan HBeAg.
HBsAg ditemukan pada pasien hepatitis B akut dan sebagai penanda blood borne virus dan
status karier penyakit (Mangel, 1996). Imunisasi hepatitis B terhadap bayi yang baru lahir,
menghindari hubungan badan dengan orang yang terinfeksi, menghindari penyalahgunaan
obat dan pemakaian bersama jarum suntik merupakan cara pencegahan penularan hepatitis
B (Depkes RI, 2007).

c). Hepatitis C

Hepatitis C adalah infeksi penyakit yang bisa tak terdeteksi dan bisa menyebabkan
kerusakan perlahan-lahan pada organ hati. Penyakit ini tidak menimbulkan gejala-gejala
khusus biasanya pasien hanya terserang flu berupa demam, rasa lelah, muntah, sakit
kepala, sakit perut atau hilangnya selera makan (Depkes RI, 2007).

d). Hepatitis D

Hepatitis D ditandai dengan terdapatnya virus delta dan merupakan virus yang unik,
yakni virus RNA yang tidak lengkap. Virus ini memerlukan keberadaan virus hepatitis B
untuk ekspresi dan patogenisitasnya. Gejala yang dirasakan bervariasi dan dapat dirasakan
sebagai gejala yang ringan atau sangat progrsif (Depkes RI, 2007).
e). Hepatitis E

Hepatitis E merupakan penyakit yang dapat sembuh dengan sendirinya kecuali terjadi
pada saat kehamilan pada trimester 3 sehingga dapat menyebabkan kematian. Gejala mirip
dengan hepatitis A. Air yang terkontaminasi feces merupakan penularan dari hepatitis E
(Depkes RI,2007).

f). Hepatitis F

Sedikit kasus yang dilaporkan untuk hepatitis F. para pakar saat ini belum sepakat
mengenai hepatitis F sehingga merupakan penyakit hepatitis yang terpisah dari hepatitis
lainnya (Depkes RI, 2007).

g). Hepatitis G

Serupa dengan hepatitis C seringkali infeksi bersamaan dengan hepatits B namun


hepatitis ini tidak menyebabkan masalah kronik. Penularan hepatitis G melalui tranfusi
darah dan jarum suntik (Depkes RI, 2007).

2). Sirosis hati

Istilah sirosis hati dicetuskan oleh Laennec tahun 1819 yang berasal dari kata Khirros
yang berarti warna kuning orange. Sirosis hati adalah suatu penyakit dimana sirkulasi
mikro, anatomi pembuluh darah besar dan seluruh system arsitektur hati mengalami
perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi jaringan ikat (fibrosis) disekitar parenkim hati
yang mengalami regenerasi (Sutiadi, 2003).

Gejalanya berupa perdangan difus dan selama bertahun-tahun pada hati serta diikuti
dengan fibrosis, degenerasi dan regenerasi sel-sel hati sehingga menimbulkan kekacauan
dalam susunan parenkim hati. Terdapat 3 pola khas yang biasanya ditemukan pada sirosis
hati yaitu:

a). Mikronodular

Sirosis mikronodular ditandai dengan terbentuk septa tebal teratur yang terdapat dalam
parenkim hati, mengandung nodul halus dan kecil tersebar diseluruh lobul. Sirosis
mikronodular berukuran 3 mm (Lawrence, 2003).
b). Makronodular

Sirosis makronodular ditandai dengan terbentuknya septa tebal, besarnya bervariasi


dan terdapat nodul besar di dalamnya sehingga terjadi regenerasi parenkim (Lawrence,
2003).

c). Campuran

Terdapat mikro dan makronodular yang tampak (Lawrence, 2003). Secara fungsional
sirosis hati juga terbagi menjadi beberapa macam:

(1). Sirosis hati kompensta atau sirosis hati laten Sirosis ini tidak memiliki gejala spesifik.
Skrining adalah cara untuk mengetahui penyakit hati ini.

(2). Sirosis hati dekompensata atau Active Liver Cirrhosis Gejala dan tanda sirosis hati
dekompensata seperti asites, edema dan icterus. alkoholisme virus hepatic, kegagalan
jantung, malnutrisi, penyakit Wilson, hemokromotosis dan zat toksik lainnya merupakan
beberapa penyakit lain yang diduga dapat menyebabkan sirosis hati (Nurjanah, 2007).

3 pola khas yang ditemukan pada kebayakan kasus sirosis hati :

a). Sirosis Laennec

Sirosis laennec disebut juga sirosis alkoholik, sirosis portal atau sirosis gizi. Kasus ini
merupakan suatu pola khusus yang terkait penyalahgunaan alkohol. Perubahan pertama
pada hati yang ditimbulkan alkohol adalah peningkatan lemak secara bertahap di dalam
sel-sel hati. Peningkatan jumlah lemak mencerminkan adanya gangguan metabolik yang
mencangkup pembentukan trigliserid secara berlebihan, menurunnya jumlah keluaran
trigliserid dari hati dan menurunnya oksidasi dalam lemak (Nurjanah, 2007).

b). Sirosis pascanekrotik

Sirosis ini terjadi setelah nekrosis berbecak atau tampak pada jaringan hati. Hepatosit
yang ada dikelilingi dan terpisah oleh jaringan parut. Sekitar 25%-70% memiliki hasil
HBsAG yang positif sehingga menunjukkan hepatis kronis. Ciri dari sirosis ini adalah
terlihat faktor predisposisi timbulnya neoplasma hati primer (Nurjanah, 2007).

c). Sirosis biliaris


Kerusakan yang diawali dengan kerusakan duktus biliaris yang dapat menimbulkan
pola sirosis. Penyebab sirosis biliaris adalah obstruksi biliaris pasca hepatik yang ditandai
dengan statis empedu yang menimbulkan penumpukan empedu di dalam massa hati dan
kerusakan sel-sel hati (Nurjanah, 2007).

3). Kanker Hati

Kanker pada hati yang banyak terjadi yaitu Hepatocellular carcinoma (HCC) yang
merupakan komplikasi dari hepatis kronis yang serius terutama karena virus hepatitis B, C
dan hemochromatosis (Depkes RI,2007).

4). Perlemakan Hati

Terjadi penimbunan lemak yang melebihi berat hati sebesar 5% atau yang mengenai
lebih dari separuh jaringan dari sel hati. Alkohol Merupakan salah satu penyebab dari
sirosis hati (Depkes RI, 2007).

5). Kolestasis dan Jaundice

Kegagalan produksi atau pengeluaran empedu merupakan definisi dari kolestasis.


Kolestasis dapat menyebabkan gagalnya menyerap lemak, vitamin dan juga terjadi
penumpukan asam empedu, bilirubin, dan kolesterol di hati. Jaundice adalah kelebihan
bilirubin dalam sirkulasi aliran darah dan permukaan pigmen empedu pada kulit, membran
mukosa dan bola mata. Biasaya gejala yang timbul setelah kadar bilirubin dalam darah
melebihi 3mg/dL (Depkes RI,2007).

6). Hemocromatosis

Hemocromatosis adalah keadaan kelainan metabolisme besi biasanya ditandai dengan


adanya pengendapan besi dalam jaringan. Penyakit ini bersifat genetik atau keturunan
(Depkes RI, 2007).

7). Abses hati

Abses hati disebabkan oleh infeksi bakteri atau amuba. Abses hati berkembang dengan
baik dan cepat sehingga menimbulkan gejala demam dan menggigil (Depkes RI, 2007).

 Mekanisme Obat Menginduksi Penyakit Hati


Kerusakan sel hati selain disebabkan karena virus, juga dapat disebabkan oleh obat-
obatan yaitu penggunaan obat dalam jangka waktu yang lama atau juga peminum alkohol.
Menurut PerMenkes 917/Menkes/Per/x/1993, obat adalah bahan tunggal atau bahan
campuran yang siap digunakan untuk mempengaruhi secara fisiologi atau keadaan
patologi dalam penentapan diagnosa, pencegahan, pemulihan, peningkatan kesehatan
manusia ataupun hewan. Obat adalah benda yang dapat digunakan untuk merawat
penyakit, membebaskan gejala atau memodifikasi proses kimia dalam tubuh. Obat
sangatlah penting peranannya dalam pelayanan kesehatan karena penanganan dan
pencegahan berbagai macam penyakit tidak dapat dilepaskan dari perlakuan terapi dengan
obat atau farmakoterapi. Obat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati dengan berbagai
cara. Sebagian dengan langsung merusak hati, lainnya diubah oleh hati menjadi bahan
kimia yang dapat berbahaya bagi hati.

Ada 3 jenis penyebab hepatotoksik yaitu :

1). Hepatotoksik tergantung dosis

Hepatotoksisitas ini terjadi karena pemberian obat dengan dosis yang terlalu tinggi.
Overdosis acetaminophen (tylenol) merupakan contoh kasus hepatotoksik tergantung dosis
(Lee, 2012).

2). Toksisitas idiosinkratik

Toksisitas idiosinkratik ditemukan pada seseorang yang mewarisi gen spesifik yang
dapat mengontrol perubahan senyawa kimia obat tertentu dan dapat mengakibatkan
akumulasi obat yang menimbulkan bahaya bagi hati (Lee, 2012).

3). Alergi obat

Alergi obat dapat menyebabkan hepatotoksisitas dengan mekanisme hati mengalami


peradangan ketika terjadi reaksi antigen-antibodi antara sel imun tubuh terhadap obat (Lee,
2012).

Anda mungkin juga menyukai