Anda di halaman 1dari 20

1.

KONSEP TDM, INDIKASI PEMANTAUAN OBAT


Pemantauan obat terapeutik (TDM) adalah cabang kimia klinis dan farmakologi klinis
yang berspesialisasi dalam pengukuran kadar obat dalam darah . Fokus utamanya adalah pada
obat-obatan dengan jangkauan terapetik yang sempit , yaitu obat-obatan yang dapat dengan
mudah kekurangan atau overdosis. TDM bertujuan untuk meningkatkan perawatan pasien
dengan menyesuaikan dosis obat secara individual dimana pengalaman klinis atau uji klinis
telah menunjukkan hasil yang lebih baik pada populasi umum atau khusus. Ini dapat
didasarkan pada informasi farmakogenetik a priori , demografis dan klinis, dan / atau pada a
posteriori.pengukuran konsentrasi obat dalam darah (pemantauan farmakokinetik) atau
pengganti biologis atau penanda titik akhir efek (pemantauan farmakodinamik).
Terdapat banyak variabel yang mempengaruhi interpretasi data konsentrasi obat: waktu, rute
dan dosis obat yang diberikan, waktu pengambilan sampel darah, kondisi penanganan dan
penyimpanan, ketepatan dan keakuratan metode analisis, validitas model dan asumsi
farmakokinetik, pengobatan bersama. dan, yang tak kalah pentingnya, status klinis pasien
(yaitu penyakit, status ginjal / hati, toleransi biologis terhadap terapi obat, dll.).
Banyak profesional yang berbeda ( dokter , apoteker klinis , perawat , ilmuwan laboratorium
medis , dll.) Terlibat dengan berbagai elemen pemantauan konsentrasi obat, yang merupakan
proses yang benar-benar multidisiplin. Karena kegagalan untuk melaksanakan salah satu
komponen dengan benar dapat sangat mempengaruhi kegunaan konsentrasi obat untuk
mengoptimalkan terapi, pendekatan terorganisir untuk keseluruhan proses sangat penting.

 Pemantauan obat terapeutik apriori


TDM apriori terdiri dari penentuan rejimen dosis awal yang akan diberikan kepada pasien,
berdasarkan titik akhir klinis dan hubungan farmakokinetik – farmakodinamik
( PK/PD ) populasi yang ditetapkan . Hubungan ini membantu mengidentifikasi sub-populasi
pasien dengan persyaratan dosis yang berbeda, dengan memanfaatkan data demografis,
temuan klinis, hasil kimia klinis, dan / atau, bila sesuai, karakteristik farmakogenetik.

 Pemantauan obat terapeutik posteriori


Konsep TDM posteriori sesuai dengan arti TDM yang biasa dalam praktik medis, yang
mengacu pada penyesuaian kembali dosis pengobatan yang diberikan sebagai respons
terhadap pengukuran penanda yang tepat dari paparan atau efek obat. TDM mencakup semua
aspek kontrol umpan balik ini , yaitu:
 itu mencakup fase pra-analitis, analitis dan pasca-analitis, masing-masing dengan
kepentingan yang sama;
 hal ini paling sering didasarkan pada penentuan yang spesifik, akurat, tepat dan tepat
waktu dari bentuk obat aktif dan atau beracun dalam sampel biologis yang
dikumpulkan pada waktu yang tepat dalam wadah yang benar (pemantauan PK), atau
dapat menggunakan pengukuran biologis. perimeter sebagai pengganti atau penanda
titik akhir efek (pemantauan PD) misalnya konsentrasi senyawa endrogen, aktivitas
enzimatik, ekspresi gen, dll. baik sebagai pelengkap pemantauan PK atau sebagai alat
TDM utama;
 itu membutuhkan interpretasi hasil, dengan mempertimbangkan kondisi pra-analitis,
informasi klinis dan efisiensi klinis dari regimen dosis saat ini; ini dapat dicapai
dengan penerapan pemodelan PK-PD;
 hal ini berpotensi mendapatkan keuntungan dari model populasi PK / PD
yang mungkin dikombinasikan dengan teknik peramalan farmakokinetik individu,
atau data farmakogenetik.

 Karakteristik calon obat untuk pemantauan obat terapeutik

Dalam farmakoterapi , banyak obat digunakan tanpa pemantauan kadar darah, karena


dosisnya umumnya dapat bervariasi sesuai dengan respons klinis pasien terhadap zat
tersebut. Untuk obat-obatan tertentu, hal ini tidak dapat dilakukan, sementara level yang tidak
mencukupi akan menyebabkan kurangnya pengobatan atau resistensi, dan level yang
berlebihan dapat menyebabkan toksisitas dan kerusakan jaringan.
Indikasi yang mendukung pemantauan obat terapeutik meliputi:
 hubungan farmakodinamik yang konsisten dan mapan secara klinis antara konsentrasi
obat dalam plasma dan kemanjuran farmakologis dan / atau toksisitas;
 variabilitas farmakokinetik yang signifikan antara pasien , membuat dosis standar
mencapai tingkat konsentrasi yang berbeda di antara pasien (sementara disposisi obat
tetap relatif stabil pada pasien tertentu);
 Jendela terapi obat yang sempit , yang melarang pemberian dosis tinggi pada semua
pasien untuk memastikan kemanjuran secara keseluruhan; 
 optimasi dosis obat tidak dapat dicapai hanya berdasarkan observasi klinis;

 durasi pengobatan dan kekritisan kondisi pasien yang membenarkan upaya


penyesuaian dosis;
 masalah kepatuhan pasien potensial yang dapat diperbaiki melalui pemantauan
konsentrasi.

Penentuan TDM juga digunakan untuk mendeteksi dan mendiagnosis keracunan dengan obat-
obatan, seandainya muncul kecurigaan.

Contoh obat yang secara luas dianalisis untuk pemantauan obat terapeutik: [1]
 Antibiotik amino glikosida (gentamisin)
 Antiepilepsi (seperti karbamazepin, fenitoin, dan asam valproik)
 Penstabilan suasana hati , terutama litium sitrat
 Antipsikotik (seperti pimozide dan closapine )
 Digoxin
 Ciclosporin , tacrolimus pada penerima transplantasi organ

TDM semakin banyak diusulkan untuk sejumlah obat terapeutik, misalnya banyak antibiotik,
inhibitor tirosin kinase  molekul kecil dan agen antikanker target lainnya , inhibitor TNF dan
agen biologis lainnya, agen antijamur , agen antiretroviral yang digunakan dalam infeksi
HIV, obat psikiatri dll.
 Praktik pemantauan obat terapeutik

Metode analisis otomatis seperti teknik enzyme multiplied immunoassay atau fluorescence
polarization immunoassay tersedia secara luas di laboratorium medis untuk obat-obatan yang
sering diukur dalam praktek. Saat ini, sebagian besar obat lain dapat langsung diukur dalam
darah atau plasma menggunakan metode serbaguna seperti kromatografi cair – spektrometri
massa atau kromatografi gas – spektrometri massa , yang secara progresif
menggantikan kromatografi cair kinerja tinggi . Namun, TDM tidak terbatas pada penyediaan
hasil pengukuran konsentrasi yang tepat dan akurat, tetapi juga melibatkan interpretasi medis
yang tepat, berdasarkan pengetahuan ilmiah yang kuat.

Interpretasi TDM: obat antikanker diberikan kepada pasien dengan dosis 400 mg setiap hari
pada jam 8:00 pagi. Sampel TDM diperoleh pada jam 6:00 pagi, menunjukkan konsentrasi
obat 0,46 mg / L. 1) Mengenai "normalitas", hasilnya sekitar persentil ke-25, menunjukkan
klirens obat yang agak tinggi pada pasien ini. 2) Mengenai "kesesuaian", hasilnya
menunjukkan bahwa kurva konsentrasi yang paling mungkin terjadi (garis putus-putus hijau)
melewati kisaran penerimaan di bawah 0,75 hingga 1,5 mg / L, meningkatkan kekhawatiran
tentang kemanjuran pengobatan. 3) Mengenai penyesuaian dosis yang direkomendasikan,
hasil TDM ini menunjukkan bahwa dosis dua kali lipat 800 mg setiap hari mungkin cocok
untuk mendorong kurva konsentrasi mendekati target (garis putus-putus biru). Perhatikan
bahwa interpretasi ini mengasumsikan bahwa kepatuhan pasien terhadap resep baik,dan
bahwa pengukuran sampel akurat.
Interpretasi hasil konsentrasi obat melalui tahapan sebagai berikut: 
1. Tentukan apakah konsentrasi yang diamati berada dalam " kisaran normal " yang
diharapkan berdasarkan dosis yang diberikan, dengan mempertimbangkan
karakteristik individu pasien. Hal ini memerlukan mengacu pada studi farmakokinetik
populasi obat dalam pertimbangan.
2. Tentukan apakah profil konsentrasi pasien dekat dengan " target paparan " yang
terkait dengan trade-off terbaik antara kemungkinan keberhasilan terapi dan risiko
toksisitas. Ini mengacu pada pengetahuan farmakodinamik klinis
yang menggambarkan hubungan dosis-konsentrasi-respons di antara pasien yang
dirawat.
3. Jika konsentrasi yang diamati masuk akal tetapi jauh dari tingkat yang sesuai,
tentukan cara menyesuaikan dosis  untuk mendorong kurva konsentrasi mendekati
target. Beberapa pendekatan ada untuk ini, dari "aturan tiga" termudah hingga
perhitungan bantuan komputer canggih yang menerapkan algoritme inferensi
bayesian  berdasarkan farmakokinetik populasi . [9]

Idealnya, kegunaan strategi TDM harus dikonfirmasi melalui pendekatan berbasis


bukti yang melibatkan kinerja uji klinis terkontrol yang dirancang dengan
baik . Namun dalam praktiknya, TDM telah menjalani evaluasi klinis formal hanya
untuk sejumlah obat yang terbatas hingga saat ini, dan sebagian besar
perkembangannya bertumpu pada fondasi empiris.
Tes tempat perawatan untuk kinerja TDM yang mudah di praktik medis sedang
diuraikan.

 Obat yang perlu TDM

a. Punya Indeks terapi sempit

b. Kadar obat atau metabolit aktif obat dalam plasma memiliki hubungan dengan efek
farmakologis atau toksik.

c. Ada kegagalan terapi (tidak efektif, toksik)

d. Ada variasi individu yang besar.

e. Kadar obat dalam plasma dapat diukur dan Teknik analitik yang tepat, mudah, tersedia dan
murah

f. Dugaan non compliance

g. Obat non limier / saturasi

h. Ada gangguan fungsi organ

 Tujuan dari TDM adalah untuk :

 Memantau kepatuhan
 Terapi individualisasi selama terapi awal selama perubahan dosis
 Mendiagnosis pengobatan kurang optimal
 Menghindari toksisitas
 Memantau dan mendeteksi interaksi obat
 Memutuskan dihentikannya terapi

 Faktor yg dapat mempengaruhi hasil TDM

1. Obat

 Formulasi
 Rute Pemakaian
 Regimen dosis
 Farmakokinetik (Vd, waktu paruh, metabolit)

2. Usia
 Pasien (pediatrik, geriatri)
 Komposisi tubuh
 Fungsi ginjal
 Fungsi hati
 Kepatuhan
 Kehamilan
 Status protein
 Farmakogenetika
 Penyakit / Keganasan

3.Spesimen

 Tabung yg sesuai, antikoagulan


 Waktu sampling yg benar
 Metode pengambilan sampel
 Penyimpanan- stabilitas
 Penanganan sampel

4.Metoda Analisa obat

 Ekstraksi zat aktif


 Sensitivitas
 Spesifisitas
 Efek pengisi

5.Lain-lain

 Obat lain yg digunakan


 Suplemen
 Diet
 Kesalahan pencatatan

2. SITUASI DIMANA PEMANTAUAN OBAT MUNGKIN TIDAK BERGUNA


LAGI

 PEMANTAUAN TERAPI OBAT adalah suatu proses yang meliputi semua fungsi
yang perlu untuk menjamin terapi obat kepada pasien yang aman . efektif / rasioanal
dan ekonomis.
 FUNGSINYA :

* Pengamatan obat pilihan dokter terhadap kondisi diagnosanya

* Pengamatan pemakaian obat

* Jaminan ketepatan dosis ( jumlah, frekwensi, rute dan bentuk obat )

* Pengenalan respon terapi obat saat itu cukup atau kurang

* Penilaian adverse effect ( reaksi yang merugikan ) potensial yang terjadi

* Alternatif atau perubahan – perubahan direkomendasikan dalam terapi apabila


situasi tertentu mengharuskan.

 SASARAN :

Mengoptimalkan terapi obat dengan memastikan secara efektif, efisien, efekasi


terapi.

Meminimalkan toksisitas dan memberikan solusi masalah yang merusak /


mengurangi akses seorang pasien ke atau patuh pada suatu regimen terapi obat
tertentu

 Faktor – faktor yang mempengaruhi Efekasi Terapi FAKTOR OBAT FAKTOR


PASIEN FAKTOR DOKTER

Dosis yang diberikan Multi efek Absorbsi Nasib metabolit Ekskresi Dosis dari efek
Rute Kebiasaan Ketagihan Toleransi

• Kelamin, umur

• Ukuran dan bobot tubuh


• Kehamilan

• Faktor Farmakogenetik

• Status biokimia

• Status Nutrisi

• Metabolisme obat

• Penyakit

• Idiosinkrasi, hipersensitive

• Kontraindikasi

• Pelatihan

• Keterampilan diagnosis

• Keterampilan terapi

• Pengalaman dengan obat

• Terapi bersamaan

• Sikap terhadap terapi obat

• Sikap terhadap penyakit

• Pengaruh lingkungan  Dll

 FAKTOR OBAT FAKTOR PASIEN FAKTOR DOKTER Efek samping Toksisitas


Idiosinkrasi( hipersensitif ) Batas keamanan Perhatian Kontraindikasi Sifat
Farmasetika Sifat Kimia Interaksi Obat Dll • Tindakan pencegahan • Toksisitas •
Batas keamanan • Terapi bersamaan • Faktor personalitas (pribadi ) • Sikap terhadap
penyakit, obat &dokter • Pengarauh lingkingan • Harga/ biaya Dll
 Pemantauan Terapi Obat mencakup pengkajian dari:

Ketepatan terapi dari regimen obat pasien

Ketepatan penggunaan obat ( dosis, indikasi, interaksi, antagonis, duplikasi,


kontraindikasi dll )

Ketepatan rute, jadwal dan metode pemberian dosis obat


Ketepatan informasi yang diberikan pada pasien

Tingkat kepatuhan pasien dengan regimen obat yang tertulis

Interaksi obat – obat, obat – makan, obat – uji laboratorium dan obat – penyakit

Data laboratorium klinik dan farmakokinetika untuk mengevaluasi efek samping,


toksisitas / efek merugikan

Tanda fisik dan gejala klinik yang relevan dengan terapi obat pasien

 STANDAR PEMANTAUAN TERAPI OBAT

Standar ini merupakan usulan yang dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan.

Standar I * Kegiatan PTO dikelola oleh IFRS dengan dukungan & Petunjuk staf
medik yang tepat * Pelaksananya adalah farmasis yang memenuhi syarat dan mampu
menunjukan penggunaan obat yang tepat di Rumah Sakit

Standar II * Kegiatan PTO memperoleh LEGITIMASI mekanisme pengembangan


keputusan terapi dan kebijakan dalam Rumah Sakit

Standar III IFRS harus memiliki kegiatan pendukung yang tepat untuk
melaksanakan pemantauan Terapi Obat

Standar IV Membuat kebijakan & prosedur tertulis terutama prosedur kegiatan


Pemantauan Terapi Obat dilaksanakan serta membuat tanggung jawab & akuntabilitas

Standar V • Mekanisme jaminan mutu harus merefleksikan dampak dari kegiatan


Pemantauan Terapi Obat pada perawatan pasien • Informasi ini digunakan oleh
mekanisme pengembangan keputusan terapi dan kebijakan obat dalam Rumah Sakit

 PENDEKATAN UMUM DALAM PEMANTAUAN TERAPI OBAT

Identifikasi Obat yang ditulis Dokter

Identifikasi masalah / Diagnosis yang menyebabkan dokter menulis obat – obat


tersebut dengan mengkaji Catatan Perawat / kunjungan pasien : - Evaluasi Data Lab -
Evaluasi makanan & minuman yang dikonsumsi - pertimbangkan biaya terapi
dibanding masalah & kondisi pasien

Uraikan suatu Daftar parameter objektif & subjectif untuk mengevaluasi hasil

Pastikan pasien mengkonsumsi obat sesuai instruksi


Komunikasikan dengan dokter jika respon terapi yang diinginkan tidak terjadi &
teliti proses terapi

Jika dalam proses Pemantauan Terapi Obat tidak mencapai sasaran yang
diinginkan / merugikan. Gunakan alternatif lain dan komunikasikan dengan Dokter
sebelum dilaksanakan

Kaji proses ini sebagai suatu rangkaian kesatuan yang menuntun ketekunan setiap
hari

 Proses Pemantauan Terapi Obat :

Mencakup semua fungsi, diperlukan untuk memastikan terapi obat secara tepat aman,
mujarab dan ekonomis pada pasien meliputi :

Mengkaji obat diresepkan dokter untuk kondisi yang didiagnosis ( ketepatan terapi
dan regimen obat pasien )

Mengkaji pemberian obat ( dosis, indikasi, interaksi, antagonis, duplikasi,


kontraindikasi dll )

Memelihara dosis yang benar ( mengkaji ketepatan rute, jadwal dan metode
pemberian dosis obat )

Mengkaji ketepatan informasi yan diberikan pada pasien

Mengetahui ada atau tidaknya respon terapi yang memadai

Mengkaji respon kemungkinan terjadi Reaksi Obat yang Merugikan ( Interaksi


Obat)

Mengkaji Data Laboratorium Klinik dan Farmakokinetika untuk mengevaluasi


terapi obat serta mengantisipasi efek samping, toksisitas atau efek merugikan

Penyalahgunaan Obat

Salah Penggunaan Obat

Merekomendasikan perubahan alternatip dalam terapi jika situasi tertentu


memerlukan

Tanda - tanda fisik dan gejala klinik yang relevan dengan terapi obat pasien.

 PENYUSUNAN PRIORITAS SELEKSI PASIENa.Pemilihan / Seleksi Pasien


Berdasarkan Keadaan Penyakit
* Pasien yang masuk rumah sakit dengan : “ Multiple Desease “

* Pasien dengan masalah memerlukan bahan obat yang bersifat racun (toksis)
Misalnya : Pasien kanker yang beresiko tinggi keracunan obat

* Pasien Kelainan Organ Tubuh Contoh : Jantung yang bermakna, kelainan ginjal,
kelainan paru – paru atau kelainan hati karena kemungkinan pasien tersebut akan
mengalami metabolisme dan ekskresi yang abnormal.

* Pasien berusia lanjut ( Lansia ) atau sangat muda ( balita ) yang mempunyai resiko
pengobatan yang meningkat b. Seleksi Pasien Berdasarkan Terapi Obat :

* Pasien dengan masalah kompleks dan ditangani dengan polifarmasi

* Pasien yang menerima obat dengan resiko tinggi reaksi toksisitas

 Dasar rasional bagi pemakaian obat – obatan ditentukan oleh: • Pengalaman


Pengalaman yang diperoleh dari seberapa banyak bergaul dengan pasien dan
mengamati perkembangan pasien setiap hari dibangsal akan dapat membantu kita
didalam menentukan pengobatan yang tepat bagi pasien • Judgement Pembuatan
suatu keputusan tentang makna klinik dari suatu masalah demi keamanan pasien.
 Referensi ilmiah dari sumber yang tepat Untuk melengkapi pengetahuan dan
memutakhirkan pengetahuan dalam penentuan ketepatan terap yang spesifik dapat
dilakukan dengan membaca berbagai referensi buku, misalnya : - America Hospital
Formulary Service ( monogarfi obat )

- Farmakologi Klinik

- Phatofisiologi

- Texbook Kedokteran yang sesuai

- Pharmacoterapi

- Farmakokinetika Klinik, dll

 Data yang dipertimbangkan untuk Sasaran Terapi yang Tepat ( Efektif dan Efisien )
sbb :

 Farmakokinetika Klinik ( Ketersediaan Biologis )

 Mekanisme Kerja Obat

 Indeks Terapi

 Farmakologi Klinik
 Toksisitas

 Efek samping yang tidak diinginkan

Posologi

Interaksi Obat

Metabolisme Obat (Absorbsi, Distribusi, Metabolisme, Ekskresi )

Faktor Pasien (Umur, Kelamin, Berat Badan, Penyakit) Dll

 LANGKAH – LANGKAH DALAM MELAKSANAKAN PEMANTAUAN TERAPI


OBAT ( 1 )

1. Orientasi Masalah Dari Data Pasien Pengumpulan data pasien dan mengatur data
kedalam format masalah

2. Pengkajian Ketepatan Seleksi Terapi Obat Dan Mengidentifikasi Data Terapi


Hubungan terapi obat dengan masalah tertentu atau status penyakit untuk menetapkan
ketepatan terapi tertentu

3. Mengembangkan Sasaran - sasaran Terapi tertentu

4. Menyusun / Mendesain Rencana Pemantauan Terapi Obat a. Pengembangan


Parameter Spesifik Pemantauan b. Penetapan Titik Akhir Farmakoterapi c. Penetapan
Frekwensi Pemantauan

5. Identifikasi Masalah dan atau kemungkinan untuk ROM ( Reaksi Obat Merugikan )

6. Pengembangan Alternatif atau Pemecahan Masalah (Proses Pengambilan


Keputusan)

7. Pendekatan Untuk Intervensi & Tindak Lanjut.

8. Penyampaian Terapi dan Rekomendasi

 PENILAIAN

• Menjamin bahwa semua terapi obat terindikasi efektif dan aman

• Mengidentifikasi masalah terapi obat PERENCANAAN ( Development of Care


Plan)

• Pemecahan masalah terapi obat


• Pencapaian masalah terapi obat

• Pencegahan masalah terapi obat

 EVALUASI

• Pencatatan hasil terapi yang sebenarnya

• Evaluasi kemajuan untuk mematuhi sasaran terapi

• Memperkirakan kembali munculnya masalah baru PROSES PELAYANAN


KEFARMASIAN DIGAMBARKAN DALAM 3 KOMPONEN sbb: Penentuan
hubungan terapeutik Tindak lanjut terus menerus

3. PARAMETER FARMAKOKINETIK, INTERAKSI OBAT

 Farmakokinetik

Farmakokinetik secara definitif adalah ilmu yang mempelajari kinetika absorbsi obat,
distribusi, dan eliminasi (metabolisme dan ekskresi) (Shargel dan Yu, 2005). Fase
farmakokinetik adalah perjalanan obat mulai titik masuk obat ke dalam badan hingga
mencapai tempat aksinya. Fase ini meliputi selama obat diangkut ke organ yang
ditentukan, setelah obat dilepas dari sediaan (Anief, 2007).

Dalam tubuh obat melakukan beberapa proses sebagai berikut:

a. Absorpsi

Absorpsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian ke dalam darah.
Bergantung pada cara pemberiaannya, tempat pemberian obat adalah saluran cerna
(mulut sampai dengan rektum), kulit, paru, otot, dan lain-lain (Setiawati, 2008).
Faktor-faktor seperti luas permukaan dinding usus, kecepatan pengosongan lambung,
pergerakan saluran cerna dan aliran darah ketempat absorpsi, semuanya
mempengaruhi laju dan jumlah absorpsi obat (Shargel & Yu, 2005).

b. Distribusi

Distribusi obat ke berbagai kompartemen cairan dan jaringan dibatasi oleh ikatan obat
dalam protein plasma, karena molekul besar seperti kompleks protein sukar melewati
membran sel. Sebaliknya, obat bebas yang tidak terikat dan aktif mudah melewati
membran sel. Semakin besar prosentase pengikatan semakin rendah kadar obat bebas.
Namun, apabila prosentase pengikatan melebihi 80% pengurangan distribusi menjadi
sangat nyata. Apabila kadar obat bebas dalam semua jaringan telah sama rata,
distribusi obat terikat telah mencapai keadaan seimbang Tjay dan Rahardja, 2007).
c. Biotransformasi

Dalam proses ini umumnya obat menjadi inaktif, sehingga biotransformasi berperan
dalam mengakhiri kerja obat. Namun, terdapat beberapa obat yang metabolitnya sama
aktif, misalnya klorpromazin, efedrin dan banyak senyawa benzodiazepine; obat yang
metabolitnya lebih aktif, misalnya fenasetin dan kloralhidrat (menjadi parasetamol
dan dikloroetanol); atau lebih toksis. Sebagian besar obat mengalami biotransformasi
di hati. Selain hati sebagai organ transformasi utama, dapat juga terjadi pada beberapa
organ lain, seperti di paru-paru, ginjal, dinding usus serta didalam jaringan (Tjay dan
Rahardja, 2007).

d. Ekskresi

Berkurangnya kadar obat dalam plasma dan lamanya efek tergantung pada kecepatan
metabolisme dan ekskresi. Kedua faktor ini menentukan kecepatan eleminasi obat
yang dinyatakan dengan plasma half-life eliminasi (waktu paruh atau t1/2) yaitu
rentang waktu dimana kadar obat dalam plasma pada fase eliminasi menurun sampai
separuhnya. Plasma half-life juga tergantung dari kecepatan biotransformasi dan
ekskresi obat. Obat dengan metabolisme cepat maka halflifenya pendek (Tjay dan
Rahardja, 2007).

 Parameter Farmakokinetika

Parameter farmakokinetik didefinisikan sebagai besaran yang diturunkan secara


matematis dari pengukuran obat atau metabolit aktif dalam darah atau urin. Secara
umum parameter farmakokinetika digolongkan menjadi parameter primer, sekunder
dan turunan. Parameter primer adalah parameter farmakokinetika yang harganya
dipengaruhi secara langsung oleh variabel biologis. Contoh dari parameter primer
adalah volume distribusi (Vd), clirens (Cl), dan kecepatan absorpsi (Ka). Volume
distribusi adalah volume hipotetik dalam tubuh tempat obat terlarut (Shargel dan Yu,
2005).

Klirens merupakan parameter farmakokinetika yang menggambarkan eliminasi obat


yang merupakan jumlah volume cairan yang mengandung obat yang dibersihkan dari
kompartemen tubuh setiap waktu tertentu. Secara umum eliminasi obat terjadi pada
ginjal dan hati yang sering dikenal dengan istilah klirens total yang merupakan jumlah
dari klirens ginjal (renalis) dan hati (hepatik) (Mutschler, 1999).

Parameter sekunder adalah parameter farmakokinetika yang harganya bergantung


pada parameter primer. Contoh dari parameter sekunder adalah waktu paruh eliminasi
(t1/2 eliminasi) dan Kecepatan eliminasi (Kel). Waktu paruh eliminasi adalah waktu
yang dibutuhkan obat untuk tereliminasi menjadi separuh dari harga awal. Besar
kecilnya waktu paruh eliminasi sangat menentukan lama kerja obat dan menjadi
acuan untuk menentukan dosis pada pemakaian berulang dalam terapi jangka panjang
(Mutschler, 1999).

Sedangkan parameter turunan adalah parameter yang tidak hanya tergantung pada
parameter primer tapi juga besaran-besaran lain. Contohnya waktu mencapai kadar
puncak (tmaks), kadar puncak (Cpmaks), dan Area Under Curve (AUC). Kadar
puncak adalah kadar tertinggi yang terukur dalam darah atau serum atau plasma. AUC
adalah permukaan di bawah kurva (grafik) yang menggambarkan naik-turunnya kadar
plasma sebagai fungsi waktu (Tjay dan Rahardja, 2007).

 Model Kompartemen

Tubuh dapat dinyatakan sebagai suatu susunan atau sistem dari kompartemen-
kompartemen yang berhubungan secara timbal balik satu dengan yang lain. (Shargel
dan Yu , 2005). Model kompartemen satu terbuka menganggap bahwa berbagai
perubahan kadar obat dalam plasma mencerminkan perubahan yang sebanding
dengan kadar obat dalam jaringan. Tetapi, model ini tidak menganggap bahwa
konsentrasi obat dalam tiap jaringan tersebut adalah sama pada berbagai waktu
(Shargel dan Yu, 2005).

Dalam model kompartemen dua dianggap bahwa obat terdistribusi ke dalam dua
kompartemen. Kompartemen kesatu, dikenal sebagai kompartemen sentral, meliputi
darah, cairan ekstraselular, dan jaringan-jaringan dengan perfusi tinggi,
kompartemen-kompartemen ini secara cepat terdifusi oleh obat. Kompartemen kedua
merupakan kompartemen jaringan, yang berisi jaringa-jaringan yang
berkesetimbangan secara lebih lambat dengan obat. Model ini menganggap obat
dieliminasi dari kompartemen sentral (Shargel dan Yu, 2005).

 Interaksi Obat

Mekanisme interaksi obat secara garis besar dibedakan menjadi 3, yaitu interaksi
farmaseutik, interaksi farmakokinetik dan interaksi farmakodinamik. Interaksi
farmaseutik (inkompatibilitas) terjadi di luar tubuh (sebelum obat diberikan) antara
obat yang tidak dapat dicampur (inkompatibel). Interaksi farmakokinetik meliputi fase
absorbsi, distribusi, metabolisme atau ekskresi obat. Akibatnya, terjadi peningkatan
toksisitas atau penurunan efektivitas obat tersebut. Interaksi farmakodinamik adalah
interaksi antara obat yang bekerja pada sistem reseptor, tempat kerja sehingga terjadi
efek sinergik atau antagonistik tanpa ada perubahan kadar obat dalam plasma
(Setiawati, 2008: 862-872).

Pada fase absorbsi interaksi obat mempengaruhi perubahan waktu pengosongan


lambung dan waktu transit dalam usus. Interaksi dalam ikatan protein plasma
merupakan interaksi dalam fase distribusi. Interaksi pada metabolisme menyangkut
induksi dan inhibisi metabolisme obat. Sedangkan interaksi pada eliminasi melalui
ginjal dapat terjadi akibat perubahan harga pH urin atau karena kompetisi untuk
sekresi aktif di tubulus ginjal, serta perubahan kesetimbangan natrium tubuh total
(Setiawati, 2008: 863-867).

Adakalanya terjadi interaksi dari obat dengan bahan makanan, yang dapat
mempengaruhi farmakokinetika obat, obat dapat diikat oleh makanan sehingga
absorpsinya diusus dapat diperlambat atau dikurangi dan efeknya akan menurun (Tjay
dan Rahardja, 2007: 51).

4. PEMANTAUAN TERAPI OBAT

Pemantauan terapi obat adalah suatu proses yang meliputi semua fungsi yang perlu
untuk menjamin terapi obat kepada pasien yang aman . efektif / rasioanal dan
ekonomis

 FUNGSINYA :

* Pengamatan obat pilihan dokter terhadap kondisi diagnosanya

* Pengamatan pemakaian obat

* Jaminan ketepatan dosis ( jumlah, frekwensi, rute dan bentuk obat )

* Pengenalan respon terapi obat saat itu cukup atau kurang

* Penilaian adverse effect ( reaksi yang merugikan ) potensial yang terjadi

* Alternatif atau perubahan – perubahan direkomendasikan dalam terapi apabila


situasi tertentu mengharuskan.

 SASARAN :

 Mengoptimalkan terapi obat dengan memastikan secara efektif, efisien, efekasi


terapi.

 Meminimalkan toksisitas dan memberikan solusi masalah yang merusak /


mengurangi akses seorang pasien ke atau patuh pada suatu regimen terapi obat
tertentu.

 Pemantauan Terapi Obat mencakup pengkajian dari:

 Ketepatan terapi dari regimen obat pasien

 Ketepatan penggunaan obat ( dosis, indikasi, interaksi, antagonis, duplikasi,


kontraindikasi dll )
 Ketepatan rute, jadwal dan metode pemberian dosis obat

 Ketepatan informasi yang diberikan pada pasien

 Tingkat kepatuhan pasien dengan regimen obat yang tertulis

 Interaksi obat – obat, obat – makan, obat – uji laboratorium dan obat – penyakit

 Data laboratorium klinik dan farmakokinetika untuk mengevaluasi efek samping,


toksisitas / efek merugikan

 Tanda fisik dan gejala klinik yang relevan dengan terapi obat pasien.

 STANDAR PEMANTAUAN TERAPI OBAT

Standar ini merupakan usulan yang dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan.

 Standar I

* Kegiatan PTO dikelola oleh IFRS dengan dukungan & Petunjuk staf medik yang
tepat

* Pelaksananya adalah farmasis yang memenuhi syarat dan mampu menunjukan


penggunaan obat yang tepat di Rumah Sakit

 Standar II

* Kegiatan PTO memperoleh LEGITIMASI mekanisme pengembangan keputusan


terapi dan kebijakan dalam Rumah Sakit.

 Standar III

IFRS harus memiliki kegiatan pendukung yang tepat untuk melaksanakan


pemantauan Terapi Obat

 Standar IV

Membuat kebijakan & prosedur tertulis terutama prosedur kegiatan Pemantauan


Terapi Obat dilaksanakan serta membuat tanggung jawab & akuntabilitas

 Standar V

• Mekanisme jaminan mutu harus merefleksikan dampak dari kegiatan Pemantauan


Terapi Obat pada perawatan pasien
• Informasi ini digunakan oleh mekanisme pengembangan keputusan terapi dan
kebijakan obat dalam Rumah Sakit

 PENDEKATAN UMUM DALAM PEMANTAUAN TERAPI OBAT

 Identifikasi Obat yang ditulis Dokter

 Identifikasi masalah / Diagnosis yang menyebabkan dokter menulis obat – obat


tersebut dengan mengkaji

Catatan Perawat / kunjungan pasien :

- Evaluasi Data Lab

- Evaluasi makanan & minuman yang dikonsumsi

- pertimbangkan biaya terapi dibanding masalah & kondisi pasien

 Uraikan suatu Daftar parameter objektif & subjectif untuk mengeval0uasi hasil.

 Pastikan pasien mengkonsumsi obat sesuai instruksi

 Komunikasikan dengan dokter jika respon terapi yang diinginkan tidak terjadi &
teliti proses terapi

 Jika dalam proses Pemantauan Terapi Obat tidak mencapai sasaran yang diinginkan
/ merugikan. Gunakan alternatif lain dan komunikasikan dengan Dokter sebelum
dilaksanakan

 Kaji proses ini sebagai suatu rangkaian kesatuan yang menuntun ketekunan setiap
hari

 Proses Pemantauan Terapi Obat :

Mencakup semua fungsi, diperlukan untuk memastikan terapi obat secara tepat aman,
mujarab dan ekonomis pada pasien meliputi :

 Mengkaji obat diresepkan dokter untuk kondisi yang didiagnosis ( ketepatan terapi
dan regimen obat pasien )

 Mengkaji pemberian obat ( dosis, indikasi, interaksi, antagonis, duplikasi,


kontraindikasi dll )

 Memelihara dosis yang benar ( mengkaji ketepatan rute, jadwal dan metode
pemberian dosis obat )
 Mengkaji ketepatan informasi yan diberikan pada pasien

 Mengetahui ada atau tidaknya respon terapi yang memadai

 Mengkaji respon kemungkinan terjadi Reaksi Obat yang Merugikan ( Interaksi


Obat)

 Mengkaji Data Laboratorium Klinik dan Farmakokinetika untuk mengevaluasi


terapi obat serta mengantisipasi efek samping, toksisitas atau efek merugikan

 Penyalahgunaan Obat

 Salah Penggunaan Obat

 Merekomendasikan perubahan alternatip dalam terapi jika situasi tertentu


memerlukan

 Tanda - tanda fisik dan gejala klinik yang relevan dengan terapi obat pasien.

 LANGKAH – LANGKAH DALAM MELAKSANAKAN PEMANTAUAN


TERAPI OBAT

1. Orientasi Masalah Dari Data Pasien

Pengumpulan data pasien dan mengatur data kedalam format masalah

2. Pengkajian Ketepatan Seleksi Terapi Obat Dan Mengidentifikasi Data Terapi

Hubungan terapi obat dengan masalah tertentu atau status penyakit untuk menetapkan
ketepatan terapi tertentu

3. Mengembangkan Sasaran - sasaran Terapi tertentu

4. Menyusun / Mendesain Rencana Pemantauan Terapi Obat

a. Pengembangan Parameter Spesifik Pemantauan

b. Penetapan Titik Akhir Farmakoterapi

c. Penetapan Frekwensi Pemantauan

5. Identifikasi Masalah dan atau kemungkinan untuk ROM (Reaksi Obat Merugikan )

6. Pengembangan Alternatif atau Pemecahan Masalah ( Proses Pengambilan


Keputusvan)
7. Pendekatan Untuk Intervensi & Tindak Lanjut.

8. Penyampaian Terapi dan Rekomendasib

 MENDESAIN RENCANA PEMANTAUAN TERAPI OBAT

a. Menetapkan Parameter Farmakoterapi

Adalah menetapkan parameter untuk mengkaji kemajuan titik akhir farmakoterapi.


Farmasis harus membuat rencana pemantauan untuk tiap obat yang diterima pasien
yang berguna untuk penetapan keefektipan suatu obat dan penetapan keefektipan
suatu obat dan penetapan terjadinya masalah yang berkaitan denga obat / efek
merugikan dari terapi. Beberapa pertimbangan menyeleksi parameter farmakoterapi :

- Karakteristik Obat

Mencakup kemungkinan pengukuran dari konsentrasi obat dalam serum dan


penetapan hubungan konsentrasi efekasi / toksisitas

-Efekasi terapi dan efek merugikan dari regimen

Seleksi parameter kualitatif dan kuantitatif yang berkaitan untuk efeksi dan toksisitas
tiap obat

- Perubahan fisiologi pasien

Perubahan fisiologi pasien dapat mengubah farmakokinetika obat

- Kepraktisan, ketersediaan dan biaya pemantauan

Seleksi parameter yang digunakan berdasarkan kepraktisan, ketersediaan dan biaya


yang efisien sehingga dapat terlaksana dengan baik.

b. Penetapan Titik Akhir Farmakoterapi

Suatu titik akhir menandakan pencapaian sasaran terapi atau penyelesaian dari proses
terapi yang terukur dan dapat diamati. Beberapa pertimbangan menentukan titik akhir
Farmakoterapi :

- Faktor khusus pasien

Misalnya : Perbedaan pengobatan Hipertensi sistolik pada pasien dewasa dan anak
(tekanan darah berbeda)

- Karakteristik Obat
- Efekasi dan Toksisitas

Jika kondisi pasien memberikan kesan kemungkinan terjadi toksisitas maka titik akhir
disesuaikan

c. Penetapan Frekuensi Pemantauan

Langkah akhir adalah menetapkan frekuensi pemantauan. Beberapa faktor yang


mempengaruhi penetapan frekuensi pemantauan

- Kebutuhan khusus pasien

Mis : Pasien Hipertensi dengan TD : 200 / 120 mm Hg memerlukan pemanataun lebih


sering dibanding pasien Hipertensi dengan TD : 145 /95 mm Hg

- Rincian dari terapi obat

Pasien memerlukan pemantauan yang lebih sering pada awal rangkaian terapi ( atau
sebaliknya, kemudian dalam terapi )

Anda mungkin juga menyukai