Anda di halaman 1dari 12

ILMU KALAM MODERN MUHAMMAD IQBAL

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah Ilmu Kalam


Dosen Pengampu Titis Rosowulan, Lc., M.Pd.I.

Disusun Oleh :

1. Wahyu Tukhibul Iman


2. M. Yusuf Sadad Fadholi
3. Makin Aufa

Manajemen Pendidikan Islam


STAIA SYUBBANUL WATHON MAGELANG
TAHUN AJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirrohiim,
Puji syukur Kehadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa atas petunjuk, rahmat, dan
hidayah-Nya penyusun dapat menyelesaikan tugas ini tanpa ada halangan apapun
sesuai dengan waktu yang telah di tentukan.
Makalah ini di susun dalam rangka memenuhi tugas terstruktur pada mata kuliah
Ilmu Kalam. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.
Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi penyusun dan
umumnya bagi para pembaca. Aamiin.

Magelang, 20 November 2021

Penulis,

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ....................................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................................. 1
C. Tujuan ....................................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Biografi Muhammad Iqbal ................................................................................. 3


B. Pemikiran-Pemikiran Muhammad Iqbal ......................................................... 4

BAB III PENUTUP

A. Simpulan .................................................................................................................. 8

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ilmu Kalam merupakan salah satu ilmu yang mesti kita pelajari dari sekian
banyak ilmu-ilmu di dunia ini. Berbagai definisi telah banyak dikemukakan tokoh-
tokoh Islam mengenai ilmu ini. Begitu pula sebab-sebab penamaan serta berbagai
nama lain dari ilmu kalam. Namun dari sekian keterangan dapat disimpulkan bahwa
ilmu kalam merupakan ilmu yang mempelajari masalah ketuhanan dan segala
sesuatu yang berhubungan dengan-Nya yang dapat memeperkuat akan keyakinan
terhadap-Nya dan mampu memberikan hujjah dan argumentasi.
Karena berbagai faktor, terlahirlah berbagai aliran ilmu kalam dalam Islam
dengan pemikiran dan konsep masing-masing. Diantaranya adalah Khawarij,
Murjiah, Mu’tazilah, al-Qadariyah, Jabariyah, Al-Asyariyah dan Al-
Maturidiyah.
Sering kali dijumpai bahwa umat Islam, baik sebagai individu dan lebih-
lebih sebagai kelompok, mengalami kesulitan keagamaan -untuk tidak
mengatakan tidak siap-ketika harus berhadapan dengan arus dan gelombang
budaya baru ini. Bangunan keilmuan kalam klasik rupanya tidak cukup kokoh
menyediakan seperangkat teori dan metodologi yang banyak menjelaskan
bagaiamana seorang agamawan yang baik harus berhadapan, bergaul,
bersentuhan, berhubungan dengan penganut agama-agama yang lain dalam alam
praksis sosial, budaya, ekonomi, dan politik.
Adapun dalam makalah ini penulis akan membahas salah satu tokoh
pemikir kalam modern, yaitu Muhammad Iqbal.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang yang telah di jelaskan maka dapat dibuat
perumusan masalah sebagai berikut;
a. Bagaimana biografi Muhammad Iqbal?
b. Apa saja pemikiran-pemikiran kalam modern dari Muhammad Iqbal?

1
2

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan diatas, tujuan penulisan ini adalah untuk:
a. Mengetahui biografi Muhammad Iqbal
b. Mengetahui pemikiran-pemikiran Muhammad Iqba
BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi Muhammad Iqbal


Muhammad Iqbal lahir di Sialkot pada tahun 1873. Beliau berasal dari
keluarga kasta Brahmana Khasmir. Ayahnya bernama Nur Muhammad yang
terkenal saleh. Guru pertama beliau adalah ayahnya sendiri kemudian beliau
dimasukkan ke sebuah maktab untuk mempelajari Al-Qur’an.1
Setelah itu, beliau dimasukkan Scottish Mission School. Di bawah
bimbingan Mir Hasan, beliau diberi pelajaran agama, bahasa Arab, dan bahasa
Persia. Setelah menyelesaikan sekolahnya di Sialkot, belaiu pergi ke Lahore,
sebuah kota besar di India untuk melanjutkan belajarnya di Government
College, Di situ ia bertemu dengan Thomas Arnold, seorang orientalis yang
menjadi guru besar dalam bidang filsafat pada universitas tersebut.2
Ketika belajar di kota India, Beliau menawarkan beberapa konsep
pemikiran seperti, perlunya pengembangan ijtihad dan dinamisme Islam.
Pemikiran ini muncul sebagai bentuk ketidak sepakatnya terhadap
perkembangan dunia Islam hampir enam abad terakhir. Posisi umat Islam
mengalami kemunduran. Pada perkembangan Islam pada abad enam terakhir,
umat islam bearada dalam lingkungan kejumudan yang disebabkan
kehancuran Baghdad sebagai simbol peradaban ilmu pengetahuan dan agama
pada pertengahan abad 13.3
Dua tahun kemudian beliau pindak ke Munich, Jerman. Di Universitas ini,
beliau memperoleh gelar Ph. D dalam tasawuf dengan disertasinya yang
berjudul The Development of Metaphysics in Persia (Perkembangan
Metafisika di Persia).4

1 A dul Waha Azza , I al : si aTuh wa Falsafah wa syi’ uh, te j, Ba du g: Pusataka, , hal.


17
2 Ibid
3 Abdillah F Hasan, Tokoh-Tokoh Mashu …, hal. -268
4 Abdul Rozak, Ilmu Kalam.., hal. 220

3
4

Beliau tinggal di Eropa kurang lebih selama tiga tahun. Sekembalinya dari
Munich, beliau menjadi advokat dan juga sebagai dosen. Buku yang berjudul
The Recontruction of Religius Thought in Islam adalah kumpulan dari
ceramah-ceramahnya sejak tahun 1982 dan merupakan karyanya terbesar
dalam bidang filsafat.5
Pada tahun 1930, beliau memasuki bidang politik dan menjadi ketua
konferensi tahunan Liga Muslim di Allahabad, kemudian pada tahun 1931 dan
tahun 1992, beliau ikut dalam Konferensi Meja Bundar di London yang
membahas konstitusi baru bagi India. Pada bulan Oktober tahun 1933, beliau
di undang ke Afganistan untuk membicarakan pembentukan Universitas
Kabul. Pada tahun 1935, beliau jatuh sakit dan bertambah parah setelah
istrinya meninggal dunia pada tahun itu pula, dan beliau meninggal pada
tanggal 20 April 1935.6
B. Pemikiran-Pemikiran Muhammad Iqbal
Islam dalam pandangan beliau menolak konsep lama yang menyatakan
bahwa alam bersifat statis. Islam, katanya, mempertahankan konsep dinamis
dan mengakui adanya gerak perubahan dalam kehidupan sosial manusia.7
Oleh karena itu, manusia dengan kemampuan khudi-nya harus menciptakan
perubahan. Besarnya penghargaan beliau terhadap gerak dan perubahan ini
membawa pemahaman yang dinamis tentang Al-Qur’an dan hokum Islam.
Tujuan diturunnya Al-Qur’an, menurut beliau adalah membangkitkan kesadaran
manusia sehingga mampu menerjemahkan dan menjabarkan nas-nas
Al-Qur’an yang masih global dalam realita kehidupan dengan
kemampuan nalar manusia dan dinamika manusia yang selalu berubah.
Inilah yang dalam rumusan fiqh disebut ijtihad yang oleh beliau disebutnya
sebagai prinsip gerak dalam struktur Islam.8

5 Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran Dan Gerakan.( Jakarta: PT
Bulan Bintang, 1990). Hal. 190
6 Abdul Rozak, Ilmu Kalam.., hal. 220-221
7 Ibid
8 Muhammad iqbal, the Recontraction Of Religion Thought In Islam, (New Delhi: barVan, 1981),
hal. 92
5

Oleh karena itu, untuk mengembalikan semangat dinamika Islam dan


membuang kekakuan serta kejumudan hokum Islam, ijtihad harus dialihkan
menjadi ijtihad kolektif. Menurut beliau, peralihan kekuasaan ijtihat individu
yang mewakili mazhab tertentu kepada lembaga legislative Islam adalah satu-
satunya bentuk yang paling tepat untuk menggerakkan spirit dalam sistem
hokum Islam yang selama ini hilang dari umat Islam dan menyerukan kepada
kaum muslimin agar menerima dan mengembangkan lebih lanjut hasil-hasil
realisme tersebut.
Sebagaimana pandangan mayoritas ulama, beliau membagi kualifikasi
ijtihad ke dalam tiga tingkatan, yaitu:9
1. Otoritas penuh dalam menentukan perundang-undangan yang secara
praktis hanya terbatas pada pendiri madzhab-madzhab saja;
2. Otoritas relatif yang hanya dilakukan dalam batas-batas tertentu dari
satu madzhab;
3. Otoritas khusus yang berhubungan dengan penetapan hokum dalam
kasus-kasus tertentu dengan tidak terikat pada ketentuan-ketentuan
pendiri madzhab.

Menurut Iqbal, peralihan kekuasaan ijtihad individu yang memiliki


madzhab tetentu kepada lembaga legislative islam adalah satunya bentuk yang
paling tepat untuk menggerakkan spirit dalam sistim hukum islam yang selama
ini hilang dari umat Islam dan maenyerukan kepada kaum muslimin agar
mmenerima dan mengembangkan lebih lanjut hasil-hasil realisme tersebut. 10
1. Hakikat Teologi
Secara umum ia melihat teologi sebagai ilmu yang berdimensi
keimanan, mendasarkan pada esensi tauhid. Di dalamnya terdapat jiwa
yang bergerak berupa kesetiaan, kesetiakawanan dan kebebasmerdekaan.
Pandanganya tentang ontology teologi membuatnya berhasil membuat
anomaly (penyimpangan) yang melekat pada

9 Abdul Rozak, Ilmu Kalam.., hal. 221


10 Muha ad i al, the Re o t a tio …., hal.
6

literature ilmu kalam klasik. Teologi asy’ariyah, umpamanya,


menggunakan cara dan pola piker ortodoksi islam. Mu’tazilah
sebaliknya, terlalu jauh bersandar pada kal, yang akibatnya mereka
tidak menyadari bahwa dalam wilayah pengetahuan agama, pemisahan
antara pemikiran keagamaan dari pengalaman konkrit merupakan
kesalahan besar.
2. Pembuktian Tuhan
Dalam membuktikan eksistensi tuhan, Iqbal menolak argumen
kosmologis maupun ontologis. Ia juga menolak teleoligis yang berusaha
membuktikan eksistensi tuhan yang mengatur penciptaannya dari sebelah
luar. Walaupun demikian ia menerima landasan teologis yang imanen.
Untuk menompang hal ini, Iqbal menolak pandangan tentang matter serta
menerima pandangan whitehead tentangnya sebagai struktur kejadian
dalam aliran dinamis yang tak berhenti. Karakter nyata konsep tersebut
ditemukan oleh Iqbal dalam jangka waktu murni-nya Bergson, yang tidak
terjangkau oleh serial waktu. Dalam jangka waktu murni, ada perubahan,
tetapi tidak ada suksesi(pergantian). Kesatuannya terdapat seperti
kesatuan kuman yang ada di dalamnya terdapat pengalaman-pengalaman
nenek moyang para individu, bukan sebagai suatu kumpulan, tetapi suatu
kesatuan yang ada di dalamnya mendorong setiap pengalaman untuk
menyerap keseluruhannya.
3. Jati Diri Manusia
Faham dinamisme Iqbal berpengaruh besar terhadap jati diri
manusia. Penelusuran terhadap pendapatnya tentang persoalan ini dapat
dilihat konsepnya tentang ego, ide sentral dalam pemikiran filosofnya.
Kata “itun” diartikan sebagai kepribadian. Manusia hidup untuk
mengetahui kepribadiannya seta menguatkan dan mengembangkan
bakat-bakatnya, bukan sebaliknya, yakni melemahkan pribadinya,
seperti yang dilakukan para sufi yang menundukan jiwa sehingga fana
dengan alla. Pada hakikatnya menafikan diri bukanlah ajaran islam
karena ajaran hidup adalah bergerak, dan gerak adalah perubahan.
7

Filsafat khudinya tampaknya merupakan reaksi terhadap kondisi umat


Islam yang ketika itu telah dibawa oleh kaum Sufi semakin jauh dari
tujuan dan maksud islam yang sebenarnya. Dengan ajaran khudinya ia
mengemukakan pandangan yang dinamis tentang kehidupan dunia.
4. Dosa
Iqbal secara tegas mengatakan dalam seluruh kuliahnya bahwa
Al-Quran menampilkan ajaran tentang kebebasan ego manusia yang
bersifat kreatif. Dalam hubungan ini, ia mengembangkan cerita tentang
kejatuhan Adam (karena memakan buah terlarang) sebagai kisah yang
berisi pelajaran tentang kebangkitan manusia dari kon disi primitive
yang dikuasai hawa nafsu naluriah kepada pemilikan kepribadian
bebas yang diperolehnya secara sadar, sehingga mampu mengatasi
kebimbangan dan kecenderungan untuk membangkang dan timbulnya
ego terbatas yang memiliki kemampuan untuk memilih.
5. Surga dan Neraka
Surga dan neraka, kata Iqbal adalah keadaan, bukan tempat
gambaran-gambaran tentang keduanya di dalam Al-Quran adalah
penampilan-penampilan kenyataan batin secara visual, dan sifatnya.
Neraka, menurut rumusan Al-Quran adalah api Allah yang menyala-
nyala dan yang membumbung ke atas hati, pernyataan yang
menyakitkan mengenai kegagalan manusia. Surga adalah kegembiraan
karena mendapatkan kemenangan dalam mengatasi berbagai dorongan
yang menuju kepada perpecahan. Tidak ada kutukan abadi dalam
islam. Neraka, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Quran, bukanlah
kawah tempat penyiksaan abadi yang disediakan tuhan.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Dari pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan:
1. Muhammad Iqbal lahir di Sialkot pada tahun 1873. Beliau berasal dari
keluarga kasta Brahmana Khasmir. Ayahnya bernama Nur Muhammad
yang terkenal saleh. Guru pertama beliau adalah ayahnya sendiri
kemudian beliau dimasukkan ke sebuah maktab untuk mempelajari Al-
Qur’an
2. Pemikiran-pemikiran Muhammad Iqbal di antaranya yaitu:
a. Hakekat Telogi
b. Pembuktian Tuhan
c. Jati diri Manusia
d. Dosa
e. Surga dan Neraka

8
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Jamil, 2003. Seratus Muslim Terkemuka, Jakarta: Pustaka Firdaus.

Ahmad, Muhammad, 1997. Tauhid Ilmu Kalam, Bandung: Pustaka Setia.

Azzam, Abdul Wahab, 1985. Iqbal : siraTuh wa Falsafah wa syi’ruh, terj,


Bandung: Pusataka.

Gibb, H.A.R. 1995 Aliran-Aliran Modern Dalam Islam, terj. Machnun Husein,
Jakarta: Rajawali press.

Hasan, Abdillah F,2004. Tokoh-Tokoh Mashur Dunia Islam, Jawara: Surabaya.

Iqbal, Muhammad,1981. the Recontraction Of Religion Thought In Islam, New


Delhi: barVan

Razak, Abdur dan Anwar, Rosihan, 2006. Ilmu Kalam, Bandung: Puskata Setia.

Anda mungkin juga menyukai