Dosen Pembimbing:
Dwi Adji Norontoko,S.kep.Ns.,M.kep
Disusun Oleh:
Kelompok 1 Reguler A
i
LEMBAR PENGESAHAN
Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa makalah yang
kami selesaikan adalah benar. Dengan ini saya menyatakan penulisan makalah
dengan judul Makalah Asuhan Keperawatan Gangguan Imunitas Myastenia Gravis
telah memenuhi semua syarat serta ketentuan yang ditetapkan oleh bapak guru dosen.
Surabaya, 07 Februari 2022
Yang Membuat Pernyataan Yang Memberi Pengesahan
ii
DAFTAR ISI
Cover........................................................................................................................i
Lembar Pengesahan...............................................................................................ii
Daftar Isi................................................................................................................iii
Kata Pengantar.....................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN
1.4 Manfaat..............................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
BAB IV PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
iii
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penyusun sehingga dapat
menyelesaikan makalah laporan ini yang berjudul: “ Makalah Asuhan Keperawatan
Gangguan Imunitas Myastenia Gravis “.
Penyusun menyadari bahwa di dalam pembuatan makalah ini berkat bantuan
Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu, dalam
kesempatan ini penyusun menghaturkan rasa hormat dan terima kasih kepada Dosen
Keperawatan Medikal Bedah 2, serta teman teman yang membantu dalam makalah
ini.
Penyusun menyadari bahwa dalam proses makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penulisan nya. Namun demikian, penyusun
telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga
dapat selesai dengan baik. Penyusun dengan rendah hati menerima masukan, saran
dan usul guna penyempurnaan makalah ini. Akhirnya, penyusun berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Kelompok 1 Reguler A
iv
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
demyelinating polyneuropathy (AIDP), motor neuron disease (MND),
hipertiroid, dan iskemia batang otak. Penatalaksanaan bersifat individual dan
termasuk pengobatan simptomatik. Kemajuan dalam tes diagnostik,
imunoterapi, dan perawatan intensif menyebabkan prognosis menjadi lebih baik
dengan angka mortalitas kurang dari lima persen dan harapan hidup mendekati
normal.
1.3 Tujuan
2
1.3.1 Tujuan Umum
1.4 Manfaat
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Tinjauan Pustaka
A. Definisi
B. Etiologi
4
ACh atau kelebihan kolinesterase, tetapi menurut teori terakhir, faktor
imunologik yang berperanan.
Neonatal myasthenia terjadi pada 12% bayi yang dilahirkan oleh wanita
yang mengalami myasthenia gravis. Antibodi melawan acetylcholine, yang
beredar di dalam darah, bisa lewat dari wanita hamil terus ke plasenta menuju
janin. Pada beberapa kasus, bayi mengalami kelemahan otot yang hilang
beberapa hari sampai beberapa minggu setelah lahir. Sisa 88% bayi tidak
terkena.
C. Patofisiologi
5
pasien dengan myasthenia okuler. Gejala muncul apabila jumlah AChR
berkurang kira-kira 30% dari normal.
6
molekul kelas II. Epitop Subunit alpha pada AChR sangat mudah dikenal sel T
sehingga reaksi imunitas yang saling kait-mengait dengan cepat terjadi.
b. Kelainan Timus
7
D. Pathway
E. Manifestasi klinis
8
diplopia (penglihata ganda) dan ptosis (jatuhnya kelopak mata). Ekspresi
wajah pasien seperti sedang tidur terlihat seperti patung hal ini
dikarenakan otot wajah terkena
2. Pengaruh terhadapa laring menyebabkan disfonia (gangguan suara) dalam
pembentukan bunyi suara hidung atau kesukaran dalam pengucapan kata
kata. Kelemahan pada otot otot bulbar menyebabkan masalah mengunyah
dan menelan dan adanya bahaya tersedak dan aspirasi.
3. Sekitar 15% sampai 20% keluhan pada tangan dan otot otot lengan, pada
otot kaki mengalami kelemahan yang membuat pasien jatuh.Kelemahan
diafragma dan otot otot interkostal menyebabkan gawat nafas, yang
merupakan keadaan darurat akut. (Keperawatan medikal bedah, 2001)
F. Komplikasi
Miastenia gravis dikatakan berada dalam krisis jika ia tidak dapat menelan,
membersihkan sekret, atau bernapas secara adekuat tanpa bantuan alat-alat. Ada
dua jenis krisis yang terjadi sebagai komplikasi dari miastenia gravis (Corwin,
2009), yaitu:
1. Krisis miastenik
Ditandai dengan perburukan berat fungsi otot rangka yang memuncak
pada gawat napas dan kematian karena diafragma dan otot interkostal
menjadi lumpuh. Dalam kondisi ini, dibutuhkan antikolinesterase yang
lebih banyak. Keadaan ini dapat terjadi pada kasus yang tidak
memperoleh obat secara cukup. terjadi setelah pengalaman yang
menimbulkan stres seperti penyakit, gangguan emosional. pembedahan.
atau selama kehamilan, serta infeksi. Tindakan terhadap kasus ini adalah:
a) kontrol jalan napas
b) pemberian antikolinesterase
c) bila diperlukan: obat imunosupresan dan plasmaferesis
9
Bila pada krisis miastenik pasien tetap mendapat pernapasan buatan
(respirator), obat-obat antikolinesterase tidak diberikan terlebih dahulu,
karena obat-obat ini dapat memperbanyak sekresi saluran pernapasan dan
dapat mempercepat terjadinya krisis kolinergik. Setelah krisis terlampaui,
obat-obat dapat mulai diberikan secara bertahap, dan seringkali dosis
dapat diturunkan.
2. Krisis kolinergik
Krisis kolinergik yaitu respons toksik akibat kelebihan obat-obat
antikolinesterase. Hal ini mungkin disebabkan karena pasien tidak sengaja
telah minum obat berlebihan, atau mungkin juga dosis menjadi berlebihan
karena terjadi remisi spontan. Golongan ini sulit dikontrol dengan obat-
obatan dan batas terapeutik antara dosis yang terlalu sedikit dan dosis
yang berlebihan sempit sekali. Respons mereka terhadap obat-obatan
seringkali hanya parsial. Status hiperkolinergik ditandai dengan
peningkatan motilitas usus, konstriksi pupil, bradikardia, mual dan
muntah, berkeringat, diare, serta dapat pula timbul gawat napas. Tindakan
terhadap kasus ini adalah:
a. kontrol jalan napas
penghentian antikolinesterase untuk sementara waktu, dan dapat
diberikan atropine 1 mg intravena dan dapat diulang bila perlu. Jika
diberikan atropine, pasien harus diawasi secara ketat, karena sekret
saluran napas dapat menjadi kental sehingga sulit dihisap atau
mungkin gumpalan lender dapat menyumbat bronkus. menyebabkan
atelektasis. Kemudian, antikolinesterase dapat diberikan lagi dengan
dosis yang lebih rendah.
b. bila diperlukan: obat imunosupresan dan plasmaferesis. Untuk
membedakan kedua tipe krisis tersebut dapat diberikan tensilon 2-5
mg intravena. Obat ini akan memberikan perbaikan sementara pada
10
krisis miastenik, tetapi tidak akan memberikan perbaikan atau bahkan
memperberat gejala-gejala krisis kolinergik.
G. Pemeriksaan penunjang
H. Penatalaksanaan
11
jalan napas harus benar-benar diperhatikan. Melemahnya penderita
beberapa hari pasca operasi dan tidak bermanfaatnya pemberian
antikolinesterase sering kali merupakan tanda adanya infeksi paru-paru.
Hal ini harus segera diatasi dengan fisioterapi dan antibiotik.
c) Plasmaferesis (dialisis darah dengan produksi antibodi IgG)
Tiap hari dilakukan penggantian plasma sebanyak 3-8 kali dengan dosis
50 ml/kg BB. Plasmaferesis mungkin efektif pada krisis miastenik karena
kemampuannya untuk membuang antibodi pada reseptor asetilkolin,
tetapi tidak bermanfaat pada penanganan kasus kronik.
d) Terapi farmakologi
Antikolinesterase (piridostigmin 30-120 mg per oral tiap 3 jam atau
neostigmin bromida 15-45 mg per oral tiap 3 jam) untuk
memperpanjang waktu paruh asetilkolin di taut neuromuskular.
Pemberian antikolinesterase sangat bermanfaat pada miastenia gravis.
golongan IIA dan IIB. Efek samping pemberian antikolinesterase
disebabkan oleh stimulasi parasimpatis, termasuk konstriksi pupil,
kolik, diare, salivasi berkebihan, berkeringat, lakrimasi, dan sekresi
bronkial berlebihan.
Steroid (prednisolon sekali sehari secara selang-seling/alternate days
dengan dosis awal kecil (10 mg) dan dinaikkan secara bertahap (5-10
mg/minggu). Apabila sudah ada perbaikan klinis maka dosis.
diturunkan secara perlahan-lahan (5 mg/bulan) dengan tujuan
memperoleh dosis minimal yang efektif. Perubahan pemberian
prednisolon secara mendadak harus dihindari.
Azatioprin (merupakan obat imunosupresif dengan efek samping
lebih sedikit jika dibandingkan dengan steroid, yaitu berupa
gangguan saluran cerna, peningkatan enzim hati, dan leukopenia).
Obat ini diberikan dengan dosis 2,5 mg/kg BB selama 8 minggu
pertama. Setiap minggu harus dilakukan pemeriksaan darah lengkap.
12
dan fungsi hati. Sesudah itu pemeriksaan laboratorium dikerjakan
setiap bulan sekali.
Obat anti-inflamasi untuk membatasi serangan autoimun
A. Pengkajian
1. Anamnesis
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan, pendidikan,
alamat.
b. Keluhan Utama
Hal yang sering menyebabkan klien myastenia gravis meminta bantuan
medis adalah kondisi penurunan atau kelemahan otot-otot, dengan
manifestasi: diplopia (penglihatan ganda), ptosis (jatuhnya kelopak
mata) merupakan keluhan utama dari 90% klien myastenia gravis,
disfonia (gangguan suara), masalah menelan, dan mengunyah
makanan. Pada kondisi berat keluhan utama biasanya adalah
ketidakmampuan menutup rahang, ketidakmampuan batuk efektif dan
dispnea.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Myastenia gravis juga menyerang otot-otot wajah, laring, dan faring.
Keadaan ini dapat menyebabkan regurgitasi melalui hidung jika klien
mencoba menelan (otot-otot palatum), menimbulkan suara abnormal
atau suara nasal, dan klien tidak mampu menutup mulut yang disebut
sebagai tanda rahang menggantung. Terserangnya otot-otot pernapasan
terlihat dari adanya batuk yang lemah, akhirnya dapat berupa serangan
dispnea dan klien tidak mampu lagi membersihkan lender dari trakea
dan cabang-cabangnya. Pada kasus lanjut, gelang bahu dan panggul
dapat terserang pula, dapat pula terjasi semua kelemahan otot-otot
13
rangka. Biasanya gejala-gejala myastenia gravis dapat diredakan
dengan beristirahat dan dengan memberikan obat antikolinesterase.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
2. Pengkajian Fisik
a. B1 (Breathing)
Inspeksi apakah klien mengalami kemampuan atau penurunan batuk
efektif, produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas,
dan peningkatan frekuensi pernapasan yang sering didapatkan pada
klien yang disertai adanya kelemahan otot-otot pernapasan. Auskultasi
bunyi napas tambahan seperti ronkhi atau stridor pada klien,
menunjukkan adanya akumulasi secret pada jalan napas dan
penurunan kemampuan otot-otot pernapasan.
b. B2 (Blood)
Pengkajian pada system kardiovaskuler terutama dilakukan untuk
memantau perkembangan dari status kardiovaskular, terutama denyut
14
nadi dan tekanan darah yang secara progresif akan berubah sesuai
dengan kondisi tidak membaiknya status pernapasan.
c. B3 (Brain)
1) Pengkajian Saraf Kranial
Saraf I. Biasanya pada klien tidak ada kelainan, terutama
fungsi penciuman
Saraf II. Penurunan pada tes ketajaman penglihatan, klien
sering mengeluh adanya penglihatan ganda.
Saraf III, IV dan VI. Sering didapatkan adanya ptosis. Adanya
oftalmoplegia, mimic dari pseudointernuklear oftalmoplegia
akibat gangguan motorik pada nervus VI.
Saraf V. Didapatkan adanya paralisis pada otot wajah akibat
kelumpuhan pada otot-otot wajah.
Saraf VII. Persepsi pengecapan terganggu akibat adanya
gangguan motorik lidah.
Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
Saraf IX dan X. Ketidakmampuan dalam menelan.
Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
Saraf XII. Lidah tidak simetris, adanya deviasi pada satu sisi
akibat kelemahan otot motorik pada lidah.
2) Pengkajian Sistem Motorik
Karakteristik utama myastenia gravis adalah kelemahan dari
system motorik. Adanya kelemahan umum pada oto-otot rangka
memberikan manifestasi pada hambatan mobilitas dan intoleransi
aktivitas.
3) Pengkajian Refleks
15
Pemeriksaan refleks profunda, pengetukan pada tendon,
ligamentum atau periosteum derajat refleks pada respons normal.
4) Pengkajian Sistem Sensorik
Pemeriksaan sensorik pada penyakit ini biasanya didapatkan
sensasi raba dan suhu normal, tidak ada perasaan abnormal di
permukaan tubuh.
d. B4 (Bladder)
Pemeriksaan pada system perkemihan biasanya menunjukkan
berkurangnya volume pengeluaran urin, yang berhubungan dengan
penurunan perfuusi dan penurunan curah jantung ke ginjal.
e. B5 (Bowel)
Mual sampai muntah akibat peningkatan produksi asam lambung.
Pemenuhan nutrisi pada klien myastenia gravis menurun karena
ketidakmampuan menelan makanan sekunder dari kelemahan otot-otot
menelan.
f. B6 (Bone)
Adanya kelemahan otot-otot volunter memberikan hambatan pada
mobilitas dan mengganggu aktivitas perawatan diri.
(Arif Muttaqin, 2008)
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
16
4. Gangguan Citra Tubuh (D.0083) berhubungan dengan perubahan struktur
atau bentuk tubuh (ptosis).
5. Risiko Aspirasi (D.0006) berhubungan dengan kerusakan mobilitas fisik.
C. Intervensi
1. Pola Napas Tidak Pola Napas (L. 01004) Manajemen Jalan Napas
Efektif (D.0005) (I.01011)
Tujuan:
berhubungan
Observasi
dengan kelemahan Setelah dilakukan tindakan
otot pernapasan. keperawatan selama ....x24 jam 1. Monitor pola napas
diharapkan pola nafas membaik (frekuensi, kedalaman,
usaha napas)
Kriteria Hasil :
Edukasi
17
dalam
Edukasi
5. Anjurkan ambulasi
sederhana yang harus
dilakukan
18
gangguan meningkat klien
pengucapan kata,
Kriteria Hasil: Terapeutik
gangguan
neuromuskular, 1 Kemampuan berbicara 2. Lakukan metode
kehilangan kontrol menggunakan bahasa komunikasi yang ideal
tonus otot fasial isyarat meningkat sesuai dengan kondisi
atau oral. 2 Kesesuaian ekspresi klien
wajah/tubuh meningkat 3. Modifikasi lingkungan
3 Respons perilaku untuk meminimalkan
membaik bantuan dengan
4 Pemahaman komunikasi memberikan bel atau
membaik. lonceng
4. Ajukan pertanyaan
dengan jawaban 'ya' dan
'tidak' atau dengan
menggunakan gerakan
tubuh
Kolaborasi
19
Kriteria Hasil: bisa melihat bagian
tubuh yang berubah
1.1. Hubungan sosial
membaik dengan klien Terapeutik
mampu menyatakan atau
3. Diskusikan kondisi stres
mengkomunikasikan
yang mempengaruhi
dengan orang terdekat
Citra tubuh (ptosis)
tentang situasi dan
4. Bantu dan anjurkan
perubahan yang sedang
perawatan yang baik dan
terjadi
memperbaiki kebiasaan
1.2. Verbalisasi
5. Anjurkan orang yang
kecacatan bagian tubuh
terdekat untuk
membaik dengan klien
mengizinkan klien
menyatakan penerimaan
melakukan hal untuk
diri terhadap situasi
dirinya sebanyak-
1.3. Verbalisasi
banyaknya
perasaan negatif tentang
perubahan tubuh Edukasi
menurun dengan klien
6. Anjurkan
mengakui dan
mengungkapkan
menggabungkan
gambaran diri terhadap
perubahan ke dalam
citra tubuh
konsep diri dengan cara
yang akurat tanpa harga
diri negatif
20
dengan kerusakan Tujuan: Observasi
mobilitas fisik.
Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor status
keperawatan selama ....x24 jam pernapasan
diharapkan tingkat aspirasi 2. Monitor tingkat
menurun kesadaran, kemampuan
menelan
Kriteria Hasil :
Edukasi
D. Implementasi
21
pernapasan yang telah Observasi
direncanakan 1. Memonitor pola
napas (frekuensi,
kedalaman, usaha
napas)
Terapeutik
2. Memposisikan
semi-fowler atau
fowler
3. Memberikan
minum hangat
4. Memberikan
oksigen, jika perlu
5. Mengobservasi
tanda-tanda vital
(RR, nadi)
Edukasi
6. Mengajarkan
teknik napas
dalam
2 Gangguan Mobilitas Diisi saat Dukungan Ambulasi
Fisik (D.0054) melakukan tindakan (I.06171)
berhubungan dengan yang telah Observasi
penurunan kekuatan otot. direncanakan 1. Mengidentifikasi
toleransi fisik
melakukan
ambulasi
2. Mengkaji
kemampuan klien
dalam beraktivitas
22
Terapeutik
3. Memfasilitasi
aktivitas ambulasi
dengan alat bantu
(mis, tongkat,
kruk, kursi roda)
4. Meminta bantuan
keluarga untuk
membantu klien
dalam
meningkatkan
ambulasi
Edukasi
5. Menganjurkan
ambulasi
sederhana yang
harus dilakukan
3 Gangguan komunikasi Diisi saat Promosi Komunikasi:
verbal (D.0119) melakukan tindakan Defisit Bicara (I.13492)
berhubungan dengan yang telah Observasi
disfonia, gangguan direncanakan 1. Mengkaji
pengucapan kata, komunikasi verbal
gangguan klien
neuromuskular, Terapeutik
kehilangan kontrol tonus 2. Melakukan
otot fasial atau oral. metode
komunikasi yang
ideal sesuai
dengan kondisi
23
klien
3. Memodifikasi
lingkungan untuk
meminimalkan
bantuan dengan
memberikan bel
atau lonceng
4. Menganjurkan
pertanyaan dengan
jawaban 'ya' dan
'tidak' atau dengan
menggunakan
gerakan tubuh
Kolaborasi
5. Merujuk ke ahli
patologi bicara
atau terapis
24
berubah
Terapeutik
3. Mendiskusikan
kondisi stres yang
mempengaruhi
Citra tubuh
(ptosis)
4. Membantu dan
anjurkan
perawatan yang
baik dan
memperbaiki
kebiasaan
5. Menganjurkan
orang yang
terdekat untuk
mengizinkan klien
melakukan hal
untuk dirinya
sebanyak-
banyaknya
Edukasi
6. Menganjurkan
mengungkapkan
gambaran diri
terhadap citra
tubuh
5 Risiko Aspirasi (D.0006) Diisi saat Pencegahan Aspirasi
berhubungan dengan melakukan tindakan (I.01018)
kerusakan mobilitas yang telah
25
fisik. direncanakan Observasi
1. Memonitor status
pernapasan
2. Memonitor tingkat
kesadaran,
kemampuan
menelan
Terapeutik
3. Memposisikan
semi-fowler 30
menit sebelum
memberi asupan
oral
4. Memberikan
makanan dengan
ukuran yang kecil
atau lunak
5. Memberikan obat
oral dalam bentuk
cair
Edukasi
6. Menganjurkan
makan secara
perlahan
7. Mengajarkan
strategi mencegah
aspirasi.
26
E. Evaluasi
27
a. Hubungan sosial membaik dengan klien mampu menyatakan atau
mengkomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi dan
perubahan yang sedang terjadi
b. Verbalisasi kecacatan bagian tubuh membaik dengan klien
menyatakan penerimaan diri terhadap situasi
c. Verbalisasi perasaan negatif tentang perubahan tubuh menurun dengan
klien mengakui dan menggabungkan perubahan ke dalam konsep diri
dengan cara yang akurat tanpa harga diri negative
d. Rasa percaya diri meningkat
5. Risiko Aspirasi (D.0006) berhubungan dengan kerusakan mobilitas fisik.
a. Tingkat kesadaran meningkat
b. Kemampuan menelan meningkat
c. Kelemahan otot menurun
28
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
29
Disarankan kepada mahasiswa/i kesehatan untuk dapat mempelajari secara lebih
mendalam mengenai Asuhan Keperawatan Gangguan Imunitas Myastenia Gravis
yang diharapkan ketika terjun ke lapangan dapat menerapkan secara maksimal
ilmu yang didapat, baik secara teori maupun praktik.
30
DAFTAR PUSTAKA
Fitri. F.I, 2011, ‘MYASTHENIA GRAVIS’, Universitas Sumatera Utara, Medan, Hal. 8
https://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/40820/MYASTHENIA
%20GRAVIS.pdf?sequence=1&isAllowed=y
Dwimartyono, Fendy, 2019, ‘Nyeri Neuropatik Pada Penderita Myastenia Gravis’,
Vol. 1, No.1, GREEN MEDICAL JOURNAL, hal. 1
https://greenmedicaljournal.umi.ac.id/index.php/gmj/article/download/25/19
https://id.scribd.com/document/339210141/ASKEP-Myastenia-Gravis-copy
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi dan Implementasi Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.
31